Terima kasih untuk review-review juga puisi-nya. Kesenangan liburan sedikit membuatku malas menulis. Maafkan aku... Tetapi, akhirnya aku berhasil juga menyelesaikan satu chapter untuk sequel KNG kita. Cerita ini untuk semua penggemar KNG, terima kasih telah bersama-sama denganku selama ini. Selamat membaca, semoga semuanya senang :D
Disclaimer: J. K. Rowling
Spoiler: KNG 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
JANGAN MENG-IMPERIUS AKU!
Chapter 1
PERHATIAN!
Diary ini adalah milik:
Nama: Selina Orphnee Fluge
Tempat Tanggal Lahir: London, 10 Agustus 2005
Jenis Kelamin: Perempuan
Status Darah: Darah-Murni
Warna rambut: Merah gelap
Warna mata: Biru
Warna kulit: Terang
Tinggi: 164 cm
Berat: 48 kg
Alamat: Baker Street 145, London
Tongkat sihir: Hollywood, 24 cm, bulu ekor phoenix.
Anggota Keluarga: Douglas dan Orphnee (Orangtua), Daniel (kakak)
Catatan: Sedang dalam pengaruh Kutukan Imperius
Tanggal: Minggu, 2 Januari 2023
Lokasi: Koridor yang menuju perpustakaan – Ruang Rekreasi Ravenclaw, Hogwarts.
Waktu: Sebelum makan malam
Dear Diary,
I'm in ruin! Aku sedang dalam menuju kehancuran!
Tahukah kau apa yang terjadi denganku sekarang?
Aku tidak ada lagi. Keseluruhan diriku telah direnggut. Aku tidak punya kekuatan untuk sekedar menggerakkan kakiku ke arah mana aku ingin melangkah, atau memerintahkan tubuhku bersikap seperti yang diinginkan otakku. Aku adalah tubuh kosong, tak berjiwa, tak berperasaan dan tak punya apa-apa. Sama seperti boneka sandiwara, yang diberi tali pada tangan dan kakinya, lalu digerakkan oleh pemain sandiwara boneka, begitulah aku. Dia telah menjadikan aku boneka sandiwara untuk bisa digerakkan sesuai dengan keinginannya. Setelah memaksa masuk ke pikiranku, dia menguasai setiap gerakanku, setiap kalimat yang keluar dari bibirku dan seluruh inci tubuhku.
Ini lebih dari mati. Aku lebih suka kalau dia langsung meng-Avada-kedavra-ku, mencekik leherku sampai aku mati kehabisan nafas, menenggelamkanku di danau dengan batu kilangan terikat di leherku, atau mendorongku dari menara Astronomi. Aku lebih suka seperti itu. Langsung membunuhku dan selesai, daripada memaksaku melakukan sesuatu yang tidak kuinginkan.
Dengan sebuah kata sederhana.
"Imperio!"
Aku menjadi miliknya. Tubuh dan pikiranku adalah miliknya, meskipun perasaan dan hati ini—syukurlah—masih milikku sendiri.
Dia berdiri di koridor ini memandangku dengan mata cokelat yang berkilau dengan kemarahan dan dendam, bibirnya menyeringai dengan kesinisan dan penghinaan, dan tangan kanannya mencengkram tongkat sihir dengan kuat sampai buku-buku jarinya memutih. Aku tidak tahu apa yang diinginkannya. Namun dari sikap tubuhnya—bahunya tegak, dengan kaki yang sedikit terbuka, dia tentu ingin menunjukkan padaku bahwa sekarang dia adalah tuan atas tubuhku. Aku berada di bawah kekuasaannya dan aku tidak diharapkan untuk melawan. Sebenarnya tanpa unjuk kekuasaan ini, aku mengerti bahwa aku adalah miliknya.
Namun...
Hei, apa yang sudah kulakukan? Aku tidak pernah melakukan sesuatu yang membuatnya marah. Aku tidak ingat pernah melakukan kejahatan mengerikan—membunuh burung hantunya, misalnya, sehingga dia perlu menyimpan dendam membara ini untukku. Aku benar-benar tidak ingat. Ingatanku tentangnya hanyalah banyak hal menyedihkan dan mengerikan di masa lalu. Juga—yang selalu kuingat dengan sangat baik—janjinya untuk tidak menggangguku lagi. Dia sudah berjanji untuk melepaskan aku, membiarkanku sendiri, tapi mengapa sekarang semuanya berubah? Mengapa sekarang dia melakukan hal ini padaku?
Sungguh, aku tidak mengerti. Apakah dia ingin memanfaatkan tubuhku karena aku cantik? Tidur denganku sampai bosan, lalu membunuhku. Atau mungkin, dia sedang kekurangan Galleon sehingga dia ingin menjadikan aku pekerja seks komersial? Oh, tidak! Bagaimana aku bisa menyelamatkan diriku sekarang? Aku bahkan tidak bisa menggerakkan kakiku untuk berlari meninggalkannya. Yang bisa kulakukan hanyalah berdiri bengong di koridor kosong dan lengang ini, seperti anjing pesuruh yang menunggu perintah. Benar-benar menyedihkan!
Kemudian ekspresi wajahnya berubah. Dendam membara di matanya telah hilang diganti tatapan lembut yang menurutku sama sekali tidak cocok untuknya.
"Kemarilah!" perintahnya dengan kasar, berlawanan dengan ekspresinya yang lembut. Apakah gaya bicaranya memang seperti itu, ataukah dia bermaksud untuk bersikap kasar? Yang manapun aku tak peduli. Aku tidak ingin peduli. Aku hanya ingin bisa mendapatkan kontrol atas tubuhku lagi. Tetapi apa dayaku. Tubuhku berada dalam kekuasaannya. Meskipun aku telah menancapkan kakiku di lantai, kaki ini tetap bergerak, melangkah ke arahnya dan berhenti tepat di depannya.
Dalam posisi yang sangat dekat dengannya seperti ini, aku bisa melihat bagaimana pupil-pupil matanya berkontraksi saat memandangku. Aku juga bisa merasakan nafasnya yang hangat di wajahku. Meskipun kedekatan ini membuatku risih, aku tetap tidak bisa menjauh. Dia tidak mengijinkan aku melakukan itu.
