HYUGA INCOGNITO

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

Rated : T

Pairing : NaruHina, NejiTen.

WARNING : Cerita abal plus pasaran and GJ, alur kecepetan, OOC, typo(s) dan gangguan alamiah lainnya.

Summary : Neji menghilang! Semua kewalahan akan aksi Neji yang satu ini, Hinata yang berstatus sebagai adik Neji kena imbasnya hingga ia harus menggantikan posisi kakaknya dan menyamar menjadi Neji/ Dasar nii-san kurang ajar! Kalau bertemu nanti akan ku panggang dia dengan kompor hock!/ Adik yang baik itu selalu membantu kakaknya dalam kesusahan./ Bad summary/ NaruHina NejiTen.

DLDR

RnR

~HAPPY READING~

Televisi di ruangan itu tetap menyala walau tak ada penonton, terdengar suara gemericik air dari ruangan lain yang membuat rumah itu tidak terkesan rumah kosong. Terlihat seorang gadis yang keluar dari kamarnya dan mengeringkan rambutnya dengan handuk berwarna biru muda, ia menatap setiap sudut ruangan dengan teliti, tapi tetap saja tak menemukan orang yang ia cari.

"Kemana nii-san?" gumam gadis itu dan mematikan kran air di dapur, ia terlihat berpikir dan menggedikkan bahunya tak peduli. Dia berjalan santai menuju kamarnya dan menyalakan laptopnya, beberapa detik kemudian ia menekan keyboard laptopnya lalu membuka sebuah situs. Dengan tangan gemetar gadis itu mengisi kolom yang tertera di layar laptop, setelah mengisi setiap kolom ia menekan tombol enter dan menghela napasnya berat. Tiba-tiba gadis itu dikejutkan dengan nada dering ponselnya yang memecah keheningan. Tertera satu mail terkirim kepadanya, dengan cepat gadis itu membaca mail tersebut.

From : Tenten

HWAAA AKU LULUS! AKU LULUS DI SEKOLAH ITU! YATTA… .
Bagaimana denganmu? Apakah bernasib sama denganku? Kabari aku secepatnya ya!

Ternyata dari temannya, dengan cepat ia membalas pesan itu dan menatap layar laptopnya yang masih loading. Tak seperti biasanya sinyal di kamarnya begitu lambat, semakin lama laman itu terbuka maka semakin panjang pula durasi jantungnya berdegup dengan kencang. Sediki demi sedikit laman itu mulai diisi dengan tulisan, gadis itu memicingkan matanya dan meremas tangannya kuat-kuat.

`Ya Tuhan, apakah aku bisa bersekolah disana?` batin gadis itu, keringat dingin membanjiri kedua telapak tangannya. Perempuan itu menghirup udara dalam dan membuangnya perlahan, ia melakukan berkali-kali hingga merasa tenang, setelah 5 kali melakukannya gadis itu merenggangkan jarinya dan mencoba membuka matanya perlahan. Sorot matanya menatap layar laptop yang memuat tulisan lulus dengan besar dan sebuah tanda seru setelah tulisan itu, gadis itu berteriak kencang hingga terdengar di seberang jalan, ia tak merasa malu dengan hal yang telah dia lakukan itu karena ia merasa hal itu sangat wajar. Perempuan itu menggaet ponselnya dan mengirimkan pesan kepada temannya yang diketahui bernama Tenten.

For : Tenten

AKU LULUS TENTEN! AKU LULUS! KITA SAMA-SAMA LULUS! BUKANKAH INI BERITA YANG MENGGEMBIRAKAN? KITA SATU SEKOLAH LAGI! THANKS GOD!

Send. Gadis itu tersenyum puas dan melempar ponselnya asal, ia berlari menuju sudut kamar yang dipajang sebuah poster besar dan tampak sebuah potret seorang laki-laki nan tengah tersenyum. Perempuan itu mengelus poster itu perlahan pada bagian pipi si pria, ia tersenyum dan menatap gambar itu dalam.

