DISCLAIMER :

Togashi-sensei

PAIRING :

Absolutely KuroPika^^

WARNING :

AU. Shounen ai. Terjemahan dari versi English, collab with aionwatha


Rumah itu sangat besar. Dikelilingi pagar yang tinggi di semua sisi, dan kamera pengawas yang merekam selama 24 jam. Namun semua itu tak berarti apa-apa bagi seorang pria seperti Kuroro Lucifer. Dia adalah pria yang punya ambisi dan tak akan membiarkan apapun atau siapapun menghalangi jalannya. Tujuannya malam ini adalah sebuah lukisan Monet yang memiliki nilai yang pantas. Dia sudah melakukan persiapan. Sebelum datang ke rumah ini, Kuroro sudah mempelajari blueprint tempat itu, berteman dengan seorang petugas keamanan yang membiarkan dirinya sendiri mabuk dan membocorkan semua rahasia majikannya beserta sistem keamanan mereka. Menyusup ke tempat itu sangat mudah. Dia menghindari sorotan kamera, bergerak dalam kegelapan dan dengan mudahnya masuk ke dalam mansion. Kuroro melihat satu jendela di lantai dua terbuka. Dia memanjat ke sana, menyelinap masuk dan mengamati sekitarnya.

Rupanya dia tengah berada di sebuah kamar. Kamar tidur yang mewah, dengan tempat tidur berkanopi dan tirai yang berat. Terlihat ada seseorang sedang tidur di sana, maka Kuroro pun bersembunyi di balik salah satu tirai dan mengintip orang itu, berusaha melihat apakah orang tersebut terbangun karena kedatangannya. Kuroro melihat lebih dekat.

Dia melihat—seorang gadis, dengan rambutnya yang pirang.

'Dia pasti putrinya Duke, dimanjakan sepenuhnya dengan uang dan kemewahan,' pikirnya sinis.

Dia baru saja akan berbalik pergi dan melanjutkan rencananya semula ketika tiba-tiba gadis itu terbangun. Tentu saja, sebagai seorang pencuri profesional, dia sudah terlatih untuk memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap keberadaan orang lain.

"Siapa kau?" Tanya gadis itu, matanya mencari-cari ke dalam kegelapan.

Kuroro terkesiap. Gadis itu tajam juga. Rasanya Kuroro tidak menimbulkan suara apapun yang bisa membuat Si Gadis menyadari keberadaannya. Yah, sudahlah. Tak ada gunanya lagi Kuroro berpura-pura tak ada di sana.

"Bukan siapa-siapa," pria itu berkata dengan tenang. "Aku akan pergi."

Dia mengambil satu langkah ke belakang, terlindung dalam kegelapan dan menatap wajah Si Gadis. Kuroro mengernyit. Gadis itu berkulit pucat, dan cantik. Siapa yang peduli pada Monet dan lukisan-lukisannya? Di hadapannya sekarang, ada sesuatu yang sepadan dengan permata apapun di dunia ini. Dia hampir saja akan melangkah maju, namun berhenti. Lebih baik gadis itu tidak melihat wajahnya. Kuroro tidak tahu harus berkata apa tentang ketertarikannya yang tiba-tiba ini pada seorang gadis kaya raya. Dia tak mau bertindak terlalu gegabah. Dia harus pergi dari tempat itu, berpikir, mempelajari segala sesuatu tentangnya, siapa dia dan kenapa dia begitu penting untuknya. Kuroro kembali mundur selangkah.

"Aku akan pergi," ulangnya.

"Jangan meremehkanku," kalimat lain muncul dari bibir Si Gadis, dengan nada yang terkesan tajam.

Dalam sekejap, dia sudah berdiri di dekat tempat tidurnya. Rambut pirang lembut Si Gadis masih membuat Kuroro takjub, walau rambutnya pendek...hanya sedikit melebihi dagu. Dan Kuroro tidak melihat sedikitpun rasa takut atau ngeri di wajahnya yang cantik. Si Gadis terlihat tenang, terkendali. Waspada. Bagaimana bisa?

Kuroro mundur selangkah lagi dan diam-diam mengamati Si Gadis selama sekitar satu atau dua menit.

"Siapa kau?" Akhirnya Kuroro bertanya. Dia memperhatikan sekeliling kamar itu. "Putri Keluarga Clementine, mungkin?"

