Prolog
Aku Namikaze Naruko, anak ketiga dari 4 bersaudara. Kami berempat: Namikaze Kyuubi—kakak pertama, Namikaze Naruto—kakak kedua sekaligus kembaranku, Aku sendiri sudah menyebut nama, dan adikku Namikaze Deidara.
Kami hidup hanya berempat sejak 10 tahun yang lalu, kami di besarkan di London—tepatnya di panti asuhan Santa Angela. Kami terpisah dengan orangtua kami ketika berlibur ke Eropa, ada serangan bom ketika kami sedang berkumpul di dekat museum bersejarah di London. Kami terpisah dengan Ayah dan Ibu sejak itu, kami tidak tau mereka masih hidup atau sudah mati, jika mereka hidup setidaknya mereka bisa mencari kami yang dibawa Polisi ke panti asuhan karna tidak ada orang tua.
Dulu kami tidak berpikir, kenapa pemerintah tidak memulangkan kami ke Neraga asal kami. Kami tidak pernah tau maksud dari perbuatan mereka hingga sekarang. Lain kali jika tidak sibuk harus aku yang mencari tau. Hanya saja, hal yang paling utama bukan yang ini.
Berada di panti asuhan sangat membosankan. Kami pernah kabur dan menjadi gelandangan, lalu kami kembali lagi ke panti yang sama setelah polisi lagi-lagi menemukan kami. Mereka tidak ingin ada gelandangan di kota. Lagi pula memang panti asuhan itu tidak buruk—hanya saja membosankan.
Britania Raya, tidak membiarkan adanya pengemis atau anak jalanan. Untuk itu kami lebih memilih hidup membosankan di panti. Hingga nanti kami bisa layak untuk hidup mandiri.
.
.
Kami beranjak dewasa dengan kepribadian masing-masing, Kami tidak pernah berpisah sejak kecil. Kami mencoba hidup mandiri dengan mencari pekerjaan sambil sekolah, dan kakakku yang kelebihan pintar malah membawa kami menjadi penjahat.
Dengan kejeniusan diatas rata-rata yang diwariskan orang tua kami. Kami menjadi pencuri terkenal dalam sekejab. Pertama kali dalam aksi kami, kami menjebol toko perhiasan terkenal di London yang penuh dengan pengamanan CCTV. Polisi gempar dengan di rampoknya toko perhiasan dengan pengamanan super ketat itu. Kami tidak meninggalkan jejak sedikitpun, bahkan alarm peringatan berbunyi setelah kami setengah jalan menuju rumah.
Naruto tertawa terpingkal-pingkal di depan televisi dalam acara berita pagi waktu itu. Hingga sampai sekarang, tidak ada yang tau indentitas asli kami. Tidak terhitung berapa banyak kejahatan yang kami perbuat, kami belum pernah melakukan kesalahan.
Kami jenius, licin, dan penuh dengan misteri.
Kami adalah...
Blue Pearl
Nama yang jelek. Dasar Naruto! Karna dia meninggalkan pesan seperti itu, orang-orang jadi menyebut kami begitu. Setidaknya dia tidak memakai tulisan tangannya sendiri.
.
.
.
.
.
Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Amma Cherry present
Blue Pearl
warning:
AU, OOC, TYPO(S), BL/GAY, GARING, NGACO, etc.
.
.
.
Cerita ini hanya fiktif, semua yang ada didalamnya tidaklah ada yang benar terjadi.
Hope you enjoy~
.
.
.
(Hokkaido: Jepang)
"WHOAAAA... Hokkaido benar-benar seindah yang yang dibicarakan orang-orang!" Naruko berputar-putar ditengah taman bermain terbesar di negeri sakura tersebut. Tongkat yang biasa disebut tongkat selfie dengan smartphone di ujungnya, diayun-ayukan oleh Naruko ketika ia berputar. Merekam video juga berfoto di lakukan gadis berambut pirang itu untuk nanti di masukan ke berbagai forum dan sosial media miliknya. "Aku sangat senang hari ini," ia mengupload video dan fotonya di Instragam yang telah memiliki puluhan ribu follower.