"Aku berhasil! Aku berhasil bersekolah di tempat yang ku impikan! Apakah kau bangga denganku?" sorak wanita itu girang, sekilas ia mencium poster itu tepat pada pipi sebelah kanan sang model lalu keluar dari kamarnya dan mengelilingi setiap sudut ruangan dan berteriak 'Aku lulus! Aku lulus!'. Terdengar OOC memang, tapi itulah yang dilakukan gadis cantik itu. Rambut hitamnya yang masih lembab itu menjadi kering karena berlari-lari dan berteriak tak karuan. Setelah mengitari setiap ruangan flatnya sebanyak 3 kali, ia merasa lelah. Gadis itu membuka pintu kulkas lalu mengambil sebotol minuman isotonik dan menenggaknya hingga menyisakan setengah botol, terlihat tetesan air yang mengalir dari sudut bibirnya, dengan cepat ia menyekanya dan meletakkan botol itu di atas meja. Terdengar suara ketukan pintu beberapa kali, perempuan itu berjalan menuju pintu masuk dan membuka pintu.

"Hai Sakura, ada apa? Silakan masuk!" sapa si tuan rumah kepada tamunya. Sakura menggelengkan kepalanya dan tampak raut cemas di wajahnya.

"Tidak perlu, apakah Neji ada disini?" tanya Sakura, sang tuan rumah menggelengkan kepalanya. Sakura menepuk jidatnya yang lebar itu keras lalu menekan layar smartphonenya dengan cepat. Ia mendekatkan smartphone itu ke telinganya dan terdengar nada sambung.

"Neji tak ditemukan! Bagaimana ini?" ucap Sakura ke lawan bicaranya.

"Aku sudah mencarinya kemana-mana, bahkan aku mencarinya ke flat Hinata, tetap saja tak ada!"

"Baiklah." tutup Sakura diiringi helaan napasnya singkat dan memutuskan sambungan teleponnya, Sakura melangkah meninggalkan tempat itu namun ditahan oleh tuan rumah.

"Apa yang terjadi dengan nii-san?" tanya gadis itu. Sakura yang mendengar itu bimbang untuk memberitahukan keadaan sekarang, tapi berhubung gadis ini adalah keluarga Neji, Sakura memberitahunya.

"Neji hilang Hinata, ia tak ditemukan sampai sekarang."

Satu detik...

Dua detik…

Tiga detik…

Reaksi Hinata hanya satu, gadis itu tertawa terbahak-bahak hingga perutnya merasakan perih. Ia menyeka air matanya yang keluar dari sudut matanya.

"Kenapa kau tertawa Hinata?" sambung Sakura.

"Aku tak percaya nii-san menghilang, karena beberapa menit yang lalu ia masih disini bersamaku." Sakura yang mendengar hal itu langsung menarik Hinata menuju tempat parkir dengan paksa.

"Sakura, apa yang kau lakukan?" tanya Hinata bingung.

"Ayo kita ke rumahmu, jelaskan kepada orang tuamu semuanya."

"Jelaskan? Jelaskan apa?" ujar Hinata panik.

"Semua yang kau tahu, Hinata!"

"Tapi aku belum mengunci pintu, tunggulah sebentar Sakura, aku akan menyusulmu." jawab Hinata dan berlari menuju flatnya.

.

.

Hinata mengetuk pintu rumahnya, rumah yang tak terlalu besar dan terdapat beberapa pot tanaman di tepi dindingnya. Suara langkah kaki terdengar mendekat lalu kenop pintu terbuka, tampak seorang wanita dengan senyuman hangat menghiasi wajahnya dan memeluk Hinata, perempuan yang biasa dipanggil ibu itu mencium puncak kepala anaknya dengan lembut. Hinata melepaskan pelukannya dan menatap sang ibu.

"Bagaimana kabarmu sayang?" tanya ibu dan mengusap pipi anaknya, Hinata tersenyum dan tetap menatap ibunya.

"Aku baik bu, bagaimana dengan ibu?" balas Hinata.

"Ibu baik-baik saja sayang, ayo masuk!" ajak sang ibu dan menuntun Hinata memasuki rumah, Hinata berjalan di samping ibunya yang tengah menggenggam jemari kurusnya.

"Hinata, ibu sangat merindukanmu! Ibu cemas anak ibu tinggal sendiri tanpa pengawasan ibu, dan bagaimana dengan sekolahmu sayang? Kemana anak ibu ini melanjutkannya?" tanya ibu dan mencubit hidung Hinata hingga memerah.

"Aku juga merindukan ibu, dan ibu tak usah cemas lagi, aku sudah terbiasa hidup sendiri ibu. Mengenai sekolah aku diterima di Heiwadai High School khusus putri."

