Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

Haru no Ai © Yuki Tsukushi

For Event

'GIST'

~Gaara Ino Spring's Tale~

.

AU, Gaje, OOC, Don't like Don't Read!

Seorang pemuda yang sangat membenci musim semi karena suatu insiden yang tak bisa dia lupakan, namun tak disengaja bertemu dengan seorang gadis yang pada awalnya dia anggap adalah wanita yang sangat dirindukannya. Gadis yang akan membuatnya jatuh hati kembali dengan musim semi.

.

.

~Yonde Kudasai~

.

Chapter 1

.

.

Pergantian waktu terus berputar, selalu menggantikan tiap perputaran arah jam yang tentunya mengitari semua angka-angka yang tertera. Selalu mengubah poros Bumi tiap waktu, menciptakan suatu iklim yang akan selalu berubah, yang pada tiap tahunnya selalu menyisihkan empat momen yang berbeda pula, memiliki daya pikat sekitar untuk menarik perhatian isi Bumi. Tak semua tempat memiliki empat momen ini, karena hanya daerah tertentu yang bisa melihat secara langsung keindahan yang selalu diperlihatkan oleh tradisi alam. Hanya daerah non tropis yang mempunyai kejadian alam yang mempesona. Seperti halnya Negara ini, para khalayaknya bangga memilikinya, sehingga tiap momen itu selalu diisi dengan beberapa tradisi atau festival untuk mensyukuri apa yang diberikan oleh Sang Pencipta.

Musim dingin berangsur-angsur pergi, salju putih yang menyelimuti bumi pun telah mencair berganti dengan hangat yang mulai menyapa dan angin utara mulai berhenti bertiup, meninggalkan suatu momen yang kerap kali ingin menghangatkan diri dari dinginnya hawa yang berhembus. Pohon Ume sedang lebat berbunga. Bunganya hampir mirip dengan bunga yang sangat digemari para khalayak, namun tampilannya sangat sederhana dan kurang mewah, tapi bagaimana pun mekarnya bunga ini sebagai pertanda bahwa musim semi telah tiba.

Pohon-pohon yang indah berhias warna bunga yang beragam. Putih, merah jambu, hijau muda, atau merah menyala sebagai warna bunga pohon Sakura. Namun warna merah jambu yang jadi identik untuk warna bunga yang mekarnya hanya setahun sekali, dan waktunya bermekaran berbeda-beda, karena tergantung dari daerahnya.

Tak ada yang tak menyukai musim ini, musim yang sangat ditunggu-tunggu karena hawanya yang tak begitu dingin maupun panas. Sangat pas untuk bepergian, melihat panorama alam yang dihidangkan pada sekumpulan pohon-pohon yang berjejeran, saling memamerkan keindahan, menarik banyak minat para isi Bumi untuk sengaja mendekati dan memandangnya langsung.

Sebuah kota yang tak terlalu jauh dari salah satu pusat pemerintahan ekonomi di dunia, yaitu kota Odaiba, kota yang memiliki ikon duplikat dari Patung Liberty atau kota yang menjadi penghadang serangan-serangan musuh pada zaman Edo, mulai terlihat pohon-pohon yang menampakkan keindahannya dengan bunga sakura yang berjenis someiyoshino, pohon yang bunganya terlebih dahulu mekar sebelum daun-daunnya keluar. Di kota ini juga banyak yang menyambutnya dengan antusias, karena walaupun kota ini dijadikan kota bisnis, kota ini sangat menyenangkan untuk mereklasikan diri dari pekerjaan yang begitu berat, apalagi di musim seperti ini sangat banyak yang datang untuk berlibur.

Namun diantara para khalayak yang menyambut gembira momen indah di kota ini, ada seorang pemuda yang justru tidak menyukai datangnya musim ini, bunga sakura pun sangat dia benci, padahal dulunya bunga itu sangat disukainya dan musim ini sangat ditunggunya, karena tiap kali musim ini menyapa, dia beserta keluarganya selalu piknik di bawah pohon sakura yang bunganya berguguran menimbulkan pemandangan yang indah . Tapi suatu kejadian menimpanya saat umurnya sudah memasuki umur 8 tahun.