Naruto dan Deidara melihat antrian es krim dengan wajah berbinar, stand eskrim tidak jauh dari mereka berdiri. Sesaat sebelum melesat kesana, "Kakak, setelah ini kita naik wahana rumah hantu saja, ya~", Naruko menengok kearah tiga saudara lelakinya yang memutar mata bosan. Bibir merah cherry itu menyeringai, ketika saudara kembarnya menatap dirinya dengan wajah pucat pasi—lupa akan es krim yang di idamkan. Atau Naruto tertalu horor dengan tempat sakral seperti itu.
"Kita kesini bukan hanya untuk bermain, kita bukan anak SD!", kakak tertua dari 4 saudara ini menaruh kedua tangan kedalam saku celananya, dengan ekpresi malas ia memperhatikan adik-adiknya yang mendesah kecewa. Setelah sepuluh tahun, akhirnya mereka dapat kembali ke Negara asal mereka. Tidak adanya kenang-kenangan yang hinggap di ingatan mereka memang membuat kesulitan. Tapi sebagai kakak yang tertua, Kyuubi mempunyai rasa percaya diri yang tinggi.
"Kita kesini untuk bersenang-senangkan? Ayolah, Kak~, Aku menghabiskan separuh umurku di panti asuhan. Taman bermain seperti ini tidak pernah aku kunjungi~" Naruko berkedip dengan bola mata biru membesar seperti anak kucing minta dipungut. Orang-orang disekitar mereka yang menoleh kearah empat saudara itu sampai lupa jalan dan saling tabrak.
"Kak Kyuu, tidak seru! Buuuuuuu~" Naruto monyong-monyong, dan terus menyoraki Kyuubi yang sok tua—tidak bisa diajak bermain.
"Apa salahnya bersenang-senang sebentar? Kakak tidak punya gairah masa muda!" Deidara sebagai adik paling muda, ia tidak mau mengalah untuk kali ini pada Kyuubi—otaknya hanya dipenuhi biang lala yang berputar-putat.
"Kau semakin membosankan~", tambah ketiganya, semakin menyebalkan.
"DIAMLAH KALIAN?!", Kyuubi merasa direndahkan oleh adik-adiknya yang memang mahir membuatnya kesal. "Lakukan saja sesuka kalian! Tapi, kalian jangan berbuat yang macam-macam!" ia menatap tajam adiknya yang bersorak bersamaan, lalu ber highfive ria.
"Kakak yang terbaik!" ketiga Namikaze pirang itu tersenyum lebar, mereka memberi gestur hormat a la Tentara, lalu dengan kecepatan kilat berpisah menuju wahana bermain yang ingin mereka nikmati. Kyuubi hanya bisa mendengus geli melihat tinggah ketiga adik-adiknya. Memakai kacamata hitam diatas hidung mancungnya, Namikaze sulung berjalan memperhatikan sekeliling. Memang tidak ada salahnya menikmati liburan sambil bekerja, ia tersenyum tipis setelahnya.
Siapa yang tau jika setelah ini, ketiga pirang menyebalkan itu akan dibuat si Rubah macam Kyuubi, bekerja dengan senang hati.
.
.
(Tokyo: Jepang)
.
.
"Pastikan pengamanan di Museum diperketat, aku tidak ingin ada pencuri masuk ke Museumku!", Itachi Uchiha memberi perintah pada sekretaris kepercayaannya, ia menatap sebuah benda berkilau di balik kotak kaca setebal 2cm itu dengan ekpresi datar.
"Baik, Tuan. Saya permisi," sang sekretaris undur diri, membiarkan Tuannya diam di depan benda-benda bersejarah kesayangan sang Tuan.
Kepergian sekretarisnya dari ruang penyimanan barang antik pribadinya membuat Itachi semakin nyaman dalam keheningan. Bibirnya tersenyum tipis menatap benda yang ada di depannya.
