Sejak dulu aku percaya bahwa kebetulan itu tidak pernah ada.
Semua hal yang terjadi di dunia ini adalah takdir yang sudah ditetapkan oleh Tuhan.
Begitu pula dengan kisah kita, Kau dan Aku.
Count to Something More
Naruto © Masashi Kishimoto
1st
"Sekarang giliranmu." Seorang pemuda bermata sipit menatap pemuda lain yang duduk tepat diseberangnya. "Truth or Dare?" lanjutnya.
Pemuda yang sedang ditatap tanpa pikir panjang langsung menjawab, "Dare!"
Mendengar itu, pemuda bermata sipit tersebut bersama tiga pemuda lain yang duduk satu meja dengannya langsung menyeringai setan.
"Kau akan menyesal telah memilih Dare, Naruto." Kini pemuda yang duduk tepat disebelah si pemuda bermata sipit lah yang bicara.
Melihat seingai dan tatapan penuh nafsu mengerjai dari teman-temannya entah kenapa membuat pemuda yang bernama Naruto tersebut seperti mendapat firasat buruk.
.
.
.
Jika ada hal yang mampu membuat seorang Namikaze Naruto -mahasiswa jurusan Teknik Komputer di Universitas Konoha- merasa menyesal, maka hal itu adalah sebuah kenyataan bahwa tak ada satupun dari keempat temannya yang tidak memiliki keanehan masing-masing.
Lihat saja Nara Shikamaru, pemuda yang berotak paling encer diantara mereka. Selalu memasang ekspresi malas bercampur mengantuk diwajahnya. Jarang tertarik pada berbagai hal yang menurut laki-laki lain pantas untuk diberi perhatian, namun entah kenapa selalu memberi atensi penuh pada hal-hal tidak penting seperti sekarang ini. Dan salah satu hal yang mampu membuat Shikamaru menatap penuh antusias adalah film India. Sekali lagi, INDIA! Dan tentu saja artis Bollywood favoritnya adalah Shahrukh Khan. Shikamaru mampu menghabiskan waktu seharian penuh tanpa tidur hanya untuk menonton film-film tersebut. What the fuck.
Setelah Shikamaru, ada Inuzuka Kiba. Seperti namanya, dia memiliki gigi taring yang selalu muncul jika pemuda itu tersenyum atau tertawa. Oh, dan jangan lupakan juga apa hobi pemuda bermarga Inuzuka tersebut. Laki-laki itu sangat menyukai anjing, dan ia memiliki satu ekor yang menjadi peliharaannya, Akamaru namanya. Sepintas mungkin tidak ada yang terlihat aneh dari deskripsi diatas, tapi sebenarnya Kiba pun tak kalah gilanya dengan Shikamaru. Kiba tidak hanya menyukai anjing, tapi Naruto merasa bahwa sebenarnya pemuda itu terlalu terobsesi dengan binatang itu, khususnya peliharaannya Akamaru. Kadang Kiba pergi kuliah dengan bau anjing yang menyeruak dari seluruh sudut di tubuhnya. Dugaan terbaik, Kiba mandi bersama anjingnya dengan menggunakan sabun berbau anjing-jika itu memang ada-atau memang pemuda itu tidak mandi sebelum pergi kuliah.
Selanjutnya, ada Rock Lee. Salah satu manusia paling hiperaktif yang pernah Naruto kenal. Rambut hitam mengkilat, mata bulat dan alis yang tebalnya mengalahkan tebal buku seratus halaman. Tapi bukan disitu titik pentingnya, hal yang berbeda dari seorang Lee adalah karakternya. Pemuda itu memiliki mood yang sangat gampang berubah. Pagi hari ketika Lee baru datang ke kampus, suasana hati pemuda itu begitu cerah mengalahkan cuaca di hari itu sendiri, namun langsung berubah drastis ketika melihat Haruno Sakura, mahasiswa kelas sebelah datang bersama seorang pemuda lain yang Lee tak kenal. Maka waktu seharian bersama Naruto dan teman-temannya hanya akan dihabiskan dengan bercerita tentang gadis berambut merah jambu tersebut. Tidak ada laki-laki sejati yang akan menangis hanya karena hal seperti itu, tidak jika laki-laki itu adalah laki-laki yang normal dan berpikiran waras. Dan Lee sepertinya tidak termasuk ke dalam golongan itu.