"Kau harus menciumku dengan sepenuh hati, karena kau sekarang adalah pacarku. Mengerti?"
APA? PACARNYA?
Oh, jadi inilah keinginannya. Dia ingin aku menjadi pacarnya. Syukurlah! Sekarang aku bisa menghapus pikiran negatif tentang PSK dari kepalaku. Tetapi mengapa? Mengapa dia ingin aku menjadi pacarnya? Bukankah dia membenciku? Bukankah selama ini aku hanya dijadikan olok-olokan? Bukankah selama ini dia menganggapku sebagai gadis aneh tak berguna?
Oke, tidak seperti itu juga, sih. Seingatku, dia pernah menyatakan suka padaku saat kami berumur empat belas tahun. Tapi apakah dia pikir aku akan mempercayainya? Adakah cewek yang akan percaya jika cowok yang sering mengganggunya, membuat hari-harinya seperti di neraka, membuatnya ketakutan, merencanakan beberapa hal licik padanya, mengatakan suka? Cewek itu tentu akan berpikir bahwa itu adalah lelucon. Aku juga berpikir seperti itu. Pikiranku mengatakan bahwa dia sedang merencanakan sesuatu. Sesuatu yang mungkin akan membuat hidupku lebih sengsara daripada peristiwa laba-laba merah beracun di kelas satu itu. Lagipula, saat itu aku sedang menyukai Bryan Eastley, dan aku tidak memikirkan cowok lain yang lebih tampan dan lebih baik hati daripada Bryan. Sementara image-nya di kepalaku adalah seperti penjahat, berandalan yang selalu membuat masalah. Tidak pernah ada sedikitpun niatku untuk menjadikan berandalan Hogwarts sebagai calon pacar.
Begitu juga sekarang. Sekarang pun aku tidak bisa menjadi pacarnya. Aku berkencan dengan Bryan—akhirnya. Setelah memendam perasaan selama hampir dua tahun, aku berhasil menjadi cewek Bryan Eastley, si Ketua Murid tampan. Tetapi, kalau sudah seperti ini apa yang harus kulakukan? Aku di-Imperius. Aku pasti akan mematuhi apa keinginannya. Lalu bagaimana dengan Bryan?
Tiba-tiba dia mendekatkan wajahnya ke wajahku, membuat tubuhku yang memang sudah kaku semakin kaku.
Hei, hei tunggu dulu!
Oh ya, tadi dia memang memerintahkanku untuk menciumnya dengan sepenuh hati. Sepenuh hati bagaimana? Apakah dengan lembut? Perlahan dan hati-hati? Atau menuntut? Atau—Tetapi buat apa aku memikirkan itu, aku kan tidak ingin dia menciumku?
Wajahnya tinggal beberapa inci dari wajahku.
TIDAK! Aku Tidak Mau Kau Menciumku!
Dia menempelkan bibirnya ke bibirku.
Aku ingin menjerit, memberontak, mendorongnya, atau lebih baik lagi, mencabut tongkat sihirku dan menyerangnya dengan kutukan bagus. Namun...
Apa yang kaulakukan? Balas ciumanku, brengsek!
Itu bukan pikiranku. Itu perintah darinya. Walaupun aku tidak ingin menciumnya, tubuhku tidak bisa melanggar perintah. Aku harus mematuhi perintah.
Dan aku balas menciumnya.
Well, Diary, kau ingin aku menulis tentang ciuman ini dengan jujur atau kau ingin aku berbohong?
Jujur...
Baiklah, cukup satu kata: WOW!
Aku menyukai ciuman ini. Selamat! Nah, bunuh aku sekarang!
Ciuman ini jauh lebih baik dari ciuman Bryan—seratus, bahkan seribu kali lebih menyenangkan. Itu sudah pasti. Dia kan pandai berciuman. Dia mungkin telah sering melakukannya dengan banyak cewek. Tetapi apa peduliku? Yang penting kan ciuman ini. Ciuman ini membuatku merasa seakan dia benar-benar dan sungguh-sungguh menginginkanku. Saat dia membawaku dalam pelukannya, aku melupakan segalanya; melupakan siapa aku, siapa dia, dan apa yang dilakukannya padaku. Semua di sekitarku seolah tidak nyata, kecuali dia dan aku.
Perasaan yang kurasakan itu bukan karena di-Imperius. Serius! Ini perasaanku apa adanya, karena sejujurnya aku merindukan ciuman ini. Aku harus mengatakan padamu bahwa dia dan aku pernah berciuman sebelumnya. Pada suatu waktu di malam Halloween, saat bulan tertutup awan gelap, dia mendorongku ke dinding bangunan Shrieking Shack dan menciumku. Waktu itu, aku tidak tahu siapa dia, topeng dan mantra penyamaran suara yang kami gunakan membuat kami tidak saling mengenal. Walaupun begitu, kami tetap berciuman dengan bersemangat, seakan kami memang sudah menunggu hal ini sejak lama. Seperti saat ini, waktu itu, aku juga melupakan segalanya, kecuali dia. Aku terhanyut dalam ciuman itu sampai Louis Weasley yang baik hati muncul, dan memanggilnya dengan 'James Sirius Potter'.
Shock, terkejut, tercengang. Berdiri di bawah sinar bulan dengan tubuh gemetar ketakutan. Bukan karena wajahnya menyeramkan atau apa. Tetapi karena aku tahu itu DIA. Cowok yang telah kucium dengan penuh semangat adalah DIA. Aku telah mencium mimpi burukku. Aku telah mencium monster yang seharusnya kujauhi dan kuhindari. Malam itu aku berlari secepat kilat ke Hogwarts dan mencoba untuk bunuh diri.