Kamar tempatnya berada sekarang berselera tinggi. Tak mungkin seorang pengawal akan tidur di kamar semewah ini. Dia pasti salah seorang anggota keluarga bangsawan pemilik mansion.

"Penyusuplah yang harus menjawab lebih dulu. Bukankah begitu peraturannya?" Si Gadis bertanya dengan sedikit kernyitan menghiasi kulitnya yang tampak begitu lembut. Dengan cepat, dia mengambil sebuah benda logam dan berkilau dari atas meja. Di bawah cahaya yang remang-remang, Kuroro melihat benda apa itu. Sebuah pisau. Mungkin pisau yang biasa digunakan gadis itu untuk membuka surat.

Kuroro harus berpikir secepat mungkin. 'Kalau begitu mungkin aku akan bermain dulu sebentar,' ucapnya dalam hati dan ia pun tersenyum.

"Cukup adil," kata Kuroro dengan suara yang cukup keras agar Si Gadis bisa mendengarnya. Dia maju selangkah, sudah setengah jalan menuju sorotan cahaya bulan yang sinarnya menembus kaca jendela kamar itu. Akan tetapi wajah Kuroro masih terhalang kegelapan. "Jika kau bisa mengalahkanku, aku akan memberitahukan namaku padamu. Tapi setiap kali aku berhasil menyerangmu, kau harus menjawab salah satu pertanyaanku."

Tanpa bicara, Si Gadis pun bergerak. Dia menyerang ke arah Kuroro, memegang pisau di hadapannya layaknya senjata. Dengan cukup mudah Kuroro menghindar, namun dia tahu Si Gadis baru saja mulai. Kemampuannya mengarahkan serangan dan kelincahan yang dimilikinya mengejutkan Kuroro, namun itu kejutan yang menyenangkan. Akhir-akhir ini Kuroro tak punya kesempatan untuk bisa menggunakan kemampuannya bertarung dengan sungguh-sungguh. Dan dia suka tantangan bagus. Kuroro mengarahkan tendangannya ke pergelangan kaki si gadis.

"Ah!" Gadis itu segera berpegangan ke sebuah kursi kayu agar tidak sampai jatuh.

"Bagus, kau berhasil mengembalikan keseimbangan tubuhmu dengan cepat," Kuroro berkomentar. Oh, sungguh dia bersenang-senang malam ini. "Tapi aku sudah mengenai pergelangan kakimu. Sebutkan namamu." Si Gadis membuka mulutnya tapi dengan cepat pria itu menambahkan, "Nama aslimu tentu saja." Rasa jengkel karena ketahuan akan berbohong terlihat jelas di wajah si gadis. "Aku menunggu," tambah Kuroro lagi. "Siapa namamu, Tuan Putri?" Dia memiringkan kepalanya. "Jika kau berhasil menyerangku, aku akan memberitahukan namaku padamu."

Pria itu masihdiam dalam kegelapan, mengamati wajah cantik Si Gadis. Sungguh mempesona. Dia belum pernah melihat seseorang secantik ini. Benar-benar karya seni bernilai tinggi, lebih cantik dari lukisan apapun yang pernah dicuri Kuroro. Meskipun begitu, Kuroro bisa melihat bibir Si Gadis mengencang membentuk garis lurus dan semakin terlihat tak senang. Kuroro menaikkan sebelah alis matanya. 'Apa ucapanku ada yang salah?' Pikir Kuroro.

Si Gadis menegakkan posisi tubuhnya. "Kurapika," dia berbisik menjawab pertanyaan pria itu sambil mengangkat sebelah tangannya, mengarahkan pisau ke wajah Kuroro. "Dan jangan berani-beraninya kau memanggilku Tuan Putri!"

"Kurapika," Kuroro mengulang nama Si Gadis sambil menghindari pisau itu dengan mudah. Kuroro mengangguk. Ada sesuatu…yang mengusik benaknya ketika mendengar nama itu, tapi dia tak ingat pernah bertemu gadis itu maupun mendengar namanya sebelum ini. "Aku tak akan memanggilmu Tuan Putri lagi, jika itu menyinggung perasaanmu. Yang Mulia," Kuroro memiringkan kepalanya, giginya yang putih berkilau saat kedua sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman yang menawan.

Sesaat Kurapika berdiri diam tak bergerak, sepertinya dia tertegun. Kemudian, dengan gerakan cepat sekali saja, gadis itu menggores lengan Kuroro, memberinya sebuah luka kecil.