Dan yang terakhir, adalah Akimichi Chouji. Pemuda itu memang seperti kupu-kupu, yang hinggap dari bunga satu ke bunga yang lain. Tapi jika dibawa ke dalam hidup seorang Chouji, maka bukan bungalah yang menjadi tempat persinggahan pemuda tersebut. Bukan pula gadis-gadis cantik jika melihat faktor Chouji adalah seorang laki-laki. Sekali lagi, yang kita bahas adalah Chouji, maka tokoh 'bunga' dalam konteks ini adalah penjual makanan, warung, toko kue, dan segala jenis tempat yang memiliki hal yang Choji inginkan. Naruto tidak akan heran jika Chouji menghabiskan berpuluh-puluh lembar uang dalam satu hari hanya untuk membeli berbagai macam snack atau fast food kesukaannya, karena semua orang tahu bahwa keluarga Chouji adalah keluarga yang berada. Namun, yang membuat Naruto tak habis pikir adalah bagaimana perut Chouji mampu menampung semua makanan itu.
See? Tidak ada yang normal diantara teman-temannya. Semuanya memiliki keanehan mereka masing-masing. Meskipun begitu tapi mereka tetaplah teman-teman Naruto. Ia tidak pernah mempermasalahkan itu semua, toh Naruto sendiri juga bukan orang yang sempurna.
"Berlutut disini." Suara Kiba membuyarkan lamunan Naruto, ternyata teman-temannya membawanya ke pintu masuk utama gedung fakultasnya.
"Hei-hei, kenapa aku harus berlutut?" Naruto mencoba untuk berdiri kembali.
"Eit, eit!" Kiba menaruh tangannya di pundak kiri Naruto, menahannya supaya tetap berlutut sementara tangan Lee menahan pundak Naruto yang lain. "Tetap berlutut, bodoh!" Kiba menghardik.
"Tapi kenapa harus berlutut?" Naruto masih berusaha memprotes.
"Ini adalah tantangan untukmu karena sudah memilih Dare." Kini Lee yang menjawab. Sementara dua orang lain yang juga berada disitu hanya diam. Shikamaru yang sedikit-sedikit menguap, sementara Chouji yang terlalu sibuk dengan sebungkus keripik kentang ukuran jumbo ditangannya.
"Baiklah…" Naruto mendesah keras. "Apa yang harus kulakukan?" Tanya Naruto pada akhirnya, mencoba bersikap gentle karena sudah memilih Dare. For God's sake, tentu saja Naruto akan memilih melakukan hal paling konyol sekalipun dari pada harus mengungkap salah satu aib nista yang dimilikinya.
"Tetaplah berlutut disini,-" itu suara Shikamaru. "-sampai ada seseorang yang berjalan memasuki fakultas," Shikamaru memberi jeda sejenak yang membuat jantung Naruto berdebar tanpa alasan yang jelas. "dan kau harus menyanyikan sebuah lagu cinta untuknya."
"Hollyshit!" Lee menyumpah, Kiba tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya yang sakit, sedangkan Chouji terbatuk-batuk karena tersedak keripik kentang yang sedang dimakannya.
"What the fuck, Shikamaru!" Naruto berteriak ke arah Shikamaru yang hanya memasang wajah malas andalannya. "Aku tidak mau melakukannya!" Naruto berteriak lagi.
"Tidak ada penolakan, Naruto. Kau harus melakukannya."
Naruto menarik kembali kata-katanya tadi, ia mempermasalahkan semua keanehan teman-temannya. Sangat mempermasalahkan!
Naruto tidak tahu siapa yang ia harus kutuk terlebih dahulu, entah Shikamaru yang yang sudah memberikan tantangan paling konyol dan memalukan itu ataukah Lee yang menjadi pelopor dimulainya permainan Truth or Dare sialan tadi.
Iris safir miliknya mendelik begitu sinis pada Shikamaru, "Ini adegan dari film mana, hah?"
"Main Hoo Naa." Shikamaru menjawab datar.
Naruto hampir saja terjungkal dari posisinya sementara Kiba, Lee, dan Chouji hanya memandang miris pada Naruto. Bingung anatara harus merasa kasihan karena salah satu sahabat mereka menjadi korban dari hobi nista Shikamaru atau harus tertawa terpingkal-pingkal karena membayangkan Naruto menyanyi di depan seseorang.