.

.

Flashback

"Gaara, apa kau senang, Nak?" tanya seorang wanita yang memiliki guratan wajah yang mulai menua.

"Sangat senang Kaasan, karena tiap musim ini kita selalu piknik, tapi sayang… Onee-chan dan Nii-chan tak ikut dengan kita." katanya dengan wajah yang kesal sambil menggebungkan kedua pipinya yang begitu chubby.

"Gaara, Kankuro belum libur sekolah sedangkan Temari masih kuliah, Nak." jawab pria tua yang sedang menyetir mobil dan tangan kirinya dia angkat untuk mengacak rambut putra bungsunya dengan sayang, yang memang berada dekat dengannya, sedangkan ibunya sedang memangku dan memeluknya. Putra bungsu yang sangat mereka sayangi, sehingga anak ini yang memiliki rambut sewarna dengan ayahnya ini begitu manja kepada orang tuanya, terlebih dengan saudaranya.

"Minggu depan mereka akan datang, sayang… jadi nanti kita akan piknik lagi sama-sama."

"Benarkah? yeeaah… Kaasan janji ya, Tousan juga janji lho, ya…ya!" keceriaan tergambar diwajah bocah kecil ini, alangkah bahagianya dia berkumpul bersama dengan anggota keluarganya. Sebelum kakak-kakaknya pindah ke Kyoto, mereka selalu berkumpul bersama saat bunga sakura mulai mekar dari kuncupnya. Namun ketika kakak perempuannya lulus ujian di Universitas Kyoto, dan sangat jarang mengunjungi dirinya karena aktifitas kuliah yang padat, sehingga bocah kecil ini amat kesepian, terlebih dengan kakak laki-lakinya yang lebih dulu tinggal di Kyoto, dan bersekolah di sekolah asrama.

Hujan agak deras membasahi Bumi, layaknya air yang berlimpah ruah telah tumpah dari wadah yang tinggi. Memecah suatu keinginan penghuni Bumi yang ingin mengunjungi dan melihat aneka warna yang cantik, namun terhenti karena guyuran yang begitu lebat. Bocah ini begitu menikmati perjalanan pulangnya bersama kedua orangtuanya sambil bertepuk tangan dan menyanyikan lagu tentang datangnya musim semi.

Haru ga kita, haru ga kita

doko ni kita

yama ni kita, sato ni kita, no ni mo kita

Hana ga saku, hana ga saku doko ni saku

yama ni saku, sato ni saku, no ni mo saku

Tori ga naku, tori ga naku

doko de naku

yama de naku, sato de naku,

no de mo naku

Bocah kecil ini bersenandung dengan riangnya, dan ibunya pun ikut bernyanyi. Tak dihiraukannya hujan yang begitu deras terlihat dari luar kaca jendela, bocah ini masih bernyanyi, menyanyikan lagu yang diajarkan oleh sensei-nya di sekolah. Kabut menyelimuti, membuat pandangan ke depan tak terlalu jelas, alat penggerak kaca mobil terus bergerak ke kanan dan ke kiri, menyingkirkan air hujan yang mengenai mobil ini agar tak menghalangi pandangan ke depan, namun kabut masih saja menghalangi, langit pun sepertinya tak berkeinginan menghentikan air matanya yang tercurah, justru bertambah lebat saja.

"Sayang… pelan-pelan saja membawa mobil, hujan bertambah deras." Lelaki itu pun menuruti perkataan istrinya, menyetir kendaraan ini dengan sangat hati-hati , apalagi segumpulan kabut semakin tebal. Namun seketika sebuah mobil besar telah berada di depan mobil mereka, sungguh tak di ketahui karena tertutup oleh kabut.

"AWAAASS…!" teriak istrinya

Dengan sigap lelaki ini membanting setir mobil ke kiri, tapi tak disadari mobil ini menabrak pembatas jalan, dan keluar dari area.

BRRUUUUK

Mobil ini jatuh ke dalam jurang yang tak terlalu dalam, namun mobil ini berguling dan berputar dengan cepatnya, entah apakah penghuni mobil ini masih hidup karena hantaman yang keras mengenai mereka di saat mobil ini menabrak pembatas dan jatuh merosot ke bawah.

