MELUKIS WAJAH DI LANGIT ERGASTULUM
Gangsta. © Kohske
Warning: worick/alex; spoiler-alert
.
.
Worick tak pernah lupa rasa bibir Alex.
Ada yang aneh. Ia tiba-tiba saja mengingat kembali adegan itu—berputar jelas seumpama reka ulang. Ia ingat bagaimana perempuan berkulit gelap itu datang terhuyung dengan sekian dollar di tangan. Alex yang melangkah gontai, menubruk dirinya dan tiba-tiba saja mempertemukan kedua bibir dalam ciuman hangat.
Worick tidak bisa lupa. Bibir Alex begitu penuh dan lembut. Ia kadang berpikir, betapa candu bibir itu, melebihi narkotika jenis apapun yang pernah dinikmatinya. Alex tiba-tiba saja menjelma menjadi perempuan ideal yang ingin dimonopoli oleh Worick—yang ia ingin miliki seorang diri, meski setiap hari Jumat, Worick sendiri adalah milik wanita-wanita berkantung tebal yang rindu persanggamaan liar.
Ia bukan pria munafik. Ia bukan pria suci pendamba hubungan harmonis dalam ikatan pernikahan. Lagipula, ini adalah Ergastulum, sebuah kota di mana kejahatan dan pelecehan seksual adalah hal biasa. Worick akan ditertawakan andai ia mengutarakan keinginannya untuk menikah dengan Alex—di saat semua orang terbiasa dengan pemandangan seks bebas tanpa ikatan ruwet semacam pernikahan.
Worick berpikir ia sudah gila. Hanya dengan satu ciuman, seluruh pikirannya seketika berfokus pada Alex. Dunianya berpindah ke dalam sepasang mata hitam perempuan itu. Ia terjebak dan tak mampu keluar—dan sialnya, ia juga berpikir terperangkap dalam mata gelap Alex bukanlah hal buruk.
Ahh.
Kenapa aku berubah menjadi pria melankolis seperti ini? Menjijikkan.
Barangkali karena ia mengira hidupnya tidak akan lama. Sebab, Esminets—pemburu Twilight berhasil menancapkan sebilah pisau di perutnya, mengoyak-ngoyak, membuat darah merembes banyak—meski itu seimbang dengan downer celebrer yang ia tusukkan di leher si pemburu.
Ia tiba-tiba teringat senyum Alex, senyum yang entah kenapa selalu terlihat sendu.
Pemburu Twilight mendorong tubuhnya hingga terlempar keluar jendela.
Worick mendengar Miles Mayer berteriak, memanggil namanya.
Ia tidak mampu melakukan apa-apa. Tubuhnya melayang setelah menabrak kaca sampai pecah. Ada serpihan yang menusuk punggung. Langit Ergastulum terbentang luas dalam pandangan, dan di langit yang murung itu terlukis wajah Alex Benedetto tengah tersenyum dan memandangnya sedih—dan menangis.
Worick jatuh dari lantai sekian dalam satu sentakan.
Hujan menusuk-nusuk wajah serupa jarum.
Alex … aku ingin kau tahu bahwa aku—
.
.
.
(end)
9:11pm – 10/22/2015
