Part 1: New Neighbor
Length: Chaptered
Rating: PG13
Genre: Romance, Angst, Friendship
Main Cast:
Uzumaki Naruto
Hyuuga Hinata
Inuzuka Kiba
Enjoy!
"Naruto." ibunya memanggilnya dari teras. Naruto berbalik, wajahnya penuh akan keringat dan sedikit bernoda lumpur. "Masuk dan mandi sayang, kita akan sarapan sebentar lagi!" ibunya tersenyum sebelum kembali masuk. Naruto mengelap keringat nya dengan kaus berlengan panjang warna putihnya, membuat lumpur kembali menodai wajahnya.
Naruto berdiri dari tempatnya semula dan menatap dua buah pot bunga matahari. Sudah dua bulan semenjak Naruto membeli biji-biji itu dan mulai merawatnya. Sekarang bunga matahari itu sudah berbunga, dan Naruto harus memisahkan mereka menjadi dua pot yang berbeda – satu di pot warna biru dan yang satu di pot berwarna pink.
"Naruto!" ia mendengar ibunya memanggilnya sekali lagi, Naruto langsung terburu-buru kembali ke teras dan naik ke kamarnya. Wangi yang sangat lembut menyambut Naruto di saat ia membuka pintu kamarnya. Bunga, baunya seperti bunga.
Banyak yang menganggap kalau kamar Naruto itu berbau seperti kamar anak perempuan, tapi ia tidak ambil pusing. Berkebun adalah hobinya – selain hobinya yang lain seperti membaca, bermain bola, atau mungkin ikut kelas menggambar. Naruto mulai menyukai tanaman di saat ayahnya menggantung sebuah pot untuk hadiah ulang tahunnya yang kesebelas di jendelanya, dimana ia memelihara tanaman pertamanya – bunga kosmos.
"Naruto, cepat mandi, hayaku," ibunya kembali memanggilnya, membuat Naruto bergegas lari ke kamar mandi.
Naruto baru selesai mandi dan kini ia merasa bersih dan segar. Ia lalu melompat menuruni tangga menuju ruang makan, dimana ibunya dan ayahnya sedang duduk di kursi menghadap meja makan. Naruto memeluk ibunya dari belakang dan mencium pipi ibunya sebelum duduk di seberangnya, tepat di samping ayahnya. "Okaasan, kau tidak memasak hari ini?" tanya Naruto di saat ibunya membawakannya semangkuk sereal.
"Iie, otousan-mu menganggap kalau sereal ini terlalu manis, tapi kita masih punya satu boks tersisa jadi kita harus menghabiskannya dahulu sebelum membelikan otousan-mu merek yang lain." ujar Kushina sambil menghidangkan suaminya secangkir kopi hitam. "Oh, apa ada orang yang pindah?" tanya Minato saat ia sekilas melihat truk pindahan melewati rumah mereka. Mesinnya menderu sebelum beberapa saat kemudian akhirnya mati.
"Keluarga Kamui pindah beberapa bulan yang lalu, ingat? Keluarga yang baru akhirnya pindah kemari – rupanya mereka berasal dari Korea," ujar Kushina sambil mengintip dari jendela. "Kita harus memberi mereka beberapa cemilan untuk menyambut mereka." Kushina, yang biasa dikenal sebagai Ny Namikaze oleh teman-temannya, mengambil beberapa paket cemilan dari lemari dan menyusunnya di sebuah keranjang.
"Okaasan, bukankah itu sudah kuno?" Naruto mengeluh sambil mengunyah sesendok terakhir serealnya. "Apa kau punya usul tentang hadiah yang lebih baik?" tanya ibunya yang disambut senyum oleh Naruto. "Aku baru saja memisahkan bunga matahari yang kemarin berbunga menjadi dua pot. Mungkin aku bisa memberi mereka satu? Gakupo-san dulunya alergi dengan serbuk kayu, makanya pekarangan depan mereka itu gundul." ujar Naruto berseri-seri.
"Baiklah. Pergi dan sapa mereka, oke? Bantu mereka jika itu dibutuhkan. Pergi dan ajak Kiba." ujar ayahnya di saat ia bangkit dari mejanya dan membiarkan istrinya membetulkan dasinya. "Baiklah, aku berangkat. Kunci saja pintunya, aku membawa kunci sendiri." ujar Naruto.
Naruto mendesah di saat ia mengambil sebuah pot berwarna pink dan merengkuhnya. Ia menyebrangi jalan ke rumah megah seberang jalan – rumah Kiba. Naruto mengetuk pintunya beberapa kali sebelum itu terbuka, memperlihatkan seorang pemuda – yang sama-sama tampan dan mempesona seperti Naruto. "Untuk apa itu?" tanya Kiba sambil menunjuk pot yang dibawa Naruto dengan dagunya sambil menutup pintu rumahnya.
"Oh, ini untuk tetangga baru. Ayo kita antarkan ini kemudian pergi main." ujar Naruto di saat mereka turun ke jalan, menghampiri rumah kecil melalui jalan dari rumah Kiba. Rumah itu seperti rumah impian – dengan pagar warna putih dan tanaman hijau yang subur. Bahkan ada rumah anjing kecil dengan atap merah yang sama dan dindingnya dicat putih.
Bagaimanapun juga, Naruto berpikir rumah itu kekurangan warna. Ya, mungkin ada tanamannya, tapi seperti yang Naruto katakan tadi – tidak ada bunga yang terlihat. "Cepatlah dan antar bunga-bunga itu," desak Kiba. Truk pindahan yang tadi masih terparkir disana, tapi isinya sudah kosong. Pintu masuk rumah itu, dicat dengan warna putih dan bergaris krem tampak setengah terbuka.