.

.

.

.

.

Kelopaknya telah terbuka secara perlahan-lahan, turquoise-nya mulai melihat dominasi nuansa putih, dan raut wajahnya terlihat bingung melihat gadis muda dan sosok pemuda remaja yang sangat dia kenali berada di dekatnya.

"Gaara, akhirnya kau telah sadar." ucap seorang gadis dan memeluk bocah ini.

"Nee-chan… eh, Niichan, kenapa ada di sini? Gaara pikir masih ada di Kyoto."

Kakaknya hanya terus memeluknya, dan ada sedikit rasa bahagia di wajahnya dikala adiknya telah sadar dari koma, karena sudah hampir seminggu adiknya belum sadar juga. Tak ada jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan tapi hanya suara isak tangis yang terdengar sedangkan kakak laki-lakinya hanya diam membisu, wajahnya begitu sedih, seperti ada sesuatu yang telah terjadi yang amat begitu menyedihkan.

"Nee-chan... ini dimana? Tousan dan Kaasan juga ada dimana?"

Yang memeluknya tak tahu ingin berkata apa, seolah berat untuk berkata jujur.

"Tousan dan Kaasan pergi ke tempat yang indah, Gaara… mereka bahagia di sana." jawab lelaki muda ini yang memiliki rambut kecoklatan.

"Kenapa Tousan dan Kaasan tak mengajak Gaara?"

"Mereka sudah dipanggil Kami-sama, Gaara… mereka tak akan kembali."

.

.

.

.

.

Tak terasa tahun-tahun pun seakan cepat berlalu, dan bocah kecil ini semakin bertambah dewasa, dia sudah ingat kejadian yang telah menimpanya di saat sebelum berada di suatu kamar yang bernuansa putih. Dirinya telah tahu kedua orang tuanya telah tiada, tak ada kebingungan yang semula berada di kepalanya saat mendengar kedua orang tuanya telah pergi.

Bocah ini tumbuh menjadi seorang remaja yang sangat tampan, namun sepertinya wajahnya terkesan dingin, tak ada kecerian yang biasanya dia tampilkan sewaktu dia kecil. Mungkin dia butuh cinta, cinta dari orang tuanya begitu singkat, karena telah meninggalkannya disaat dirinya masih butuh kasih sayang, cinta yang terukir manis di dahi kirinya, ukiran yang telah ada sejak dia lahir, sepertinya takdir telah menggariskan seperti itu, walau begitu saudaranya selalu memperhatikannya, menyayanginya, seakan menggantikan orang tua mereka yang tak akan kembali.

Dan ketika musim semi telah tiba, pemuda ini tak begitu antusias menyambutnya, walau saudaranya mengajaknya untuk melihat bunga sakura, seakan ada rasa benci menggoroti dirinya jika melihat bunga yang beraneka ragam bermekaran, dia mulai tak suka dengan musim semi. Musim yang telah membawa orang tua mereka pergi.

.

.

.

.

.

Dia dan lelaki yang umurnya terpaut 4 tahun, telah berada di suatu pemakaman, dekat dengan kuburan yang tanahnya masih basah. Tak disangka penyakit yang diderita oleh kakak perempuannya justru merenggut nyawanya. Takdir sepertinya mempermainkan dirinya, karena di saat sekarang semua khalayak sedang bersuka cita sedang melakukan tradisi hanami, melihat bunga sakura yang sedang bermekaran dengan menggelar tikar di bawah pohon sakura, tak sama dengan kedua pemuda ini, hanya kesedihan tergambar jelas di wajah mereka, namun pemuda yang memiliki ukiran tulisan kanji 'Ai' lebih terpukul, merasakan kakak perempuannya yang telah tiada, wanita yang dia anggap seperti ibunya, karena tutur kata, perhatian dan kelembutannya persis dengan mendiang ibunya.

.

.

.

Flashback end

.

.