"Heiwadai? Ya Tuhan, ibu bangga kepadamu Hinata!" sahut sang ibu dan kembali memeluk anaknya itu, tak terasa mereka telah sampai di depan ruang kerja ayahnya dan memasuki ruangan itu. Terlihat sang ayah tengah duduk di kursi berwarna hitam dan berkutat dengan tumpukan kertas di atas meja, Sakura yang berdiri di samping ayah hanya bisa terdiam dan menatap Hinata di ambang pintu.

"Mendekatlah Hinata." ujar Sakura, Hinata berjalan mendekati ayahnya yang tengah memiliki masalah itu, sang ayah menatap Hinata dan memeluk putrinya. Ayah dan anak itu saling melepas kerinduan. Setelah memeluk Hinata, sang ayah kembali menduduki kursinya dan menatap Hinata lurus.

"Hinata, apa benar hari ini kamu bertemu dengan Neji?" tanya ayahnya dengan suara berat dan Hinata mengangguk.

"Iya, nii-san tadi berkunjung ke flatku. Dia bilang hanya ingin berkunjung karena merindukanku, kami berbicara ringan dan setelah itu nii-san pergi."

"Kemana dia pergi?"

"Ma… masalah itu, aku juga tidak tahu."

Mendengar penjelasan Hinata, ayah hanya bisa menghela napas berat dan memejamkan matanya. Sakura memandang Hinata dari ujung kaki hinggap puncak kepalanya dengan intens, Hinata merasa salah tingkah lalu menatap lantai ruang kerja ayahnya. Tiba-tiba gadis bersurai pink itu menemukan sebuah ide yang sepertinya cukup gila.

"Tuan, bagaimana kalau posisi Neji digantikan oleh Hinata?" usul Sakura, mendengar ucapan Sakura, ayah Hinata membuka matanya dan menatap Sakura tak percaya.

"Jangan bercanda Sakura! Berpikirlah yang logis! Bagaimana mungkin Hinata akan menggantikan Neji?" sanggah Ayah Hinata.

"Coba perhatikan Hinata, rambutnya yang panjang dan hitam, mata lavender, kulitnya yang putih pucat sama persis dengan Neji. Masalah wajah, kita bisa memanipulasinya dengan make-up, sedangkan poni, kita bisa menutupnya dengan topi hingga tak terlihat atau menggunakan rambut tambahan." tutur Sakura, ayah Hinata terdiam lalu mengangguk mengerti dan terlihat paham dengan penjelasan Sakura. Hinata yang tidak mengerti dan merasakan firasat burukpun izin keluar dari ruang kerja ayahnya.

"Tunggu dulu Hinata!" perintah sang ayah, Hinata berhenti dan menoleh ke belakang.

"A… Ada apa ayah?"

"Bisakah Hinata membantu ayah?"

Gulp!

Hinata menelan salivanya kasar, bantuan apa yang harus dilakukannya? Uang? Oh, bahkan ia mendapatkan uang dari ayahnya! Hinata menatap kedua manik ayahnya dengan gelisah dan memberanikan diri untuk bertanya, ia berharap ini bukanlah suatu perihal yang rumit.

"Me… membantu apa ayah?"

Dengan gagap Hinata bertanya kepada Ayahnya, Sakura melirik kepala keluarga Hyuga itu mantap. Ayah Hinata menghela napasnya dan menatap Hinata dengan dalam.

"Maukah Hinata menyamar menjadi Neji?"

.

.

"Apa? Ayah pasti bercanda bukan?" tanya Hinata kepada ayahnya yang tengah menatapnya.

"Ayah serius Hinata, tolong gantikan Neji dalam sesi pemotretan besok, hanya untuk besok!" jawab ayahnya dengan serius. Sakura yang melihat ini hanya menatap Hinata penuh harap.

"Maaf ayah, aku tidak bisa." jawab Hinata seperti berbisik, ayahnya yang mendengar jawaban sang anak mulai pusing, sakit kepalanya kambuh seketika. Apalagi yang harus dia lakukan sekarang?

"Hanya sekali ini Hinata, setelah itu kau akan menjadi Hinata lagi." mohon Sakura.