Tidak, tentu saja aku tidak bunuh diri. Tetapi mungkin bisa dikatakan sama, karena aku berusaha untuk menyembunyikan diri. Aku menghilangkan semua jejak dan bukti bahwa aku pernah berada di Hogsmeade pada malam Halloween. Tentu saja ini adalah hal yang mudah. Teman-teman Ravenclaw-ku bukanlah teman-teman yang memperhatikan apa yang dilakukan orang lain. Mereka memang suka bergosip, tapi aku bukanlah salah satu topik gosip yang menarik. Jadi, aku hanya perlu berpura-pura tidur saat mereka kembali, lalu keesokan paginya berpura-pura kesal karena didetensi pada malam Halloween. Mereka bukan orang yang suka mengecek kebenaran suatu informasi. Mereka hanya perlu mendengar, dan menerima itu sebagai fakta.
Oke, aku tahu aku bersikap seperti pengecut; melarikan diri, lalu menyembunyikan diri. Tetapi, aku ketakutan! Mengapa? Nah, kau tidak akan bertanya begitu kalau kau sudah mengenal James Sirius Potter. Kalau kau sudah mengenalnya selama aku mengenalnya, kau pasti akan melakukan hal yang sama; maksudku menyembunyikan diri darinya. Asal tahu saja, dia adalah sosok mengerikan yang suka memanfaatkan segalanya untuk kepentingannya sendiri. Dan, dia tentunya akan memanfaatkan kejadian ini. Jika dia tahu akulah yang menciumnya dan menyukai ciuman itu, dia akan menggunakannya untuk mengintimidasiku dan membuatku menderita selamanya. Jadi, aku harus berpura-pura tidak pernah ke Hogsmeade malam itu dan mencoba untuk melupakan ciuman itu.
Jangan mengira bahwa aku punya sesuatu untuknya di dalam hatiku! Tidak. Aku tidak menyukai, juga tidak jatuh cinta padanya. Ada terlalu banyak kejadian tak menyenangkan, ketakutan dan airmata yang melibatkan dia dalam hari-hariku di Hogwarts. Kau tidak mungkin jatuh cinta pada orang yang telah membuat hidupmu sengsara, kan? Apalagi sekarang saat aku di-Imperius, perasaanku padanya jauh dari cinta, yang ada hanyalah kebencian. Kuberitahu ya, menyukai ciuman seseorang, tidak berarti kau jatuh cinta setengah mati pada orang itu.
Setelah beberapa saat dia menjauhkan bibirnya dari bibirku, tapi tidak melepaskanku. Tangannya masih di sekeliling pinggangku, saat dia menempatkan keningnya di keningku sambil mengatur nafas. Dia lalu tersenyum. Mungkin menurutnya itu adalah senyuman terlembut dan terbaik yang pernah dimilikinya, tapi menurutku itu adalah senyuman, atau lebih tepatnya seringai yang lebih menyeramkan dari seringai serigala.
Ayo, tersenyum!
Itu perintah. Aku mengerutkan pipiku dan memberikan senyum, meskipun sebenarnya aku sedang tidak ingin tersenyum.
"Apakah kita pernah berciuman sebelumnya?" dia mengamatiku sekarang.
Tampaknya dia juga teringat ciuman di malam Halloween itu. Ciuman itu dan ciuman ini adalah ciuman yang sama. Orang bodohpun tahu. Dan, jika aku tidak berhati-hati dia akan segera tahu, Persephone di malam Halloween itu adalah aku.
"Aku sudah tahu itu kau," katanya. "Kau adalah Dewi Kematian di malam Halloween itu, kan?"
Aku memandang kosong pada mata cokelat yang bersinar penuh kegembiraan di hadapanku.
Jawab ya!
Tidak mau!
"Ya," jawabku sesuai keinginannya, meskipun jawaban yang benar memang ya.
Dia tersenyum ceria dan memelukku.
"Akhirnya aku menemukanmu," katanya, membelai rambutku. "Entah mengapa setiap kali membayangkan Dewi Kematian, aku selalu teringat padamu... Aku senang. Sekarang kita akan bersama selamanya!"
OH TIDAK! Apakah dia bermaksud meng-Imperius aku selamanya?
"Kembalilah ke menara Ravenclaw," katanya, setelah melepaskanku. "Ingat, kau harus bersikap dan berperilaku seperti kau yang biasa. Tidak boleh ada yang tahu, kau sedang di-Imperius. Mengerti?"
Aku tidak mau bersikap seperti aku yang biasa. Aku ingin memberitahu orang-orang bahwa aku sedang di-Imperius. Dan aku ingin kau dimasukkan ke Azkaban dan divonis hukuman mati!
Tetapi aku mengangguk dengan kaku.
Dia tersenyum lagi, memberikan kecupan ringan di pipiku dan berkata, "Pergilah!"
Sesuai perintah, aku berjalan perlahan menyusuri koridor menuju menara Ravenclaw, menjawab teka-teki yang diberikan burung elang penjaga pintu dan masuk ke ruang rekreasi Ravenclaw yang ramai. Semua orang tampaknya sedang berkumpul di sini; melakukan berbagai aktifitas membosankan seperti bermain catur sihir, main kartu Exploding Snap, membaca Witch Weekly atau bergosip; sambil menunggu saatnya makan malam. Beberapa dari mereka mengangkat muka saat aku masuk, tapi tidak ada satupun yang menyadari bahwa aku sedang di-Imperius. Yah, aku tidak mengharapkan mereka langsung segera menyadarinya. Menurut Sejarah Hogwarts Abad 22, di tahun 1994-1995 masyarakat sihir tidak menyadari bahwa Kepala Depertemen Kerjasama Sihir Internasional, Barty Crouch, sedang berada dalam pengaruh kutukan Imperius yang dilakukan oleh Voldemort. Apalagi aku, yang bukan kepala Depertemen manapun, juga bukan perhatian publik. Mungkin selamanya tidak akan ada yang sadar bahwa aku berada dalam pengaruh kutukan Imperius.
