Disclaimer Masashi Kishimoto.

Warning Yaoi, BL, Shonen-ai, OOC, OC, dan mungkin ini disebut yang namanya Sasuke POV (baru belajar tentang istilah fanfic). Maaf kalau gaje dan banyak typo.

Selamat membaca…

"Jadi jika reaksi HCl digabungkan dengan bla bla bla…"

Suara Orochimaru-Sensei terdengar seperti bacotan tak berarti di telingaku. Sekali-sekali aku ingin memperkosanya, mencabulinya, membunuhnya, mengulitinya, kemudian membuang tulang ke laut. Lebih enak memandang si Sweety yang ada di sampingku saja, sudah manis, imut, lucu pula. Ingin sekali aku manidurinya sekarang juga.

Aku melirik Naruto yang hampir tertidur karena penjelasan Orochimaru-Sensei. Yang asal kalian tahu, DIA-ADALAH-GURU-PALING-MEMBOSANKAN!

Perlahan kusandarkan kepalaku pada pundak Naruto, pura-pura tertidur, siapa tau dia…

Ah~ sudahlah…

Naruto terkejut. Ia menoleh ke arahku dengan terbelalak.

"Sa-sasuke… ada Orochimaru-Sensei… ja-jangan tidur…" ucapnya terbata. Aku berusaha tak menghiraukannnya, walaupun aku selalu memperhatikan gerak-geriknya. Ini seperti mimpi, aku bisa satu meja dengan Dobe. Apalagi di barisan paling belakang, pojok pula, benar-benar tempat duduk idamanku~

"Te-teme… kau ingat kan saat pelajaran Orochimaru-Sensei kemarin? Kau tertidur dan aku hampir melepas celanaku karena itu-"

Ucapan Naruto terhenti, itu karena tanganku sudah mulai membuka resleting celana Naruto dan kumasukkan ke dalam. Aku merasakan sesuatu yang hangat dan panjang di dalam sana. Kubelai perlahan kemudian memijatnya, sementara kepalaku masih bersandar di pundak Naruto. Kulirik dia sebentar. Ia tampak tegang dan berkeringat, yang paling mengejutkan saat kulihat wajahnya yang merona merah dan sangat jelas kalau dia sedang menahan desahannya.

"Te-teme… hentikan…" bisiknya pelan.

Aku masih mengacuhkannya dan mulai lagi membelainya lebih lembut. Kurasa ia makin terangsang karena aku merasakan kejantanannya makin mengejang dan mengeras. Aku sedikit terkejut saat tiba-tiba menyentuh sesuatu yang basah mulai keluar.

"Te-teme… aku hampir… ssshh…" desahnya tiba-tiba langsung berdiri dari kursinya. Tangan ku hampir terjepit karenanya dan seluruh isi kelas langsung memandang ke arah kami berdua, begitu pula Orochimaru-Sensei.

"Ada apa Naru-Chan?" tanyanya sok baik, padahal dalamnya omes. Dia sungguh adalah guru termesum yang pernah ada. Hallow~ kalian mendengarku kan?

Kutatap Naruto makin kacau. Saat itu wajahnya sudah seperti tomat. Naruto mengangkat tangannya.

"Pa-pak guru, sa-saya… mau ke belakang…" ucapnya terbata. Orochimaru-Sensei mengangguk kemudian tersenyun.

"Keluarlah…" katanya kemudian.

Aku merasa curiga, jangan-jangan dia naksir Naruto-ku (?).

Naruto segera keluar ruangan.

"Naruto?" kiba melirik Naruto yang lewat di sebelah mejanya dengan heran.

"Ada apa Kiba?" tanya Shino ikut heran.

"Oh, bu-bukan apa-apa. Mungkin aku salah lihat." jawab Kiba ragu.

"Naruto!" panggil Orochimaru-Sensei sebelum Naruto sempat keluar. Kulihat Naruto berhenti.

"A-ada apa sensei?" katanya tanpa menoleh. Orochimaru-Sensei mendekati Naruto perlahan. Semua mata kini memandang kedua insan guru-murid yang terlihat mesra. Orochimaru-Sensei mendekatkan suaranya ke telingan Naruto.

Rasanya aku ingin sekali mengiris lidah panjang sensei cabul itu kemudian memotong kepalanya, selanjutnya kuhancurkan dengan hammer hingga otaknya remuk tak tersisa. Guru brengsek! Makiku dalam hati. Berani-beraninya dia menggodai Dobe ku!

