Akhirnya, setelah sekian lama menjadi silent reader, sekarang saya bisa menghasilkan fanfict sendiri...

Jujur, semenjak saya menonton The Chronicles of Narnia : Prince Caspian, saya langsung jatuh cinta pada Suspian. Tapi kita semua tahu, akhirnya Caspian akan bersama dengan Ramandu's Daughter #menangis. Entahlah, chemistry antara Anna Popplewell dan Ben Barnes tampak sangat nyata, dan chemistry ini tidak saya temukan pada Laura Brent - Ben Barnes. Saya tahu, banyak yang membenci penambahan Suspian di film, namun bagi saya hal ini memperjelas alasan Susan untuk melupakan Narnia, Caspian menikah dengan Ramandu's Daughter.

Fanfiction Narnia dalam bahasa Indonesia sepertinya kurang diminati. Miris memang, sementara di Twitter Narnians Indonesia bisa membuat TTWW, and even Will Poulter noticed that (wohoo... thanks Will). Namun saya akan tetap berusaha membuat fanfict Narnia dalam bahasa Indonesia, dan merupakan suatu kebanggan bagi saya jika anda mau membaca bahkan mereview fanfict saya.

Disclaimer : I own nothing, Chronicles of Narnia series belonged to C.S. Lewis, Suspian belonged to Andrew Adamson :)


×Chapter 01 : The Curse Called Memories×

How can I love
when I'm afraid to fall
But watching you stand alone
All of my doubt
Suddenly goes away somehow

Perang telah usai. Miraz dan Sopespian sudah meninggal. Para prajurit dan jendral bangsa Telmarine telah menyerahkan senjata dan dirinya. Hutan di dekat Beruna kini berubah menjadi bangsal darurat. Para prajurit –baik Narnians maupun Telmarine- yang terluka dibaringkan di tanah.

Caspian memperhatikan itu semua dalam diam. Matanya menatap sosok yang berada tak jauh darinya. Queen Susan. Jemari putihnya kini sudah berubah menjadi merah, terbalut oleh darah. Benak Caspian bertanya-tanya, kemanakah Kings and Queen of Old lainnya? Mengapa mereka membiarkan Queen Susan seorang diri membantu para prajurit ini?

"Ini sudah menjadi kebiasaan mereka," ujar Professor Cornelius tiba-tiba.

"Apa maksudmu?" tanya Caspian tanpa mengalihkan pandangannya dari Queen Susan.

"Setelah berperang, mereka akan berbagi tugas. High King Peter akan menemani Queen Lucy membantu para prajurit yang sekarat dengan healing cordial-nya. Tentu saja hal itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan untuk dilihat. Walaupun Queen Lucy mendapat gelar The Valiant, bukan berarti ia sanggup mengatasi hal itu sendiri. Dan King Edmund..."

"Akan bersama dengan Queen Susan," sela Caspian.

"Benar sekali. King Edmund akan selalu bersama dengan Queen Susan, dimanapun mereka berada," tambah Professor Cornelius.

"Tapi saat ini King Edmund tidak ada disini?" protes Caspian.

"High King Peter tidak bisa menemani Queen Lucy karena Aslan ingin berbicara dengannya. Mau tak mau King Edmund harus menemani Queen Lucy dan meninggalkan Queen Susan."

"Mengapa King Edmund sangat dekat dengan Queen Susan?"

"Ah... mereka semua menjadi sangat dekat setelah pertempuran melawan Jadis. Namun, antara King Edmund dan Queen Susan terdapat suatu ikatan yang sangat kuat. Ikatan yang terbentuk saat..."

"Professor! Kami butuh bantuanmu!" seru salah seorang prajurit yang kini bertugas sebagai salah satu petugas medis.

Professor Cornelius segera berlari menghampiri prajurit itu, meninggalkan Caspian yang terdiam dalam pertanyaannya.

'Ikatan? Ikatan apa?' benaknya terus berputar mencari jawaban. Ia tak lagi memperhatikan sekelilingnya. Seluruh perhatiannya terfokus pada pertanyaannya.

"Caspian."

Caspian segera mengangkat kepalanya dan menatap Queen Susan yang kini berada tepat di hadapannya.

"Ya, my Queen?"

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Aku sedang... ah ti...tidak..."

"Bisakah kau membantuku?" potong Susan.

"Anything, milady," jawab Caspian.

"Tolong jaga Tink."

"Tink?"