"Nama," Si Gadis berkata dengan tegas.

Kuroro terkesan. Sangat. Terkesan.

"Kuroro," jawabnya. "Kuroro Lucifer." Dia menunduk melihat lengannya yang terluka. "Kau hebat," puji Kuroro. "Giliranku."

Dia melesat ke sebelah kanan Si Gadis, dalam sekejap menghilang dalam kegelapan dan mengarahkan sebuah pukulan ke belakang gadis itu, berusaha membuatnya kalah dengan mengejutkannya.

Kurapika merasakan kehadiran Kuroro. Terkejut, dia menoleh untuk membalas serangan pria itu tapi tiba-tiba saja dia dipukul di bagian tengkuk.

"A-Ah…"

Kurapika pun langsung tak sadarkan diri. Kuroro memeluk pinggangnya yang ramping. Sebelum mata Kurapika tertutup, Kuroro melihatnya—sepasang mata yang berwarna biru—bagaikan warna samudera.

Kuroro menunduk melihatnya, menatap Kurapika dengan penuh pertimbangan. Dia bisa saja pergi sekarang. Membawa gadis itu bersamanya. Mencurinya. Akan sangat mudah baginya melakukan hal itu. Kuroro mengangkat tubuh Kurapika, membawanya kembali ke tempat tidur. Perlahan dia membaringkannya dan menatapnya kembali, mempertimbangkan lagi keputusan yang diambilnya. Akhirnya, Kuroro berbalik pergi. Pasti akan ada waktunya. Dia akan menyelidiki semua tentang gadis itu. Dia akan kembali. Untuk saat ini, ada lukisan yang harus ia dapatkan. Klien-nya sudah membayar setengah juta dolar dalam bentuk deposito.

Kuroro menyelinap keluar dari kamar Kurapika dan bergerak tanpa suara menyusuri rumah itu. Segera saja, dia mendapatkan apa yang semula membuatnya datang ke rumah itu lalu pergi.


Ketika Kuroro pulang, dia mengirimkan pesan pada klien-nya memberitahukan bahwa dia sudah berhasil mendapatkan lukisan itu dan kunci brankas di bank akan ia berikan setelah sisa pembayaran dikirim ke rekeningnya. Lalu, dia pun tidur. Saat bangun, hal pertama yang dilakukan Kuroro adalah menghubungi seorang kenalannya. Shalnark. Pemuda itu jenius dalam hal-hal yang berkaitan dengan komputer dan bisa mendapatkan semua informasi yang Kuroro inginkan.

"Shal," dia berkata ketika pemuda itu menjawab teleponnya. "Aku perlu informasi. Kurapika. Ada hubungannya dengan Keluarga Clementine. Mungkin putrinya. Beri aku semua informasi yang kau dapatkan."

"Baiklah Danchou! Aku akan meneleponmu kembali," jawab Shalnark.

Kuroro menutup teleponnya dan membuat secangkir kopi, menyesapnya perlahan sambil menunggu pemuda maniak teknologi itu balik meneleponnya. Dan Shalnark benar-benar melakukannya.

"Aku tak mengerti," ujar Shalnark begitu terhubung dengan Kuroro. "Aku hampir tak mendapatkan apa-apa. Hampir tak ada informasi tentang keluarga itu. Mereka benar-benar tertutup. Tapi aku tak melihat ada yang menyebutkan tentang putri Keluarga Clementine. Hanya seorang pewaris lelaki."

"Hmm…," Kuroro bergumam sambil merenung. "Mungkin sahabat keluarga itu atau yang berasal dari lingkungan mereka? Baiklah, Shal. Kalau kau mendapatkan informasi lainnya, beritahu aku segera. Aku akan pergi lagi malam ini. Sampaikan informasi apapun yang kau temukan mengenai keluarga itu."

Kuroro menutup teleponnya. Sesaat kemudian, ponselnya bergetar dan dia melihat pesan yang baru masuk. Klien-nya sudah mengirimkan uang sebesar yang ia minta. Mereka merencanakan pertemuan sore nanti. Kuroro memberikan sebuah kunci untuk mengambil lukisan lalu pergi. Dia menunggu hingga malam tiba.