"For God's sake, Shika!" Naruto memijit pelipisnya. "Bagaimana kalau yang masuk itu dosen, atau lebih parahnya lagi Dekan?!"
"Itu bukan urusanku." Shikamaru menjawab santai. "Yang jelas kau harus menyanyi pada orang pertama yang melewati pintu itu." Shikamaru menunjuk pintu yang hanya sekitar terpaut beberapa meter dari tempat mereka menyuruh Naruto berlutut.
"Semoga sukses, kawan." Chouji menepuk pundak pemuda bersurai pirang tersebut, berusaha memberi semangat. Kemudian berlalu dari tempat itu bersama ketiga sahabatnya yang lain.
Naruto bisa melihat mereka berempat bersembunyi di balik tangga menuju lantai dua di belakangnya. Matanya memandang sekelilingnya, entah kemana mahasiswa-mahasiswa lain yang sejak tadi berlalu lalang disekitar mereka. Yang ada di ruang depan lantai satu fakultasnya hanya Naruto seorang. Oh, Naruto tahu. Pasti mereka juga sedang bersembunyi dibelakang Naruto entah dimana. Ingin melihat bagaimana seorang Namikaze Naruto menyanyikan lagu untuk seseorang yang melewati pintu itu.
Damn it! Naruto memaki dalam hati.
Meskipun sudah berkali-kali pacaran, Naruto belum pernah sekalipun menyanyikan mantan-mantannya sebuah lagu ketika Naruto memacari mereka dulu. Tidak perduli betapa seksi, cantik, ataupun manisnya perempuan itu, Naruto tidak akan pernah menyanyi untuk mereka.
Tapi sekarang ia harus melakukannya pada seseorang yang belum tentu dikenalnya.
Bloody hell. Terkutuklah Shikamaru dan hobi nistanya itu.
Sambil menunggu, Naruto memikirkan kira-kira lagu apa yang bagus untuk ia nyanyikan. Meskipun Naruto tidak menykai posisinya sekarang ini, tapi setidaknya Naruto harus menyanyikan lagu itu dengan baik agar para sahabat anehnya itu takjub dengan cara Naruto menyelesaikan tantangan ini.
Selain itu Naruto berusaha membuat catatan penting dalam otaknya, jangan pernah mau memainkan Truth or Dare ini lagi. Karena kedua-duanya sama-sama buruk.
Drap. Drap. Drap.
Suara derap langkah kaki mulai terdengar di tengah-tengah keheningan yang menyelimutinya. Kiba dan kawan-kawan mulai memasang mata untuk melihat kira-kira siapa yang berjalan melewati pintu.
Seketika mata Kiba melebar melihat sosok yang berjalan ke arah Naruto, sedangkan bocah pirang itu sedang menunduk dan belum melihat siapa orang itu.
"Astaga!" Kiba mendesis tanpa sadar. Berharap setengah mati si pirang -yang memang sudah bodoh itu- agar jangan sampai melakukan hal bodoh.
"Bukankah itu mahasiswa kedokteran dengan nilai IPK tertinggi di jurusannya?" Chouji bertanya.
"Dan juga seorang asisten dosen disana." Shikamaru menambahkan.
"Berarti dia adalah adik dari dosen kita?" kini giliran Lee yang bertanya, berusaha memastikan dengan gosip yang selama ini didengarnya, bahwa dosen termuda di fakultas mereka memiliki adik yang tak kalah jeniusnya dengan si dosen mereka yang kuliah di Fakultas Kesehatan.
"Benar." Jawab Kiba. "Dia adalah adik dari—"
Naruto, jangan menyanyi! Mohonnya dalam hati.
"—Uchiha Itachi." Lanjutnya.
.
.
.
Naruto mengangkat kepalanya sedikit, dan yang ditemukannya adalah sepasang kaki yang terbalut sepatu Sneakers berwarna hitam. Terus ke atas dan melihat kaki yang memakai celana jeans berwarna senada dengan sepatunya. Semakin ke atas iris safirnya menemukan kemeja polos berwarna merah marun yang membungkus tubuh ramping sosok itu. Dan akhirnya Naruto sampai diwajah sosok itu, tepat ketika sosok itu sendiri sudah berdiri dihadapan Naruto.