"This jaguar. She is Tink. Tolong panggil aku jika terjadi perdarahan lagi," ujar Susan lalu menunjuk ke arah kaki jaguar yang tampak terbalut dengan perban yang mulai kemerahan, "dan berikan air ini jika ia terbangun," tambah Susan lalu mengulurkan ember kecil yang terisi air separuh.

Caspian memperhatikan tangan Susan yang gemetar saat menyerahkan ember kecil itu dan sekilas melihat darah yang kembali mengalir di tangan Susan. Ia segera sadar, darah itu bukanlah darah para prajurit yang ditolong oleh Susan. Darah itu, darah Susan sendiri.

"Baik, yang mulia. Uhm... apakah saya perlu memanggilkan Professor Cornelius untuk mengobati tangan anda?"

"Oh, ini?" tanya Susan lalu memperhatikan tangannya yang terluka, "Tidak perlu, ini hanya luka kecil," ujar Susan lembut.

"Tapi..."

"Dengar, Caspian, masih banyak prajurit yang lebih membutuhkan pertolongan daripada aku. Dan, oh, terima kasih atas bantuanmu menjaga Tink," potong Susan lalu berjalan menjauh, menghampiri seorang faun yang kini sedang membalut lengan salah satu prajurit Telmarine.

Caspian berlutut di sebelah Tink dan mengusap kepala Tink dengan lembut. Rasa sakit tampak sangat jelas tergambar di wajah jaguar itu. Berkali-kali Caspian mengangkat kepalanya, berusaha mencari keberadaan Queen Susan. Suatu gerakan kecil nyaris luput dari perhatian Caspian. Ia menolehkan kepalanya ke arah Tink dan melihat jaguar itu menatapnya dengan mata sedikit memicing. Caspian meraih ember kecil yang berada di dekatnya.

"Apakah kau mau minum, Tink?" tanya Caspian lembut.

"Please, your highness," jawab Tink dengan suara lemah.

Caspian sedikit mengangkat kepala Tink dan mengulurkan ember kecil itu ke hadapannya. Tiba-tiba terdengar bunyi berdebam. Caspian dan Tink sontak mengangkat kepalanya dan mencari sumber bunyi itu. Queen Susan. Di dekat kakinya tergeletak sebuah ember kecil yang –tadinya- berisi air.

"Pergilah, yang mulia. Queen Susan lebih membutuhkanmu," bisik Tink lembut.

Caspian mengangguk lalu meletakkan kepala Tink ke rerumputan dengan perlahan, kemudian berjalan ke arah Susan yang masih memegangi tangannya yang terluka. Perdarahan yang dialami Susan tampaknya semakin parah. Tangan Susan kini sudah sewarna dengan gaun merahnya. Cairan merah yang menetes, mau tak mau membuat Caspian sedikit mual dan ketakutan.

"Queen Susan..."

"Aku tidak apa-apa, Caspian. Tadi aku tak sengaja melamun," potong Susan.

"Tapi..."

"Sudahlah, aku lebih mengerti keadaanku. Aku baik-baik saja."

"Yang seperti ini kau sebut baik-baik saja?" tanya Caspian tak percaya, "Lihat, kau bahkan membuat jejak darah di lantai. Apa kau tidak sadar?" tambah Caspian mulai emosi.

"Aku..."

"Tidak, jangan memprotesku lagi. Aku tahu kau tidak baik-baik saja. Biarkan aku membalut lukamu terlebih dahulu," sela Caspian lalu meraih tangan Susan yang terluka.

Mata Susan membulat, melihat tangan kecoklatan Caspian yang memegang tangannya yang berlumur darah.

Saat itu adalah tahun kelima pemerintahan Pevensies. Walaupun sudah lima tahun berlalu semenjak Jadis dikalahkan, para pengikutnya masih banyak. Mereka bersembunyi di kedalaman hutan, menunggu saat yang tepat untuk membangkitkan kembali Ratu mereka.

Selama lima tahun itu pula, telah banyak peminang yang datang ke Cair Paravel untuk meminang Raja dan Ratu Narnia tersebut. Terutama Queen Susan yang kecantikannya sudah menjadi rahasia umum. Sudah tak terhitung pelamar yang datang padanya. Seolah tak ada hari di Cair tanpa kedatangan beratus-ratus hadiah yang indah bagi Susan. Namun Susan masih bergeming, tak sedikitpun melirik para peminangnya, walaupun tiap hari semakin banyak pelamar yang datang. Entahlah, walaupun Peter dan Edmund sudah berusaha 'menakut-nakuti' para pelamar itu, tetapi mereka masih terus datang dan memenuhi Cair.

