Chocolaput Present

HARRY POTTER AND THE MYSTERY OF THE BEAST

Disclaimer: Harry Potter is mine (dilempar sandal JK Rowling)

.

.

.

Warning: OOC, TYPO(S), dan mungkin mengandung sedikit darah. DLDR!

.

.

.

Chapter 1: Timby

.

.

.

Seekor burung hantu cokelat bermata keemasan baru saja meluncur melalui jendela sebuah ruangan berwarna putih dan mendarat di meja yang sebagian berisi botol-botol ramuan dan robekan perkamen, membuat seseorang yang membaringkan kepala di meja itu tersentak. Burung hantu itu berputar-putar sementara seorang laki-laki yang memakai setelan putih itu melepas ikatan surat dikaki burung hantu. Segera setelah surat itu terlepas dari kakinya, si burung hantu ber-uhu keras kemudian meluncur terbang lagi, meninggalkan jejak cakar di perkamen di meja itu.

Draco Malfoy membuka gulungan suratnya. Perkamen itu dipenuhi tetesan tinta disana-sini, membuatnya mengernyit. Tulisan di surat itupun tampak tidak rapi dan kelihatannya ditulis dengan tergesa-gesa namun isinya sangat singkat.

'Draco..pulanglah. Cissy, dia terjatuh dan terluka. Cepatlah. Ini Andromeda.'

Laki-laki itu terperanjat dan segera bangkit. Ia mengambil jubah penyihirnya dan berteriak, "Greengrass!"

Seorang wanita berambut hitam membuka pintu ruangan dan menatapnya dengan bingung, "Ada apa, Healer Draco?"

Draco Malfoy meraup beberapa perkamen dan menjejalkannya kedalam tas. Ia gugup, tentu saja. "Alihkan semua jadwalku hari ini. Aku harus pulang," perintahnya, ia melangkah mendekati pintu.

"Tapi, Healer Draco, Anda ada jadwal memeriksa kandungan keponakan Pak Menteri jam 2 nanti," kata Greengrass, jelas ia terdengar kesal.

"Sudah kubilang alihkan! Ibuku terluka dan kuharap kau mengerti itu, Greengrass," kata Draco ketus. Ia pergi begitu saja meninggalkan Greengrass yang mengomel dan merutuki healer itu. Ini baru jam 11 siang dan Draco Malfoy memintanya mengalihkan semua jadwal begitu saja. Benar-benar hari yang sial untuknya.

Draco menuju ruang depan ruumah sakit St. Mungo, melihat kericuhan yang ditimbulkan para pasien yang menumpuk di resepsionis. Seorang pria tua dengan hidung belalai gajah yang bercabang tiga menjatuhkan pot dan botol tinta di meja resepsionis. Wanita bertampang galak yang bertugas hari itu berteriak-teriak bising. Namun, untuk kali ini Draco tidak mengacuhkannya. Ia menuju perapian yang berjajar tiga di seberang ruangan, meraup bubuk flo di vas yang disediakan dan melemparkannya ke dalam perapian. Perapian mulai berkobar dengan api hijau menyala-nyala dan ia melangkah memasukinya. Mengucapkan kata, "Malfoy Manor," sejelas mungkin dan sedetik kemudian Draco merasa tubuhnya berpusar.

Ia mendarat dengan mulus di perapian di ruang keluarga yang sudah sangat dikenalnya. Dikebaskannya debu dari jubahnya dan ia berjalan tergesa menuju kamar ibunya.

Brakkk…

Pintu mengayun terbuka, bibinya tergopoh-gopoh menghampirinya dan meremas bagian depan jubahnya. "Draco, Nak. Aku tidak tahu bagaimana. Tapi ibumu sudah terluka. Aku tidak bisa banyak membantu, seperti yang kau tahu, aku tak bisa mantra penyembuhan," isak Andromeda didadanya.

Draco mengelus pundak bibinya, berusaha tenang sementara perasaannya sendiri tak karuan. "Aku akan melihatnya. Kumohon Bibi tenanglah."

Dilihatnya Narcissa tergolek lemah di tempat tidurnya yang besar. Rambutnya yang pirang platina terlihat lengket karena darah. Mata wanita itu terpejam, tetapi bisa didengar rintihannya, wajahnya yang sudah berkeriput menyiratkan kesakitan.

Segera Draco mencabut tongkat sihirnya. Dirapalkannya beberapa mantra penyembuh untuk membuat luka dikepala ibunya menutup. Kemudian ia mengaduk-aduk isi tasnya, mencari botol yang berlabelkan Sari Dittany. Akan tetapi ia tidak menemukan botol itu. Draco panik. Akan lebih mudah menyembuhkan luka dengan Sari Dittany. Mungkin ia meninggalkan cadangan Sari Dittany-nya di kantornya. Nanti, ia akan mencoba menghubungi Greengrass.