Dibalik kaca tebal itu, ada sebuah benda berbentuk bulat seukuran telur, benda tersebut berlapiskan emas murni dengan berlian biru besar yang akan sangat menarik perhatian, di sisian yang lain pun berlian berbagai warna bertaburan. Manik hitam malam itu begitu mengagumi keindahan dari setiap inci benda tersebut.
Benda tersebut di temukan oleh Team Ekpedisi Uchiha Itachi, ketika itu mereka melakukan penyelaman di laut bagian selatan Jepang. Saat itu Itachi begitu tertarik akan kota yang tenggelam di Yonaguni-Jima, maka dari itu ia melakukan pencarian artefak-artefak kuno dari jaman kekaisaran Jepang yang di perkirakan sudah ada di 8000 tahun silam. Dengan statusnya sebagai seorang Uchiha yang sangat berpengaruh di Jepang, hal yang sangat mudah untuk mendapat izin selama penyelaman disana.
Sejak ditemukannya kota dibawah air—Yonaguni-Jima pada tahun 1986, orang-orang hanya menemukan reruntuhan dan berbagai macam benda kuno—yang menurut Itachi itu kurang menarik. Di kastil reruntuhan bekas kediaman kaisar pada jaman itu, pasti mempunyai benda yang menarik. Pemikiran Itachi yang haus akan sejarah kehidupan membuat ia mendapatkan apa yang dicarinya. Tapi memang bukan ditempat Kastil besar itulah benda ini ia temukan. Dari 5 tempat reruntuhan yang diprediksi sebagai Kastil, Lima Candi, Stadion, dan Gapura. Di dalam Gapura itulah benda itu terselip dicelah-celah batu koral.
Ketika itu, Itachi dan Teamnya menyelam sampai kedasar reruntuhan dengan peralatan super canggih yang mereka miliki. Awalnya, melihat karang-karang yang ada di setiap reruntuhan itu bagi Itachi adalah hal yang wajar. Tapi ketika sesuatu bersinar—dari pantulan cahaya lampu senternya, Itachi dengan cepat mengambil batu karang yang lumayan besar tersebut.
Benda itu, setelah hampir tertutup batu karang, dan menjadi koral. Itachi akhirnya membersihkan karang-karang padat yang menempel disana hingga bersih dalam bentuk aslinya.
Penemuannya akan benda tersebut telah ia beritakan pada publik sebelumnya. Benda itu akan ia pamerkan pada saat pesta ulang tahun perusahaan Ayahnya. Dirinya juga akan mengungkap sejarah asal dari benda cantik didepannya. Dalam seminggu lagi, ia akan menampakan benda ini pada orang-orang.
Tapi, bagaimana jika ada pencuri?
Itachi terkekeh mendengar pemikirannya sendiri.
.
.
.
CherryCherrCherr
.
.
.
(Hokkaido: Jepang)
"Sasuke, aku dengar kakakmu berhasil mendapat penemuan baru? Aku baca dari artikelnya, benda ini pasti sangat mahal," Shikamaru menatap rekan kerjanya dengan ekpresi malas—sama sekali tidak terlihat penasaran. Ia hanya minta konfirmasi dari adik Uchiha Itachi itu, dan Sasuke membalas dengan dengusan malas.
Sasuke Uchiha, Inspektur kepolisian Jepang, dan rekannya Nara Shikamaru, Detektive Swasta ternama di Jepang, keduanya memiliki kejeniusan yang tidak dapat diremehkan meski masih muda.
Mereka sedang dalam waktu senggang, sehingga bisa bersantai di kafe untuk sekedar minum kopi. Sasuke duduk dihadapan Shikamaru, ia masih sibuk dengan ponselnya. "Kau bahkan lebih tau dari aku. Kita akan melihatnya seminggu lagi ketika pesta yang diadakan keluargaku," Sasuke mengalihkan pandangan kearah si pemuda yang mengikat rambutnya seperti nanas itu.