Surai raven, kulit pucat yang mulus tanpa noda –membuat pemuda beriris safir itu berhasrat untuk menyentuhnya-, dan sepasang iris obsidian yang menatapnya tajam. Entah hanya perasaan Naruto saja atau memang manik obsididan itu mampu membuat siapapun tersesat dalam kegelapannya.
"Minggir." Bibir tipis itu terbuka sedikit. "Kau menghalangi jalanku." Dam suara itu menjadi suara paling indah di telinga Naruto.
Alis pemuda itu sedikit tertaut melihat pemuda pirang yang tengah berlutut di hadapannya hanya diam saja dengan sepasang safir yang memandangnya tanpa berkedip, tidak mengindahkan ucapannya barusan.
Akhirnya pemuda itu memilih untuk melanjutkan langkahnya dengan berjalan melewati celah yang ada diantara orang itu dan dinding ruangan. Tidak menggubris si pirang yang seperti baru saja dihipnotis.
.
Tanpa sadar Kiba menghela napas lega karena ternyata Naruto tidak melakukan hal –apapun itu yang akan membuat mereka dalam masalah- yang dikhawatirkannya.
Pemuda penyuka anjing itu baru saja akan mengajak teman-temannya untuk beranjak dari sana kemudian menghampiri si pirang bodoh itu ketika sebuah suara yang sudah kelewat familiar tertangkap oleh indera pendengarnya.
Dan hal selanjutnya yang terjadi membuat pemuda Inuzuka itu melongo tidak percaya. Sedangkan Shikamaru menyeringai tipis melihat salah satu adegan di film Bollywood-nya dipraktekkkan oleh si pirang itu.
.
Naruto tidak sadar apa yang selanjutnya terjadi, karena yang ada di matanya hanyalah sosok yang sedang berjalan menjauh dari posisinya sekarang. Maka dengan cepat Naruto bangkit dan menghadap ke sosok itu.
My heart beats a little bit slower
These nights are a little bit colder
Now that you're gone
Sosok itu baru menginjakkan kakinya ke anak tangga paling bawah ketika mendengar suara seseorang yang berasal tepat dari belakangnya. Ia memutuskan untuk berhenti kemudian berbalik. Memandang dengan tatapan penuh tanya pada pemuda yang berdiri tak jauh dari tempatnya.
Obsidian dan safir bertemu.
My skies seem a little bit darker
Sweet dreams seem a little bit harder
I hate when you're gone
Everyday time is passing
Growing tired of all this traffic
Take me away to where you are
Naruto terus menyanyi sambil menatap tepat ke dalam sepasang iris obsidian itu. Melupakan eksistensi teman-temannya yang bersembunyi dibalik tangga yang hendak dinaiki oleh pemuda tadi, serta mahasiswa-mahasiswa lain yang sedang menontonnya entah dari balik apa. Naruto tidak perduli karena ada hal yang jauh lebih penting untuk ia pikirkan sekarang.
I wanna be holding your hand
In the sand
By the the tire swing
Where we use to be
Baby you and me
I travel a thousand miles
Just so I can see you smile
Feels so far away when you cry
'Cause home is in your eyes(*)
Tap. Tap. Tap.
Sosok itu kini berdiri tepat dihadapan Naruto, menatap dari ujung rambut hingga ujung sepatu pemuda pirang tersebut.
"Ha-hai." Naruto menyapa dengan suara bergetar. Suatu hal yang belum pernah terjadi padanya sebelumnya.
Sosok itu tidak menjawab.
"Na-namaku Namikaze Naruto." Naruto mengumpat dalam hati begitu menyadari bahwa ia masih gagal untuk bersikap biasa. Apa yang sedang terjadi padanya?
Sosok itu masih diam. Hanya menatap Naruto dengan ekspresi datar yang terpasang konstan di wajahnya.
"Ma-maaf jika nyanyianku tadi mengganggumu," Naruto menggaruk belakang kepalanya. "suaraku memang tidak bagus, ta-tapi aku tidak bisa menahan suaraku untuk tidak keluar ke-ketika melihatmu."
Oke, sekarang Naruto merasa ucapannya semakin melantur.
