First

Disinilah aku duduk, disamping ayahku dan kakakku sebagai anak terakhir yang tengah dibingungkan pada kenyataan bahwa aku akan menikah dalam waktu dekat.

Ayahku, bukan orang kejam yang mampu menyiksa orang lain yang bahkan telah berjanji akan membahagiakan putri kecilnya.

Kakakku, yang masih terdiam seakan tidak rela menghadapi kenyataan bahwa aku akan keluar dari rumah sederhana kami.

"Ah. . . . Tegang sekali, silahkan diminum dulu tehnya Namikaze-sama" sela kakak iparku yang merasa terintimidasi dengan susasana mencekam ini.

"Terimakasih Hyuuga-san" jawab wanita berparas cantik dengan senyum ramah Uzumaki Kushina atau mungkin Namikaze Kushina.

"Hyuuga-san . . . Jadi bagaimana?" Tanya sang kepala keluarga Namikaze yang tampak mulai jengah dengan keheningan disana.

Sang kepala keluarga tampak menghela nafasnya sebelum menjawab "Seluruhnya aku serahkan pada putriku sendiri"

Yang dibicarakan tersentak dengan jawaban sang ayah 'aku sendiri? Aku harus menjawab apa?'

"Ne Hinata-chan menerima pinangan ini kan?" Kushina berujar dengan senyum yang tidak pernah luntur.

"Hai' Namikaze-sama saya bersedia" jawab Hinata seadanya.

Dalam diamnya Neji yang masih terus menggenggam tangan hinata sejak awal melebarkan mata tidak percaya namun tidak menyela karena itu keputusan adiknya.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Rate : M

Pair : NaruHina

Warning : Typo bertebaran

"Anata? Sampai kapan mau murung seperti itu? Hinata sudah memutuskan apa yang dia inginkan. Aku rasa dia sudah cukup dewasa untuk memutuskan." Ceramah Tenten panjang lebar.

Sambil menyeruput kopi yang masih hangat dia mencerna kata-kata wanita kesayangannya.

"Tsuma, kemarilah." Perintah neji sambil merentangkan tangannya.

Melihat kode dari neji, Tenten berlari dan langsung duduk sambil memeluk neji dengan manjanya.

"Neji-kun sudah mau cerita?"

"Yah sedikit saja ya. . . . Aku merasa Naruto tidak cukup baik dan niatnya sangat lemah untuk memperistri adik kesayanganku. Sepertinya dia tidak cukup mengenal wanita yang akan diperistrinya" jawab Neji tanpa mengalihkan pandangannya dari langit sore itu.

"Aku tidak mengerti anata" rengek tenten yang berusaha mencairkan suasana hati Neji "Lagipula mereka masih muda dan mereka pasti sudah cukup lama mengenal sebelum memutuskan ini, ya kau tau kan mereka pasti sudah cukup lama menjalin hubungan layaknya kekasih."

"Entahlah sayang. . . Aku merasa ini tidak akan mudah. Sudah senja ayo kita masuk" Neji lantas menarik Tenten masuk dan membawa cangkirnya sendiri.

~WEDDING DAY~

Hyuuga Hiashi yang sibuk menemani putrinya menjelang pernikahan dibuat bingung oleh Hinata yang mendadak jadi pendiam 'Apakah dia gugup? Atau ada masalah?'

Sebelum sempat bertanya, terdengaf suara ketukan pintu.

"Anoo ji-san, Hinata sudah bisa keluar sekarang" seru Ino dengan suara yang cukup pelan.

"Hinata. . . Kau sudah siap?" Tanya Hiashi tidak yakin.

"Hai tou-san" jawab Hinata dengan sedikit tersenyum, namun Hiashi melihat dengan jelas kepalsuan dalam senyuman putrinya.

Hinata berjalan dengan sangat anggun dengan buket bunga cantik di tangannya dan sebelah tangannya menggandeng ayahnya seakan itu adalah kali terakhir dia bisa bersama ayahnya.

Naruto menyambut tangan hinata dengan takjub 'Astaga cantik sekali, apa yang sudah aku lewatkan sampai aku tidak sadar dia bisa secantik ini'

Sumpah telah diucapkan dan setelah Naruto dipersilahkan mencium Hinata, seketika ruangan menjadi ramai dengan riuh rendah tepuk tangan para tamu.

