"Hey, do you know..."

"...Know what?"

"A rumour about a devil's assasin..."

"...that's just rumour, am I correct?"

"What? Are you scared?"

"I beg your pardon?"

"...Nothing..."

.

.

.

悪の暗殺者

【 Demon's Assasin 】

黒執事 the characters belongs to Yana Toboso

.

.

.

Warning(s)

Possibly hints of MxM [but no pair] ; OC as the main character ; Possible violence and mentioning of blood ; etc.

Rate【 T 】

.

.

.

Sebelum beranjak ke cerita, ada beberapa hal yang ingin saya klarifikasikan mengenai latar waktu di cerita ini, karena pada cerita asli Yana Toboso terdapat beberapa error mengenai latar waktu.

Ciel Phantomhive lahir pada tahun 1875, dan pada manga serta anime sendiri ada adegan dimana Sebastian menggunakan telepon nirkabel untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang menyandra Ciel. Secara historis telepon nirkabel baru ditemukan pada 1973, kurang lebih seratus tahun setelah kelahiran Ciel. Dan ini merupakan error karena usia Ciel di manga serta anime masih sekitar dua belas sampai tiga belas tahun. Bukan hanya telepon nirkabel, beberapa senjata semi-otomatis dan gergaji mesin sebenarnya dan seharusnya belum ada pada masa itu.

Jadi di sini banyak yang berkesimpulan bahwa Black Butler sendiri merupakan cerita berlatar Alternate Universe. Jadi saya akan mengikuti latar waktu yang dibuat oleh Yana Toboso, namun pada sepuluh tahun kedepannya, yaitu pada tahun 1898--dimana usia Ciel akan menginjak dua puluh tiga tahun.

.

.

.

Chapter#01 [ In The Morning ]

That butler, A Found-out

.

.

.

Iris kedua pria itu mengerjap keheranan mendapati sosok yang tak mereka kenal terkulai tak sadarkan diri di depan pintu utama kediaman Phantomhive. Sosok pria bersurai hitam legam yang cukup panjang hingga menutupi setengah dari punggungnya dan mengenakan jubah berwarna hitam yang sudah basah oleh air hujan. Kemarin malam memang sempat ada badai, mungkin itu yang membuat sosok yang tengah pingsan ini sebegitu basah kuyupnya.

"...Apa-apaan ini...?" tanya sang kepala Phantomhive menahan kekesalannya. Ia baru saja mau pergi mencari informasi untuk kasus yang diberikan oleh Sang Ratu, namun harus menemui sosok yang tak dikenal pingsan di kediamannya.

Sang pelayan melirik tuannya, "Haruskah saya buang saja dia?" tanya pria bernetra merah darah itu tenang--seraya bersiap-siap mengangkat tubuh yang tengah terkulai itu.

Ciel menggelengkan kepalanya, "Bawa dia ke dalam..." perintahnya. Cukup membuat Sebastian terdiam sesaat, sebelum menyunggingkan senyuman meledek di wajahnya.

"Hmm... Tuan sekarang sudah mulai mencoba menjadi orang baik?" canda sang pelayan seraya mengangkat tubuh yang tadi terkulai tepat di depan pintu, bridal-style. Irisnya meneliti tiap lekuk wajah pucat itu. Cukup cantik. Bisa-bisa sang iblis salah mengira sosok bersurai panjang ini seorang wanita apabila ia memang bukan iblis.

"Jangan bercanda..." dengus Ciel sebal, tangannya pun ia larikan ke arah poni basah yang melekat pada wajah pria yang tengah digendong oleh pelayannya itu--menyibaknya sedikit agar dapat melihat parasnya lebih jelas, "...jika aku menolongnya, berarti ia berhutang padaku..." lanjut sang Earl dengan senyuman licik di wajahnya.

Sebastian terkekeh pelan, sebelum membungkuk sekilas lalu membawa sosok yang entah siapa itu ke dalam kamar yang Ciel berikan untuknya. Meski sebenarnya ruangan itu tidak pernah ia gunakan karena iblis tak perlu tidur atau sejenisnya. Begitu memasuki ruangan yang hampir tak ada apa-apa selain tempat tidur serta lemari pakaian yang hampir kosong, sang iblis membaringkan pria itu di tempat tidurnya.

"Hm, seprei saya jadi basah, ya?" gumamnya seraya dengan cekatan mengganti pakaian sang pria dengan miliknya yang jika dilihat agak kebesaran. Tapi biarlah.

Seusai mengurusi pria itu, Sebastian lekas kembali ke sisi Ciel dan lantas mengantar pria dua puluh tiga tahun itu ke tujuannya, tempat seseorang--Grim reaper--yang biasa ia kenal dengan nama Undertaker berada. Sosok bersurai platina panjang yang agak menyebalkan itulah salah satu sumber informasinya yang paling ia percaya.

.

.

.

"Pembunuh Iblis?" ulang Ciel seraya meletakkan gelas ukur kimia yang Undertaker gunakan sebagai wadah minum teh. Alisnya saling bertaut mendapati kata-kata sang Grimm Reaper itu, "Kau bisa membunuh iblis...?" gumamnya seraya melirik pelayannya dengan senyuman meledek di wajahnya.

Sebastian yang agak terganggu dengan pandangan itu memutuskan untuk bertanya lebih jauh pada sang pria bersurai platina itu, "Memang dia sudah membunuh berapa iblis?" tanya si surai gelap tenang. Semasa hidupnya ia tidak pernah mendengar ada yang bisa membunuh rasnya. Kalau hanya sekedar mensucikan--seperti yang dilakukan para pendeta-pendeta itu memang ia pernah dengar. Namun hal itu pun tidak akan membunuh iblis.

Grimm reaper itu tertawa, "Kau takut?" tanyanya, "Tenang saja, itu hanya rumor..."

"Rumor?" ulang sang bangsawan. Jujur ia penasaran. Informasi yang menjadi tujuan awalnya sudah ia dapatkan. Kini informasi ini cukup menarik minatnya. Membunuh iblis. Sepertinya menarik.

Undertaker menautkan jemarinya di atas salah satu peti matinya, "Seseorang--meski sebenarnya tak ada yang tahu makhluk apa ia sebenarnya--kerap kali berjalan di kegelapan malam, iris sapphire miliknya yang selalu terlihat bersinar diterpa cahaya bulan konon dapat melihat para iblis..."

"Tak ada yang tahu jenis kelaminnya, yaa, makhluk apa pun dia juga belum jelas..."

"Beberapa saksi mengatakan ia selalu membawa pisau buah di balik jasnya, pisau kecil yang selalu menjadi senjatanya untuk membunuh para iblis yang ia temui..."

"Ada yang berpendapat ia malaikat, karena beberapa saksi kerap melihatnya dengan sepasang sayap putih dan lebar di punggungnya, namun ada pula yang mengatakan ia Dewa Kematian, bahkan..."

"...manusia..."

.

.

.

Pria itu perlahan terbangun. Kepalanya masih pusing--dunia yang ia lihat bahkan serasa berputar. Namun ia tetap memaksa dirinya untuk tetap memandang sekelilingnya, berusaha mencari tahu dimana ia sekarang. Namun nihil. Ini bukan tempat manapun yang ia kenal.

"...Aku dimana...?"

.

.

.

『 To be Continued... 』