Hari itu, tidak seperti biasanya, Susan memutuskan untuk berkuda keluar dari Cair tanpa disertai oleh saudara-saudaranya maupun pengawalnya. Ia berkuda menuju Lantern Waste. Entah apa yang ada dipikirannya saat itu. Peter telah memperingatkan mereka semua untuk tidak pergi ke Lantern Waste sendiri. Karena menurut desas-desus, disanalah para pengikut Jadis bersembunyi. Susan sangat mengetahui hal itu, tentu saja, namun ia membutuhkan kesunyian Lantern Waste untuk beristirahat sejenak.

Setibanya di Lantern Waste, Susan mengikatkan kudanya ke salah satu pohondan berjalan di sekitar sana. Tiba-tiba terdengar gemerisik dari balik pepohonan dan semak-semak. Susan membalikkan badannya dan mengambil anak panahnya.

"Who's there?" teriaknya ke arah pepohonan.

Tak ada jawaban.

"Show yourself!" teriaknya lagi.

Dua ekor serigala tiba-tiba meloncat dari balik pohon dan menjatuhkan Susan sebelum ia sempat mengarahkan anak panahnya.

"Well, well, well, lihat siapa yang kita temukan. Queen Susan the Gentle. Queen of Narnia," tiba-tiba muncul seekor serigala lagi dan berjalan ke arah Susan.

"Lepaskan aku!" ujar Susan dengan menggertakkan gigi.

"Tidak akan semudah itu, Queen Su..."

Serigala itu tiba-tiba terjatuh dan tak bergerak lagi, mata pedang tampak menembus jantung hewan itu. Sebelum Susan sempat berpikir, kedua serigala yang menahannya tiba-tiba melarikan diri. Susan hanya bisa menatap dengan heran.

"Are you okay, milady?" terdengar suara di sebelahnya.

Susan menolehkan kepalanya dan mendapati ia menatap kedalam mata kecoklatan.

"Aku... argh..." Susan mencoba untuk duduk dengan bertumpu pada kedua tangannya, namun rasa sakit yang menyergapnya membuat ia terjatuh kembali.

Lelaki yang menolongnya itu dengan sigap membantu Susan untuk duduk. Susan melihat ke arah tangannya yang kini berlumuran darah dan menemukan beberapa bekas cakaran dan gigitan serigala yang tadi menyergapnya.

"Wait a minute, your higness," lelaki penolongnya itu kemudian berlari meninggalkan Susan.

Tak lama kemudian, lelaki itu kembali dan membersihkan luka Susan lalu membalutnya dalam diam. Beberapa saat kemudian, tangan Susan telah terbalut dengan baik.

"Terima kasih. Aku tak tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak menolongku," ujar Susan.

"Itu adalah kewajibanku, milady. Bolehkah sekarang aku mengantar anda kembali ke Cair?"

"Dengan senang hati... tunggu, kau..."

Susan mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia kembali terfokus pada tangan Caspian.

"Tidak, lepaskan aku!" seru Susan lalu berusaha menarik tangannya dari tangan Caspian.

"Queen Susan! Apa kau mau mati konyol hanya karena kehabisan darah?" balas Caspian marah, tak mengendorkan pegangannya pada tangan Susan.

"Aku bilang lepaskan aku, Caspian! Aku bisa mengurus diriku sendiri!" mata kebiruan Susan kini mulai tergenang air mata,"Kumohon," tambahnya lirih.

Caspian menatap mata Susan dan menemukan secercah rasa putus asa, terluka dan takut? Caspian menggelengkan kepala pelan.

"Kumohon, Caspian," bisik Susan lagi.

Caspian melepaskan tangannya kemudian melangkah mundur perlahan. Ia berusaha menatap mata Susan, tetapi Susan tak mau mengangkat pandangannya. Susan berjalan mundur beberapa langkah sebelum membalikkan badannya dan mencoba untuk berlari menjauhi Caspian. Tiba-tiba kegelapan menyergapnya, dan Susan terjatuh.

"Queen Susan!" seru Caspian lalu berlari ke arah Susan, menangkapnya sebelum Susan menyentuh rerumputan.

"Queen Susan..." panggil Caspian.

Susan berusaha membuka matanya.

"Ed..."

Dan semuanya kembali gelap.


So, this is it, the chapter 1. What do you think, guys? Please read and review :)