Setelah menghela nafas dengan penuh penyesalah, aku berjalan menjauh dari keramaian menuju sudut ruangan di mana ada sebuah kursi panjang tepat di depan jendela lebar yang memberiku pemandangan gunung gelap di luar. Buku-buku mulai kukeluarkan dan menggelarkan perkamen PR musim panasku di meja. Lalu, aku mulai melakukan kegiatan, seperti yang diperintahkan Tuan Potter padaku: kau harus bersikap dan berperilaku seperti kau yang biasa. Tidak boleh ada yang tahu, kau sedang di-Imperius. Yah, membaca dan mengerjakan PR adalah caraku menghabiskan waktu.
Sebelum aku melanjutkan kisah kesedihan dan kesengsaraanku saat berada dalam pengaruh Kutukan Imperius, aku akan memberitahumu siapa James Sirius Potter.
Seperti yang sudah kau ketahui dari namanya, dia adalah anak Harry Potter, pahlawan dunia sihir, yang terkenal baik hati dan suka menolong. Anehnya, Harry Potter yang baik hati ini memiliki monster sebagai anak.
Yah, James Sirius Potter bisa disamakan dengan itu. Mengapa aku menyebutnya begitu? Karena dia selalu ada di sekitarku untuk memastikan aku cukup menderita dan cukup sengsara untuk bisa muncul dalam mimpi burukku setiap malam. Dia adalah cowok brengsek yang menganggap dirinya hebat—dan beberapa orang memang menganggapnya begitu. Tetapi aku tidak menganggapnya begitu. Aku menganggapnya sebagai anak muda biasa, yang bersembunyi di balik nama besar orangtuanya; anak muda yang menganggap kehidupan ini harus dijalani dengan bersenang-senang; anak muda yang tidak peduli masa depan. Kalau kau bertanya padanya: James, apa cita-citamu? Dia pasti akan menjawab: tidak tahu. Pemuda-pemuda tak berguna seperti ini lebih baik dilenyapkan dari muka bumi, karena bisa merusak pemuda-pemuda penuh masa depan cerah seperti Bryan Eastley, pacarku. Yah, tapi sekarang tidak lagi, karena aku harus—di luar kemauanku—menjadi pacar James Sirius Potter.
Walaupun semua kesengsaraan dan pederitaan itu hanya terjadi waktu aku kelas satu, tapi itu sudah cukup untuk menciptakan teror. Aku, yang berumur sebelas tahun, yang sedang bersemangatnya masuk Hogwarts, tiba-tiba dikejutkan bahwa anak-anak Hogwarts tidaklah sebaik dan semanis seperti sangkaanku. Tahun awalku di Hogwarts adalah tahun penuh penderitaan dengan Monster Potter membayangi setiap hariku.
Sampai sekarang aku masih bertanya-tanya mengapa aku yang dipilih oleh Potter untuk menjadi target kegilaannya. Bukankah banyak anak lain? Apakah karena aku adalah target yang mudah? Apakah karena aku bukan seorang pengadu, yang akan langsung mengadukan segalanya pada guru pertama yang kutemui? Apakah karena aku terlihat begitu menyedihkan? Mengapa dia tidak membiarkanku menjalani hidupku dengan damai?
Lalu pada tahun keempat, entah mengapa dia berjanji untuk tidak menggangguku lagi. Ini cukup mencengangkan. Mengapa dia harus berjanji seperti itu padaku? Bukankah aku hanya seseorang yang tak penting? Namun, aku menerima ini sebagai sesuatu yang baik. Setidaknya aku bisa terbebas darinya.
Nyatanya, tidak... Aku tidak bisa terbebas darinya... Mungkin untuk selamanya.
"Selina."
Bryan-ku yang tampan; rambut hitam tebal, mata biru jernih, tubuh tinggi sempurna; bergabung denganku di kursi dekat jendela. Dia duduk di sampingku dan merangkul pundakku.
"Aku mencarimu ke mana-mana. Mereka bilang kau di perpustakaan, aku baru akan mencarimu ke sana—" Dia berhenti bicara, memandangku dengan penuh perhatian. "—Kau baik-baik saja?"
BRYAN, AKU DI-IMPERIUS! TOLONG AKU!
Namun, karena perintah dari tuanku, Monster Potter: Tidak boleh ada yang tahu kau sedang di-Imperius, aku hanya bisa tersenyum kaku pada Bryan dan menjawab, "Aku baik-baik saja..."
"Tidak... Kau tidak baik-baik saja—" Bryan-ku yang cerdas mengamatiku lagi, memandangku penuh selidik, seperti mata elang.
Oh Bryan, kau benar. Lihat aku, aku memang tidak baik-baik saja. Aku di-Imperius... AKU DI-IMPERIUS!
"Kau pasti masih marah padaku karena kejadian saat malam Natal itu, kan?" dia berkata setelah mengalihkan pandangannya pada Helen and the gang yang sedang bergosip di seberang ruangan.
HA? Helo! Aku bahkan sudah lupa kejadian tak menyenangkan saat malam Natal itu. Aku di-Imperius, lho! LIHAT AKU!
"Aku minta maaf..." lanjut Bryan, masih tak memandangku. "Aku tahu, aku memang bisa menyingkirkan Rose Weasley malam itu, tapi kau tahu aku tidak mungkin bersikap kasar pada cewek dan—Er, yah, kurasa malam itu adalah malam yang aneh."
Benar. Terlepas dari semua yang terjadi padaku sekarang, aku juga merasa bahwa malam itu adalah malam yang aneh.
Aula Kementrian Sihir, 25 Desember 2022
Aku bahagia. Bryan dan aku akhirnya berciuman. Memang bukan ciuman pertama, karena ciuman pertamaku telah direbut paksa oleh Potter waktu kami kelas empat. Tetapi tetap saja aku bahagia, ini kan ciuman dari cowok yang menjadi cinta pertamaku.
Namun, kebahagiaan ini tidak berlangsung lama karena Rose Weasley—atas suruhan Potter (aku yakin sekali) karena dia juga ada di sana—muncul dan membawa Bryan pergi dariku. Setelah itu aku tidak ingat apa yang terjadi, aku terbangun dan menyadari bahwa aku telah dibaringkan seseorang di dekat Air Mancur Persaudaraan Sihir dengan tongkat sihir di tanganku. Aku tahu seseorang telah menghapus memoriku. Mungkin dengan Jampi Memori atau Ramuan Lupa. Kenyataannya adalah aku tidak ingat lagi apa yang terjadi selama beberapa menit, setelah Bryan dan Weasley meninggalkanku.