Sedikit lewat dari tengah malam, Kuroro kembali ke kamar Kurapika, duduk di kusen jendela dengan bertumpang kaki. Matanya tertuju ke tempat tidur dan dia menunggu, ingin tahu Si Pirang perlu waktu berapa lama untuk menyadari keberadaannya.

Kurapika bergerak dalam tidurnya. Dan bersuara…hampir terdengar seperti mengerang. Kuroro turun dari kusen jendela dan melangkah, sedikit mendekati tempat tidur di mana Kurapika berada. Ketika gadis itu bersuara lagi, dia membeku, khawatir bahwa dia mungkin akan membuatnya bangun. Keheningan yang terjadi saat itu terasa menyesakkan. Kuroro melangkah keluar dari kegelapan, berdiri di dekat tepat tidur, diam menatap Kurapika.

Sesaat kemudian, tanpa sadar pria itu tersenyum saat melihat lagi sepasang mata biru yang terlihat begitu memikat. Segera saja Kurapika melihat Kuroro yang menghalangi pandangannya ke jendela.

"Kau!—" desisnya. Gadis itu masih terkejut dengan mimpi buruk yang baru saja ia alami namun memaksakan diri untuk sadar sepenuhnya.

Sebelum sempat beranjak, Kuroro pun bertindak. Dia merundukkan badannya di atas Kurapika, menangkap kedua pergelangan tangannya dan menekannya ke kasur yang empuk itu. Tanpa bicara, Kuroro menatapnya sejenak, mengarahkan tatapannya ke sosok yang lembut itu. Sungguh suatu karya seni. Cantik, benar-benar cantik. Kuroro ingin tahu bagaimana rasanya mencium Si Gadis Clementine, mencuri bibirnya dan menangkap hatinya. Yah, setidaknya menciumnya adalah hal mudah. Kuroro mencondongkan badannya dan menekankan bibirnya ke bibir Kurapika, sambil masih memegangi kedua pergelangan tangannya.

Kurapika berhenti bergerak seketika, matanya terbelalak. Pria itu melumat bibirnya. Kurapika merusaha mendorongnya tapi Kuroro tak bergeming sedikit pun. Kurapika bersuara pelan, suara yang terdengar bagai tercekik dan memutar kedua lengannya untuk melepaskan diri dari cengkeraman pria itu, mencengkeram kedua bahunya, memutar dan mendorongnya sekaligus, berusaha keras mendorong Kuroro agar menjauh darinya.

Kuroro menyentuhkan lidahnya sedikit ke permukaan bibir gadis itu dan akhirnya berdiri tegak kembali. "Selamat pagi, Yang Mulia," ia menyapa. Dan menyeringai. Dia tak bisa lagi memanggilnya Tuan Putri, jadi inilah yang terbaik.

Wajah Kurapika merah padam, gadis itu berusaha menghapus ciuman Kuroro dari bibirnya yang merah muda dan basah, dengan punggung tangannya. Dia mengepalkan sebelah tangannya dan mengarahkan sebuah tinjuan pada Kuroro.

Kuroro heran, 'Seorang gadis ingin memukulku? Wah ini baru pertama kalinya terjadi,' dan sebuah seringai nakal terlihat di wajah tampan pencuri itu.

"Kau mesum!" kata gadis itu geram.

"Mesum?" Tanya Kuroro. "Yang kulakukan hanyalah menciummu. Jangan melebih-lebihkan sejauh itu." Dia mengangkat bahunya. "Jangan bilang ini pertama kalinya seseorang mencium bibirmu. Dengan kecantikan seperti ini…" Kuroro mengamati lagi gadis itu dengan hasrat tertentu terlihat di matanya yang berwarna gelap. "Pasti kau sudah pernah dicium sebelumnya."

"Hati-hati dengan ucapanmu!" Kurapika berseru. Dia terus berusaha memukul Kuroro tapi kali ini usahanya sungguh sia-sia karena kemarahan yang menguasai dirinya. Kuroro menghindari pukulannya dengan mudah dan seringai di wajahnya tak pernah hilang. "Dan bagaimana dengan tingkah lakumu sekarang?" Dia menggoda gadis itu.

"Aku belum pernah dicium sebelumnya dan aku bukan gay!" Kurapika berteriak.

Kuroro tertegun. Dia membeku, mengernyit memandangi Si Pirang. "Kau...laki-laki?" Tatapannya menelusuri sosok Kurapika, mencari tanda lekuk tubuh wanita dan dia tak menemukannya. Yah, itu...di luar dugaan. "Pewaris Sang Duke?" tebaknya. Dia meletakkan jarinya ke bibir, mengamati Kurapika.

