YOUR LIE
JOHNNY X TAEYONG
Sudah menjadi sebuah keharusan bagi seluruh murid tahun akhir di Korea Selatan untuk mengikuti pelajaran tambahan guna mempersiapkan ujian kelulusan yang dilaksanakan setiap tahun. Ini merupakan masa-masa paling berat bagi seluruh murid disana, terutama bagi murid sekolah menengah atas. Karena biasanya mereka tidak hanya melakukan persiapan untuk ujian kelulusan tapi juga untuk persiapan masuk universitas. Pada masa ini bukan hanya pikiran dan ilmu pengetahuan yang harus dipersiapkan, tetapi fisik dan mental juga harus diperkuat. Bukan hanya perihal sulit atau mudahnya ujian-ujian tersebut. Tetapi besarnya tuntutan dan harapan dari orang tua juga gengsi di lingkungan sekitar, terkadang membuat mereka merasa stress dan putus asa bahkan sebelum mulai berperang. Mungkin terkesan berlebihan untuk menggunakan istilah berperang. Tapi nyatanya begitulah yang yang dirasakan oleh sebagian besar dari mereka. Serangkaian hal-hal melelahkan dan monoton harus mereka lakukan setiap harinya dalam jangka waktu yang cukup lama. Sekolah, belajar tambahan, pulang dan beristirahat lalu sekolah lagi di keesokan harinya. Bahkan bayak juga yang harus mengisi akhir pekannya dengan belajar lagi di tempat lain. Mungkin masih merasa kurang atau belum percaya diri jika hanya mengandalkan pelajaran dari sekolah. Jangan lupakan juga mengenai beberapa ujian percobaan yang disiapkan oleh sekolah. Melelahkan memang. Dan semua tahapan melelahkan itu, harus di lalui oleh mereka tanpa pengecualian. Sekolah regular, sekolah internasional, sekolah kejuruan hingga sekolah seni tidak ada yang bisa menghindari tahapan ini.
Seperti yang sedang terjadi di sebuah sekolah seni di kota Seoul, Seoul Performing Art High School lebih tepatnya. Seorang remaja lelaki yang duduk di bangku kedua paling belakang dikelasnya. Dengan posisi yang bersebelahan langsung dari jendela kelasnya yang menghadap keluar. Lee Taeyong namanya. Dia dengan serius memperhatikan apa yang sedang dijelaskan oleh gurunya. Mencoba untuk memperhatikan sebenarnya. Dengan keras, dan segenap tenaganya yang masih tersisa. Berkali-kali dia mengecek jam tangan pemberian ibunya, namun waktu seakan senang bermain dengan kesabarannya. Saat ini pukul 21.40, itu berarti baru sekitar lima menit dari waktu terakhir dia mengecek jam tangannya. Yang benar saja. Baginya sungguh melelahkan untuk terjebak ditempat ini selama lebih dari dua belas jam. Dan berkutat dengan berbagai materi dan soal-soal dari berbagai mata pelajaran. Entah hanya dia yang berlebihan atau memang hal itu dirasakan juga oleh teman-temannya yang lain. Entahlah, dia terlalu malas juga jika harus membagi lagi perhatiannya pada hal lain. Sekeras apapun taeyong mencoba untuk memperhatikan apa yang dijelaskan oleh gurunya, pikirannya terus terbagi dengan berbagai pertanyaan dan hal-hal tidak penting lainnya seperti "Kapan ini akan selesai?" "Kapan belnya berbunyi?" "Tuhan atau siapapun selamatkan aku dari tempat terkutuk ini"
Bukannya dia benci sekolah. Dia tau pasti pentingnya Pendidikan dan sekolah. Karena ayahnya tidak pernah berhenti menjelaskan mengenai hal-hal semacam itu. Sepertinya ayah Taeyong memang khawatir sekali dengan masa depan anak bungsunya ini. Memikirkan itu Taeyong jadi ingin sedikit tertawa, teringat wajah serius ayahnya yang sedang berceramah panjang lebar. Meskipun dia mengerti akan hal itu, baginya untuk saat ini sekolah bukanlah hal utama yang ingin dia kejar. Baginya sekolah hanyalah sebuah persyaratan. Janji yang harus dia penuhi kepada orang tuanya agar mereka mengizinkan taeyong untuk mengejar mimpinya. Mimipinya untuk menjadi seorang idol. Taeyong adalah