KHR © Amano Akira

Family

—I will be protect you, because you're my beloved children—

PrimoxDecimo (Parental), GioxCozaltz, EnzoxAlaxSpade, UgetsuG, All27, 8059, D1869

Family/Adventure

Warning: OOC, shounen ai, maybe typo

The Mission | 1

Semuanya tampak gelap dan juga lembab—tempat itu tampak tidak terawat, dengan beberapa air yang merembes dari celah dinding yang sudah retak itu. Seakan tidak ada kehidupan disana, hanya ada penjara dan juga suara-suara tikus yang berdecit.

"UWAAA!"

Suara teriakan itu tampak terdengar di salah satu sudut ruangan itu. Di antara lorong gelap yang ada di ruangan itu. Tampak di beberapa sel yang ada di sekitarnya, anak-anak yang baru berusia di bawah umur tampak ketakutan dan mencoba bersembunyi. Suara ledakan membuat pintu yang merupakan asal suara dari ledakan itu hancur dan beberapa orang terlempar keluar dari sana.

"Cepat berikan obat penenang untuknya!"

"Tidak bisa—dia tidak bisa dihentikan!"

"Tch—lukai dia, tetapi jangan sampai terbunuh," salah seorang dari mereka yang memakai kemeja putih dan juga jas putih, "ia adalah eksperimen terbaik—jangan sampai ia tewas!"

Asap mengepul dari tempat itu, memunculkan seorang anak yang bergerak cepat dan membunuh semua orang disana. Tidak sampai asap menghilang, semua orang yang ada di sana sudah tewas mengenaskan dengan beberapa luka tusuk dan juga tangan ataupun paling tidak salah satu organ tubuhnya terpotong.

"Si—sial..."

The Mission

Beberapa orang—tepatnya 7 orang tampak berlari dan memasuki tempat gelap itu. Melawan beberapa orang yang menghalangi mereka dan masuk ke tempat yang lebih dalam lagi.

"Giotto, kita harus segera menemukan anak-anak itu—" pemuda berambut merah dengan tatto yang ada di pipi kirinya menatap pemuda yang berada di sampingnya—yang berambut kuning dengan sebuah api berwarna kuning di dahinya, "—kalau memang apa yang dikatakan oleh Cozaltz itu benar, mereka bisa terbunuh semua..."

"Aku tahu G—" Giotto hanya berkonsentrasi dengan apa yang akan ada di depannya, '—tetapi perasaan apa ini, sesuatu yang buruk sudah terjadi...'

Mengabaikan semua perasaan tidak enaknya, yang jadi masalah adalah—kenapa Giotto dan juga yang lainnya sedang berada disana—ditempat yang gelap dan sangat menyeramkan itu?

Semua berawal dari beberapa hari yang lalu, hari yang tenang di markas Vongola. Tidak seperti biasanya, Giotto tidak memiliki pekerjaan penting dan juga misi penting yang harus dikerjakan. Tetapi bagaimanapun masih banyak laporan yang menumpuk di atas meja sang boss mafia itu. Dan tampak Giotto yang saat itu berusia 20 tahun sedang seriusnya mengerjakan pekerjaannya, menundukkan kepalanya sambil menatap kearah kertas laporannya.

"Giotto—aku masuk," pemuda berambut merah dengan tatto merah yang tampak di pipi sebelah kirinya itu mengetuk pintu dan memasuki ruangan itu. Melihat sang boss yang terlalu serius mengerjakan laporannya yang ada di depannya membuatnya terdiam dan tersenyum sambil menghela nafas lega.

"Kukira kau akan menunda pekerjaanmu lagi—" meletakkan minuman yang ada di tangannya dan meletakkannya di atas meja sang boss, ia masih tidak bergeming dari laporan yang ada di depan matanya itu, "—jangan terlalu memaksakan diri untuk menyelesaikan semua laporan itu, istirahatlah..."

...