Kejadian seperti ini pernah terjadi setahun yang lalu, saat aku bertemu Edward Carpenter di koridor lantai satu. Aku terbangun di depan pintu tak bergagang yang menuju ruang rekreasi Ravenclaw dan melupakan apa yang terjadi, selain beberapa hal yang kubicarakan dengan Carpenter.
Meskipun dua kejadian itu aneh, aku tidak punya waktu untuk memikirkannya. Aku harus mencari Eastley dan memastikan bahwa dia tidak menduakan aku dengan Rose Weasley.
Aku kembali ke aula tempat pesta Natal diadakan dan menemukan Bryan dan Weasley sedang duduk di bar, minum-minum. Mereka saling mendekatkan kepala dan berbicara dalam bisikan, sehingga aku perlu duduk tepat di samping Bryan, agar bisa menangkap apa yang mereka bicarakan.
"Kau tidak cocok dengannya," kata Weasley serak.
Wajahnya yang menghadap ke arahku tampak memerah. Sebotol Wiski Api yang sudah kosong terletak tepat di depannya. Tidak diragukan lagi, Weasley pasti telah menghabiskan isi botol itu sendirian.
"Kau tampan. Kau pasti bisa mendapatkan cewek mana pun yang kau mau..." lanjut Weasley, tak menyadari bahwa aku tepat berada di samping Bryan.
"Tetapi aku menyukainya..."
Oh Bryan, itu adalah hal termanis yang pernah kudengar.
"Ayolah," Weasley memukul meja perlahan. "Dia itu membosankan," lanjutnya sambil berbisik. "Oke, dia memang cantik, kalau kau suka cewek berambut merah gelap. Tetapi, hanya itu. Dia tidak akan membuat hidupmu lebih berwarna dan berdebar-debar... Dia itu tipe perpustakaan—"
Tipe perpustakaan?
Helo! Kurasa Rose Weasley harus bercermin untuk melihat gadis seperti apa dirinya sendiri.
"—aku berani bertaruh, kalian berkencan di perpustakaan. Dan kalian pasti belum pernah berciuman sebelumnya."
Oke, kami memang berkencan di perpustakaan, tapi tidak ada yang salah dengan itu, kan? Perpustakaan adalah teman paling nyaman untuk berkencan.
"Ya, kami memang berkencan di perpustakaan," Bryan memastikan hal itu dan Weasley tersenyum penuh kemenangan.
"Nah, bukankah itu sangat membosankan?" Weasley semakin merapatkan diri pada Bryan. Wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Bryan. "Tahu tidak, ada banyak gadis lain yang lebih bersemangat dan lebih—well, hot daripada cewek Fluge itu."
Bryan melengkungkan tubuhnya ke belakang, menjauh dari Weasley dan mengamatinya dengan kening berkerut.
"Apakah kau sedang merayuku, Miss Weasley?"
Weasley mengambil gelas berisi Wiski Api, meneguknya sampai habis, lalu mengedip genit pada Bryan.
"Itulah yang sedang kulakukan sekarang, Mr Malfoy."
Malfoy?
Nah, nah, kurasa Weasley sudah benar-benar mabuk sampai salah mengira Bryan-ku yang tampan sebagai si pucat Malfoy.
Sebelum aku sempat memutuskan untuk menyingkirkan Weasley yang sudah benar-benar mabuk, ia—maksudku Weasley, berdiri dan duduk di pangkuan Bryan, yang tidak bisa melakukan hal lain selain selain terperangah.
Yah, cowok-cowok memang agak terlambat untuk hal-hal seperti; cewek cantik mabuk yang duduk dengan manja di pangkuan mereka.
"Dalam beberapa hal kau mungkin benar, Scorpius," Weasley telah mengalungkan tangannya ke leher Bryan yang masih terperangah. "Kurasa aku memang adalah salah satu dari groupies-mu."
Aku duduk terpaku, Weasley dan Bryan bertatapan. Mereka sudah akan berciuman beberapa detik kemudian, kalau seseorang tidak menarik Weasley dari pangkuan Bryan.
Kejadian itu terjadi begitu cepat; Weasley terguling di lantai setelah tangan itu terlepas darinya, sebuah tinju menghantam Bryan tepat di hidungnya, dan aku berdiri untuk membantu Bryan yang terhuyung ke arahku.
"Bryan, kau baik-baik saja?" aku membantunya untuk tegak lagi, sementara ia memastikan hidungnya tidak patah.
"Apa yang kaulakukan?" tanya Bryan.
Dia dan aku mengangkat muka, dan memandang Scorpius Malfoy yang berdiri tegak di depan kami. Wajahnya yang pucat berubah pink, tangan terkepal dan mata yang bersinar galak. Sementara di kakinya, Weasley tergeletak pingsan, atau mungkin tidur, atau pura-pura tidur karena tidak ingin terlibat dalam kehebohan ini—Oh, sekarang bukan saatnya memikirkan hal itu. Orang-orang sudah mulai memperhatikan kami. Apa yang harus kulakukan?
Bryan tampaknya juga sudah menyadari bahwa beberapa pasang mata mulai memandang kami. Dia menggelengkan kepala, mungkin untuk mengusir pusing, lalu mengeluarkan tongkat sihirnya. Aku, yang sudah berpikir bahwa dia akan menyerang Malfoy di depan orang-orang itu, segera bersiap-siap untuk menghalangi. Tetapi dia hanya mengayunkan tongkat itu untuk menyembuhkan hidungnya, lalu menyimpan tongkat itu kembali.
Yah, Bryan memang cowok tampan berakal sehat yang tidak menyimpan dendam. Kurasa aku semakin menyukainya.
"Apa yang kaulakukan dengannya?" tanya Malfoy, menggangguk pada Weasley yang terbaring di kakinya.
"Sepertinya kita harus menyelesaikan masalah ini di luar, Malfoy," kata Bryan dingin. "Orang-orang mulai memperhatikan kita."
