Disclaimer: Yang pasti DGM bukan milik saya, melainkan milik Hoshino Katsura
Warning: AU, sedikit OOC, Laven, Chara Death, dan lain-lain
.
.
Allen's POV
Baiklah, aku akan memperkenalkan diriku. Namaku Allen Walker. Murid di Black Order Junior High School. Sekarang aku menduduki kelas 9. Aku memiliki saudara yang bernama Lavi Bookman Jr. Meski begitu, kami bukanlah saudara kandung. Hanya saja, ayah Lavi, yang bernama Cross Marian itu mengangkatku menjadi anak kedua-nya. Cross memiliki istri, Mana Walker. Singkatnya, Mana adalah ibuku sekarang. Meski aku dan keluarga Lavi itu tidak berhubungan darah, tapi kami berempat hidup layaknya keluarga normal.
Ah, iya. Ada yang belum kukatakan. Keluarga Lavi itu keluarga konglomerat. Keluarga kaya, pastinya. Aku merasa bangga, sekaligus senang bisa menjadi anak dari Cross Marian dan Mana Walker, saudara dari Lavi Bookman Jr. Meski hanya angkat, tapi bagiku, ini adalah pengalaman paling berarti. Walaupun sebenarnya aku merasakan adanya keganjalan..
Lavi sangat baik padaku. Dia banyak menceritakan kepadaku soal dunia luar. Ternyata, dunia luar itu sangat mengasyikan. Aku baru mengerti tentang dunia luar saat aku berumur 14 tahun (kelas 9). Soalnya, sebelum aku diangkat menjadi anak dari Cross, aku tinggal di panti asuhan. Memang menyebalkan, tapi mau bagaimana lagi? Orang tua kandungku meninggalkanku tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Aku tidak pernah tahu siapa orang tua kandungku. Ketua pengurus panti asuhan, Komui Lee, tidak pernah menceritakan apapun padaku. Kalau kutanya siapa orang tuaku, paling-paling dia hanya menjawab, "Belum saatnya aku memberitahumu." Atau "Sabarlah, suatu saat aku akan memberitahumu.". Begitu-begitu saja. Rasanya ingin sekali aku memecahkan kacamata sok jeniusnya itu. Tapi aku tidak melakukannya. Jika sekarang aku melakukannya, memang bisa. Tapi yang aku pikirkan adalah asuransi hidupku. ASURANSI HIDUP! Mengerikan sekali jika membayangkan bagaimana kehidupanku setelah aku memecahkan kacamatanya. Serendah-rendahnya khayalan adalah dia akan mengeluarkan Komurin II. Spesial untukku.
Bagaimana aku bisa masuk ke kehidupan orang kaya? Inilah jawabannya..
-Flashback- (still Allen's POV)
Cross datang ke panti asuhanku bersama Mana dan Lavi. Kabarnya, mereka dekat sekali dengan pemilik panti asuhan itu, Komui. Saat itu, aku sedang kebetulan lewat dan mendengarkan pembicaraan mereka secara diam-diam. Begini percakapannya..
Lavi: "Papa, aku ingin punya saudara.. Tidakkah papa berpikir untuk mengadopsi salah seorang disini?"
Cross: "Apa kurang perhatian papa untukmu?"
Lavi: "Bukan begitu, papa. Aku hanya selalu merasa kesepian. Papa kan bekerja sebagai Notaris. Memang papa adalah bos disana, tapi papa selalu bangun siang karena papa sering begadang dengan alasan nggak bisa tidur. Lalu tiap pulang kerja, papa selalu sibuk mengukur tanah, mencari lokasi rumah, dan lain-lain. Sedangkan mama, karena dia arsitek, selalu menghabiskan waktu di proyek. Membuat rancangan bangunan, dan sebagainya. Lalu dengan siapa aku mempunyai teman bicara? Aku ingin sekali memiliki saudara. Tapi mama tidak bisa memiliki anak lagi, karena dulu, mama terkena penyakit kanker rahim sehingga rahimnya harus diangkat. Dengan begitu aku gagal mewujudkan khayalan untuk mempunyai adik. Aku ingin—"
Cross: "Ya, ya. Papa akan memilih salah satu anak panti asuhan disini untuk papa jadikan sebagai saudaramu," Cross memotong ocehan—(atau mungkin lebih tepatnya) protesannya Lavi.
Lavi: "Benarkah? Asyiik~~ Papa memang papa yang paling baik!"