"Ugh." Naruto semakin salah tingkah karena sejak tadi pemuda di hadapannya ini hanya terus menatapnya tanpa mengatakan apapun. Dan ditatap seperti itu oleh si raven membuatnya gugup, wajahnya memerah.
"Idiot." Satu kata yang keluar dari celah bibir si raven membuat Naruto mematung sempurna ditempatnya. Sementara sosok yang baru saja mengeluarkan kata itu -dengan nada datar namun menusuk- segera berbalik dan melangkah menuju tangga.
Sedetik kemudian teman-temannya segera berhamburan dari tempat mereka bersembunyi dan menghampiri Naruto yang masih berdiri sambil menatap tangga yang dilewati oleh si raven barusan.
Naruto tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh keempat sahabatnya. Ia tidak menghiraukan Kiba yang sedang marah-marah karena sudah berani bernyanyi didepan pemuda tadi, atau Shikamaru yang memberinya pujian karena sudah melakukan 'drama' kecil-kecilan tadi yang menurutnya cukup menghibur, atau Chouji yang berbicara dengan tidak jelas karena mulutnya masih dipenuhi saja dipenuhi oleh snack, atau Lee yang berteriak-teriak tidak jelas, menyemangati Naruto karena sudah melakukan hal yang menurutnya mencerminkan semangat masa muda.
"Dia cantik sekali…" Naruto bergumam tanpa sadar.
Bletak!
"Aduh! Sakit, bodoh!" Naruto meringis sambil memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri karena dipukul dengan telak oleh Kiba.
"Kau yang bodoh, Idiot!" Kiba menatap Naruto tajam. "Dia itu laki-laki! Dan apakah kau mendengar apa yang baru saja kukatakan, tidak?!"
"Eh? Memangnya apa yang tadi kau katakan?" Dengan wajah polos Naruto malah bertanya balik.
Kiba menggeram kesal, berusaha menahan diri untuk tidak kemabali menggeplak kepala pirang bodoh itu. Benarkan dugaannya tadi? Naruto tidak mendengar apa yang dikatakannya baru saja.
"Kenapa tadi kau benar-benar menyanyi, bodoh?!" Kiba mengulangi pertanyaannya.
"Loh, bukankah kalian sendiri yang memberiku tantangan itu?" Naruto balik bertanya, retoris. "Dan berhenti memanggilku bodoh, bocah anjing." Lanjutnya, kesal karena sejak tadi terus dikatai seperti itu oleh teman-temannya.
"Aku menyebutmu bodoh karena kau memang bodoh!" balas Kiba keras kepala.
"Kau tidak tahu dia siapa, Naruto?" kini giliran Shikamaru yang bertanya.
"Tidak. Maka dari itu beritahu aku siapa dia? Apakah dia anak fakultas Teknik juga? Tapi rasa-rasanya aku tidak pernah melihatnya sebelumnya…" Naruto bermonolog sendiri.
Lee menghela nafas bosan. "Tentu saja kau tidak mengenalnya, dosen yang mengajar di kelas kita saja tidak kau tahu namanya."
Naruto merengut mendengar komentar Lee. "Enak saja, setidaknya aku mengenal Itachi-sensei."
"Ya, dan pemuda tadi adalah adiknya." timpal Chouji singkat, padat, dan jelas.
"APA!?"
Dan respon Naruto sukses membuat ketiga temannya menutup telinga serempak.
—
2nd
Hari ini adalah hari yang cukup sial bagi Naruto.
Bagaimana tidak? Tadi pagi ketika dalam perjalanan menuju ke kampus, motor kesayangannya mendadak mogok di tengah jalan. Terpaksa pemuda pirang itu harus mendorong motornya ke bengkel terdekat dan memperbaikinya disana. Lalu setelah sampai di kampus ternyata dosen yang mengajar untuk mata kuliahnya hari ini sudah masuk ke kelasnya. Akhirnya Naruto memilih untuk kabur ke kantin.
Tidak sampai disitu saja.
Bajunya tertumpahi jus yang dibawa oleh pegawai kantin yang lewat disampingnya. Teman-temannya sedang mengikuti kuliah di kelas mereka masing-masing –mereka memang satu fakultas tapi berbeda jurusan- sehingga Naruto sendirian saja saat ini. Niatnya untuk membasahi bagian kaosnya yang menyeruakkan aroma jus terpaksa batal karena toilet yang berada di lantai satu semuanya tertutup.