Acara selesai tanpa ada resepsi mewah atau sebagainya, hanya upacara seadanya di gereja pilihan Minato dan Kushina.

Setelah acara selesai mereka berkumpul untuk membicarakan tempat tinggal mereka selanjutnya.

"Hiashi, aku sudah mempersiapkan rumah untuk mereka di pusat kota Konoha. . . ." Minato memulai percakapan

"Bukankah itu bagus? Hinata-chanku yang cantik akan bahagia disana, dekat dengan mansion Namikaze jadi aku bisa menemaninya kapanpun" sela Kushina bersemangat.

"Lalu bagaimana jika aku merindukan mereka? Atau bagaimana aku yakin Hinata akan baik-baik saja disana?" Hiashi sedikit khawatir namun nada bicaranya terdengar biasa.

"Tenanglah tou-san aku akan mengantar dia kesini kapanpun dia ingin" Balas naruto dengan seringaian rubahnya.

"Benarkah?" Jawab Neji sinis.

"Tentu saja, jadi apa yang kau ingin aku katakan?" Balas Naruto tak kalah sinis.

"Nii-san boleh berkunjung kapanpun nii-san ingin. Hinata akan senang sekali jika nii-san datang. . . Ne, Tenten nee-san?" Hinata berusaha melerai.

Para orang tua dibuat bingung dengan adu mulut Neji dan Naruto.

Akhirnya diputuskan bahwa Hinata akan berangkat pada sore harinya.

"Sayang, bawa barang yang kau rasa penting saja karena semua yang kau butuhkan bisa kita beli disana" Kushina membantu Hinata mengepak pakaian.

"Jadi aku harus bawa apa kaa-chan? Apa aku bawa ini saja?" Tanya Hinata masih fokus pada pakaiannya.

"Kyaaaaaa aku akan shopping dan melakukan perawatan bersama menantuku. Kita akan jalan-jalan dan memasak dan kita akan (bla bla bla)" oceh Kushina panjang lebar keluar dari topik pertanyaan Hinata.

"Kaa-chan aku sudah selesai, ayo keluar"

"Tinggalkan saja kopernya sayang, biar nanti Naruto yang membawa keluar" sahut Kushina.

Acara pindah Hinata berlangsung agak lama karena adu mulut antara Neji dan Naruto yang untungnya bisa dilerai oleh tangisan Tenten. Akhirnya Hinata bisa memasuki mobil setelah ceramah panjang dari Neji dihentikan oleh Hiashi.

~RUMAH BARU HINATA~

"Aah aku lelah sekali Hinata. Ayo selesaikan acara menata bajumu itu dan istirahat" Kata Naruto sambil terus memasukkan baju Hinata ke lemari pakaian mereka.

"Tidurlah naruto-kun. Aku bisa selesaikan sendiri"

"Mana bisa begitu! Aku akan membantumu sampai selesai lalu kita akan istirahat"

"Tapi kan-"

"Hinata, aku tidak suka dibantah" kalimat terakhir Naruto mengakhiri perdebatan kecil mereka.

Acara menata baju selesai dan mereka bisa beristirahat dengan tenang setelah berbagai ritual suami istri terlewati.

~HARI PERTAMA~

Hinata yang terbiasa bangun pagi dan mengurus ayahnya telah memulai ritual paginya dengan memasakkan sarapan untuk suami tercintanya.

"Ohayou hime" sapa naruto yang baru selesai dengan ritual paginya "whooaaa baunya harum sekali hime! Apa ini? Apa kau memasukkan parfum didalam masakanmu?"

Hinata berjengit merinding dengan kalimat terakhir Naruto.

"Iie! Kita baru saja menikah dan kau sudah menuduhku akan membunuhmu" Hinata menggembungkan pipinya lucu.

Cup...123

"Eeeh? Apa-apaan itu?" Hinata mengalihkan wajahnya yang merona karena malu.

"Hehe itu ciuman selamat pagi hime"

Naruto mendudukan diri di kursi ujung meja makan saat Hinata mulai menghidangkan masakannya. Mereka makan dalam diam, namun dalam hati mereka tersimpan kebahagiaan yang membuncah.

~to be continued~

Haiii watashi wa Maodena desuIni fanfic pertama Mao, jadi mohon maaf kalo banyak kesalahan ne minna-san.Mohon bantuannya *ojigi ojigi*