Bokutachi no Melody

Disclaimer:

Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi-sensei

Bokutachi no Melody © Akashitetsuya3 a.k.a Arisu

Lagu-lagu yang ada sisini © komposernya (males ah sebut satu-satu /woy/)

Pair: AkaKuro

Warning: OOCness, Typo(s), dan lain-lain.

A/N: …nyobain genre romance. Baru nyobain genre music juga. Entahlah, mudahan feel nya dapet. Udah itu aja /digaplok/

Dedicated for AkaKuro Week 2015

Happy reading….

The Melody Of Us

Suara musik itu terdengar lagi. Suara alunan musik piano dari ruangan klub musik. Sudah hampir seminggu ini Akashi mendengar alunan musik itu. Waktunya selalu sama, setiap jam pulang sekolah. Hanya satu hari tempat Akashi tidak mendengarnya, yakni saat hari pertmana sekolah atau lebih tepatnya saat upacara pembukaan.

Permainannya tidak buruk. Sangat bagus, malah. Akashi yakin pasti yang memainkannya sudah tahu betul tentang lagu ini. Tidak mudah bagi seorang amatiran untuk memainkan lagu ini. Ya, The Air On G String karya Johanna Sebastian Bach. Sebuah lagu instrumental yang meledak di pasaran pasca 100 tahun kematian penciptanya. Sepertinya orang yang memainkan piano sekarang jni merupakan anggota klub musik.

Akashi bukanlah tipe orang yang akan memperdulikan kegiatan orang lain jika aktivitasnya itu tidak ada hubungannya dengan yang bersangkutan. Terlebih lagi jika hal itu tidak menguntungkannya. Tetapi Akashi juga manusia, kan? Ia juga bisa kepo, kan? Buktinya saat ini Ia tidak sadar mengikuti sumber suara itu, suara yang hampir seminggu ini menggelitik gendang telinganya.

Langkah kakinya terhenti saat Ia berpijak di depan sebuah ruangan. Sumber alunan musik itu kelas berasal dari ruangan ini. Ia mendongakkan kepalanya. "Klub Musik", tulisannya tertera di papan itu. Ia pun mencoba membuka pintu ruangan itu sedikit demi sedikit.

Terlihat seorang remaja bersurai baby blue tengah asyik berkutat dengan sebuah grand piano berwarna hitam yang berada di ruangan itu. Jari jemarinya menari dengan lincah diatas tuts-tuts disana. Kedua matanya terpejam, mencerminkan penghayatan yang amat dalam saat melakukan aksinya. Tetapi kenapa Akashi merasakan hawa kesedihan terpancar disana?

Akashi terlalu terpana menyaksikan pemandangan di hadapannya. Tanpa sadar pintu ruangan itu sudah terbuka sepenuhnya. Hingga lagu itu mencapai part Outro, Akashi masih enggan melangkahkan kakinya untuk menjauh dari ruangan itu.

Surai baby blue itu mengakhiri simfoninya. Kedua matanya yang sedari tadi dikatupkan mulai dibuka perlahan-lahan. Ia pun menoleh ke arah surai teal itu. Kedua manik aquamarine nya bertemu pandang dengan keping ruby milik Akashi.

"Kau...siapa?"

Hening sejenak, sebelum Akashi akhirnya berdehem dan menjawab pertanyaannya. "Aku Akashi Seijuurou, kelas 1-3". Pemuda di hadapannya mengukurkan tangannya. "Doumo, namaku Kuroko Tetsuya. Aku dari kelas 1-7. Salam kenal", Ia menyunggingkan seulas senyuman. Akashi pun membalas uluran tangannya.

Akashi menatapnya lekat. Orang ini memiliki mata yang indah, batinnya. Ia menyukai warna biru yang terdapat pada kedua manik itu. Tampak tenang seperti pemandangan laut yang menjadi favoritnya. Tanpa sadar, Akashi membalas senyumannya.

"Aku sering mendengarkan suara pianomu itu", seru Akashi.

"Eh? Apa suara piano ini sekeras itu? Aku khawatir permainanku mengganggu yang lain", balasnya.

"Tidak juga. Menurutku permainanmu bagus. Dan...aku menyukainya."

"Terima kasih atas pujianmu."

Akashi melihat ke arah remaja di hadapannya. Formal sekali, pikirnya. Hening menyelimuti keduanya. Kuroko melihat ke arah tangan kiri Akashi.

"Akashi-kun ahli bermain biola ya?". Akashi terkejut mendengarnya.

"Kenapa kau pikir begitu?"