Mana: "Cross, coba pikir baik-baik. Kita adalah keluarga kaya, terpandang. Tidak seharusnya kita mengadopsi anak dari panti asuhan ini! Apa kata tetangga kalau seandainya kita mengangkat anak dari panti asuhan yang tidak jelas asal-usulnya?"
Cross: "Hm.. soal itu bisa diatur nanti.."
Mana: "…"
Cross: "Komui-san, bisakah saya mengadopsi salah seorang anak disini?" tanya Cross
Komui: "Oh, bisa. Dengan senang hati. Anda yakin ingin mengadopsi seorang anak disini?"
Cross: "Ya, begitulah."
Komui: "Kalau begitu, saya harus mengumpulkan anak-anak dan meminta anda untuk memilihnya."
Cross: "Baiklah."
Komui meminta seluruh anak di panti asuhan itu untuk berbaris. Kemudian..
Cross: "Nah, Lavi. Silakan pilih salah satu di antara mereka."
Komui: "Bukankah anda yang akan memilihnya, General?"
Cross: "Ah, bukan. Sebenarnya yang meminta adalah anak saya."
Lavi: "Hm.. Itu.. ah, tidak, tidak. Itu.. bukan.. ng..," Gumam Lavi pelan sambil menunjuk kecil di sekumpulan anak panti asuhan itu
Lavi(lagi): "Ah, dia!" Lavi berseru dengan senyum semangatnya sambil menarik tangan seorang anak sebayanya yang terbungkus sarung tangan. Cross, Mana, dan Komui menoleh pada anak itu. Cross tersenyum, sedangkan Mana terlihat cemberut.
"Namaku Lavi! Mulai sekarang kamu akan menjadi saudara angkat—ah, tidak, saudara kandungku. Aku akan menganggapmu begitu. Yoroshiku!" Lavi melempar senyum cerahnya yang bagaikan matahari menyinari rambut putih anak itu.
"Yo.. Yoroshiku..," Balas anak itu dengan mata besarnya yang seolah-olah mengatakan bahwa dia bingung. Bingung karena tiba-tiba ada orang asing yang menarik tangannya.
"Apa kamu sudah merasa tepat dengan pilihanmu, Junior-kun?"
"Tentu saja, Komui-san! Saya sangat senang," jawab Lavi girang. Ya, dia terlihat sangat senang ketika melihat seorang anak berambut putih yang bernama Allen pada pandangan pertama. Dia merasa sesosok Malaikat telah masuk ke kehidupannya dan memberinya cahaya yang bagai salju.
"Baiklah, Komui-san, saya permisi dulu," Cross pamit dan sedikit membungkuk, namun bisa jelas terlihat bahwa pembawaannya sangatlah berwibawa
"Hai', jaga dirimu dan keluargamu baik-baik," balas Komui dengan senyum yang ramah.
Sekarang aku dan keluarga Lavi pergi ke suatu tempat dengan menaiki mobil. Aku bergumam kagum, melihat mobil mewah yang harganya entah berapa itu. Pasti aku tidak bisa membelinya. Tentu saja. Aku 'kan keluaran panti asuhan.
Sesampainya di tempat tujuan, aku melihat bangunan.. bukan, ini rumah. Rumah yang.. oh, benar-benar tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Rasanya mataku tidak ingin berpaling dari rumah itu.
Aku kaget ketika Lavi menuntunku untuk turun dari mobil dengan tangannya. Dia tersenyum, bagaikan seorang pangeran yang menuntun Tuan Putri-nya untuk turun dari tangga. Aku pun balas tersenyum. Lavi membawaku ke rumah itu. Aku benar-benar tidak mengerti. Sebenarnya aku mau dibawa kemana? Tapi aku hanya mengikuti saja. Tidak bertanya apapun.
Lavi menuntunku ke rumah mewah itu yang ternyata adalah rumahnya dia. Seperti biasa, dia tersenyum. Sambil menjelaskan bagian-bagian rumahnya. Termasuk bahan-bahan bangunan itu. Benar-benar detail..
-End of Flashback-
Yak, aku sudah menceritakan bagaimana Alkisah aku bisa ada disini sekarang. Kalian mau tahu sekarang aku dimana? Aku berada di kamarku. Kamar di rumah mewah itu. Kamar pemberian Lavi. Aku tidak akan pernah melupakannya.. melupakan orang yang pertama kali memberikanku kamar. Soalnya, dulu, sewaktu aku masih di panti asuhan, aku tidur di ruang tengah, menggunakan kasur lipat. Aku berbagi tempat dengan teman-temanku yang ada disana. Sesak.. sesak sekali..
