Nobody POV

"Lihat, lihat!" tunjuk Erika saat seekor camar melintas diatas kepalanya. Anak berambut perak dengan bola mata berwarna biru itu tamapk menikmati perjalanan pertamanya, jauh dari kota dia di besarkan selama lima tahun.

"Kita sering melihatnya di Mineral Town!" Kent menatap saudaranya tajam. "Dan berhentilah berbuat bodoh, Rika. Kau mempermalukan aku dan ibu."

"Tapi aku tidak melakukan apapun!"

Kent memutar bola mata ungunya. "Kau terus-terusan berteriak, hampir terjatuh dari kapal, beberapa kali terpeleset karena kau tidak bisa duduk tenang, dan masih banyak lagi tingkah bodohmu yang tidak bisa selesai dalam sehari jika aku ceritakan."

Erika merengut tapi tidak mengatakan apapun sedangkan Kent kembali sibuk dengan buku yang ada di tangannya. Walaupun mereka kembar identik tapi sifat mereka sangat berlawanan. Kent yang terlahir pertama lebih suka membaca buku dibandingkan bermain dengan anak seusianya sedangkan Erika lebih suka bersosialisasi dan bermain walaupun kadang sering melakukan hal bodoh.

Chelsea tersenyum kecil melihatnya. Dia sangat bersyukur Kent dan Erika memiliki satu sama lain karena di Mineral town tidak terlalu banyak anak-anak dan karena jika Erika tidak ada, Kent tidak akan memiliki teman sama sekali karena Erika-lah yang sering mengajak Kent bermain bersama anak-anak sebaya mereka. Sebaliknya jika Kent tidak ada mungkin Erika akan sangat sering menangis entah karena terluka atau kesepian karena Kent-lah yang selalu menjaga Erika.

"Sepuluh menit lagi kita akan tiba di Sunshine Islands. Periksa barang bawaan anda sebelum meninggalkan kapal. Sekali lagi…"

"Kent, Erika, ayo bersiap-siap."

Vaughn POV

Sabrina dan aku menikmati makan siang kami di Diner sambil sesekali membicarakan apa saja yang kami lakukan beberapa hari saat aku harus pergi ke kota lain untuk urusan pekerjaan. Sudah tiga tahun kami berpacaran dan beberapa kali Sabrina menyinggung soal pernikahan. Seperti saat ini.

"Ka-kapan kau akan melamar, Vaughn?" tanyanya penuh harap.

Aku berusaha menahan godaan untuk mengerang frustasi. "Nanti, jika aku sudah memiliki cukup uang. Saat ini saja aku masih tinggal dengan bibi Mirabelle."

"Kau tidak perlu khawatir kita akan tinggal dimana. Rumahku terlau besar untuk Papa sendiri. Lagipula aku penerus-"

"Harus aku katakana berapa kali kalau aku tidak ingin hidup dengan uang istriku," kataku memotong ucapannya. "jangan samakan aku dengan istri sepupumu yang seorang pemburu harta itu."

"Vaughn!"

"Sudahlah. Aku lelah. Kita bertemu lagi besok jam sepuluh di depan café."

Setelah mengatakan itu aku langsung bangkit berdiri meninggalkan Diner. Aku tidak berbohong saat aku mengatakan bahwa aku lelah. Tadi malam aku hanya tidur tiga jam lalu harus merawat hewan-hewan di toko Mirabelle yang beberapa di antaranya akan segera melahirkan. Saat ini yang aku butuhkan adalah kenyamanan bukannya gangguan.

Karena terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri aku tidak terlalu memperhatikan sekelilingku sehingga membuatku menabrak orang yang berdiri di depan toko Chen hingga orang itu jatuh terduduk. Cepat-cepat aku membantunya berdiri.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyaku sambil memperhatikan gadis kecil asing di depanku.

Gadis itu mungkin masih berusia 7 atau 8 tahun. Rambut peraknya lebih cerah dibandingkan milikku di kuncir kuda. Bola matanya berwarna biru laut dengan kulit pucat tanpa bintik. Dia memakai overall berwarna biru yang sewarna dengan bola matanya dan ransel biru.

"Tenang saja, aku sangat kuat," katanya sambil tersenyum meyakinkan.

Tepat saat aku akan menanyakan apa yang dia lakukan di tempat ini, pintu toko Chen terbuka dan seorang anak laki laki yang berwajah sangat mirip dengan gadis kecil itu kecuali bola mata berwarna ungu keluar dengan kening berkerut. Anak itu memakai pakaian dan ransel yang sama dengan gadis kecil itu, kecuali warnanya hijau.

"Ada apa Rika?" tanyanya sambil menatap saudara kembarnya khawatir lalu menatapku penuh selidik. "Lalu paman siapa?"

"Aku tidak sengaja menghalangi jalan paman ini sehingga kami bertabrakan. Tapi aku sama sekali tidak apa-apa." Gadis kecil bernama Rika itu tersenyum menenangkan. "Kau tidak perlu merengut seperti itu, Kent!" tambahnya saat Kent sama sekali tampak tidak percaya padanya.

"Aku tidak merengut," balas Kent yang tidak sepertinya tidak sadar kalau apa yang dikatakan Rika benar.

"Kau memang merengut!"

"Tidak!"

"Iya!"

"Tidak!"

"Iya!"

Goddess, mereka berdua pasti sudah sering bertengkar tentang masalah sepele seperti ini. Aku hendak melerai mereka dan menyeret mereka kembali ke orang tua mereka sebelum aku mendengar suara wanita yang familiar di telingaku.

"Goddess… aku pikir terjadi sesuatu pada kalian karena kalian sangat lama," omel seorang wanita di belakangku. "Tidak bisakah kalian tidak bertengkar sehari saja."

Tubuhku terasa kaku mendengar suara itu. Walaupun terakhir kali aku mendengar suara itu beberapa tahun lalu tapi aku masih dapat mengenali nada kekanak-kanakan itu. Wanita itu tidak mungkin sama dengan gadis itu, bukan?