"sepertinya Orochimaru-Sensei membisikkan sesuatu pada Naruto," ucap Sai pelan yang duduk di depanku. Samar, tapi aku dapat mendengar apa yang ia katakan. Kembali kulirik Naruto sebentar. Dia makin memerah dan tiba-tiba langsung berlari keluar kelas.

"BRENGSEEEKK! " bentakku tiba-tiba menunjuk guru bejat itu dengan jari tengahku. Lagi-lagi semua mata memandang ke arahku. Aku tak peduli dengan mereka, aku langsung berlari menerjang guru brengsek itu dan meninju muka pucatnya. Darah sedikit keluar di ujung bibirnya, tapi apa peduliku, walau dikata dia guruku atau semacamnya, yang berani mengganggu Dobeku tak akan kuampuni!

Aku langsung keluar kelas dan mengejar Naruto.

"Dapat!" aku melihatnya menuju ke toilet.

BRAAAAKKK

Belum sempat Naruto masuk, pintu toilet sudah kegebrak terlebih dahulu. Kutatap dia yang tertunduk, walau samar karena tertutup rambut pirangnya, tapi aku masih dapat melihat wajahnya yang merona merah bagai tomat.

"Te-teme… aku…" ucapnya pelan. Sepelan apapun dia berucap, aku selalu dapat mendengarnya dan tahu apa yang dia inginkan, karena dia adalah Dobe-ku, sejak dulu, sekarang, dan seterusnya…

Kurangkul bahu mungilnya untuk masuk ke dalam toilet, dengan sangat pelan ia menurut padaku.

Kuhentakkan agak keras tubuhnya ke dinding toilet yang dingin. Ia masih menunduk, kuhimpit dia dengan kedua tanganku.

"Naruto…" panggilku mendekati wajahnya. Ia dengan cepat merespon dan mendongak ke arahku. Wajahnya masih tetap merona, rasa panas mulai meyelimutiku.

Kucium dia dengan tak sabaran, kujilat bibirnya, kumulai melumat dan menghisap bibir manisnya.

Naruto mulai memejamkan matanya, menyerahkan seleuruh kesadarannya padaku, semenya…

Aku masih terus menghisap bibirnya yang lembut. Perlahan mulai kubuka kembali resleting celana Naruto. Kuturunkan celananya hingga bagian bawahnya tak terlindungi karena akulah yang akan melundungi Dobeku. Dan tentu saja aku tak melupakan satu hal yang penting, kubelai kejantanannya yang ada di bawah secara perlahan.

Sementara bibirku mulai menelusuri ke bawah sampai pada leher. Kubuat beberapa kiss mark di sana, walaupun bekasku yang kemarin masih melekat di situ.

Dobeku adalah yang paling baik. Dia tak pernah menolak setiap apa yang aku lakukan padanya, bahkan dia berusaha agar aku selalu nyaman bersamanya.

Kuhentikan aktifitasku sebentar. Kuhenyakkan tubuhnya di atas kloset.

"Te-teme…?" tanyanya bingung. Aku mulai merendahkan tubuhku agar dapat sampai di bagian bawah Naruto. Kusentuh barangnya perlahan dan siap kumasukkan.

"Te-teme! Tunggu!" jeritnya menghentikan gerakanku.

Alisku saling bertaut. "Ada apa?" tanyaku tak sabaran.

"Le-lepaskan yang di belakang dulu…" pintanya memelas.

Kutengokkan kepalaku ke arah belakang Naruto. Kulihat di rektumnya masih melekat sebuah alat yang kemarin kusuruh pakai. Tak kusangka dia benar-benar memakainya.

Aku tersenyum puas melihatnya, sementara Naruto makin menunjukkan wajah memelasnya. Kubalik posisi Naruto, kusentuh pantatnya perlahan.

"Dobe, buka kakimu sedikit," ucapku pelan. Naruto dengan menurut membuka selakangannya. Kutarik perlahan alat yang ada di dalam rektum Naruto.

"Erghh," dia mengerang. Aku makin tersenyum melihatnya.

Kutarik lebih lembut agar dia juga merasa nyaman. Alat itu cukup panjang, pasti dia sangat menderita.

Setelah barang manis itu kukeluarkan, langsung kubuka celanaku dan kumasukkan kejantananku dalam rektum Naruto. Dia makin mengerang heboh, sedangkan aku langsung memaju-mundurkan gerakanku perlahan.