Shikamaru hanya mengangkat bahu acuh—padahal dia yang memulai obrolan. "Aku masih ragu jika kau ini bagian dari Uchiha. Harusnya kau memakai Tuxedo mahal, dan naik mobil mewah, lalu banyak iring-iringan bodyguard yang mengawalmu untuk datang ke kantor." Shikamaru tersenyum miring dengan perkataannya. Deskripsi untuk seorang Uchiha, pada umumnya memang selalu seperti apa yang sang Nara katakan.
Mendengus, "Kau terlalu berlebihan." Sasuke memutar mata malas. Ia tidak memungkiri jika perkataan Shikamaru benar adanya jika saja, ia memutuskan untuk seperti itu. Tapi ia lebih memilih menjadi dirinya yang sekarang. "Ngomong-ngomong, kemana Sasori?" Sasuke bahkan baru sadar teman berambut merahnya belum muncul, setelah terakhir tadi mengatakan ingin ke toilet.
"Mungkin dia lupa bagaimana cara menarik resleting celana," gurauan Shikamaru membuat keduanya terkekeh. Dua orang yang punya selera humor dibawah rata-rata.
.
.
.
.
.
Setelah puas bermain-main, keempat Namikaze memutuskan untuk bersantai di kafe terdekat, untuk sekedar mengisi perut dengan makanan ringan. Tadi, ketiga adiknya tidak ingin keluar dari Taman bermain itu, sehingga Kyuubi harus menyeret mereka untuk kesini dan makan sesuatu. Kyuubi tidak mungkin membiarkan mereka lupa untuk mengisi perut, dan nantinya dirinya jugalah yang repot.
Kyuubi mendengus melihat Naruto dan Naruko makan dengan lahap—mereka memang sedari keluar dari bandara tidak makan. Maka dari itu Kyuubi tidak ingin adik-adiknya sakit karna mereka tidak makan, dan hanya bermain seharian. "Hei, kenapa Dei lama sekali ke toilet?" Kyuubi ingat jika sudah cukup lama Deidara pamit ke toilet. Ia menyernyit ketika si kembar masih saja cuek, dan sibuk melahap spagetty mereka.
"Kak Kyuu, kau jangan bahas Dei dan toilet. Kami sedang makan!" Naruto memperingati, ia tidak mau membahas betapa adik mereka itu sangat cocok dengan toilet, apa lagi saat sakit perut Deidara bisa sampai berjam-jam di toilet.
Kyuubi hanya mendengus geli dengan perkataan Naruto yang ada benarnya. Mata crimsonnya tidak sengaja bertatapan dengan manik onyx yang berada tidak jauh dari tempat ia dan adik-adiknya duduk. Mata Kyuubi menajam, menatap dua orang yang duduk di sudut kafe itu dengan seksama.
Melihat penampilan kedua lelaki yang nampak biasa saja itu, Kyuubi dapat mengansumsikan jika kedua orang itu bukanlah ancaman. Tapi saat melihat sarung pistol dan isinya menggantung di sisi pinggang lelaki berambut raven , Kyuubi bersikap siaga. Ia berusaha tidak mengundang perhatian dari dua orang itu, terlebih yang berambut pantat ayam itu terus menatapnya tanpa berkedip.
.
.
.
.
.
Deidara baru saja keluar dari bilik toilet, ia mencuci tangannya di wastafel yang terdapat besar dari batas pinggangnya hingga mencapai langit-langit toilet. Bunyi pintu terbuka, menandakan jika Namikaze bungsu tidaklah sendirian di tempat yang cukup menyeramkan ini. Ia tidak terlalu suka bertemu dengan mahluk bernama hantu—dan Naruto lebih tidak suka soal yang satu itu. Kenapa juga kafe ini tidak mengganti lampu toilet yang sudah berkedip-kedip seperti itu.
.
.
.
.
.