Tiga tahun telah berlalu, pemuda remaja ini telah menjadi sosok yang dewasa, telah menjadi pengusaha yang sukses di umur 24 tahun, memimpin sendiri suatu perusahaan yang telah dia bangun dari awal. Sedangkan saudaranya meneruskan perusahaan yang telah ditinggalkan oleh ayahnya. Walau begitu pemuda berambut merah bata ini masih terkesan dingin, dengan saudaranya pun begitu. Dan setelah kakak perempuannya pergi, dia akan selalu keluar malam dan pulang mabuk jika musim semi telah menggantikan musim yang dipenuhi dengan bongkahan es.

"Gaara, kau mau kemana?" tanya kakaknya, ketika melihat adiknya ingin membuka pintu.

"Bukan urusanmu!"

Dia telah tahu adiknya akan pergi kemana, itu sudah menjadi kebiasaan adiknya jika musim bunga telah tiba. Dan dia harap adiknya akan pulang dengan selamat.

Sebuah mobil mewah, yang berada di garasi milik rumah yang megah namun terkesan tradisional, telah meluncur di jalanan yang besar, pemuda ini membawa kendaraan ini dengan kecepatan yang tinggi, menuju suatu tempat dan menghabiskan malamnya dengan berada di tempat yang di tuju. Dan sepertinya dia akan menuju suatu kota yang menjadi pusat negara ini.

Patung Liberty atau Venus Fort berdiri kokoh di pinggiran kota ini, yang berada dekat dengan perairan yang menghalangi kota ini dengan pusat kota di seberangnya. Mobil ini melewati suatu jembatan yang terpanjang, menjadi penghubung antara kota ini, jembatan yang hampir mirip dengan Golden Gate yang tertancap di kedua kota ini dan berada di atas air laut. Sekilas jika dilihat seolah berada di Amerika karena ikon di Negara ini hampir sama dengan Negara yang tak pernah tidur itu.

Mobil ini telah memasuki kota besar ini, di malam yang menjelang kota ini begitu ramai, karena ada semacam festival, sehingga entah kenapa ribuan orang justru memadati jalanan besar ini, sehingga membuat macet bagi pengendara.

"Oh…Shit!" geramnya sambil memukul setir mobil.

BRRAAKK

Dia keluar dan membanting pintu mobilnya, dan berjalan, menabrak sekumpulan ribuan orang yang begitu senang terlihat dari mimik wajah mereka. Pemuda ini terus berjalan, gadis-gadis yang menyapa atau tersenyum kepadanya tak dihiraukannya. Kakinya terus dia ayuhkan menuju suatu tempat, sehingga tibalah dia di suatu kedai yang memiliki banyak pengunjung.

"Hei, anak muda ternyata kau ke sini lagi jika musim semi datang." kata seorang dengan rambut yang berwarna silver, pemilik dari kedai ini.

"Hnn… bawakan aku sake."

"Baiklah… aku akan membawakanmu sake yang sangat enak dan aromanya sangat kuat, tapi harganya sangat mahal, kau mau?"

"Heh, itu tak masalah, bawakan saja sake itu."

"Ok… kau duduk saja disitu."

Tak berapa lama, dia membawakan botol yang tinggi beserta gelas kecil dan makanan kecil kepada pemuda ini.

"Aku beri saran, kau akan cepat mabuk jika meminumnya lebih dari tiga gelas."

Lelaki itu pun meninggalkannya dan pemuda ini sepertinya tak menghiraukan apa yang dikatakan lelaki itu. Dan dia mulai menikmati yang disajikan di depan matanya. Gelas pertama telah dia teguk, sake yang berasal dari gelas gelas itu telah bermuara di mulutnya, kemudian di telannya, wajahnya kelihatan aneh saat menelannya, tapi dia mulai ketagihan pada minuman yang agak keras itu. Hampir 10 gelas berhasil dia minum, namun dia ambruk, kepalanya terasa pening, wajahnya pun sangat memerah.

"Aduh, aku sudah katakan jangan meminumnya terlalu banyak, bodoh… cepat kau bayar, dan pergilah kau dari sini."

Pemuda ini pun dengan gontainya meraba saku celananya, ingin mengambil dompet, tapi sepertinya yang dia cari tidak ada.

"Aku sepertinya…hik…lupa bawa uang, hik…"

"APPA!"