"Ssshhh… ahh… Te-teme…" desahnya pelan. Aku senang melihatnya begitu karena dia terlihat lebih eksotis daripada biasanya.

Aku tak pernah rela jika Dobe-ku disentuh oleh orang lain. Termasuk…

"Dobe katakan…" bisikku makin mempercepat gerakan in-out.

"Ahn… nhh…" desahnya makin heboh.

"Ayo Dobe, katakan…!" desakku tak sabaran.

"Ka-katakan apa Teme, nhh…?" tanyanya disela desahan manisnya.

"Katakan siapa yang kau suka, katakan siapa yang kau cinta, yang kau puja, dan siapa yang selalu ada di hatimu…" jawabku bertubi-tubi dan mulai kasar.

"Arggh…" jeritnya. "Ka-kau Teme… hanya kau…" katanya dengan penuh penderitaan.

"Lalu apa yang ular brengsek itu bisikkan padamu tadi?" tanyaku mengintrogasi sambil memelankan gerakan.

"Di-dia sshh…" ucapnya putus karena desahan.

"Katakan!" desakku lagi.

"Di-dia mengajakku per-pergi ke hotel…" ucapnya mulai takut.

Rasanya hatiku benar-benar terbakar. Makin kupercepat gerakanku dengan kasar. Naruto kembali mendesah dan mengerang heboh.

"Ta-tapi Teme… sum-sumpah… aku hanya akan menjadi milikmu…" ucapnya lagi. Kali ini dengan penuh ketulusan.

DEG

Hatiku berdetak pelan. Aku baru menyadari kalau Dobeku benar-benar hanya milikku. Betapa bodohnya diriku yang meragukan cintanya, maafkan aku Dobe… pikirku menyesal.

"Iya, bagus Dobe, aku juga hanya akan selalu jadi milikmu." ucapku melanjutkan aktifitasku dengan lebih lembut dan tenang. Naruto tersenyum manis.

Sementara itu di tempat lain…

Di sebuah ruangan besar, gelap, dan penuh dengan orang-orang kalangan kriminal, mafia, penjahat, ilegal, dll.

Ya, ini adalah tempat pelelangan, lebih tepatnya pelelangan ilegal.

"Penawaran dimulai dari 50 ryo," seorang pria bercadar memulai tawarannya. Puluhan orang, bahkan ribuan orang mafia mulai ribut mengeluarkan uang mereka untuk membeli 'barang' yang ada di atas podium.

"Ini adalah barang indah yang hanya bisa didapat sekali dalam sepuluh tahun! Lihatlah kulit putihnya begitu mulus dan lembut, bibirnya begitu merah menggoda dan rambutnya juga tampak merah menyala bagai darah segar…" kembali muncul seorang pria dengan silver hair style, jas hitamnya tampak terlipat rapi, licin, dan wangi~

"Hidan, kenpa kau ada di sini?" pria bercadar tadi mulai bertanya geram.

"Ayolah Kakuzu, kau itu tidak cocok untuk jadi penawar 'barang' biar aku yang menunjukkan pada para penonton haus itu, sedangkan kau cukup mematok harga tinggi dan memilih dari mereka siapa yang punya kantong tertebal." Hidan berargumen, sementara Kakuzu sudah mulai lagi bertawar-menawar dengan para mafia haus nafsu yang berjuta banyaknya.

"Baiklah, tuan yang ada di belakang 500 ryo. Ada yang berani menawar lebih tinggi?" ucapnya melihat tempat duduk penonton nan gelap gulita.

"Tuan-tuan, cobalah lihat lebih detail lagi, di tubuh 'barang' ini tak ada cacat sedikitpun," Hidan kembali memamerkan anak yang dia sebut sebagai 'barang', menunjukkan tubuhnya yang tak tertutupi dengan benang sehelaipun. Anak itu tetap diam tak melawan, matanya ditutup dengan kain sehingga dia tak dapat melihat apa-apa.

"Dan yang paling mempesona adalah, MATAnya!" Hidan berteriak heboh sambil membuka penutup mata anak itu. Semua pandangan penonton tertuju pada mata emerald indah berkilau bagai berlian hidup milik anak tadi.

Sedangkan anak yang baru mendapat cahaya itu mulai mengerjapkan matanya, melihat sekeliling yang dipenuhi mafia berbaju hitam. Hatinya mulai takut. Sinar lampu begitu menyilaukan mata dan hanya menyorotnya yang telanjang bulat.