Mengingat bahwa jam kuliah teman-temannya masih lama, akhirnya Naruto memutuskan untuk kembali ke flat-nya untuk mandi lagi karena pagi-pagi ia sudah berkeringat dan berganti baju kemudian kembali lagi ke kampus untuk nongkrong bersama sahabat-sahabat abnormalnya tersebut. Itu adalah rencana awal Naruto.
Namun lagi-lagi sesuatu yang tidak terduga terjadi. Entah dari mana titik-titik air itu berasal. Padahal setahu Naruto tadi pagi ketika membawa motornya ke bengkel, matahari bersinar cerah dan langit terbentang luas tanpa noda sedikitpun. Tapi ketika Naruto keluar dari gedung fakultasnya langit biru yang tadi pagi sekarang tertutupi oleh gumpalan-gumpalan awan berwarna abu-abu gelap dan kusam.
Ha-ah…
Naruto menghela nafas panjang.
Entah kenapa hari ini rasanya tidak ada satupun hal baik yang terjadi padanya.
Lima menit setelah Naruto menjalankan mesin motornya meninggalkan gedung Universitas Konoha, butir-butir air mulai berjatuhan menimpa jalanan dan hal-hal disekitarnya. Semakin lama butiran-butiran itu menderas dan terjatuh semakin banyak dan cepat.
Naruto memarkirkan motornya di depan sebuah kafe yang terletak di pinggir jalan yang selalu dilaluinya setiap hari menuju kampus. Memutuskan untuk berteduh di depan bangunan itu, tidak mau mengambil resiko dengan menembus hujan deras yang akan membuatnya berakhir dengan ia yang terbaring sakit di tempat tidur esok harinya.
Samar-samar Naruto bisa mencium aroma kopi yang diseduh dengan air panas bercampur krim susu dari pintu yang kadang terbuka di belakangnya. Meskipun sebenarnya duduk disalah satu kursi didalam kafe itu sambil menikmati kopi panas dengan aroma seperti itu terasa lebih menyenangkan dari pada berdiri di luar ditemani udara dingin seperti ini, namun Naruto lebih memilih opsi yang kedua. Entah kenapa tapi Naruto merasa hujan itu terlihat cukup menarik untuk dilihat. Naruto yakin bahwa dirinya bukanlah tipe orang yang melankolis sehingga membuatnya untuk melakukan hal-hal yang cukup absurd, termasuk memandangi hujan seperti ini misalnya.
Suara denting tanda pintu dibuka terdengar lagi di belakang Naruto.
"Kau." Sebuah suara rendah bernada datar menyapa gendang telinga si pemuda pirang tadi. Ia kemudian menoleh ke arah sumber suara yang datang dari sebelah kirinya dan menemukan sepasang mata obsidian yang menatap datar ke arahnya.
Tangan kiri sosok itu menggenggam sebuah payung berwarna hitam yang terbuka –dari gestur tubuhnya sepertinya sosok itu baru saja keluar dari kafe dibelakangnya dan bersiap untuk melangkah menembus tirai hujan ketika sosok itu melihat Naruto beridiri tidak jauh darinya- sedangkan tangan kanannya menenteng sebuah kantong plastik yang berisi sesuatu-entah-apa.
Beberapa detik berlalu dengan kesunyian. Seperti sebelumnya Naruto seolah kehilangan kemampuan akan kendali tubuhnya ketika sepasang manik gelap itu memerangkapnya dalam sebuah ilusi yang semakin lama semakin menenggelamkannya.
"Apa yang kau lakukan disini?" Naruto terkesiap kaget ketika mendengar suara itu lagi. Ini pertama kalinya sosok itu mengucapkan sebuah kalimat yang ditujukan untuknya. Kata pertama yang diucapkan sosok itu adalah 'idiot' dan Naruto masih mengingat bagaimana cara sosok itu mengatakannya.
"A-aku sedang berteduh sepulang dari kampus." Jawab Naruto tergagap.
Sosok itu tidak bertanya lagi, hanya sepasang iris malamnya saja yang sedang bekerja. Memperhatikan penampilan pemuda pirang itu mulai dari kemeja berwarna biru dengan motif kotak-kotak yang tidak terkancing, menampilkan baju kaos putih dengan noda berwarna kuning di bagian bawah kaosnya, hingga celana jeans belel hitam yang membungkus kakinya.