Menghela nafas panjang, memutuskan untuk meninggalkan sang boss sendirian ketika ia tampak tidak mendengarkan perkataan sang tangan kanan.

"Nee G!" Baru saja ia akan menutup kembali pintu ruangan setelah melewati pintu masuk, seseorang sudah mengagetkannya dari belakang dan menepuk pundaknya.

"Siapa—!" Terlatih untuk siap siaga dalam melindungi sang boss membuat pemuda berusia 20 tahun itu langsung mengeluarkan busurnya—mengarahkannya pada pemuda yang ada dibelakangnya yang langsung mengangkat kedua tangannya sebahu.

"G—G, ini aku..." Pemuda berambut merah lainnya tampak muncul dan tersenyum gugup kearah G yang masih mengacungkan ujung busur padanya. Mengenal sosok di depannya, G hanya menghela nafas dan menurunkan busurnya.

"Cozaltz, jangan mengagetkanku..."

"Maaf, aku melihatmu mengendap-endap—sampai menutup ruangan Giotto dengan perlahan seperti itu," tertawa kecil sebelum tiba-tiba aura di sekitar sang pemuda berubah gelap, "kukira ada sesuatu atau mungkin 'seseorang' ada di sana dan kau membiarkannya berdua G..."

"Te—tentu saja tidak," menyadari kalau sampai pemuda di depannya ini marah akan seperti apa, G hanya bisa menggelengkan kepala dengan wajah pucat dan gugup, "hanya saja sangat jarang Giotto tampak serius mengerjakan laporannya sampai tidak mendengar panggilanku..."

"Benarkah? Kalau begitu aku juga tidak seharusnya mengganggunya, bagaimana kalau kau menemaniku saja G?"

"Sudah kuduga kau akan mengatakan itu—baiklah," G tampak hanya tertawa datar sambil menghela nafas dan berjalan meninggalkan pintu ruangan Giotto.

"Ada angin apa Giotto—biasanya ia akan kabur dari ruangannya," Cozaltz hanya tertawa geli membayangkannya, "dan kau harus mencarinya seharian dan akhirnya kau tidak tidur karena malamnya harus mengerjakan laporanmu..."

"Dan Giotto—" menyalakan rokok, G tampak hanya tertawa garing ketika Cozaltz menjawabnya dengan tawa yang semakin besar.

"Untung saja ia mau mengerjakan pekerjaannya—dengan begitu aku bisa meminta bantuannya," tersenyum tidak enak, Cozaltz hanya menghela nafas berat.

"Meminta bantuan?"

"Sebenarnya aku—"

"Kau hamil Cozaltz?" Dan hampir saja sebuah bola gravity mengenainya kalau G tidak menghindar, "ha—hanya bercanda, aku hanya bercanda Cozaltz!"

"Tidak lucu—kau tidak pernah berubah," Cozaltz hanya menghela nafas dan berjalan kearah aula utama, "aku hanya menemukan sesuatu yang aneh akhir-akhir ini—semenjak aku meneliti—"

"Ah kenapa tidak terfikirkan olehku!" Tidak mendengarkan perkataan Cozaltz, dengan segera sang pemilik flame berwarna merah itu berlari kearah kamar sang Don Vongola. Membuka pintu dan berjalan mendekati sosok yang masih tertunduk disana.

"G ada apa, jangan mengganggu—" Cozaltz melihat G yang tampak menaruh tangan di dinding dan menundukkan kepalanya, menggumam sesuatu dengan aura gelap di sekitarnya.

"Dan benar saja—ia tertidur..."

"Mu—mungkin ia kelelahan G," Cozaltz sudah mencoba tetap tenang ketika aura tidak enak muncul di sekitar G.

"Aku mengerti—" G hanya bisa menghela nafas dan mengambil beberapa kertas yang ada disana, "maaf Cozaltz, aku harus mengerjakan laporannya yang harus diserahkan besok..."

