Disclaimer:

Harvest Moon bukan punya saya

Tokoh-tokohnya bukan punya saya

Ceritanya punya saya

Warning:

Segala macam OOC, OOT, typo, alur kecepetan, bahasa gak baku, bahasa gak jelas, dan sebagainya

Cerita ini merupakan cerita lanjutan dari "Tiada Lagi Kesal di Matanya" dan "Spring's Confession". Kalo charanya bisa banyak, saya bakal bikin satu cerita berchapter-chapter (?) dan bukannya OS kaya gini =.=a yah, sudahlah~

Enjoy!


Hadiah Musim Panas

A KaixPopuri story

by reynyah

(Chapter I — Kedatangan Kai)


Popuri POV


Pagi ini, aku merapikan toko yang merangkap rumah kami dengan riang. Asyiknya~ sejak Jack mengakhiri hubungannya dengan Elli dan menyerahkan Elli pada Doctor, dia jadi sangat dekat denganku. Bukan sangat lagi. Amat sangat. Dan aku sangat bahagia karenanya.

Setidaknya, Jack lebih perhatian daripada Kai.

Aku mendesah pelan. Kai... di mana kau sekarang? Kau hanya kembali saat musim panas. Kau hanya kembali setahun sekali. Padahal kau tahu aku sangat merindukanmu, tapi kau tidak pernah mengirim kabar. Tiba-tiba saja kau datang dengan cengiran manis di wajahmu lalu berkata, "Popuri, aku merindukanmu."

Aku ingin membencinya seumur hidupku, tapi sialnya, aku tidak bisa. Ketika dia pergi di malam hari pertama musim gugur, aku selalu berpikir bahwa aku akan selalu menyayanginya. Nyatanya, aku salah. Di hari kedua musim gugur saja aku sudah mengubah pola pikirku dari "aku akan selalu menyayanginya" menjadi "aku akan membencinya seumur hidupku".

Dan ketika musim panas tiba, pola pikirku akan kembali ke semula. Sumpah, aku benci kelabilan pola pikirku. Hanya Kai, Kai, dan Kai yang mengisi pikiranku. Tapi... kini tidak begitu lagi.

Karena sekarang, aku punya Jack.

Aku tersenyum kecil. Jack adalah sosok yang sempurna di mataku. Rupanya Elli dan Ann benar. Jack memang sangat baik. Buktinya, hampir setiap hari dia membawakanku bunga dari pegunungan juga telur rebus yang direbus di spa di dekat air terjun. Kadang juga dia membawaku ke peternakannya dan menunjukkan ayam-ayamnya yang telah ia rawat dengan baik selama beberapa tahun ini. Peternakannya benar-benar maju. Aku salut. Entah kapan Peternakan Poultry bisa jadi seperti itu. Oh, betapa aku merindukan Ayah yang dapat mengurus semuanya dengan baik.

Ayah... sekarang kau di mana? Kapan kau akan pulang?


Kai POV


Aku menutup peti besar tempat menyimpan barang-barang "rongsokan" pribadiku. Aku mendesah pelan menatap foto yang kini sedang kugenggam. Fotoku bersama Popuri, musim panas tahun lalu, sebelum perjalanan panjang ini. Ah... aku sangat merindukannya.

Aku merindukan tiap helai rambut ikal merah jambunya. Aku merindukan senyum manisnya di tengah sinar mentari musim panas. Aku merindukan mata besarnya yang bulat dan menyiratkan keceriaan sang pemiliknya. Aku merindukan gerak-geriknya yang lincah di tengah pasir keemasan musim panas. Aku merindukan gaun favoritnya yang selalu melekat di bajunya. Aku merindukan hembusan angin pantai yang membawakan harum tubuhnya padaku. Aku merindukan semua dari Popuri.

Dan musim panas ini aku sudah bertekad.

Aku akan melamarnya.

Aku tidak peduli siapa pun rivalku. Yang penting, aku akan melamarnya.

Rival, siap bertanding denganku?


Jack POV


Aku tersenyum menatap tasku yang sudah penuh dengan bunga dan telur rebus hasil merebus di spa. Setelah ini, aku akan pergi ke Peternakan Poultry dan menyerahkan seluruh hadiah ini padanya. Siapa tahu, yah, siapa tahu dia mau menerimaku jika kulamar di penghujung musim panas ini? Aku jadi tidak sabar.