Sasori keluar dari bilik toilet lalu menuju wastafel, memang hal itu adalah hal yang wajar untuk menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan. Tidak sengaja manik sewarna kacang almond miliknya bertemu dengan iris aquamarine yang sekilas hanya meliriknya—lalu kembali sibuk mencuci tangannya dari sisa busa Hand Soap.
Sasori tersenyum miring. Ia berjalan mendekat kearah wastafel persis disebelah pemuda berambut pirang panjang, yang masih sibuk dengan jari-jarinya dibawah siraman air. Sasori bersiul-siul dengan nada tidak jelas.
Selesai dengan tangannya yang sudah dianggap cukup bersih, Deidara hendak mengeringkan tangannya di pengering tangan yang menempel di dinding sebelah Sasori berada—masih dengan siulan tidak jelas dan senyuman miring samar, Sasori juga membasuh tangannya di kucuran air kran.
Deidara membatu, dengan gerakan patah-patah ia menoleh kearah Sasori. Sedari tadi, Deidara memang sudah menyadari adanya orang lain, dan ia hanya melihatnya sekilas lalu bersikap tidak peduli. Melihat si rambut merah dengan wajah baby face yang menatapnya menyebalkan, sang bungsu Namikaze itu yakin jika ia memang pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya. Dan yang jelas itu bukanlah hal yang bagus untuknya.
Deidara mendengus, ia berbalik berniat keluar dari toilet secepatnya. "Aku merasa jika kau sangat suka sekali denganku, sampai-sampai kau mau menguntitku hingga ke Jepang." dengan posisi membelakangi Sasori, Deidara melipat kedua tangannya didepan dada.
"Hanya kebetulan saja, Namikaze. Aku kemari karna memang sedang ingin berkumpul dengan kawan lamaku. Oh, haruskah aku beritahukan hal seperti itu padamu?" jawaban dari Sasori membuat Deidara sontak berbalik dengan ekpresi datar. Perlahan ia berjalan mendekat kearah si rambut merah.
" Apapun yang kau lakukan disini, aku tidak peduli. Tetapi baguslah jika CIA membuangmu, aku yakin kau sampai kemari hanya karna kau gagal waktu itu." Deidara mendengus sombong, ia tersenyum melihat wajah porselen Sasori memerah marah.
Sasori merasa di pecundangi oleh bocah ingusan yang bahkan belum genap 17 tahun didepannya. "Kau, suatu saat pasti akan melakukan kesalahan." Sasori mendekatkan wajahnya kearah Deidara yang menatapnya menantang, "Dan aku akan ada untuk melihat kekalahanmu pada saat itu. Maka berhati-hatilah~," Pemuda berambut merah itu bersiul-siul menuju pintu keluar.
Deidara menggenggam buku jari tangannya erat, hingga bunyi pintu ditutup ia mendecih. Dari awal pertemuan mereka di Los Angeles 6 bulan lalu, Sasori yang merupakan agen CIA tersebut selalu ada dimanapun sang Namikaze berada. Deidara sudah mencoba berbagai cara untuk menyingkirkan pemuda itu, dan sebulan yang lalu ia membuat pemuda merah itu malu atas tuduhan tanpa bukti pada dirinya. Melakukan pengrusakan pada jalan atas aksi kejar-kejaran mereka memakai motor, lalu Deidara menghilang bersama bukti yang tidak pernah ada ketika berhasil membobol masuk brankas tempat perjudian di kota kecil barat Amerika.
Sasori bukanlah orang biasa, Deidara tau itu. Pemuda merah itu juga tidak kalah pintar darinya, untuk itu pemerintah Amerika memperkerjakannya dengan predikat Terbaik dari yang Terbaik. Mencoba menenangkan diri, Deidara tidak bisa tinggal diam jika Sasori sampai tau identitas kakak-kakaknya juga. Ia harus tenang sehingga kakaknya tidak menanyakan dirinya yang macam-macam.
.
.
.
Amma Cherry
.
.
.