"Tidak apa-apa, aku akan meminta pelayan membawakanmu minuman oke—" Cozaltz menepuk pundak G dan hanya dibalas dengan senyuman dan helaan nafas panjang.

Cukup lama waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan yang ada di hadapan G saat itu, ketika Giotto terbangun untuk melihat G dan juga Cozaltz—yang membantu G menyelesaikan pekerjaannya.

"G, Cozaltz?" Menguap dan menutup mulutnya dengan sebelah tangan, sebelum mendapatkan kesadarannya sepenuhnya.

"Ah tukang tidur sudah bangun rupanya," G tampak tersenyum lebar kearah Giotto. Hyper intuitionnya tampak bekerja ketika melihat senyuman G dan merasakan ada yang tidak beres dengan senyuman yang diperlihatkan olehnya. Dan benar juga—membawa gulungan kertas yang cukup tebal, dengan sekali ayunan memukul kepala Giotto cukup keras.

"I—Ittei, untuk apa semua yang kau lakukan!"

"Perlu kujelaskan?" Bisa dilihat aura gelap yang ada di sekelilingnya, "meninggalkan pekerjaan yang menumpuk, dan yang terpenting—kau tertidur dengan jendela terbuka. Itu akan membuatmu sakit..."

Giotto menatap G yang tatapannya berubah cemas, dan ia hanya terkejut sebelum tangan G melayang lagi—memukul pelan kepala Giotto dengan gulungan kertas yang sama.

"Aw—"

"Jadi sekarang kerjakan sisa pekerjaanmu—karena ada yang ingin dibicarakan Cozaltz," G menghela nafas dan Giotto menatap Cozaltz yang hanya tertawa melihat kelakuan kedua sahabatnya itu.

"Ada apa?"

"Ada seseorang yang aku ingin kau temui—" Cozaltz sedikit ragu untuk mempertemukan G dan Cozaltz dengan seseorang.

"Memang siapa dia? Kalau memang kau ingin kami bertemu tidak apa kalau itu penting," Giotto hanya tersenyum dan menepuk pundak Cozaltz, "aku akan membantumu bagaimanapun yang terjadi..."

Mendorong pelan punggung Cozaltz menuju ke pintu keluar, akan meninggalkan G yang masih ada di samping kursi Giotto yang ditinggal oleh pemiliknya.

"Giotto kau mau kemana...?"

"Aku akan membantu Cozaltz—jadi kuserahkan sisanya padamu G," tersenyum tanpa dosa, Giotto segera membawa pemuda berambut merah itu keluar dari ruangan menuju ke aula utama markas Vongola. Suara pintu yang tertutup hanya bisa menandakan kesunyian di ruangan itu.

...

"GIOTTO JANGAN SEKALIPUN KAU MENINGGALKAN PEKERJAANMU BODOH!"

The Mission

"Apakah tidak apa-apa Giotto," Cozaltz hanya bisa bersweatdrop ria melihat kelakuan Giotto yang menyerahkan seluruh tumpukan pekerjaan padanya. Sementara Giotto sendiri tampak tertawa gugup dan membuka pintu aula utama.

"Tidak apa-apa, lagipula tidak mungkin aku memintanya mengerjakan semuanya bukan? Lalu—apa yang ingin kau bicarakan?" Duduk di salah satu kursi yang ada di sana, dan Cozaltz mengikuti dengan duduk di hadapannya.

"Aku ingin kau membantuku menolong seseorang—"

"Primo, tuan muda Enma lagi-lagi tidak bisa diam mencari anda—" tampak salah satu anak buah Shimon Famiglia masuk dan memanggil Cozaltz.

"Apakah tidak ada yang bisa menenangkannya?"

"Kami sudah berusaha menenangkannya, tetapi—"

"Enma? Siapa?" Giotto memotong pembicaraan mereka karena ia tidak pernah mengetahui kalau Cozaltz memiliki saudara ataupun seseorang bernama Enma di kelompoknya.