Sekarang, jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Aku segera bergegas untuk sarapan. Oh ya, kemarin aku membeli mitarashi dango di kantin sekolah. Jadi aku tidak perlu repot-repot turun ke dapur hanya untuk mengambil sarapan. Setelah makan, aku mandi, kemudian menjadwalkan pelajaran hari ini. Setelah itu, barulah aku turun ke lantai paling bawah. Eh? Aku belum bilang sesuatu ya? Kamarku berada di lantai 3. Lantai 2 itu kamarnya Lavi, sedangkan lantai 1 itu kamar Cross dan Mana. Tapi ketika aku turun ke lantai 2, aku tidak melihat Lavi sama sekali. Aku pikir mungkin dia sudah berangkat.
"Ayah, bunda, saya pamit dulu."
"Ya, konsentrasilah belajar. Sekarang kamu duduk di kelas 9. Sebentar lagi kamu akan menghadapi kelulusan."
"Iya, General. Saya mengerti."
"Sudah berapa kali kukatakan, jangan panggil aku General. Panggil saja Cross."
"Ha.. hai'! Hontou ni sumimasen.. tadi saya kelepasan," jawabku gugup.
"Ajari Lavi-kun kalau dia belum mengerti ya," kata Mana dengan senyuman seorang ibu. Sepertinya dia sudah mulai terbiasa dengan adanya aku di rumah ini.
"Baik, baiklah..," aku menjawab sambil membungkuk 45 derajat.
Aku segera keluar dari rumah dan membuka pintu gerbang, kemudian menutupnya kembali, setelah itu berdiri di depan gerbang rumahku. Guna menunggu Angkutan Umum yang lewat buat dicegat. Yah, habis, meskipun aku anak dari keluarga orang kaya, tapi aku nggak punya kendaraan sama sekali. Soalnya, aku 'kan menyandang gelar 'murid teladan' di Black Order Junior High School. Murid teladan umur 14 tahun mana sih, yang bawa-bawa kendaraan?
"Yo, Allen!"
Seseorang menyapaku dengan suara semangat yang nggak ada tandingannya itu. Sepertinya dia baru datang dari arah kiri. Rambut merah, dengan menaiki motor ninja yang senada dengan warna rambutnya.
"La.. Lavi.."
Aku baru tahu kalau Lavi punya motor ninja. Habisnya aku nggak pernah tahu kapan dia berangkat sekolah, ataupun pulang sekolah. Ini pertama kali aku bertemu dengannya saat mau berangkat sekolah, meski kita serumah.
"Mau berangkat bareng?" tanya Lavi tanpa ragu-ragu. Kemudian aku menilai dirinya sebagai orang yang cuek.
"Aku sedang menunggu Angkutan Umum yang lewat, kok. Lavi duluan saja," kataku menolak. Aku sadar, mungkin penolakanku agak nggak sopan. Tapi aku bersikap begitu karena aku tidak mau merepotkan dia.
"Angkutan Umum mesti bayar, kan? Mending sama aku saja. Nggak bayar, kok. Hehe. Itung-itung buat ngirit duit dari Mana, kan?"
"Ha.. hai'.."
Aku sudah tidak bisa menolak lagi. Meskipun kata-kata Lavi nggak memaksa, tapi nada-nya sudah bikin aku terpojok.
Aku dibonceng Lavi dengan motor ninja-nya. Bagaimana kelanjutan perjalananku ke Black Order Junior High School ya..?
-To Be Continued-
Lavi: "Wah, aku naik motor ninja! Keren~!"
Allen: "Aku disini sebagai adek atau kakaknya Lavi, toh?"
Toge: "Hm.. ditentukan berdasarkan tanggal lahir aja ya."
Mana: "Aku disini sebagai ISTRI Cross Marian?"
Toge: "Namanya 'fanfic', apa aja bisa. =v=b"
Allen: "Kok, judulnya nggak nyambung sama isinya?"
Toge: "Tunggu aja di chapter selanjutnya!"
Cross: "Baiklah, para Readers, apabila kalian ingin me-review chapter ini, kami mohon dengan sangat agar tidak nge-flame. Karena kami tidak ingin ada jarak antara pembaca dengan author." *alesan*
Lavi: "Untuk yang baca sampai habis, kemudian tidak me-review, kami ucapkan terima kasih banyak!"
Allen: "Untuk yang sekadar buka, tapi nggak baca juga makasih ya!"
Toge: "Atau untuk yang cuma lihat judul cerita ini juga makasih, deh!"
Mana: "Buat yang udah bersedia baca summary-nya aja, kami ucapkan terima kasih."