seorang trainee di salah satu agensi terbesar di korea Selatan. Dia sudah menjalani masa pelatihan yang cukup panjang. Hampir lima tahun tepatnya. Sebenarnya dulu Taeyong tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang idol. Bahkan dia masuk agensi itupun bukan menyengaja seperti orang-orang yang mengikuti audisi. Dia di casting di pinggir jalan saat sedang berjalan-jalan dengan kakanya. Bahkan jika bukan karna saran dari kakanya, awalnya dia berniat untuk menolak tawaran tersebut. Namun setelah masuk agensi dia menemukan ketertarikan baru yang perlahan berubah menjadi bakat yang sangat menonjol. Musik. Sebelumnya dia tidak pernah tau jika musik ternyata semenyenangkan itu. Dia yang awalnya hanya iseng mengisi waktu luangnya dengan menulis lirik, sedikit demi sedikit mulai mencoba mengcompose sebuah lagu. Dua buah, tiga, empat sampai berjumlah puluhan saat ini lagu ciptaannnya. Teman dan pelatih disana selalu mengatakan kalua Taeyong adalah orang yang berbakat. Bukan hanya tentang menciptakan lagu. Dalam hal-hal lain seperti dance, vokal, dan rap Taeyong selalu berada diperingkat atas diantara trainee yang lainnya. Hal-hal itulah yang membut Taeyong mulai bermimpi tentang dunia idol. Bahkan mimpi-mimpi itu mulai berubah menjadi ambisi. Agensipun bisa melihat dengan jelas akan hal itu. Bagi mereka Taeyong adalah bibit unggul yang sempurna. Oleh karena itu saat agensi berencana untuk membuat boygrup baru, nama Teayong menjadi yang pertama masuk ke daftar debut. Taeyong juga harus berterimakasih kepada kedua orang tuanya yang telah mewarisinya visual yang luar biasa. Karena itupun menjadi salah satu alasan kenapa agensi begitu mencitai dia. Grup itu dipastikan akan debut di awal tahun 2016. Itu berarti kurang dari setengah tahun lagi mereka akan debut. Rencananya grup tersebut akan berformasikan tujuh orang termasuk Taeyong. Dan diapun digadang-gadang untuk menjadi leader sekaligus center dari grup tersebut. Mengagumkan sekali bukan?
Ahirnya yang ditunggu-tunggu oleh Taeyong datang juga. Bel sekolah yang menandakan waktu pulang sekolah telah berbunyi. Dia sudah bersiap untuk menutup buku-bukunya, tapi gurunya di depan seperti tidak berniat untuk mengakhiri kelas. Dia masih sibuk berbicara mengenai ini itu. Gurunya baru menyudahi kelas sekitar sepuluh menit setelah bel berbunyi. Taeyongpun dengan terburu-buru memasukkan barangnya kedalam ransel hitam miliknya. Dan segera melesat keluar kelas beriringan dengan guru yang juga baru keluar dari kelasnya.
Belum lama dia berjalan menjauh dari kelas, ponselnya berbunyi. Sebuah panggilan masuk. Tanpa melihat nama kontaknya Taeyong langsung mengangkat panggilan tersebut. Dia sudah bisa menebak siapa yang menelponnya dan akan menanyakan apa.
"Halo hyung, sudah selesai kelasnya? Kau sudah dimana?". Benar kan dugaannya.
"Sudah Jae, baru saja keluar. Paling lambat 45 menit aku sampai disana". Terdengar gumaman tanda mengerti di seberang sana. Terdengar juga riuh-riuh tidak jelas disana. Sepertinya teman-temannya yang lain sudah menunggunya disana untuk berlatih. "Yasudah hyung, hati-hati. Tidak usah terlalu terburu-buru. Kita bisa latihan yang lain atau pemanasan terlebih dahulu kalau kau belum sampai".
"Ya, tenang saja. Tunggu aku". Taeyong pun memutus panggilan dan segera berlari menuju halte. Sepertinya hari ini dia harus mengambil rute lain yang tidak biasa dia lalui agar bisa segera sampai disana. Dia tidak ingin membuat teman-temannya menunggu terlalu lama. Apalagi kalau sampai menghambat latihan mereka. Tidak, itu tidak boleh. Mereka masih harus bekerja keras dan melakukan banyak latihan agar bisa debut dengan performa sempurna.