"Kau benar-benar mengira aku perempuan?!" Sosok pirang itu bertanya dengan putus asa, membuat Kuroro penasaran apakah dia pernah disangka perempuan juga sebelumnya. Mungkin hal itu sudah berkali-kali terjadi. Kuroro memiringkan kepalanya. Dan meletakkan tangannya di dada Kurapika. Benar-benar bukan perempuan.

"Ini kesalahan," Kuroro berkata sambil mengangkat bahunya.

Dia ingin tahu apakah kenyataan ini akan merubahnya. Lelaki atau perempuan, dia tak pernah melihat seseorang secantik itu, sebelumnya. Seni tetaplah seni. 'Itu bukan masalah,' Kuroro memutuskan. Mungkin akan sedikit menyulitkannya dalam mencuri permata cantik ini tapi…sungguh suatu tantangan.

Pria itu tersenyum. "Mencuri ciuman pertamamu tanpa adanya kompensasi benar-benar jauh dari pikiranku. Terima kasih." Dan dia pun mencium Kurapika lagi; hanya sebuah kecupan kilat dan dia pun berdiri, menghindari pembalasan dari gadis—ah tidak, dari pemuda itu.

Terdengar suara keras dari balik pintu kamar Kurapika, juga suara teriakan. Sepertinya mereka berdua sudah mengejutkan para pengawal. Kurapika langsung menghentikan serangannya. Seulas senyum kemenangan muncul di wajah lembutnya. Tapi dia tidak tahu pencuri macam apa Kuroro itu.

Kuroro tersenyum balik padanya. Mengecup pemuda itu lagi dan dalam sekejap dia sudah ada di jendela.

"Baiklah kalau begitu, Little Prince," katanya, "Aku akan mencurimu segera. Setidaknya carilah aku jika kau mengharapkannya. Dan sungguh kau harus membiarkan para pengawalmu itu masuk. Bisa jadi berbahaya. Untuk mereka tentu saja."

Dia melompat turun. Sambil berlari, Kuroro menelepon Shalnark. "Shal," ucapnya," Kurapika bukan putrinya tapi putra Keluarga Clemetine. Temukan informasi apapun yang bisa kau dapatkan. Sekolah, pekerjaan, guru privat, teman-temannya. Semuanya."

Dengan adanya informasi baru dari Kuroro, Shalnark bisa mendapatkan informasi lebih kali ini. "Mmm…seperti yang bisa diduga sebelumnya, dia sekolah di sekolah khusus, memiliki seorang guru privat bernama Mizuken, tertarik pada sejarah, seni…Ibunya sudah meninggal saat melahirkannya."

"Sejarah dan seni, ya," Kuroro menyeringai. "Ini jadi semakin menarik." Setidaknya mereka punya beberapa kesamaan.

Di seberang sana, Shalnark berkata dengan ragu, "Ah, Danchou…kedengarannya kau bersenang-senang."

Kuroro tertawa pelan. "Kurasa begitu. Dan aku tahu apa yang akan kucuri kemudian."

"Jangan bilang kau bermaksud menculik pemuda itu dan meminta tebusan dalam jumlah banyak pada Duke?" Shalnark bertanya dengan bersemangat.

"Ya, menculiknya," Kuroro mengiyakan, tapi tidak secara khusus menyebutkan bahwa dia akan meminta uang tebusan. "Aku akan membiarkannya panik sedikit selama satu atau dua inggu. Hal apapun yang kau temukan selanjutnya, aku ingin tahu."

Dia mengakhiri percakapan mereka, menerobos dinding rumah itu dengan mudah dan lari ke tempat di mana dia memarikirkan mobilnya. Sesampainya di rumah, dia menyeringai sendiri.


TBC


A/N :

Untuk yang menunggu translate 1001 Nights, minggu ini hanya sekali update...Soalnya aku sedang agak sibuk di kantor dan sedikit ga enak badan.

Tapi sedang aku kerjakan...begitu pula dengan fic-fic lainnya, udah ada tiga yang aku kerjakan tapi baru setengahnya. Hm...sedang sedikit kesulitan untuk fokus juga sebenarnya. Makanya aku mulai dengan yang ini dulu sekalian rileks dikit...

.

Review please...^^