"Tetap saja aku tidak bisa Sakura." sahut Hinata dan melangkah pelan keluar ruangan. Dengan perasaan geram dan kesal, Hiashi Hyuga bangkit dari kursi kebanggaannya lalu menggebrak meja hitam di hadapannya hingga terdengar bunyi 'brak!' yang cukup keras. Sontak Hinata menoleh ke belakang dan menatap sang ayah yang diselimuti kobaran api emosi.

"HINATA, JIKA KAMU MENOLAK PERMINTAAN AYAH, MAKA AYAH AKAN MEMBAKAR POSTER NARUTO YANG ADA DI KAMARMU ITU!" ancam ayah Hinata lantang. Mata Hinata membulat sempurna, bagaimana mungkin poster Naruto sang model idolanya itu dibakar begitu saja setelah ia berebutan dengan pembeli lain dan tampak bekas cakaran di pipinya beberapa bulan lalu. Tidak mungkin hasil kerja kerasnya itu akan dibuahi tumpukan abu kan? Kenapa dunia ini begitu kejam Tuhan?

"Ja... jangan lakukan itu ayah, aku mendapatkannya dengan susah payah…" rengek Hinata dengan nada memohon.

"Kalau begitu bantu ayah."

"Ayah, kenapa ayah mengancamku?"

"Pilihanmu hanya ada dua Hinata."

"A… aku tidak mau ayah…"

"Baiklah, kalau begitu ucapkan selamat tinggal kepada benda kesayanganmu itu."

"Ayah! Kumohon jangan poster itu, ayah boleh mengambil ponselku asal jangan poster itu!"

"Yang ayah inginkan poster itu Hinata!"

Hinata terdiam, gadis yang tengah di ujung tanduk itu kini menatap ubin dengan perasaan sedih. Telapak tangannya yang terasa dingin ia genggam kuat-kuat. Ujung sepatunya ia ketukkan ke lantai berulang-ulang.

"Bagaimana Hinata? Pada hitungan ketiga ayah harus menerima sebuah jawaban."

"Apa!" Hinata mendongak dan menatap sang ayah dengan artian yang-benar-saja? Mata lavendernya terbuka lebar dan kelopak matanya pun enggan untuk berkedip.

"Satu,"

"Jangan hitung dulu ayah! Aku bel..."

"Dua,"

"Ayah otakku buntu! Tungg..."

"Tiga!"

"BAIKLAH AKU MAU AYAH!" jawab Hinata nyaring, ayah Hinata merasa lega, begitupun Sakura yang sedari tadi menonton drama antara Hinata dan ayahnya. Hinata menatap lantai dengan sendu setelah menjawab pertanyaan yang lebih susah dibanding ulangan trigonometri.

.

.

Malam hari terlihat suram, sesuram perasaan Hinta saat ini. Gadis itu menatap posternya amat lama, ia masih ingat perdebatannya tadi dan menjadikan poster itu sebagai taruhannya. Hinata menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, hari ini ia merasa bahagia sekaligus merasa tertekan. Hinata menutup matanya dan menetralisir semua masalahnya sekarang. `Baiklah Hinata, ingat! Ini hanya berlaku satu hari!` hibur Hinata.

Hinata mencari ponsel yang ia lempar tadi dan menemukannya di atas bantal, Hinata membuka kunci ponselnya itu dan tertera sebuah pesan yang ia terima, ia membuka pesan itu dan mulai membacanya.

From : Tenten

Benarkah? Aku bahagia mendengarnya Hinata! Bagaimana kalau besok kita pergi ke sekolah bersama?

Hinata membaca bagian akhir pesan Tenten berulang kali, apa maksudnya besok pergi ke sekolah? Bukankah sekarang masih liburan kenaikan kelas? Dengan tempo cepat jari-jari lentik itu menari di atas tuts ponsel dan mengirim sebuah pesan kepada seseorang di daerah sana.

For : Tenten

Pergi ke sekolah? Apa maksudmu Tenten? Bukankah sekarang masih liburan?

Beberapa waktu kemudian, handphone Hinata berdering keras. Dengan sigap Hinata membaca balasan dari Tenten.

From : Tenten

Kenapa lama sekali membalasnya? Aku sudah karatan menunggu pesanmu! Kau lupa ya, besok kita harus ke sekolah untuk meminta kunci kamar! Sekolah kitakan mengharuskan semua muridnya tinggal di asrama Hinata.