Aku berlari menuju Peternakan Poultry di tengah teriknya matahari siang. Untungnya, Peternakan Poultry jaraknya tidak begitu jauh dari peternakanku. Aku hanya perlu keluar dari pintu utara peternakanku, belok kanan di pertigaan, lalu aku akan menemukan Peternakan Poultry tepat di sebelah kananku. Peternakan Poultry adalah sebuah peternakan merangkap toko dan merangkap rumah Popuri, Rick (kakak Popuri), dan Lillia (Ibu Popuri). Mereka seharusnya tinggal berempat di sana, bersama sang Ayah juga. Tapi, menurut cerita yang kudengar dari Popuri, ayahnya pergi untuk mencari obat demi ibunya yang menderita penyakit aneh dan sampai sekarang belum kembali.

Kini, aku sudah tiba di depan Peternakan Poultry. Sambil merapikan diri, aku masuk ke dalam Peternakan Poultry. Seperti biasa, Lillia sedang duduk di belakang counter sedangkan Rick berdiri di ujung ruangan. Popuri? Dia selalu berjalan bolak-balik di samping meja makan. Aku menghampirinya lalu menyapa, "Siang, Popuri."

Popuri tersenyum menatapku. "Siang, Jack. Ada perlu apa?"

"Ah, tidak. Hanya ingin memberimu ini," jawabku sambil memberikan telur rebus spa dan bunga-bunga yang tadi kupetik dari gunung. "Hadiah."

Popuri tersenyum sambil menerima barang-barang itu. "Terima kasih, Jack."

Aku mengangguk pelan. "Kalau begitu... aku pulang dulu."

Popuri mengangguk. "Sekali lagi, terima kasih ya, Jack."

Aku mengangguk.

"Jack, Jack, bisa tunggu sebentar?"

Aku menoleh. Oh, rupanya Rick yang memanggilku. "Ada apa?" tanyaku bingung.

"Tunggu sebentar, ada yang ingin kubicarakan," katanya. "Kau tunggu saja di depan peternakan. Aku akan menyusulmu beberapa menit lagi."

Aku mengangguk lalu keluar dari ruangan.


Rick POV


Aku memerhatikan Jack yang masuk ke dalam rumah dan memberikan hadiah-hadiah murah itu pada adikku. Eh, aku bukannya meminta dia untuk memberi hadiah-hadiah mahal seperti kalung, gelang, anting, atau yang semacamnya. Aku justru menghargai hadiah-hadiah itu karena aku tahu Popuri sangat menyukainya. Bukan menyukai hadiah-hadiah itu maksudku, melainkan menyukai orang yang memberikannya.

Menyukai Jack.

Itu sebabnya aku menghampiri Jack dan mengajaknya bicara karena aku harus tahu dia orang yang seperti apa. Tidak mungkin kan, kalau aku menyerahkan Popuri pada orang yang tidak bertanggung jawab?

Yah, misalkan saja Kai.

Aku benci pria itu. Dia hanya datang tiap musim panas dan tanpa ucapan selamat tinggal, dia meninggalkan Popuri pada malam sebelum musim gugur. Dia meninggalkan Popuri dengan wajah datar tanpa perasaan bersalah sedikit pun. Aku tahu adikku merasa sangat sakit, aku bisa merasakannya. Karena itulah komitmennya untuk selalu menyayangi Kai dapat dipastikan gagal. Maksudku, dia tidak bisa berkomitmen untuk yang satu itu. Wajar saja. Gadis mana yang setia menunggu kekasihnya yang pergi tanpa kabar selama tiga musim tiap tahun?

Bahkan aku sampai dapat merasakan sakit hatinya tiap kali Kai meninggalkannya.

Aku benci pada Kai.

Aku benci karena dia selalu membuat Popuri sedih.

Aku benci karena dia selalu membuat Popuri menangis tiap malam.

Aku benci karena dia membuat Popuri melamun sepanjang hari.

Aku benci karena dia bahkan tidak menyadari perasaan Popuri.

Aku benci karena dia tidak mengucapkan kata maaf pada Popuri.

Aku benci karena dia tidak mengucapkan selamat tinggal di hari terakhir musim panas pada Popuri.

Dan aku benci dia karena dia membenciku.