Dan pakaian yang sekarang dikenakannya sekarang terlihat basah.
"Kau mau pulang?" suara Naruto mengembalikan fokus si raven ke wajah pemuda itu.
"Hn." gumamnya. Sepertinya Naruto mengerti dengan maksud dari gumaman sosok itu.
Curah hujan yang turun masih sama besar ketika Naruto sampai di depan kafe tersebut. Menimbulkan suara berisik monoton yang menjadi latar musik disela-sela percakapan kecil mereka.
"Kalau begitu pulanglah." Kini Naruto mengucapkan kalimatnya dengan lancar. "Hati-hati di jalan." Lanjutnya disertai senyuman.
Sosok itu tidak membalas ucapan maupun senyuman Naruto, juga tidak segera melakukan hal yang disarankan oleh si pirang. Yang dilakukannya adalah justru melangkah mendekat hingga jarak diantara mereka hanya tersisa kurang lebih satu meter.
"A-Ada apa?" berdiri dengan posisi sedekat ini membuat gagap Naruto kembali.
Sosok itu kembali memilih untuk tidak menjawab dengan kata-kata.
Si raven meletakkan payungnya di lantai agar tangan kanannya bisa merogoh ke dalam kantung plastik di tangannya yang lain.
"Ini. Ambillah." Tangan pucat itu terulur ke depan Naruto dengan sebuah teh botol yang digenggamnya.
Naruto mematung.
"Kalau tidak mau ya sudah." Si raven sudah akan menarik kembali tangannya ketika sebuah tangan lain segera menahan pergelangan tangannya.
Sosok itu sedikit berjengit merasakan sentuhan langsung di kulit lengannya yang terbuka. Tangan si pirang terasa dingin dan besar.
"Aku mau. Tolong jangan diambil lagi." Botol itu kemudian berpindah dari tangan si raven ke tangan si pemuda pirang.
Si raven hanya kembali bergumam, "Hn." kemudian berbalik setelah memungut kembali payung yang tadi diletakkannya. Memakai payung itu lagi dan berjalan menembus hujan -yang baru Naruto sadari beberapa saat setelahnya- sudah mulai mereda dan hanya menyisakan gerimis.
"Sa-sasuke!" jantungnya berdebar-debar karena ini kali pertamanya Naruto menyebut nama sosok tersebut.
Si raven sudah sampai diseberang jalan ketika ia mendengar seseorang memanggilnya. Ia menoleh dan mendapati bocah pirang itu menatapnya dari seberang jalan sambil mengucap, "Terima kasih." dengan suara agak keras. Sasuke tidak membalas ucapan Naruto dan lebih memilih kembali melanjutkan jalannya.
Naruto menggenggam erat teh botol tersebut.
Hangat… gumamnya dalam hati, ternyata sosok itu memberinya teh botol yang sepertinya baru saja dibeli si raven dari mesin pemanas di dalam kafe tersebut.
Tiba-tiba saja Naruto mensyukuri semua kejadian yang yang dilaluinya sejak pagi tadi.
Mulai dari motornya yang mogok sehingga ia terlambat sampai ke kampus, kemudian ke kantin dan akhirnya malah tertumpahi jus, toilet yang tertutup, dan hujan yang tiba-tiba turun padahal cuaca sebelumnya sebenarnya kelewat cerah.
Andai saja motornya tidak mogok, ia tidak terlambat, bajunya tidak berbau jus seperti sekarang, tidak memutuskan untuk pulang ke flat-nya, dan kemudian tidak berhenti untuk berteduh di kafe ini, maka sudah dipastikan ia tidak akan bertemu lagi dengan Sasuke.
Seulas senyum terukir di wajahnya ketika Naruto menatap teh botol yang digenggamnya tersebut. Rasa hangat yang terpancar dari botol itu merasuk hingga ke dadanya.
TBC
Hai! Ketemu lagi sama Night.
Fict ini kayaknya cuma twoshot aja. Sebagai hadiah buat Naruto kita tersayang yang sedang berulang tahun. Semoga Naruto tetap berada dihati kita semua selaku penggemarnya meskipun animenya sendiri sudah tamat.
Happy Birthday, Uzumaki Naruto!
With love, Nightingale.
RnR?