"I—itulah yang ku ingin kau temui," menggaruk dagunya, ragu dengan keputusannya tetapi pada akhirnya Cozaltz mengangguk pada anak buahnya, mengisyaratkannya untuk memanggil seseorang.

"Hm?"

"Papa!" Seorang anak laki-laki yang masih berusia 5 tahun berambut merah dan bermata merah tampak muncul digendong oleh anak buah Cozaltz. Tampak tidak tenang dan turun berjalan kecil menuju ke tempak Cozaltz. Dengan segera Cozaltz berjalan mendekatinya dan menggendongnya untuk menenangkannya.

"Bukankah sudah papa katakan untuk menunggu dengan sabar dan menjadi anak baik?"

"Ta—tapi..." Anak itu tampak ragu mengatakannya pada Cozaltz. Cozaltz hanya tersenyum dan mengelus kepala Enma. Membawanya mendekati Giotto yang masih mencerna apa yang terjadi di depannya.

"Giotto, dia yang ingin kuperkenalkan padamu—namanya adalah Kozato Enma..."

The Mission

"Giotto selalu saja seenaknya—dan entah kenapa aku sudah terbiasa dengan sifatnya," menggumam tidak jelas dan berjalan setelah menyerah mengerjakan laporan dan membiarkan laporan itu menumpuk berjalan kearah aula utama, "aku jadi berfikir kenapa aku mau menjadi tangan kanannya..."

"G~" seseorang memeluk dan memanggil namanya dengan nada sedikit—mesra? Membuat sang pemilik storm flame itu berbalik dan menyikut perutnya, "o—ouch..."

"Jangan memelukku sembarangan Ugetsu," membelakangi sang pemuda yang memakai Kariginu itu yang tersenyum kearahnya sambil memegangi perutnya yang tersikut. Sementara G membelakanginya untuk menyembunyikan semburat merah di pipinya.

"Akukan baru kembali dari misi, dan aku merindukanmu—"

"Tidak sekarang, aku harus menemui Giotto dan menyuruhnya untuk mengerjakan tugasnya—" membuka pintu aula utama, menemukan Cozaltz yang sedang menggendong seorang anak yang mirip dengannya, dan Giotto yang membelakanginya.

"Ah Cozaltz-dono, selamat siang—" Ugetsu menundukkan badannya menghampiri Cozaltz dan melihat Enma, "—are? Anak yang lucu, aku tidak pernah tahu anda memiliki anak laki-laki..."

"Aku juga tidak pernah, hei Gio—" G melihat kearah Giotto yang sudah mematung dan menjadi batu. Tidak mendengar apa yang mereka katakan sama sekali, "—ah, ia membatu..."

"H—heee, aku tidak—! Enma bukan anakku, a—atau bisa dibilang ia bukan anak kandungku," Cozaltz menggeleng dengan cepat ketika itu, menatap kearah G.

"Bukan anak kandung—maksudmu?"

"Ini yang sebenarnya ingin kubicarakan denganmu," Cozaltz menghela nafas panjang dan berat, duduk di hadapan Giotto yang masih membatu, membuat Cozaltz hanya bersweatdrop ria melihatnya, "Giotto?"

Dengan gulungan kertas laporan yang ia bawa, G lagi-lagi melayangkan pukulan telak ke kepala Giotto. Membuat sang Don Vongola sadar dan mengaduh kesakitan.

"Aku akan membuatkan teh untuk kalian," Ugetsu memutuskan untuk tidak mengganggu mereka ketika membicarakan masalah misi itu.

"Jadi, Enma adalah anak angkatmu?"

"Begitulah—" memangku Enma di pangkuannya, sementara Enma tampak senang melihat Cozaltz dan mencoba menarik perhatian sang Don Shimon itu, "—ketika aku melakukan penelusuran di Holy Island, aku menemukan Enma dalam keadaan terluka parah..."