Bau kayu manis yang lembut tercium di udara, Naruto bisa menciumnya dari pintu rumah tersebut yang setengah terbuka. Ia mengintip sedikit ke rumah itu. Dindingnya dicat warna lavender, dengan motif bunga mawar kecil yang cantik.
"Maaf, siapa disana?" seorang gadis datang, memandangi Naruto dengan penasaran. Gadis itu lumayan tinggi. Rambut biru panjangnya tergerai melewati bahunya. Kulitnya yang putih, bibir merah muda lembutnya, melengkapi matanya yang bulat. Benar-benar kecantikan sejati yang mampu mempesona setiap anak laki-laki – contohnya Naruto.
Gadis itu berkedip, memperlihatkan bulu matanya yang panjang. Ia berpakaian dengan sopan. Sekarang sedang musim panas, tapi gadis itu malah mengenakan gaun panjang yang berakhir sedikit di bawah lutut – tidak seperti gadis-gadis lain yang hanya mengenakan bawahan pendek dan juga atasan pendek. "Sumimasen?" gadis itu bertanya lagi dengan logat Koreanya yang sedikit tercampur aduk dengan logat Jepang.
"Oh, gomen. Namaku Namikaze Naruto. Aku tinggal di ujung jalan, sekitar lima rumah lagi dari rumahmu." Naruto akhirnya berhasil mengatakannya, jantungnya berdebar makin keras karena kecantikan gadis itu. "Ini, ini untukmu." kata Naruto sekali lagi sambil menyerahkan pot berwarna pink bunga mataharinya. Gadis itu merengkuhnya dan memeluknya erat seolah-olah itu amat berharga.
Gadis itu tersenyum pada bunga matahari itu dan kembali menatap Naruto. "Arigatou gozaimasu. Oh, dan namaku Hinata Hyuuga. Aku baru saja pindah di sini bersama ayah dan ibuku." Hinata, gadis itu lalu membungkuk pada Naruto.
Naruto agak terkejut, namun ia balas sedikit membungkuk. Ia lalu mengucapkan selamat tinggal dan kembali ke Kiba. "Jadi, siapa yang tinggal disana? Aku tebak pasti sepasang lansia." ujar Kiba ketus di saat Naruto keluar dari gerbang. Ia menunggu di samping truk pindahan itu dan tidak sempat melihat Hinata – seorang gadis yang pasti akan menjadi pencuri hati semua tetangga.
"Tidak, sebuah keluarga tinggal disana. Aku bertemu anak perempuan mereka." Naruto memberitahu tetangga yang sekaligus teman sekelasnya. Kiba langsung menarik napas. "Berapa umurnya? Apa dia cantik?" Kiba menanyai Naruto bersemangat, hanya memperoleh senyum simpul dari Naruto. Dalam hati Kiba berkata kalau ia harus mengunjungi tetangga baru mereka itu.
"Namikaze Naruto, apa gadis itu cantik?" Kiba kembali bertanya di perjalanan pulang mereka. Ini sudah pukul 4 sore. "Inuzuka Kiba, lihat saja sendiri." Naruto memberitahu tetangganya hal yang sama yang ia katakan beberapa jam yang lalu. "Wakatta." ujar Kiba tidak puas, hanya menarik napas saat ia berbelok ke kiri ke rumahnya dan Naruto belok ke kanan. "Jaa Kiba!" teriak Naruto.
Naruto mengambil kuncinya, dengan gantungan kunci berbentuk bunga, ia lalu memasukkan dan memutar kuncinya di lubang kunci. Ia membuka pintu rumahnya dan rumahnya masih kosong. Sekarang masih terang, jadi ia tidak menyalakan penerangan dulu. Naruto berjalan ke dapurnya dan membuka kulkasnya, melihat apa saja yang bisa ia masak hari ini.
Naruto mengambil beberapa bahan makanan dan menempatkannya di meja dapur. Ia lalu mengganti bajunya dengan kaus simpel berwarna hitam. Ia mendengar sebuah ketukan di pintu depan rumahnya di saat ia mengiris tomat. "Siapa disana?" tanya Naruto, itu aneh jika orang tuanya mengetuk pintu, dan jarang ada tamu di rumahnya.
Naruto membuka pintunya, dan ia melihat seorang gadis dengan satu pak benih di tangannya. "Eh?" Naruto mengangkat satu alisnya. "Ini untukmu! Sebagai hadiah terima kasih untuk bunga mataharinya." ujar suara lembut, hampir tak terdengar, seperti sebuah bisikan. "Bunga Lili?" Naruto kembali menatap satu pak benih itu.
"Kebunmu sangat cantik, jadi aku berpikir kalau kau punya um – sesuatu yang kuharap aku juga punya." ujar Hinata malu-malu, ia menyodorkan satu pak benih itu ke tangan Naruto. "Pilihan yang bagus, tapi aku harus menunggu sampai musim semi berikutnya." ujar Naruto, membalikkan kemasan benih itu dan menyelidikinya. Hinata hanya mengangguk, berbalik dan berlari ke jalan.
Naruto menoleh ke jalanan, memastikan kalau gadis itu kembali dengan selamat. Bahkan sosoknya dari belakang sangat cantik – seperti wajahnya. Betapa langkah kakinya terlihat sangat ringan, seolah-olah ia sedang melayang. Rambut biru dan panjangnya beterbangan di saat ia berlari, gaun putihnya juga ikut berkibar.
Hinata benar-benar seperti malaikat.
Naruto membaca label di benih itu sambil masuk ke dalam rumah. Ia menaruh benih itu di dadanya yang kini sedang berdebar kencang. Ia bisa merasakan sesuatu yang mulai mekar di antara ia dan Hinata – seperti tunas yang rapuh yang tumbuh di waktu subuh.
TBC