Di sebuah kamar apartemen yang cukup luas, tampak seorang lelaki berusia sekitah dua puluh tahunan sedang tertelungkup di tempat tidur dan menutupi kepalanya dengan bantal. Seingatnya dia belum terlalu lama tidur. Tetapi sudah harus dipaksa bangun bukan oleh alarm yang memang sengaja dia siapkan. Melainkan oleh suara laknat yang berasal dari luar kamarnya. Suara ketukan pintu yang terkesan tidak sabaran dan menyebalkan terus mengusik pendengarannya sejak tadi. Bahkan itu terdengar tidak pantas untuk disebut sebagai ketukan. Terdengar seperti seseorang yang berusaha menghancurkan pintu dengan menggunakan sebuah baseball bat. Sebenarnya pintu itu tidaklah terkunci dan bisa saja orang diluar sana membangunkannya dengan cara yang lebih wajar. Hanya saja orang itu memang tidak mengenal kata wajar dalam hidupnya. Dan memang menjadi kegemarannya untuk bertingkah menyebalkan seperti itu.
"John keluar! Kau ingin mendengarku menyanyikan 'do you wanna built a snowman' ya?"
Orang yang dipanggil namanya, Johnny. Dia semakin mengeratkan bantal yang menutupi kepalanya saat mendengar teriakan orang tersebut. Lihat kan, bahkan kalimat singkat seperti itu cukup terdengar menyebalkan bagi Johnny. Orang itu Oh Sehun namanya. Johnny mengenalnya sejak tujuh tahun lalu, di tahun kedua sekolah menengah pertamanya. Dan sejak itu mereka benar-benar tak terpisahkan. Dulu sehun pernah bilang jika dia akan melanjutkan ke sekolah menengah atas seni. Tetapi di akhir-akhir dia berubah pikiran dan memilih masuk sekolah internasional yang sama dengan Johnny. Padahal kemampuan Bahasa inggris Sehun sangatlah memprihatinkan. Saat ditanya kenapa, dia bilang dia takut jika Johnny akan merindukannya. Demi tuhan. Yang benar saja. Tiga tahun mereka lalaui. Sialnya Johnny harus kembali terjebak dengan Sehun di universitas yang sama. Plus di jurusan yang sama juga. Sebenarnya mereka adalah dua orang dengan kepribadian yang cukup bertolak balik. Suatu hal luar biasa bagi Johnny untuk bisa bertahan bahkan bersahabat dengan Sehun selama bertahun-tahun.
"John… Kau benar-benar ingin mendengarku bernyanyi?". Tidak terdengar jawaban atau respon sedikit pun dari Johnny.
"Baiklah, satu.. dua.. tiga. Do you…"
Terdengar gerakan terburu-buru dari dalam kamar. Dan dalam sekejap pintu kamar terbuka, menampilkan sosok berperawakan tinggi. Rambut coklat karamel yang masih berantakan, serta wajah khas orang bangun tidur yang bercampur kesal nampak jelas di wajahnya.
"Hohoho.. Bersemanagat sekali untuk mendengarku menyanyi huh?". Johnny berdecih tidak peduli dan berlalu meninggalkan Sehun. Dia berjalan ke arah dapur untuk mengambil segelas air. Sehun mengikuti dari belakang dan duduk di salah satu kursi meja makan.
"Kenapa kau belum bersiap-siap?"
Johnny mengernyitkan dahinya dan menengok jam dinding yang terpasang di ruang tengah. Ini pukul 21.15. Dia dan Sehun memang terbiasa keluar di malam hari. Tapi tidak pada jam-jam ini biasanya mereka pergi. Johnny bekerja sebagai salah satu DJ tetap di sebuah club malam sejak sebulan yang lalu. Dan Sehun memang selalu ikut dengannya. Selain dengan alasan yang katanya untuk menjaga dan menemani Johnny. Nyatanya dia memang menyukai berada di tempat-tempat seperti itu.
"Kau pasti lupa tentang rencana kita". Johnny berusaha mengingat dan mengartikan apa yang sahabat sialannya itu katakan. Dan Sehun dapat dengan jelas mengartikan ekspresi bingung dari sahabatnya itu.
"Tck, astaga John! Kan aku sudah bilang kita harus ke rumah Chanyeol dulu untuk mengambil jaketku yang tertinggal". Johnny memutar bola matanya jengah.
"Pantas aku tidak ingat. Itu hanya rencanamu sendiri hei! Lagipula kenapa tidak kau ambil sendiri. Atau pakai jaket yang lain. Biar nanti minta Chanyeol bawakan besok pagi"
"Tidak bisa! Itu jaket mahal terbaru kesukaanku. Tidak mudah aku mendapatkannya. Kau tahukan Chanyeol itu jorok dan berantakan. Aku takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika jaketku tidak segera di evakuasi dari sana. Lagipula malam ini Sojung bilang jika dia akan datang ke club. Aku harus menyiapkan tampilan terbaik yang keren agar membuatnya terpukau"
Johnny kembali meletakkan gelas kosongnya di atas meja makan. "Berisik sekali. Kau terdengar seperti anak gadis yang merengek pada ibunya untuk segera menyiapkan baju kesukaannya". Lalu berjalan santai menuju kamar mandi.
