Aku serasa ditampar kembali ke kenyataan. Aku masih berada di jalanan suram itu.

Tubuhku kembali diserang anestesia. Dan yang tadi hanyalah mimpi.

Hanyalah mimpi...

Nafasku tersengal-sengal.

Aku ingin menemuinya. Sangat sangat ingin menemuinya. Tapi apa dia akan menerimaku?

Diriku yang lemah, yang terpaksa menguatkan diri dengan bantuan mesin.

Aku memandangi lengan kiriku yang terbalut besi. Aku tidak mau. Aku tidak mau dia membenciku. Aku tidak mau!

Sekuat tenaga, kutinjukan tanganku berkali-kali ke tembok. Besi itu perlahan retak. Terus, terus! Hancurlah! Kumohon, hancurlah!

Aku tidak ingin dia membenciku, tidak mau!

Aku berhenti. Aku memandangi besi keparat itu yang sudah nyaris hancur. Apa yang aku lakukan? Kalau ini kulanjutkan, aku akan...

Aku menghantam kepalaku ke tembok itu. Bodoh! Hanbei, bodoh! Apa yang kau pikirkan?!

Sebenarnya apa yang kau inginkan?!

Pikiranku melayang, kembali pada diriku yang masih kecil. Aku ingat sekali. Setelah aku menjalani operasi pertamaku, aku berbaring sambil menatap kosong langit-langit. Sedih, marah, menyesal, perasaan campur aduk menghantui perasaanku. Di sela tangisku, aku berharap...

"Aku tidak ingin tumbuh dewasa."

Namun disinilah aku. Dengan harapan yang tidak terwujud, dan keputusasaan yang amat sangat.

Aku hanya ingin bertemu denganmu. Apakah tidak bisa? Apakah ini takdirku? Kalau begitu, apa gunanya aku hidup?

Karena aku hidup hanya untukmu, cinta pertama dan terakhirku.

Aku telah melanggar janjiku, dan aku masih ingin bertemu denganmu. Ingin kau menerimaku. Aku benar-benar egois. Tapi perasaan ini tidak tertahankan lagi. Aku ingin mendengar suaramu sekali lagi...

"Hanbei."

Aku tercengang. Sekarang aku berhalusinasi?

"Hanbei, ini aku."

Aku menoleh. Aku sama sekali tidak percaya dengan apa yang aku lihat.

"Keiji...?"

Lelaki itu mengangguk

"Kita berjanji untuk kembali bertemu disini, kan...?" Dia tersenyum.

Senyum itu, suara itu, Keiji...

"Tapi..." Aku melangkah mundur.

"Aku melanggar janjiku, Keiji. Silahkan benci aku." Suaraku amat parau, menyedihkan. Aku memalingkan wajah.

"Bukan hanya kau. Lihat..."

Aku kembali melihat ke arahnya. Dia menggulung lengan bajunya. Aku terkejut.

Lengan palsu...

"Ha... aku melanggar janji yang kubuat sendiri. Aku benar-benar bodoh ya?" Dia tertawa pelan.

Aku berlari dan memeluknya erat. Tak kuasa menahan luapan emosiku, aku menangis tersedu sedu di pelukannya. Dia membalas pelukanku.

"Aku pulang, Hanbei..." Ucapnya sambil membelai rambutku.

"Tolong... jangan pernah tinggalkan aku lagi." Ucapku lirih.

"Tenang saja." Ia mencium dahiku.

"Aku tidak akan pergi kemanapun, karena aku mencintaimu..."

-End


Nah, gimana? GIMANA?! FF INI DITUJUKAN UNTUK KAKAK KETJEHKURI61 DAN PARA READERS LAIN YANG NGGAK SENGAJA KUBUAT NANGIS! KALIAN BAHAGIA SEKARANG? /capswoi

Buat Aruka sayang... KAMU BENERAN TERROR AKU YA? HABIS KAMU NULIS RIPIEW KAYAK GITU, KOK BESOKNYA KEPALAKU LANGSUNG SAKIT SIH? SEHARIAN LAGI! ASDFGHJKL.

Makasih yang udah ngasih favnya. Aku bahagia. *sheds tear* meskipun FF ini pendek... kuharap ini menghapuskan rasa sedih kalian~ karena PLIS DEH AKU SAMA SEKALI NGGAK MAKSUD BIKIN ORANG NANGIS!

Salam dari orang yang udah sembuh,

Ikurin.