"Aku lihat jari-jari Akashi-kun seperti mengeras di bagian ujungnya. Tetapi hanys sedkit, bentuknya seperti lempengan. Setahuku itu pertanda seseorang yang sudah terbiasa memegang alat musik senar."

"Hm? Tetapi biola termasuk alat musik gesek, kan? Kenapa kau menyimpulkannya sebagai biola? Bukankah ada alat musik lainnya yang tipe senar? Seperti gitar, cello, dawai, bass, atau apa saja", Akashi tak mau kalah.

"Tidak ada, hanya perasaanku saja. Apa aku salah?", balasnya dengan wajah datar.

"Tidak juga. Tebakanmu benar".

Tanpa sadar, Akashi menyunggingkan seringai tipis. Menarik juga.

"Apa Akashi-kun kemari karena ingin bergabung dengan klub musik?"

Akashi tidak menjawab. Sebenarnya Ia berencana untuk bergabung dengan klub shogi. Ia kemari hanua untuk melihat sosok pemajn yang selama ini memainkan salah satu lagu favoritnya itu.

"Kau benar. Boleh aku minta formulir anggotanya?"

Sepertinya bergabung dengan klub ini tidak buruk juga. Lagipula bermain biola merupakan salah satu kegemarannya. Selain itu, sepertinya si azure ini sudah menarik perhatiannya.

.

Senin sore. Akashi bergegas keluar dari ruang kelasnya dan menuju ke ruangan klub musik. Kali ini bukan lagi instrumen The Air On G String yang didengarnya.

Turkish March milik Mozart.

Sepertinya orang ini memang sudah pro, pikirnya. Tentu saja, tidak sembarang orang bisa memainkan lagu ini. Apalagi sampai selincah ini. Nada lagunya yang ceria serta temponya yang sangat cepat menjadikan lagu ini termasuk tahap Insane.

Dibukanya pintu ruangan itu.

.

"Aku ingin mendengarkan permaina Akashi-kun", seru Tetsuya.

"Oh ya? Maksudmu ingin melihatku bermain biola?"

Tetsuya mengangguk. Akashi pun menurutinya. Ia mengambil salah satu biola yang terdapat di ruangan itu dan memainkannya. Ia pun mencoba memainkan Turkish March tadi. Seusai memainkannya, Tetsuya langsung bertepuk tangan.

"Permainan biola Akashi-kun bagus sekali", puji Tetsuya.

Ia melihat ke arah bola mata Tetsuya. Kedua manik azure itu kembali menghangat. Orang seperti Tetsuya memang termasuk orang yang jarang tersenyum. Ia lebih sering menampakkan wajah datarnya.

Dan tanpa sadar, Akashi mulai terpikat dengan senyumannya.

.

"Oh iya Tetsuya, kamarmu nomor berapa?" Tanya Akashi suatu hari saat mereka tengah beristirahat dari latihan rutin mereka. Sekolah mereka memang sekolah asrama, selain itu waktu masuk sekolahnya pun berbeda. Kalau sekolah lainnya semester pertama dimulai dari musim semi, maka sekolah mereka dimulai dari musim gugur.

"Nomor 147. Akashi-kun sendiri?" Akashi terkejut mendengarnya. Sepengetahuannya penghuni kamar dari nomor 140 sampai 160 adalah siswa yang masuk melalui jalur beasiswa. Jadi Tetsuya merupakan salah satu dari 20 orang itu?

"Ternyata kita bertetangga. Aku nomor 137, tepat dibawah kamarmu", serunya.

"Benarkah?" Tanya Tetsuya balik. Akashi mengangguj.

Hening sejenak. Akashi asyik menyesap aroma the hijaunya.

"Kalau begitu….maukah besok pagi Akashi-kun berangkat sekolah denganku?" Tanya Tetsuya ragu.

"Boleh saja. Aku tidak keberatan" balas Akashi langsung.

Tetsuya pun berterima kasih dan tak lupa disertai dengan senyuman tipis.

.

Akashi mengenakan dasinya. Sebentar lagi Ia akan berangkat sekolah. Setelah merasa puas dengan penampilannya, Ia segera menjinjing tasnya dan melangkah keluar kamarnya. Tepat setelah Ia membuka pintu, tak jauh dari tempatnya berdiri terlihat remaja bersurai bluenette tengah membaca sebuah novel sambil bersandar di pohon ek di dekat gedung asramanya. Kalau Akashi tidak salah lihat, ada headset yang menempel di terlinga orang itu. Akashi segera menghampirinya.

"Selamat pagi Akashi-kun" sapanya.

"Pagi. Sudah lama menunggu?" Tanya Akashi.