"Kenapa kau begitu lama?" Shikamaru menatap malas Sasori yang menggaruk belakang kepalanya kikuk, pemuda Akasuna itu duduk di samping kursi pemuda raven. Baru saja menaruh pantatnya diatas kursi nyaman dalam kafe, Sasori melongo ketika Sasuke malah berdiri dari tempat duduk disampingnya.
"Aku ingin bayar ini dulu, setelah ini kita kembali ke kantor." Sasuke beranjak menuju ke antrian kasir yang ada 3 orang sedang mengantri.
Sasori membuka tutup mulutnya dengan sikap dingin sang Uchiha, "dia tidak pernah berubah." ia mendesah dengan sikap Sasuke yang membosankan seperti itu. Sebenarnya, ia benar-benar tidak bermaksud memilih teman-teman yang membosankan, tapi mereka memang sangat cocok hingga sekarang dalam berteman. "Shika, aku ingin mendengar kisah kehebatan kalian setelah ini." ia menatap Shikamaru yang nampak mengantuk.
"Yeah, kau juga ceritakan padaku bagaimana bisa sampai ke Amerika?" Ekpresi malas pemuda nanas tidaklah berubah, tapi kekehannya sungguh membuat beberapa siswi berpakaian sekolah terpukau dan menjerit.
.
.
.
.
.
"Aku pikir, kau mungkin tidak menemukan toilet, dan malah masuk ke pintu ruang ganti baju wanita. Kau terlalu lama tersesatnya, BakaDei!" Naruko menyambut sarkas adiknya yang baru kembali duduk, dan mulai menikmati makanannya yang telah mendingin. Deidara hanya diam masih dengan pikirannya, tidak peduli jika makanannya sudah dingin, ia memang sedang lapar. "Aku ingin cepat-cepat berada dikasur, aku lelah~" Naruko mengeluh dengan nada manja. Kyuubi dan Deidara hanya memutar mata.
Siapa suruh begitu bernafsu menaiki semua wahana. Nanti ketika kelelahan dan tidak bisa tidur, saudari mereka ini akan ribut-ribut mengganggu orang lain.
.
.
.
.
.
"Terimakasih atas kunjungannya, silahkan datang kembali." Naruto tersenyum ramah pada penjaga kasir wanita yang mengulurkan uang kembalian padanya. Ia bergumam 'Terimakasih kembali' lalu berbalik setelah menerima kembalian.
Brukk!
"okh..." Naruto hampir terjerembab kesamping, ketika menabrak orang dibelakangnya ketika ia berbalik tiba-tiba. Seseorang menahan pinggangnya disamping kiri agar tidak jatuh. Naruto membuka matanya, sapphirenya bertatapan langsung pada iris onyxnya yang menatapnya tanpa ekpresi. Penjaga kasir menjerit melihat kecelakaan kecil a la drama di depannya.
Naruto lekas berdiri dengan tegak, wajahnya memerah entah kenapa ketika bertatapan dengan lelaki tampan bersurai raven di depannya. Ia membungkuk lalu berucap maaf, sebelum pergi kearah saudaranya yang menunggu dirinya untuk kembali ke hotel.
Tidak ada yang tau jika tadi jantung Sasukepun juga berdegub-degub tidak normal. Sang Uchiha leboh memilih menghiraukannya dan kembali pada ekpresi datar.
.
.
.
.
.
Sasori terus menatap kepergian Deidara dan saudara-saudaranya. Beberapa kali bertemu dengan pemuda berambut pirang panjang itu, membuat Sasori selalu di ambang rasa penasaran. Namun, sangat sulit untuk mencari bukti dan asal usul pemuda itu. Ia sudah mencoba berbagai cara dari berbagai koneksi dirinya sebagai agen pemerintahan. Dan ia yakin jika saudara-saudara dari si pirang itu sama menyeramkannya.