"Bisakah kau berpose lebih hot?" tanya Hidan bosan. Dengan menurut, anak tadi langsung memposisikan diri duduk manis dengan ekspresi innocent andalannya.

"Bodoh," decak Hidan menepuk jidatnya. "Kakuzu, bantu aku," Hidan memanggil patnernya. Dengan cepat Kakuzu datang. Hidan membuka selakangan anak tadi dari belakang, sementara Kakuzu dengan cekatan memainkan 'milik' anak tadi.

Si anak mendesah heboh, wajahnya pun merona merah. Semua penonton terpaku melihatnya, dan kembali tergiur untuk mendapatkan 'barang' incaran mereka dan tentunya dengan harga yang lebih tinggi. Hidan dan Kakuzu tersenyum kompak.

Beralih ke atas ruangan pelelangan, di sana juga terdapat ruangan khusus hanya untuk tamu atau orang penting. Di Ruangan itu terdapat sebuah jendela kaca bening yang bisa digunakan untuk melihat pelelangan kotor dan ,mejijikkan di bawah sana.

"Itachi, apa kau merasa sedih?" tanya seorang pria pada Itachi yang dari tadi hanya duduk tak bergeming. "Tidakkah? Menark sekali, kupikir kau mencintai uke mu itu setelah hampir satu tahun bersama. Tak kusangka kau bahkan tak merasa sedih sedikit pun…" ucapnya lagi.

Kembali sunyi…

Krik… kriiik…

"Ayolah Itachi, jangan diam saja~" pria tadi menatap lekat-lekat mata Itachi yang tanpa ekspresi.

"Aku tak ada hubungan lagi dengan Gaara," tanggap Itachi yang akhirnya buka mulut. Pria yang duduk di sebelahnya tadi hanya tersenyum miris melihatnya.

"Baiklah, tuan yang ada di tengah! 80.000.000 RYO! 'benda' ini resmi anda dapatkan!" Kakuzu memukul kopernya (tepatnya palu berbentuk menyerupai koper) dan Gaara resmi menjadi milik seorang pria berambut putih dengan satu mata tertutup…

HATAKE KAKASHI…

Pria terkaya, pemilik 'Mangekyoushi Sharingan Comproration'. Sebenarnya itu bukan perusahaan ilegal, tapi Kakashi yang baru diangkat menjadi pemimpin karena ayahnya Sakumo Hatake yang sakit keras lebih menyukai dunia gelap seperti mafia. Dan di sinilah dia sekarang, di tempat pelelangan ilegal bersama dengan anjing-anjing brengsek.

"Wah, wah, wah, akhirnya Gaara-Chan akan benar-benar pergi, lho… tenang saja kau pasti akan dapat yang baru, Itachi." pria tadi kembali berkomentar. Ia melirik Itachi yang masih saja diam. "Maafkan aku Itachi, aku tak bermaksud menghancurkan hubunganmu dengan Gaara-Chan, tapi dia adalah salah satu dari sekian 'barang' yang memiliki nilai jual tinggi." ucapnya dengan penuh penyesalan.

"Ini buka urusanmu," Itachi menatap wajah pria di sampingnya dengan mata merahnya. Walaupun tertutup bayangan dan hanya kegelapan yang dapat ia lihat. "Kakashi orang yang baik, aku yakin Gaara akan lebih bahagia bersamanya." sambungnya yang kemudian segera berdiri dan meninggalkan ruangan itu. Ia tak peduli lagi dengan pelelangan busuk itu ataupun dengan Gaara.

"Kasihan sekali kau…" pria tadi melihat Gaara yang ada di bawah sana. Sebentar lagi dia tak akan pernah bertemu dengan Itachi untuk selamanya.

Sementara di bawah sana…

"I-itachi-Kun…" bisik Gaara pelan. Apa kau tak akan menolongku kali ini… pikirnya. Ia mendongak ke atas, melihat tempat duduk Itachi yang sudah kosong. Hanya senyuman di tengah kegelapan yang dapat ia lihat. Senyuman seorang pria yang sudah membuat hidupnya menderita selama ini. Darahnya mulai mendidih.

"UWWAAAAAAAARRRGGGHHH!" jeritnya kehilangan kendali.

Tbc

Maafkan Hikari (nama panggilan author) yang hanya bisa membuat fic gaje, abal, dan isinya gak karuan. Mohon dimaklumi, dan arigato Minna-San yang sudah mau baca ficku, apalagi sampai mau review dan mem-fave fic ku sebelumnya…