"Tidak juga" balasnya. Akashi memperhatikan headset yang menempel di telinganya.

"Kau sedang mendengarkan lagu apa?"

Tetsuya terdiam sejenak sebelum akhirnya Ia mencopot salah satu bagian headset di telinga kirinya.

"Akashi-kun mau dengar juga?" tawarnya sambil menyodorkannya.

Tanpa ragu Akashi menerimanya dan memasangkan di telinganya. Canon In D Major.

"Kalau begitu bias kita berangkat sekarang?"

"Baik".

Mereka pun melangkah beriringan diiringi oleh instrument milik John Campbell tadi.

.

Akashi mengerjakan tugas rumahnya. Saat ini Ia tengah mengerjakan tugas fisika yang diberikan pagi tadi. Sebenarnya tugas itu dikumpulkan minggu depan, tetapi Ia bukanlah tipe orang yang suka menunda pekerjaan. Tiba-tiba ponselnya bergetar, tanda email masuk. Akashi segera membukanya.

From: Kuroko Tetsuya

Subject: Minta Bantuan

Akashi-kun, bisakah aku meminta bantuanmu? Aku kesulitan mengerjakan tugas kimiaku.

Sebenarnya Akashi tengah mengerjakan tugas juga. Ia melihat buku tugasnya, tinggal beberapa nomor lagi. Ah, paling-paling dalam lima menit saja Ia bias menyelesaikannya. Ia pun membalas emailnya.

To: Kuroko Tetsuya

Subject: Re: Minta Bantuan

Tentu. Kau bisa datang ke kamarku.

,

Pintu kamar Akashi diketuk."Masuk", serunya. Yang dimaksud pun segera membuka pintu kamarnya. Terlihat Tetsuya yang memeluk beberapa buah buku. Ia pun segera mendekat ke arahnya.

"Apa aku menganggu?"

"Tidak juga. Nah, mana tugasnya?"

Tetsuya pun segera mengeluarkan alat tulisnya. Tak lupa juga iPod yang sering dibawanya setiap beragkat sekolah. Ia pun menyetel lagu Waltz yang menemaninya mengerjakan tugas itu. Sepertinya si azure ini memang tak bisa lepas dari musik.

.

"Terima kasih sudah mengajariku", Akashi mengangguk.

"Sekarang Akashi-kun ingin meminta imbalan apa?"

Alis Akashi berkedut. "…Maaf?"

"Akashi-kun sudah berbaik hati mengajariku. Jadi aku ingin membalasnya."

Akashi terkekeh pelan, "Santai saja, aku membantumu tanpa mengharapkan apa-apa kok".

Raut kekecewaan terpancar dari wajah Tetsuya.

"Tetapi aku merasa tidak enak hati…"

Akashi menimang sejenak. "Sebenarnya Aku ingin memintamu memainkan lagu untukku, tetapi disini tidak ada piano."

"Jangan khawatirkan soal itu" balas Tetsuya.

Ia merogoh ke dalam tasnya, sebelum akhirnya Ia mengeluarkan sebuah pianika kecil berwarna biru muda, persis seperti bola matanya. "Tidak keberatan kalau pianonya aku ganti dengan pianika ini? Kalau aku sedang bepergian aku selalu membawanya."

Tanpa sadar, Akashi tersenyum melihat tingkah laku orang ini. "Kalau begitu, mainkan sebuah lagu yang ingin kau mainkan untukku". Gantian, kali ini Tetsuya yang menimang sejenak. "Tentu", balasnya cepat. Ia pun mulai memainkan pianika itu.

Oh, tumben bukan instrument klasik zaman dulu.

Kalau tidak salah sepertinya aku tahu lagu ini.

SOUND OF DESTINY. Lagu Jepang. Suara vokalnya diganti dengan suara pianika.

Akashi tiba-tiba tersentak, Sound of Destiny…..untukku?

.

The stars now draw out my fate, sparkling out endless night

Right now there is only one thing I have decided,

And that's that I won't separate from you

If I softly close my eyes, I can hear my heartbeat

It's proof that I am alive

Going by the rhythm engraved in my heart

Let's go while dancing! Wherever it is…

-(Sound Of Destiny)

-TBC-

A/N 2 : Lagi-lagi fanfic yang saya buat pas MID :""") kenapa saya selalu dapet ide pas sedang ngerjain soal? Terus pas bel bunyi tiba-tiba idenya ilang /nyesek/ apakah saya dikutuk /woy/

Err gimana menurut anda fanfic ini? Saya mencoba genre music. Review akan sangat saya hargai.

Happy AkaKuro Week Day #5^^

Danke,

Arisu