"Holy Island? Itu—"

"Ya, tempat markas kami berada. Dan tentu saja kami terkejut ketika melihat Enma yang tiba-tiba muncul tanpa sebelumnya kami sadari keberadaannya. Dan selama beberapa hari aku merawat Enma hingga keadaannya membaik," Cozaltz menatap Giotto dan hanya bisa menghela nafas panjang sekali lagi, "dan ketika itu—aku menemukan sesuatu dari Enma yang membuatku berfikir ada sesuatu yang terjadi di pulau itu..."

Melepaskan cincin Shimon Famiglianya, meletakkannya di jari kecil Enma—yang tentu saja terlalu besar. Enma tampak bingung dengan apa yang dilakukan ayahnya hanya diam dan membiarkan ayahnya memakaikan cincin itu. Ketika itu, flame berwarna kuning yang mirip dengan miliknya muncul begitu saja.

"Dying will—flame?"

"Pa—papa..." Enma tampak kesakitan, mencoba untuk melepaskan cincin itu dan ketakutan melihat flame yang muncul dari tangannya itu. Dengan segera ia melepaskan cincin yang dikenakan oleh Enma dan menenangkan anak itu ketika ia sadar tubuhnya bergetar.

"Sepertinya ia juga tidak sadar mengeluarkan flame itu—dan selalu merasa tidak nyaman dan kesakitan setiap flame itu keluar dari tubuhnya," Cozaltz mengenakan kembali cincin miliknya dan menepuk kepala Cozaltz, "kuharap ini hanya pemikiranku saja, tetapi—aku berfikir ada orang-orang yang menggunakan anak-anak sebagai eksperimen mereka..."

"Tunggu—itu terlalu kejam bukan," G terkejut melihat kemungkinan itu, "bahkan usianya saja baru menginjak 5 tahun—dan mereka sudah menjadi bahan percobaan. Lagipula seharusnya kau tahu dengan merasakan flame milik mereka bukan?"

"Itulah yang membuatku terkejut—aku mendeteksi beberapa tempat yang tidak bisa tertembus oleh pendeteksi flame milik Shimon Famiglia," Enma tampak senang bermain di pangkuan Cozaltz tanpa tahu apa yang dikatakan oleh pemuda yang lebih tua itu, "itulah sebabnya aku ingin meminta bantuanmu untuk menyelidiki tempat itu. Aku hanya takut kalau pemikiranku—tentang anak-anak itu benar, berarti..."

The Mission

"Kita harus mempercepat langkah kita—aku benar-benar merasakan sesuatu yang buruk terjadi..."

Semua guardian (terkecuali Alaude dan Spade) mengangguk dan mengikuti sang boss yang mempercepat langkahnya menuju ke lorong gelap yang ada di depan mereka.

The Mission

"Apa yang sebenarnya terjadi—dying will flamenya menghilang begitu saja," menatap tubuh yang masih tertutupi oleh asap—bukan hanya satu, karena penyerangan yang terjadi beberapa saat yang lalu membuat semuanya hancur. Membunuh beberapa anak yang berusaha untuk kabur, dan membunuh semua orang yang ada di sana kecuali orang itu, "a—aku harus membawanya sebelum—"

"Hei apa yang terjadi—" beruntung Giotto dan yang lainnya segera datang, membuat orang itu kabur sebelum membawa salah satu dari tubuh yang ada di sana. Giotto berjalan, mencoba untuk melihat apa yang menanti mereka di depan sana.

...

Matanya terbelalak kaget melihat pemandangan mengerikan itu. Tubuh anak-anak yang tidak bernyawa, dan darah yang menggenangi tempat itu. Ia tidak bisa berkata apapun melihat semua itu.

"Giotto ada ap—" G dan yang lainnya yang baru bisa menyusul sang boss juga terhenti, melihat dengan tatapan tidak percaya akan apa yang mereka lihat saat itu, "a—apa-apaan ini?"

"I—ini mengerikan..."

"Nfufufu~ aku tidak percaya akan mengatakan ini—tetapi yang melakukannya tidak memiliki rasa kemanusiaan," bahkan Spade yang melihatnya tampak sedikit risih karena pemandangan itu.