Ia melambaikan tongkatnya lagi, menggumamkan mantra untuk memeriksa otak ibunya. Kemudian ia menghembuskan napas lega. Syukurlah, luka itu tidak mempengaruhi otak Narcissa.

Andromeda berdiri disudut dengan tubuh terguncang. Drco menghamprinya dan menuntunnya duduk di sofa dekat ranjang ibunya. "Dimana kau menemukan ibu?"

Andromeda terisak lagi, " Ruang baca," suaranya masih terdengar serak dan bergetar, "mungkin ia berusaha mengambil buku di rak yang tinggi atau bagaimana, aku tidak tahu pasti," jelasnya.

"Dan bagaimana kau mengangkatnya kemari?"

"Mantra levitasi," ucapnya. Ia kelihatan begitu shock melihat kondisi adiknya. Bayangkan saja ketika kau menemukan saudaramu yang sakit tergeletak dalam keadaan berdarah.

"Bibi," panggil Draco kemudian, "apa kau melihat Timby?"

"Timby? Peri rumah itu, kan?" tanya Andromeda dan Draco mengangguk. "Aku tidak melihatnya."

.

.

.

Angin musim dingin terasa begitu menusuk kulit pucatnya. Halaman belakang Malfoy Manor yang rapi dengan petak-petak bunga yang daunnya mulai membeku tampak janggal dengan pemandangan mengerikan didepan matanya. Dilihatnya mata bulat itu membeliak dan sinar yang biasa hinggap disana lenyap, menyisakan sesuatu seperti cermin yang gagal memantulkan bayangan.

Draco mendekati mayat peri rumahnya yang tergeletak mengenaskan diantara semak yang tertutup es. Kulit Peri Rumah itu yang sewarna perkamen memucat, bajunya yang berupa kemeja kelabu kecil dan apron berlambang kaluarga Malfoy kotor kena tanah dan berbercak darah. Lengan kecilnya tersayat disana-sini dan pergelangan tangannya—astaga—berlubang besar bekas dicabik sesuatu dengan brutal sehingga dagingnya mencuat kemana-mana dan amburadul dengan darah yang mulai mengering.

Ia mengerang dan sontak lututnya terasa melemas. Siapa yang tega menyiksa peri rumah sampai seperti ini? Yeah, ia mengakui bahwa ayahnya dulu sangat keras terhadap peri rumah, tetapi tidak dengan cara semenjijikkan begini. Lagipula, semenjak keruntuhan Dark Lord dua setengah tahun lalu dan berhasilnya Society for the Promotion of Elfish Welfare oleh Hermione Granger, peri rumah mendapatkan perlakuan yang sangat bermartabat. Sejauh yang Draco tahu, tidak ada lagi kasus kekerasan terhadap peri rumah, apalagi pembunuhan seperti ini.

Tongkat sihirnya menyapu gerakan rumit diudara dan kain putih mucul dari ketiadaan akibat lambaian tongkatnya. Digelarnya kain itu ditanah dan tongkatnya melambai lagi hingga tubuh kecil peri rumah malang itu melayang lemah dan tergeletak diatas kain tersebut. Buntalan itu begitu kecil dan masih ada darah yang merembes disana. Lagi, ia melevitasi buntalan peri rumah itu dan memasuki dapur Manor lewat pintu belakang. Kamar Si Peri Rumah terletak disebelah lemari perabot di dapur itu, Draco pikir akan lebih baik membaringkannya disana.

.

.

.

"Aku perlu berbicara dengan Bibi kali ini. Tapi sepertinya Bibi buru-buru," kata Draco.

Andromeda sibuk memakai jubahnya dan tergesa-gesa merapikan rambutnya. Namun ketika mendengar suara Draco menghampirinya, ia menoleh dan gerakan tubuhnya melambat. "Bicaralah, Nak," ujarnya akhirnya setelah memandang Draco beberapa saat lamanya.

"Tidak apa. Kau tampak buru-buru. Kita bisa menunda ini dulu," tukas Draco.

"Oh, Nak," wanita itu mendekat dan membelai lengannya penuh kasih, "aku memang akan menjemput Edward-ku, tapi, ayolah, Little Edward bisa menunggu bersama ayahnya."

Draco mendecih pelan mendengar itu. Ayah Edward sudah mati, yang dimaksud Andromeda sekarang pasti ayah baptis Edward. Tetapi akhirnya ia duduk di kursi berlengan kaku disana sementara Andromeda duduk di kursi sebelahnya.

"Bibi, sebenarnya," ia memulai, menatap mata bibinya yang sebelum ini tak pernah dikenalnya, "saat kau menemukan ibu tadi, apa kau mencoba memanggil Timby untuk minta bantuan?" tanyanya pelan-pelan.

"Tentu saja," jawab Andromeda antusias, "tetapi ia tidak datang."

"Tidak datang, maksudnya?"