BUUUGGH…

BRRAAAK…

Lelaki ini menghajar pemuda ini, sehingga dirinya merusak meja kayu yang berada di dekatnya.

"Sudahlah, Hidan… nanti pengunjungmu bakal lari, biarkan pemuda itu pergi." Seorang lelaki bermata hijau dan menutupi mulutnya dengan masker, melarang lelaki ini untuk melanjutkan tindakannya kepada pemuda itu.

"Kau… pergi dari sini, sebelum aku mematahkan tulangmu!"

Pemuda ini pun beranjak dari kedai ini dengan langkah yang gontai, karena kepalanya terasa begitu pusing, penglihatannya pun terasa kabur, seakan jumlah yang dilihat di depannya lebih dari satu. Pemuda ini terus berjalan ingin menuju mobil yang dia parkir, namun sepertinya dengan kondisi seperti ini, dia tidak akan berhasil menemukan mobilnya.

Langkahnya masih dia ayuhkan, banyak khalayak yang menghindarinya, takut karena biasanya orang mabuk akan melakukan hal yang bodoh atau membahayakan sekitarnya. Langkahnya terhenti ketika melihat, seorang gadis berjalan di depannya. Dia seakan mengenalnya.

"Nee-chan…!" pemuda ini cepat berlari menuju gadis itu dan langsung memeluknya. Sedangkan gadis ini hanya terkejut mendapat pelukan secara tiba-tiba.

"Hei, aku bukan Nee-chanmu, lepaskan aku!" Gadis ini berusaha melepas pelukan dari pemuda ini, namun dekapan yang begitu erat tak sanggup membuat pelukan ini terlepas.

"Nee-chan…hik…aku merindukanmu...hik…"

Gadis ini kebingungan tak tahu apa yang harus dilakukan.

"Bawa aku bersamamu, Nee-chan…hik..."

"Aku ini bukan Nee-chan mu, bodoh!"

Pemuda ini pun berhenti berbicara, kepalanya dia tumpukkan di bahu kiri gadis ini. Sepertinya pemuda ini tak sadarkan diri. Dan gadis ini pun melihat wajah pemuda ini.

'Pemuda ini pasti mabuk, tapi dia sangat tampan… eh, kenapa aku berbicara seperti itu sih.' Gadis ini meraba kantong celana pemuda ini, bermaksud mencari dompetnya, atau pun handphone, namun kedua-duanya tak ada berada di kantong pemuda ini.

'Atau aku tinggalkan saja pemuda ini?' tanyanya dalam hati.

'Aa… aku bawa saja kerumah, paling besok dia sudah sadar dan pulang tentunya'

Gadis berambut pirang ini memapah pemuda ini, membawa kerumahnya yang tak jauh, karena hanya beberapa blok dari situ. Tak lama kemudian, mereka telah sampai di depan rumah yang cukup mini. Gadis ini pun mengambil kunci rumah dari dalam tasnya.

Ruangan yang tak cukup luas, dengan dua buah kamar kecil serta ruangan TV yang sangat sempit. Sepertinya gadis ini hanya sementara tinggal di kota ini, dilihat dari kondisi rumahnya dan hanya tinggal sendirian. Gadis itu pun membawa pemuda ini di sebuah kamar, kemudian menidurkannya di sebuah ranjang.

"Kenapa ikatan rambut Nee hanya satu,hik…hik… biasanya empat, tapi Nee-chan jadi cantik kalau seperti itu,hik…"

Mau tak mau gadis di dekatnya tersipu malu mendengar penuturan pemuda yang masih mabuk ini. Namun gadis ini memekik ketika pemuda ini menarik tangannya.

KYAAAAAA

Gadis ini terkejut, tahu-tahu sudah berada di bawah lelaki ini.

"Temani aku tidur, Nee-chan… hik…hik… "

"HOOEEK...!"

Pemuda ini tak sadar, mulutnya mendekati bibir gadis ini, sehingga muntahan yang mengandung sake mengenai mulut gadis ini. Gadis ini begitu kaget mendapat perlakuan secara tiba-tiba, air sake yang berasal dari mulut pemuda ini pun mulai memasuki tenggorokannya dan seketika gadis ini pingsan. Sedangkan pemuda ini tertidur lelap dengan masih menumpukkan mulutnya di atas wajah gadis ini.