Malfoy memandang sekelilingnya. Lalu setelah menyadari apa yang baru saja dilakukannya, dia mengangkat bahu tak peduli, seolah dia tidak baru saja meninju hidung Bryan.
"Tidak, kurasa tidak ada masalah yang harus diselesaikan," katanya.
Bryan dan aku memandangnya, menunggu.
"Yah, kurasa aku hanya ingin memperingatkanmu tentang Weasley," katanya lagi, memberikan pandangan jijik Weasley yang tergeletak di kakinya. "Dia pelacur..." Malfoy membisikkan kata itu, seolah takut ada yang mendengarkannya.
Bryan dan aku bertukar pandang. Dan menurutku, kukira Bryan akan setuju, bahwa bukan Weasley saja yang mabuk berat, tapi Malfoy juga, meskipun tampaknya dia baik-baik saja.
"Asal tahu saja, dia tidur dengan beberapa orang berbeda kalau sedang mabuk... Jadi, aku ingin mengatakan bahwa—"
"Perkenalkan ini pacarku, Malfoy, kalau kau belum mendengar gosip Hogwarts... Selina Fluge..." Bryan mengangguk ke arahku. "Jadi, kau tidak perlu takut, aku akan merebut cewekmu."
Malfoy menatapku, untuk sesaat tak bisa bicara, sedangkan aku tersenyum setengah hati.
"Kalian pacaran? Lalu, bagaimana kau bisa bersama Weasley?"
"Dia ada bersamaku karena, seperti yang sudah kau dengar sebelumnya, minum-minum..."
"Mengapa kau tidak minum-minum dengan pacarku sendiri?" tanya Malfoy masuk akal.
"Yah, kau benar..." Bryan memandangku. "Mengapa aku tidak minum-minum dengan pacarku sendiri?"
Aku tersenyum kaku.
"Rupanya seseorang telah menyuruh Rose Weasley menyingkirkan aku dari pacarku sendiri," kata Bryan masih memandangku.
Aku sudah tahu, Bryan pasti akan menyadari keanehan situasi ini. Rose Weasley, yang terkenal cool dan tak sembarangan itu, tidak mungkin langsung mengajak cowok minum-minum jika tidak dengan maksud tertentu. Namun, aku tidak menyangka bahwa Bryan akan menyadarinya secepat itu. Karena sejujurnya, aku juga tidak tahu bagaimana harus menjelaskan. Aku bahkan tidak ingat pernah berbicara dengan Potter setelah itu.
Untuk menghindari pandangan tajam Bryan, aku segera memalingkan wajah, dan memandang Malfoy yang kini sedang berusaha membangunkan Weasley.
"Weasley... pemabuk, bangun!"
"Baiklah," kata Bryan.
Dan aku mengalihkan pandanganku dari Weasley yang mengeluarkan geretuan tak jelas, yang kedengarannya seperti 'Scobior', pada Bryan yang sekarang tampak tak sabar.
"Kau berutang penjelasan padaku... ayo!"
Sambil memegang tanganku, dia membawaku menyingkir dari bar keluar aula.
"Jadi, apa yang terjadi antara kau dan James Potter?" dia bertanya setelah kami tiba koridor.
"Apa yang terjadi antara kau dan Rose Weasley?" tanyaku, tak ingin terintimidasi. Aku sudah bosan dengan kegiatan itu, karena James Potter sangat ahli melakukannya.
"Kau tahu kejadian yang sebenarnya," katanya, tak sabar. "Rose menyingkirkan aku dari sana karena ingin kau bisa bersama James Potter."
"Rose?" aku mendelik. "Kulihat kau tidak menyingkirkannya dari pangkuanmu."
"Apa?"
Aku tahu aku bersikap tak masuk akal, tetapi malam ini sungguh melelahkan. Perasaanku sangat tidak nyaman. Tampaknya, aku telah melupakan satu kejadian penting.
"Selina..." suara samar-samar Bryan kembali menembus pikiranku. Dia sudah melepaskan rangkulannya di lenganku dan menggenggam tanganku. "Dengar, kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini kalau kita tidak saling percaya. Kau harus percaya padaku!" Dia mengamatiku.
Tidak ada hal lain yang bisa kulakukan selain mengangguk.
"Bagus," katanya, lalu tersenyum. "Aku tidak akan berbicara tentang James Potter denganmu—"
Ya, ya, James Potter... Bryan, dia meng-Imperius aku!
"—karena aku menyadari kau tidak ingin membicarakannya. Jadi, kita akan lupakan kejadian malam itu. Oke!"
Aku ingin mengatakan bahwa aku tidak ingin melupakan kejadian itu. Aku ingin mengatakan bahwa aku ingin mendiskusikan James Potter dengannya sampai dia menyadari bahwa aku di-Imperius, tapi aku tidak mampu mengatakannya. Lidahku sudah diperintahkan oleh pikiranku untuk tidak mengatakan hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan Tuan Potter.
Bryan masin tersenyum dengan manisnya, dan aku hanya menatapnya tanpa ekspresi.
"Oh, ayolah, mengapa sikapmu aneh? Kau tampak pucat. Kau sakit?"
"Tidak."
"Oh, pasti kau lapar... Kalau begitu, ayo! Kurasa sudah saat makan malam," katanya dengan ceria, menarikku berdiri dan membawaku keluar ruang rekreasi.
Tanggal: Sama
Lokasi: Aula Besar, Hogwarts.
Waktu: Saat makan malam
Meskipun sedang di-Imperius, aku tetap bisa untuk tidak menyukai makanan yang tidak kusukai. Syukurlah, dia tidak memaksaku untuk makan kol. Aku juga tetap bisa menyantap makanan favoriteku, sirloin steak dengan saus berwarna cokelat kental, entah terbuat dari apa—aku harus bertanya pada Peri Rumah bagaimana cara membuatnya—dan tanpa cacahan wortel. Kol dan wortel adalah dua sayuran yang paling tidak kusukai. Lagipula, mengapa ada yang mencampurkan cacahan wortel pada saus sirloin steak?