"Iya, memang benar. Kalau begitu kau yang jadi ibu tirinya"
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Johnny untuk bersiap, mungkin hanya sekitar dua puluh menit hingga selesai. Saat ini mereka sudah dalam perjalanan menuju ke rumah Chanyeol dengan menggunakan mobil Johnny. Sehun yang menyetir. Tampaknya dia tidak sabar sekali ingin segera menjemput jaket baru kesayangannya. Sesampainya di rumah Chanyeol, hanya Sehun yang masuk ke dalam. Johnny menunggu di mobil, karena Sehun bilang dia tidak akan lama. Dia bilang tidak akan lama, tapi sudah lebih dari sepuluh menit dan sahabat sialannya itu belum keluar juga. Akhirnya Johnny memutuskan untuk menyusul kedalam. Baru selesai dia menutup pintu, terlihat Sehun keluar dari rumah Chanyeol. Jaket dia bawa di tangannya. Tapi Sehun terlihat kesal dan berjalan dengan langkah yang sedikit menghentak-hentak.
"Kenapa?". Sehun tidak menghiraukan pertanyaan Johnny dan langsung masuk ke dalam mobil. Johnnypun segera menyusul kedalam.
"Keterlaluan sekali dia" Sehun menghela napas sedikit dan kembali berbicara.
"Kesana kemari aku mencari jaket ini di kamarnya. Mulai dari lemari, tempat menuruh pakaian kotor, pojokan kamar, bawah meja dan tempat tidurnya, juga kamar mandinya. Tapi kau tahu aku temukan dimana jaketnya? Di tempat sampah. Di tempat sampah John! Lihat. Cium". Johnny mengikuti perkataan sahabatnya dan mendekatkan hidungnya ke jaket itu. Yap memang bau. Bau khas tempat sampah.
"Bagaimana bisa aku pakai kalau seperti ini baunya?". Sehun melempar kasar jaketnya ke arah jok belakang.
"Sudahlah.. mungkin baunya bisa hilang dengan parfum" Haha, Johnny terkekeh kaku. Bohong memang, kalaupun pakai parfum pasti akan jadi aroma abstrak yang tidak enak. Sehun menghembuskan napas dengan kasar dan langsung tancap gas.
Sepanjang perjalanan menuju club Sehun berkali-kali mengumpat dengan suara pelan. Dia juga mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Dia masih tidak terima akan apa yang terjadi pada jaketnya baru kesayangannya. Padahal itu salahnya juga, karena ceroboh meninggalkan barangnya di rumah Chanyeol. Tapi Johnny paling tidak mau berdebat dengan Sehun, apalagi dalam keadaan emosi seperti ini. Tidak akan ada habisnya. Dia paling ahli membuat alasan-alasan untuk menguatkan pendapatnya. Dia juga tidak pernah mau kalah dalam berdebat, sekalipun dia sadar kalau argumennya salah. Johnny memilih mengalihkan pandangannya ke samping. Menikmati pemandangan malam jalanan kota Seoul. Johnny suka melihat lampu-lampu dan cahaya indah lainnya di malam hari. Dan juga barisan pepohonan di trotoar. Dia membuka setengah jendela mobilnya. Membiarkan angin malam masuk dan membelai wajahnya. Suara deru mesin mobil dan angin yang masuk menyamarkan suara Sehun. Kondisi jalanan malam yang sepi semakin mendukung keadaan dan membawa ketenangan tersendiri bagi Johnny. Dia mulai memejamkan matanya. Dia berniat mengistirahatkan matanya sebentar. Perlahan Johnny mulai merasa kantuk. Dia sedikit menyamankan posisi kepalanya, dan berniat untuk tidur di sisa perjelanan mereka menuju club.