"Semoga jiwa mereka tenang..." Knuckle tampak berdoa untuk semua yang ada disana. Alaude hanya diam tetapi tatapannya menyiratkan perasaan risih, dan Lampo hanya ketakutan dan berdiri di belakang Ugetsu.

"Gio..." G melihat boss mereka yang mendekati salah satu anak yang ada di dekatnya. Mencoba untuk membawanya—untuk menguburkannya dengan layak.

"Ung..." Suara yang lemah dan kecil itu membuat Giotto tersentak. Salah satu anak disana tampak masih bergerak—ia masih hidup walaupun lemah. Dengan segera ia membalikkan tubuh kecil itu—seorang anak laki-laki berambut cokelat yang bisa dikatakan sangat mirip dengannya.

"Dia masih hidup—kita harus membawanya keluar," Giotto mencoba membuat anak itu nyaman, menggendongnya perlahan. Sementara G mencoba untuk mengecek keadaan sekitarnya sebelum menyadari adanya pergerakan kecil diantara tubuh itu.

"Giotto, disini ada anak yang masih hidup!" G mencoba membalikkan badan anak itu—seorang anak laki-laki lainnya yang berambut perak dengan luka yang tidak terlalu parah dan hanya shock dengan yang terjadi, "hei, bertahanlah!"

Ugetsu sendiri mencoba untuk menjelajahi kembali, berharap mendapat anak yang masih hidup juga. Ketika itu ia melihat sebuah bola yang menggelinding dan tampak seekor anak anjing yang menggonggong lemah.

"Ini—" seorang anak kecil berambut hitam tampak memeluk dan seakan melindungi anak anjing yang menggonggong pelan tadi. Berjongkok, mencoba untuk memeriksa apakah anak itu masih hidup atau tidak, "—hei, kau tidak apa?"

Grrr...

Anak anjing itu tampak menggeram, mengira kalau Ugetsu akan menyerang anak itu. Ia mencoba tersenyum, tampak tenang walaupun anjing itu bisa saja menggigitnya kapan saja. Tetapi, rain flame abilitynya membuat anjing itu tampak tenang—dan pada akhirnya tidak menggigit Ugetsu.

"Anjing baik—aku tidak akan melukai tuanmu," Ugetsu mengusap kepala anak itu, memegang leher dan mencoba mencari denyut jantung anak itu. Masih terasa—hanya tangan kanannya yang tampak banyak mengeluarkan darah. Ugetsu langsung menggendong anak itu dan anak anjing itu.

"Giotto-dono, aku juga menemukan seorang anak dan seekor anjing," G dan Giotto hanya bersweatdrop ria mendengar seekor anjing yang dikatakan Ugetsu.

Kali ini Alaude—tampak menatap mayat-mayat itu dengan tatapan dingin. Tetapi, ia mencoba berhati-hati untuk tidak menginjak salah satu tubuh disana. Dan ketika melihat salah satu ujung lorong, seorang anak berambut hitam mencoba bergerak walaupun tampak kesusahan.

...

Alaude dengan segera berjalan menghampirinya—hanya diam mengamati apa yang akan dilakukan anak itu. Tampak kesusahan—anak itu mencoba mengambil sepasang tonfa yang ada di dekatnya.

"Jangan...mendekat—atau, kamikorosu..."

Walaupun tubuhnya lemah, dan ia tahu tidak akan mungkin mengalahkan Alaude, anak itu tetap mencoba melawan dan mencoba berdiri walaupun pada akhirnya tubuh itu terjatuh—dan tidak biasanya, Alaude langsung bergerak dan menangkap tubuh kecil itu serta menggendongnya.

...

"Anak yang menarik—" senyuman samar terlukis diwajah Alaude, satu hal yang jarang diperlihatkan oleh pemuda itu, "—Giotto, aku menemukan yang lainnya..."