"Ayo!" Sasuke lebih dulu keluar dari kafe menuju mobilnya, Shikamaru segera menyusul dengan kedua tangan keatas tengkuk. Sasori segera keluar mengikuti kedua temannya. Setelah ini mereka akan begadang untuk berbagi cerita, dan Sasori akan mencoba membantu keduanya untuk menangani sebuah kasus.
.
.
.
CherryCherrCherr
.
.
.
Setibanya dikamar hotel tempat menginap sementara keempat Namikaze, mereka langsung menuju kamar masing-masing di hotel bintang lima tersebut. Kyuubi hanya berkata bahwa mereka akan berkumpul di restoran hotel untuk makan malam, dan membicarakan sesuatu.
.
.
.
.
.
Seusai mandi dan segar, Naruto bersantai di depan televisi kamar hotel menunggu makan malam. Kamar yang mewah dan dilengkapi kulkas dengan isinya didalamnya sangat membuat betah sang pemuda. Berpikir jika ia akan makan malam di restoran mewah, Naruto lantas akan memilih baju agar terlihat tampan.
Sebelum niatnya terlaksana, tayangan televisi yang menayangkan berita pembunuhan kejadian kemaren tertangkap di mata biru Naruto. Tapi bukan itu yang membuat ia terdiam, melainkan pemuda bersurai raven tampan yang tadi ditabraknya secara tak sengaja di kafe.
Orang itu adalah inspektur terkenal di Jepang. Naruto tersenyum tanpa arti, lalu melanjutkan niatnya mencari pakaian formal untuk makan malam. Sebenarnya memakai pakaian lusuh sekalipun Naruto tetap akan terlihat tampan dan maskulin. Si pirang tersenyum lagi di depan cermin membanggakan diri.
.
.
.
.
.
Makan malam keempat Namikaze sangat tenang dan nyaman, disajikan makanan berkelas dari chef dan pelayanan dalam restoran yang memuaskan membuat mereka menikmati makan malam layaknya bangsawan pada umumnya.
"Seharusnya aku boleh minta sedikit garam atau lada hitamnya untuk daging ini." Naruto berekpresi seolah mengeluh kecewa—ingin mencari masalah.
"Kau jangan coba mencari masalah!" Kyuubi memperingati. Ia mengangkat gelas dan minum dengan sangat elegan, lalu tersenyum meremehkan pada Naruto, membuat pemuda itu mendengus.
"Kakak memang ingin bicarakan apa?" Naruko yang sudah sangat cantik dengan gaun berwarna purple itu, menatap sang sulung dengan rasa ingin tau.
Kyuubi menyeringai kearah tiga adiknya.
"Akan aku jelaskan detailnya di kamarku, untuk sekarang aku hanya bilang jika kita akan melakukan permainan yang menyenangkan beberapa hari lagi." Kyuubi memutar isi gelas dan menghirup wangi dari cairan didalamnya. "Di Jepang ditemukan sebuah benda yang sangat bersejarah, yang pasti akan sangat mahal. Tapi mereka masih menyembunyikan seperti apa benda tersebut pada publik, dalam waktu kurang dari seminggu mereka akan memamerkan benda itu. Kita akan ada disana saat pesta perusahaan besar di Jepang berlangsung." mata crimson Kyuubi menatap wajah santai adik-adiknya satu-satu.
"Maksudmu, kita melakukannya ditengah pesta? Mencuri benda tidak jelas itu? Dan jauh-jauh kemari hanya untuk itu?" Deidara memberi pertanyaan beruntun pada kakak tertuanya.
Kyuubi hanya mengangguk polos.
Ketiga pirang itu segera menyeret Kyuubi kekamarnya tanpa ampun.
Dasar Rubah berbisa.
Ketiga terus menyeret meski berontakan Kyuubi cukup kuat—malu dengan tatapan orang-orang.
TBC
alohaaaa~ saya bawa fanfic tidak jelas lagi~ #ditabok
Tenang, ff yg lain masih dalam proses. /gak ditanya
berminat kasih saya review? :3
kasih pendapat atau semacamnya. :*
TOMAT-JERUK