Tsk, cobaan macam apa lagi ini? Kenapa waktu pengambilan kunci harus bersamaan dengan penyamarannya sebagai Neji? Hinata meraung keras seperti serigala yang melolong di atas bukit, ia tak peduli dengan tetangganya yang tengah tertidur pulas, Hinata berlari menuju sudut kamarnya dan menatap poster itu.

"Naruto, bagaimana ini? Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan?" adu Hinata kepada posternya, sepanjang apapun Hinata mengoceh, tetap saja Naruto di poster itu tersenyum. Hinata yang merasa tertekan menangis terisak-isak sambil memeluk guling yang berada tepat di sampingnya.

.

.

"Hinata, kenapa cemberut seperti itu?" tanya Sakura yang tengah mengendarai mobilnya, matanya tampak fokus menatap ke depan. Hinata menatap ke luar jendela dengan datar.

"A… aku baik-baik saja, Sakura." jawab Hinata, Sakura menghela napasnya pelan. Ia tahu jika Hinata tengah berbohong, ditambah lagi dengan ekspresi Hinata yang menunjukkan I-hate-this-moment!

"Hmm… Sakura, bolehkah aku bertanya?" sambung Hinata yang tampak enggan menoleh ke arah Sakura.

"Kau ingin bertanya tentang apa Hinata?"

"I… itu, kenapa tidak batalkan saja kontraknya Sakura? Dengan begitu, aku tidak perlu menyamar menjadi nii-san."

Sakura tersenyum simpul lalu menjawab, "Uang kontrak itu telah diterima, dan uang itu dibawa pergi Neji."

Ugh! Nii-san baka! Hinata menganggap ini semua adalah musibah! Ya, musibah yang diakibatkan kebodohan kakaknya bernama Neji Hyuga. Neji adalah seorang model yang namanya tengah melejit sekarang. Bahkan setiap hari, Neji memiliki jadwal dari majalah yang berbeda-beda. Baik itu sebagai cover ataupun sekedar pemeragaan sebuah desain pakaian. Hanya itu yang Hinata ketahui dari pekerjaan kakaknya, selebihnya? Tidak ada, bahkan gaji kakaknya pun ia tidak peduli.

Warna traffic light langsung berubah menjadi merah. Hinata berhenti tepat di depan toko buku langganannya. Ia melirik keluar dan mendapati segerombolan siswi SMA tengah memilih buku yang ingin mereka beli. Tiba-tiba saja, salah satu dari siswi itu mengambil sebuah majalah dan memperlihatkannya kepada teman-temannya. Spontan semua pelajar itu berteriak histeris dan meraung-raung seperti kerasukan.

"Apakah artikel ini benar? Ini tidak hoax kan?" tanya siswi yang mengenakan kaca mata.

"Menurutmu? Ayolah, bahkan judul artikel ini dicetak besar di halaman sampul! Neji-kun pasti menjadi cover di majalah ini!" balas gadis yang menjadi biang kerusuhan sambil menunjuk-nunjuk majalah yang dimaksud.

"Kalau begitu, aku akan membeli majalah ini edisi minggu depan!" sambung salah satu murid dengan antusias.

"Wah, kalau kau sudah baca, aku pinjam ya!" sambar siswi berkaca mata.

"Boleh, tapi aku gunting dulu foto Neji-kun dari majalahnya!"

"Hey! Aku meminjam majalah itu untuk melihat Neji-kun! Memangnya aku peduli dengan berita yang ada di dalamnya!"

Percakapan itu diakhiri dengan perdebatan dan pekikan yang melengking. Hinata menatap gerombolan itu jengah. Jujur, ia tak tahu kenapa semua siswi-siswi itu begitu menggilai kakaknya. Bahkan Naruto lebih tampan dibanding kakaknya yang terlihat seperti mayat hidup!

Lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau, Sakura kembali melanjutkan perjalanan. Hinata termenung dan berfikir, kenapa kakaknya begitu populer di kalangan siswi SMA? Memangnya ekspresi kakaknya yang datar itu terlihat mengesankan? Sama sekali tidak!

"Hinata, sebentar lagi kita sampai!" lamunan Hinata buyar seketika, mereka hampir sampai. Hinata terlihat gelisah dan menggigit bibir bawahnya. Ia sangat takut jika penyamarannya terbongkar, ditambah lagi ia tidak punya basic sebagai model yang professional.