Knuckle dan Lampo tampak melihat sekeliling—Lampo tampak bergetar sementara Knuckle terus berdoa untuk ketenangan jiwa-jiwa disana. Tiba-tiba sesuatu tampak bergerak—membuat Lampo melompat kaget dan menoleh kebelakang.

"K—Knuckle, a—apakah hantu itu a—ada?"

"Hm? Dunia mereka sudah berbeda Lampo, tetapi jiwa mereka sering tersesat. Jadi, mungkin saja ada—" Knuckle melanjutkan doanya yang terhenti karena Lampo. Tetapi lampo masih menarik syal merah miliknya dengan tangan bergetar.

"I—itu, u—usir hantu itu Knuckle...!"

"Hantu?" Knuckle melihat kearah yang ditunjuk Lampo, menemukan sesuatu bergerak. Sosok yang tampak lemah itu bergerak sebelum berjalan dan terjatuh. Bukan hantu tetapi seorang anak kecil berambut putih dengan luka yang cukup parah di kepalanya.

"He—hei, kau tidak apa?"

Sementara yang lain mencari korban selamat lainnya, Spade yang sebenarnya tidak tertarik untuk berada disana hanya menatap sekitar, hingga tiba-tiba ia melihat sebuah ruangan yang masih utuh. Dengan segera membuka pintu itu—menemukan sebuah tabung berisi air, dan didalamnya seorang anak laki-laki tampak tertidur dan diikat didalam akuarium itu. Sementara seorang anak perempuan tampak menunggu—duduk disamping akuarium itu dan menatap anak laki-laki itu dengan tatapan kosong.

"Oya? Siapa kalian?"

...

"...sama...Mukuro-sama—" anak perempuan itu bergumam suatu nama dan menatap kearah anak laki-laki itu sebelum menoleh kearah Spade.

"Nfufufu~ Mukuro?" Spade berjalan dan menatap kearah anak laki-laki didalam tabung itu. Tidak bergerak, dan ketika ia menyentuh tabung itu—dengan segera ia langsung memecahkan tabung itu dengan scythenya dan menangkap tubuh anak berambut biru itu.

"Mu—Mukuro-sama!"

"Tenang saja gadis manis—" Spade tersenyum, menatap kearah anak itu dan memunculkan mata Spade miliknya. Membuat anak itu terdiam—dan tubuhnya langsung limbung dan Spade juga menangkapnya dengan segera, "—aku juga akan membawamu..."

...

"Giotto—aku menemukan dua anak disini..."

The Mission | End

Nami : yo—untuk fanfiction khusus yang ini, tidak ada campur tangan dari nee-chan, karena ini sendiri request dari nee-chan yang minta tema Family Primo & Decimo dan ditambah shonen ai =_=;;

Nate : hha ^^ padahal senpai juga ga terlalu bisa bikin shonen ai kan?

Nami : bagaimanapun sebelum nee-chan bikin Our Children fikiran gw tidak terkontaminasi yaoi maupun shonen ai ==;;

Noa : tch...sebelum itu kau sudah pernah mempairingkanku dengan Nate kan?

Nami : I—itu sesudah aku mengenai Shonen Ai ^^' lagipula karena kalian muncul di Cavallone arcnya nee-chan...

Noa : aku belum muncul—

Nate : lagipula baru satu chapter ^^

Nami : nee-chan seenaknya aja pake kalian buat ffic + forum ==;;

Noa : udah jangan curhat! Tutup! Sekarang!

Nate : ha—hai, Noa-kun... *baca script* u—uhm, untuk para reader yang berkenan tolong kasih review dan saran yang mendukung ya...flame di 'sunnah'kan...

Nami : oh karena kemarin nee-chan lupa, jadinya dititipin ucapan disini!

Untuk umat muslim ( termasuk kami! ) Kami mengucapkan selamat hari raya idul fitri, Minal Aizin wal Faidzin Mohon Maaf Lahir dan Batin!