Belum lama Johnny terlelap, dia kembali terbangun. Tubuhnya terdorong kasar ke arah depan. Mobilnya berhenti secara tiba-tiba. Hampir saja kepalanya terbentur. Beruntunglah dia tidak pernah lupa mengenakan sabuk pengaman. Johnny sudah menyiapkan sumpah serapah yang akan ia hadiahi untuk Sehun. Tetapi niatnya terhenti ketika melihat Sehun disampingnya yang masih memegang setir mobil dengan tangan bergetar. Napasnya naik turun tidak beraturan. Mulutnya terbuka sedikit. Seperti ingin mengatakan sesuatu namun tidak bisa. Matanya terbuka lebar meamandang lurus kedepan terlihat ketakutan. Johnny mengalihkan pandangannya dari Sehun dan mengikuti arah mata Sehun memandang. Dia terlonjak kaget melihat pemandangan di depannya.
"Astaga! Sehun. Kita.. menabrak seseorang"
Terlihat seorang lelaki dengan hoodie dan ransel hitam tergeletak di jalan sekitar dua meter dari mobil mereka. Dia tidak bergerak sedikitpun. Posisi badanya tertelungkup dan hampir seluruh wajahnya tertutup kepala hoodienya. Dari dalam mobil mereka bisa melihat dengan jalas. Ada darah mengalir dari daerah kepalanya. Tidak terlihat pasti dari bagian mana darahnya berasal. Johnny melepas sabuk pengamannya. Dia berniat keluar untuk mengecek keadaan orang itu. Namun tangannya ditarik oleh Sehun.
"Jangan.."
"Apa? Kita harus mengecek keadaannya dan membawanya ke rumah sakit"
"Tidak. Tidak John. Lihat, dia bahkan tidak bergerak sedikitpun. Bagaimana kalau dia mati? Kita bisa masuk penjara"
"Lalu kau mau meninggalkannya disini? Lihat, bahkan tidak ada siapapun disini. Siapa yang akan menolongnya jika bukan kita?"
"Baguslah tidak ada siapapun disini. Jadi kita bisa langsung pergi". Sehun sudah bersiap untuk menjalankan mobilnya kembali. Namun Johnny menarik tangan kanan Sehun dan mencengkramnya dengan kuat.
"Kau gila huh?". Johnny menatap Sehun nyalang. Bagitupun Sehun yang tak kalah nyalang menatap Johnny. Johnny tidak peduli. Dia melepaskan cengkramannya dengan kasar dan mulai membuka pintu.
Belum terbuka pintu tersebut, Johnny merasakan mobilnya bergerak dan mulai melaju kencang. Johnny muali panik. Dia ingin menghentikan. Tapi Sehun benar-benar sudah mengambil penuh kendali mobil itu. Saat mobil mereka melewati tubuh itu. Seperti sebuah adegan slow motion, Johnny dapat melihat dengan jelas orang itu. Dia memang seorang lelaki. Tidak terlihat jelas wajahnya, tapi orang itu terlihat masih sangat muda. Johnny tidak mengalihkan sedikitpun pandangannya. Bahkan saat mobil mereka sudah melaju jauh, dia masih memeperhatikan orang itu melalui kaca spion. Johnny merasa bersalah dan kasihan pada orang itu.
Mereka sudah berjalan menjauh meninggalkan lokasi kecelakaan tadi. Mereka terus melaju tak tentu arah. Nampaknya Sehun sudah merubah tujuan perjalanan mereka. Johnny menatap Sehun yang sedang mengemudi dengan serius. Dia tidak tahu haru bicara apalagi. Dia ingin memaki dan mengeluarkan semua kata-kata kotor untuk Sehun. Namun semuanya seperti tertahan di tenggorokannnya. Hatinya berkecamuk tidak tenang. Berkali-kali dia menghela napas. Mengacak rambutnya dan menyandarkan tubuhnya dengan kasar.
Dia masih tidak habis pikir dengan apa yang baru saja mereka lakukan. Dia tahu Sehun memang gila. Sudah banyak juga hal gila yang mereka lakukan bersama. Tapi ini adalah hal tergila dari semua hal paling gila yang mereka lakukan. Johnny benar-benar merasa menjadi seorang kriminal sekarang.
TBC
Ini adalah fanfict pertama yang aku publish. Awalnya aku sedikit galau mau pilih Taeyong atau Jaehyun sebagai karakter utama disini, karena aku pecinta Johnjae dan Johnyong. Tapi akhirnya aku harus lepas Jaehyun, karena aku pikir Taeyong emang lebih cocok buat karakter ini. Maaf kalo masih ada typo dan alurnya terkesan lambat atau ngebosenin. Semoga alur lambat ini cuma untuk chapter awal aja. Mohon reviewnya, karena setiap review pasti berarti sekali buat aku buat terus berkembang. Thank you~
-PreciousRuby