Di sudut jalan sebelah kiri, berdiri beberapa baliho yang berukuran cukup besar. Hinata memandang baliho itu dengan berbinar-binar, kenapa? Karena baliho itu memuat foto Naruto yang tengah berpose layaknya model. Hinata terpesona dengan makhluk yang satu ini, matanya terlihat cerah dan senyum terukir indah di wajahnya.

Tapi kebahagiaan itu hanya berakhir ketika ekor mata Hinata terarah ke jalanan sebelah kanan. Tampak baliho besar yang memampangkan foto Neji tengah menatap dengan angkuh, Hinata yang melihat itu langsung naik darah mengingat kebodohan Neji yang berimbas langsung kepadanya.

"Dasar nii-san kurang ajar! Kalau bertemu nanti akan ku panggang dia dengan kompor hock!" rutuk Hinata sambil mencabik-cabikkan kertas tisu yang selalu tersedia di dalam mobil.

"Apa yang kau lakukan Hinata? Kau ingin mengotori mobil ini?" ujar Sakura kurang senang, mobil yang selalu ia bersihkan sekali seminggu ternoda sudah dengan sobekan kertas tisu yang berhamburan.

"Ma… maaf Sakura, a… aku tidak bermaksud seperti itu." sahut Hinata menyesal, ia menundukkan kepalanya malu.

"Hinata, aku tidak bermaksud memarahimu! Aku hanya kurang suka jika mobil ini terlihat kotor, jangan anggap serius ya!" Hinata menatap Sakura dan mengangguk pelan, gadis itu kembali menatap baliho yang terpampang. "Ini semua karena mu nii-san!"

"Oh iya Hinata, jika kau ingin berbicara gunakan suara perut. Setidaknya itu bisa membantu penyamaranmu." usul Sakura, Hinata kembali menganggukkan kepalanya pelan dan dibalas dengan senyuman andalan Sakura. Tak butuh lama mereka sampai di tempat pemotretan, Hinata keluar dari mobil dengan penampilan ala Nejinya dan Sakura yang mengiringinya.

"Ingat Hinata, jangan terlalu banyak bicara, jangan terlalu manja dan jangan menunjukkan sisi feminimmu. Semakin cepat kau melakukan ini, maka kau bisa mengambil kunci kamar asramamu segera. Mengerti?" bisik Sakura pelan, Hinata yang mendengar itu hanya bisa mengangguk pasrah. Sakura berjalan menuju sang fotografer sedangkan Hinata duduk santai disalah satu kursi yang disediakan. `Semoga ini berjalan dengan cepat!` doa Hinata sambil meremas ujung bajunya.

.

.

Di tempat lain, tampaklah seseorang yang tengah mengantri dengan earphone yang menutup telinganya, rambutnya yang terurai panjang menarik perhatian semua orang. Terlihat ia menggunakan baju kaus dan celana jeans yang tak terlalu ketat, kaca mata yang tergantung di hidung mancungnya menambah kesan cantik pada dirinya, apalagi dia mengoleskan lipgloss pada bibir mungilnya dan tampak berkilau jika menerpa sinar matahari. Orang itu ditemani sebuah koper besar berwarna biru tua dan terlihat logo seekor kuda di tengah bagian atas. Semakin lama antrian itu semakin sepi, tak terasa orang itu berada paling depan dan bertemu dengan ibu-ibu yang melempar senyum kepadanya.

"Hai gadis cantik, siapa namamu?" tanya wanita separuh baya kepadanya, orang itu melepaskan earphonenya dan menjawab.

"Aku…"

.

.

.

TBC

Hellow eperibodeeeh! Megumi datang lagi bawa fanfic NaruHina! Moga ada yang suka sama fanfic ini ya! Dan btw, nggak hanya NaruHina disini, NejiTen juga ada! Bagi yang suka NaruHina dan NejiTen ayo merapat! Makasih buat yang udah baca fanfic Megumi! (ojigi 90 derjat) Ngomong-ngomong gimana fic Megumi yang sekarang? Makin absurd? Makin GJ? Makin Jelek? Atau gimana? Komentar ya, Megumi selalu menunggu komentar, saran, kritikan dari para readers. And ini Megumi ketik dengan kecepatan halilintar (menurut Megumi sih) soalnya Megumi takut kalau ni ide bakal dilupakan *andeeeeehh...

The last of my bacot : review plis…