"Dia tidak muncul saat kupanggil, bahkan saat aku mulai berteriak. Kupikir itu karena aku bukanlah tuannya yang sesungguhnya. Jadi aku membawa ibumu kekamarnya dan menulis padamu," jelas Andromeda.

Draco mengangguk. Jadi, Timby diserang sebelum bibinya datang, atau malah sebelum ibunya kecelakaan.

"Kenapa, Draco?" tanya Andromeda kepada Draco yang memandang kosong lukisan keluarga Malfoy didinding seberang.

"Bibi," ditatapnya Andromeda lekat-lekat, "aku tadi mencoba memanggil Timby, tetapi dia juga tidak datang padaku."

"Mana mungkin! Apa peri rumah bisa melarikan diri kalau ia tidak menyukai tuannya?" desak Andromeda yang mulai kelihatan panik lagi. Wanita itu jadi lebih sering panik semenjak ia melalui dua perang sihir.

Draco menggeleng, "Peri rumah tidak bekerja seperti itu. Mereka terikat secara sihir kepada tuannya dan hanya bisa lepas jika diwariskan kepada tuan yang baru atau dibebaskan dengan diberi pakaian," kata Draco.

Bibinya mengerang aneh, "Tetapi kau tidak mungkin melakukan keduanya, kan? Kau jelas membutuhkan bantuan peri itu untuk menjaga ibumu," seru Andromeda, kakinya bergerak-gerak gelisah dibawah rok putih gadingnya.

"Hn," gumam Draco, "aku mencoba mencarinya keseluruh Manor. Dan aku menemukannya di halaman belakang dapur Manor."

"Apa yang dilakukan peri itu sementara tuannya celaka!" dengus Andromeda entah pada siapa.

"Bibi, peri itu mati," kata Draco berat.

"Jangan bercanda, Nak!"

Tetapi Draco sungguh tidak bercanda. Ia menjelaskan semua yang dilihatnya kepada Andromeda. Andromeda meringik dan bergidik mendengarnya. Berkali-kali ia kelihatan seperti mau menangis dan memandang keponakannya tak percaya.

"Harry akan membantumu," seru bibinya tiba-tiba.

Draco menggeleng tak puas dengan usul bibinya, "Harry Potter? Apa yang bisa dilakukannya untuk masalah ini?"

"Draco, dia auror. Salah satu auror berkualitas yang dimiliki Kementerian," kata bibinya dengan nada membujuk.

"Bibi, auror menangani masalah penyihir hitam bukan pembunuhan peri rumah," seru Draco tak mau kalah dari Andromeda.

"Tidakkah kau berpikir, Draco, tidak ada yang mencoba membunuh peri rumah dua setengah tahun ini. Dan bukankah aneh jika peri rumah dari keluarga penyihir kuno ditemukan mati diserang entah-apa?"

Perkataan bibinya terdengar begitu benar ditelinganya. Tetapi kepalanya yang kelewat keras tidak mau mengiyakan usul bibinya begitu saja. Kalau saja Draco tidak menemukan bekas cabikan di pergelangan tangan Timby dan sayatan-sayatan di sekujur tubunya, Draco bisa berpikir Timby mungkin mati keracunan makanan atau sakit atau yang lainnya. Bekas-bekas serangan ditubuh Timby membuat melapor ke Departemen Auror adalah jalan terbaik. Entah mengapa sekarang ia merasa terancam.

"Aku akan memberitahu Harry masalah ini. Jangan kemana-kemana, luangkan waktumu untuk besok," nasihat Andromeda dan ia mulai menggelung rambutnya lagi, "segera suruh peri rumah baru untuk mengawasi Cissy," katanya sebelum menghilang lewat perapian terdekat.

Kembali ia mengawasi lukisan keluarga Malfoy didinding seberang. Ia mendapati wajah bibinya yang lain menyeringai gila dari sana. Pikiran Draco terasa penuh sekarang. Ibunya kecelakaan, peri rumahnya ditemukan mati, dan sekarang belum ada yang menggantikan peran Timby untuk merawat ibunya yang sakit. Sudah sejak ayahnya dikirim ke Azkaban oleh Kementerian setelah perang, ibunya sering jatuh sakit. Anehnya, Narcissa Malfoy yang seorang darah murni sejak nenek moyangnya tidak menderita penyakit sihir. Ia terserang sebuah penyakit muggle bernama kanker paru-paru. Sebuah penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara sihir dan bahkan sulit untuk penyembuhan dengan cara muggle.

Untung saja Andromeda Tonks begitu baik terhadap saudaranya. Ia yang dulunya merawat Narcissa seharian penuh sebelum Draco memperkerjakan Timby. Draco begitu berterimakasih kepada bibinya itu. Semuanya berangsur-angsur membaik setelah perang. Tapi apa sekarang? Jangan bilang pada Draco kalau ada penyihir gila bangkit dari kubur dan mulai memangsa peri rumah.

.

.

.

TBC

.

.

.

A/N: Please tell me what do you think about this fic. Hope you all like it.