"Sudah baikan?" Bryan tersenyum padaku dari atas beef steak-nya sendiri.
Aku senang karena aku bisa membalas Bryan dengan senyuman lebar, setelah menelah sirloin steak-ku.
Hei, apakah sekarang aku sudah terbebas dari pengaruh kutukan Imperius? Syukurlah, saatnya untuk mengatakan pada Bryan bahwa aku pernah di-Imperius oleh James Potter.
"Bryan, aku—" telah di-Imperius oleh James Potter.
Kata-kata itu tidak bisa keluar dari bibirku, meskipun aku telah memaksa bibirku untuk berbicara.
"Apa?" tanya Bryan, memandangku.
"Aku suka sirloin steak," kataku kaku.
"Oh ya?" Bryan tersenyum lagi. "Daging mengandung banyak kalori. Kurasa kau memerlukannya untuk tetap bersemangat dalam beraktifitas..."
Yah, aku memerlukan banyak kalori untuk tetap bisa menghadapi Monster Potter.
Kulihat kau tampak asyik dengan Bryan Eastley...
APA?
Bukankah aku sudah mengatakan padamu bahwa kau adalah pacarku?
Aku terkejut, menjatuhkan pisau dan garpu-ku. Pikiran itu masuk begitu saja ke kepalaku dan aku tidak bisa mencegahnya.
Pandang aku!
Nah, ini perintah. Tetapi aku tidak akan melakukannya. TIDAK MAU!
Aku mengangkat muka, memandang melewati meja Hufflepuff pada meja Gryffindor yang terletak di ujung Aula Besar. Mataku menangkap pandangan mengerikan Monster Potter, yang duduk di sebelah Fred Weasley.
"Ada apa?" tanya Bryan.
Tersenyum!
Diluar kemauanku, aku tersenyum pada Monster Potter dan mengabaikan cinta sejatiku, Bryan Tampan. Sungguh menyedihkan!
Kau tidak memberitahu brengsek itu bahwa kau adalah pacarku, ya?
Buat apa aku memberitahu hal menjijikkan seperti itu pada Bryan... Bryan adalah pacar paling lembut dan paling sempurna. Aku adalah pacar Bryan dan selamanya akan selalu begitu. Kuberitahu kau, orang jelek, aku akan berusaha melawan kutukan Imperius ini. Aku tahu aku bisa. Si tua Barty Crouch saja bisa melakukannya. Mengapa aku yang muda dan segar ini tidak bisa? AKU PASTI BISA! Kau dengar aku?
Tentu saja, Monster Potter tidak bisa mendengarnya. Dia kan tidak bisa membaca pikiran orang lain. Yah, dia bukan Legilimens, dia hanya orang jahat yang menggunakan Kutukan Tak Termaafkan pada sesama manusia. Dan dia harus dihukum seumur hidup di Azkaban.
Kulihat kau memang tidak memberitahukan hal ini pada siapa pun... Tetapi aku ingin semua orang tahu bahwa aku adalah pacarmu. Hmm, kurasa kita harus memberitahu yang lain...
TIDAK! TIDAK MAU! KUMOHON, JANGAN!
Gunakan Mantra Pengeras-Suara pada dirimu sendiri!
TIDAK!
Aku mengeluarkan tongkat sihirku dan bergumam, "Sonorus!" dengan tongkat sihir di tenggorokanku.
Berdiri!
Aku berdiri, sementara beberapa anak memandangku dengan tertarik.
Bagus, sekarang ikuti aku! Perhatian semua...
Oh, aku lebih suka dibunuh.
"PERHATIAN SEMUA..."
Suaraku terdengar sangat keras. Semua orang, bahkan kerangka Basilisk di kamar rahasia Hogwarts, pasti akan bisa mendengarnya. Benar saja, sekarang semua mata sudah memandangku, termasuk Profesor McGonagall dan para staff yang sedang duduk makan malam di meja guru.
Aku Selina Orphnee Fluge ingin menyampaikan berita penting...
Darimana orang jelek ini tahu nama tengahku?
"AKU SELINA ORPHNEE FLUGE INGIN MENYAMPAIKAN BERITA PENTING..."
Aku menyukai seseorang...
Oh tidak!
"AKU MENYUKAI SESEORANG..."
Sudah lama aku menyukainya...
"SUDAH LAMA AKU MENYUKAINYA..."
Saat pertama kali melihatnya di Hogwarts Express, aku langsung menyukainya... Rasanya ada sesuatu yang membuatnya berbeda dengan orang-orang lain di sekitarnya. Aku terpana, dan saat itu aku sadar bahwa dia adalah segalanya bagiku...
"SAAT PERTAMA KALI MELIHATNYA DI HOGWARTS EXPRESS, AKU LANGSUNG MENYUKAINYA... RASANYA ADA SESUATU YANG MEMBUATNYA BERBEDA DENGAN ORANG-ORANG LAIN DI SEKITARNYA. AKU TERPANA, DAN SAAT ITU AKU SADAR BAHWA DIA ADALAH SEGALANYA BAGIKU..."
"WUUUH!"
Anak-anak mulai ber-wu-wu dan tertawa.
"PASTI BRYAN!" teriak beberapa orang.
Ya, aku akan sangat bersyukur kalau itu adalah Bryan, tapi...
Setelah beberapa tahun berlalu aku bersikap jujur pada diriku sendiri dan mengakui bahwa aku mencintainya. Aku begitu mencintainya dan akan melakukan apa pun untuk mendapatkannya. Dia adalah milikku dan selamanya adalah milikku.
Oh, bagus sekali! Setelah ini ijinkan aku untuk menjatuhkan diri dari menara Astronomi.
"SETELAH BEBERAPA TAHUN BERLALU, AKU BERSIKAP JUJUR PADA DIRIKU SENDIRI DAN MENGAKUI BAHWA AKU MENCINTAINYA. AKU BEGITU MENCINTAINYA DAN AKAN MELAKUKAN APA PUN UNTUK MENDAPATKANNYA. DIA ADALAH MILIKKU DAN SELAMANYA ADALAH MILIKKU..."