.

.

.

.

.

.

"Ino-chan akan kaget melihat kedatanganku, un…"

Seorang pemuda yang menarik koper kecil dan membawa sekotak pizza dengan rambut yang hampir mirip dengan rambut gadis tadi dan mengikatnya tinggi, telah berada di depan rumah itu. Mungkinkah pemuda ini punya hubungan darah dengan gadis itu?

TOK… TOK…

"Tak ada orang,un… Ino-chan kemana sih?"

KREEEKK

"Eh, kok nggak terkunci,un… itu anak, kenapa lupa mengunci pintunya sih!"

Pemuda ini pun langsung melangkah ke dapur meletakkan sekotak pizza di atas meja dan langsung membukanya.

"Pasti dia ada di kamarnya,un…"

Pemuda ini pun menuju kamar gadis yang dia sebut dengan Ino. Tak lupa dia mengambil potongan pizza dan memakannya dengan lahap.

"Tak ada,un… atau di kamar yang satu?"

Pemuda ini kebingungan, dan menuju kamar yang satunya lagi, terlihat pintu sedikit terbuka. Dan kemudian pemuda pirang ini membuka lebar-lebar pintu itu. Sontak dia terkejut melihat pemandangan yang tersaji di depannya.

"HAAA?"

PUUKKK

Mulutnya ternganga lebar, sehingga potongan pizza yang masih ada di mulutnya jatuh mendarat ke lantai. Syok melihat gadis tersayangnya berada di bawah tubuh seorang pemuda. Dia masih tetap bergeming, dengan mata yang membulat seolah tak percaya apa yang dilihatnya

.

.

.

.

.

Mentari mulai menampakkan dirinya dari balik awan, sinarnya sedikit memberi kehangatan disaat ini. Menambah kesejukan di pagi yang cerah ini, dengan pohon-pohon yang beraneka ragam warnanya, menambah indahnya kota ini. Burung-burung pun bersiul dengan riangnya. Pagi telah datang, membangunkan semua isi Bumi dari tidur yang panjang, membangunkan para penghuni planet ini untuk melakukan aktifitas rutinnya.

Kesadaran pemuda ini dari tidurnya mulai berangsur-angsur kembali, tapi dia masih memejamkan kedua matanya. Dirinya seakan merasa memeluk sesuatu, namun bukan guling atau pun semacamnya, dan keanehan timbul ketika tangan kirinya terasa berat, seakan ada sebuah benda yang menumpukkan di atas lengannya, dan kebingungan semakin menjadi tatkala tangannya naik ke atas dan meraba sesuatu yang panjang dan lembut seperti rambut. Kedua matanya mulai terbuka, ingin melihat keanehan yang dia rasakan. Pupilnya semakin melebar, melihat seorang gadis tertidur lelap berhadapan dekat dengannya, dan dirinya semakin bingung karena tangan kanannya berada di pinggang gadis ini, seakan dirinya sedang mendekap gadis ini.

Gadis ini pun mulai membuka matanya, merasakan suatu rabaan yang naik menyentuh rambutnya. Sontak mata aquamarine-nya membulat melihat seorang pemuda yang menatapnya dengan tajam.

"KYAAAAAAAAAAAAAAA...!"

.

.

~Tsuzuku~

.

.


Halo…minna-san?...

HUffft… akhirnya slesai juga fic GIST untuk chap awal ini, soalny Yuki ketiknya nyicil2 lho n curi2 waktu walau sedikit, karena tugas kul yg gila2an dan bnykny presentasi…

O'iya fict ini cm 3 chap tp gak menutup kemungkinan Yuki buat lebih dr itu, n gomen flashbackny Yuki bwt cpet…

Fict ini terkesan simpel yah, hehe… tapi Yuki harap para readers atau GaaIno lovers menyukainya.

Hontouni arigatou gozaimasu… ^_^…*ojigi*

See You, The Next Chapter….

Wasurarenai, Click The Box R E V I E W…