Aula Besar kembali heboh oleh suara tawa dan tepuk tangan.
Dia adalah James Potter...
NO WAY!
"DIA ADALAH JAMES POTTER..."
Aku bisa melihat Bryan terlihat sangat shock dan beberapa anak tampak tercengang. Sementara yang lain mengeluarkan seruan-seruan antara jijik dan senang.
James Potter adalah cowok paling tampan di Hogwarts...
Aku ingin memuntahkan makan malamku, serius!
"JAMES POTTER ADALAH—"
"CUKUP, MISS FLUGE!"
Itu suara Profesor McGonagall, tapi aku tidak bisa menghentikan diriku, "—COWOK PALING TAMPAN DI HOGWARTS..."
Kehebohan di Aula Besar meningkat dengan suara tawa, tepuk tangan dan teriakkan penuh semangat.
"DIAM!"
Aula langsung hening.
"MISS FLUGE, DETENSI SELAMA SEMINGGU KARENA MENGGANGU ACARA MAKAN MALAM! SEKARANG DUDUK ATAU AKU AKAN MEMBERIKAN DETENSI SELAMA SEBULAN!"
Raungan Profesor McGonagall terdengar mengerikan, tapi aku tidak bisa duduk karena Monster Potter belum menyuruhku.
Duduklah! Dan bersikaplah seperti kau yang biasa...
Aku duduk dan memandang sisa sirloin steak-ku sambil memikirkan cara-cara untuk membunuh James Potter. Aku tidak peduli lagi. Aku bersedia menerima hukuman mati, asalkan bisa membunuh Potter. Kematian Potter haruslah kematian yang penuh siksaan. Bukan dengan Kutukan Avada Kedavra, itu terlalu mudah. Pertama-tama, aku akan mengiris lepas kedua kupingnya dengan pisau tumpul agar dia menderita kesakitan. Mengirisnya perlahan-lahan, pelan-pelan sampai kuping itu terlepas dari kepalanya. Setelah itu aku akan mengulitinya. Yah, aku akan menarik lepas semua kulit dari tubuhnya dengan silet yang tajam—
"Kupikir kau menyukaiku," kata Bryan, suaranya terdengar aneh.
Aku mengangkat muka. Bryan sedang memandangku dengan sedih.
Oh Bryan, aku menyukaimu. Aku suka padamu. Kau adalah cinta pertamaku. Tetapi Kutukan Imperius ini telah membuatku mengatakan hal-hal yang tidak benar. Kumohon tunggu aku, aku akan berusaha untuk melepaskan diri dari pengaruh kutukan ini dan—
Dia berdiri dan berjalan meninggalkan Aula Besar.
Bryan, maafkan aku!
"Hebat!"
Helen, Yolanda, Malaika, Diane, Dolly—teman-teman sekamarku di menara Ravenclaw, segera bergabung denganku.
"Kupikir kau jatuh cinta pada Bryan," kata Malaika.
"Tidakkah ini menakjubkan?" Diane memandangku, memberikan senyum cemerlang. "Maksudku mengatakan suka di depan semua orang. Oh, sangat romantis..."
"Tetapi Potter... Apa yang menarik darinya?" Yolanda tampak tidak setuju. "Yah, kau pasti suka padanya karena dia terkenal, kan?" dia memberiku pandangan menuduh. "Yah, baguslah, sekarang aku bisa mendekati Bryan..."
Oh, ya ampun...
"Kurasa James cukup tampan," kata Helen. "Jika aku tidak sedang jatuh cinta pada Louis, aku pasti akan menyukai James..."
"Hei, lihat! Dia sedang memandangmu," kata Dolly.
Benar sekali. James Potter sedang memandangku dari meja Gryffindor sambil tersenyum sekilas.
"Oh, manisnya..." Dolly mengerjap dengan bahagia.
Tiupkan ciuman padaku!
APA? TIDAK MAU!
Tanganku bergerak ke bibirku dan meniupkan ciuman padanya dengan mata mengerjap genit. Sementara ia memalingkan wajah dan berbicara pada Fred Weasley.
Sinting, bukankah dia yang menyuruhku untuk meniupkan ciuman padanya.
"Oh, cool-nya!"
Dolly dan Diane berpura-pura pingsan, Yolanda mendengus, sedangkan Malaika dan Helen tertawa.
Oh Circe, apa yang terjadi padaku selanjutnya? Apakah aku akan terus menciptakan kehebohan dalam beberapa bulan ke depan? Bagaimana aku bisa mempertahankan image-ku sebagai cewek sempurna, yang tidak pernah menciptakan kehebohan. Sekarang orang-orang akan mengenal aku sebagai cewek pertama yang mengatakan perasaannya dengan keras di Aula Besar.
Guys, kalian pasti bertanya-tanya siapa yang ada dipikiranku saat aku menulis James Sirius Potter. Jawabannya adalah M. Shadow, vokalis Avanged Sevenfold. Dia adalah image dari James Sirius Potter (dia benar-benar tampan—menurutku). Band ini juga adalah inspirasiku untuk band The Shadow Men dalam KNG 5. Oh ya, dan aku juga pernah menyebut tentang The Shadow Men dalam Rose Weasley dan Iris Zabini, entah chapter berapa. Tentang band Snow Plan, yang pernah kusebut dalam KNG 6 dan 8, adalah gabungan dari band Simple Plan dan Snow Patrol. Dua band itu benar-benar cool. Dan tentang kalimat bahasa Inggris di awal cerita I'm in ruin berasal dari lagu 21 Guns- Greenday. Itu adalah salah satu dari banyak lagu favorit-ku. Kalimat sebenarnya adalah you're in ruin, tapi aku menggantinya I'm in ruin supaya sesuai dengan cerita kita ini. Btw, jika kalian pencinta fanfiksi Harry Potter, ayo gabung bersamaku dalam Harry Potter and the All Characters. Sebuah group Facebook yang dibentuk baru-baru ini. Jadi masih sangat baru, karena itu mohon kerja samanya. Oh ya satu lagi, tolong review-lah tulisanku ini.
RR :D