Yang benar saja! Apa yang membuatnya membenciku? Aku kan, tidak mengganggunya sama sekali. Aku hanya sering menegurnya karena dia tidak kunjung meminta maaf pada Popuri. Intinya, aku tidak menyukai hubungannya dengan Popuri.

Bahkan aku cenderung tidak merestuinya.

Sebaiknya Kai cepat-cepat meninggalkan Popuri atau dia akan berhadapan denganku.

Atau... sebaiknya Kai mengubah perlakuannya pada Popuri, baru aku akan merestui hubungan mereka.

Ya, sebaiknya begitu saja.

Atau sebaiknya Popuri mencari laki-laki lain saja.

Kurasa itu lebih baik.

"Hmm... ada apa sebenarnya, Rick?" tanya Jack padaku. Oh, baru kusadari bahwa aku terlalu lama melamun.

"Ada yang ingin kubicarakan," jawabku tegas.

"Soal apa?"

"Popuri."

Jack mengangguk. "Ada apa dengannya?"

"Kau kenal Kai?"

Jack menggeleng. "Aku hanya tahu kalau dia selalu kembali ke Mineral Town setiap musim panas dan bekerja di restoran di pantai, sebelah kios Won."

Aku mengangguk. "Kau tahu soal Kai dan Popuri?"

Jack menggeleng. "Memangnya kenapa?"

"Mm... mereka juga menjalin hubungan."

"Oh."

"Aku butuh bantuanmu."

Jack menatapku heran. "Bantuan apa?"

"Jauhkan Kai dari Popuri."

"Kenapa?"

"Karena aku benci pada Kai," jawabku. "Dia selalu menyakiti Popuri. Eh, bukan menyakiti dalam arti menyiksa ya, tapi menyakiti secara batin. Popuri selalu menangis dan mendadak jadi pemurung selama berminggu-minggu setelah kepergiannya."

Jack mengangguk. "Jadi... apa yang harus kulakukan?"

"Buat Popuri melupakan Kai."

"Caranya?"

Aku mengangkat bahu. "Pokoknya, buat dia tidak menyukai Kai lagi."

"Bagaimana bisa?"

"Tentu saja bisa," balasku sambil menatapnya. "Caranya, kau harus membuatnya menyukaimu."

Mata Jack membelalak. Oke, harus kuakui, ideku memang kelewat gila, sih. Ini sama saja memaksa Popuri untuk menyukai Jack. Padahal, belum tentu Popuri setuju.

Jack juga belum tentu setuju.

"Jadi... kau bisa?" tanyaku lagi, agak ragu kali ini. "Kalau tidak bisa, baiklah, aku tidak akan memaksamu."

"E-eh, baiklah, akan kucoba...," ucap Jack pelan. "Cuma itu, kan?"

"Jangan lupa untuk membuatnya bahagia dan senantiasa tersenyum," pesanku. "Kuharap kau bukan orang yang sama dengan Kai."

Jack menggeleng. "Terima kasih sudah memercayakan adikmu padaku."

Aku mengangguk. "Sama-sama. Kau harus berjanji untuk tidak mengecewakanku."

"Tentu saja, akan kujaga janjiku."


SKIP TIME. HARI PERTAMA MUSIM PANAS~~~


Kai POV


Aku terbangun dari tidur. Sinar matahari pagi sudah menerangi separuh kamar tidurku. Itu artinya, hari sudah siang dan aku terlambat bangun. Astaga...

Kini, aku benar-benar kembali ke Mineral Town. Ya ampun! Aku benar-benar tidak menyangka akan kembali ke kota ini lagi setelah berkelana selama tiga musim. Aku akan kembali membuka restoranku. Aku akan kembali menyaksikan festival kembang api. Aku akan merayakan festival-festival di Mineral Town yang selalu ada tiap tahun.

Tapi yang paling penting, aku bisa bertemu dengan Popuri lagi.

Membayangkan Popuri lagi, aku tersenyum sendiri. Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya. Bagaimana kabarnya, ya? Apa dia masih seperti dulu? Ceria, ramah pada semua orang, dan kekanak-kanakan?

Yah, aku tidak tahu.

TOK! TOK! TOK!

Aku mendecak sebal. Siapa yang berani "menggebuki" pintu rumah merangkap restoranku ini? Tidak tahu siapa yang dihadapinya di dalam, ya? Siap-siap saja menerima sedikit tebasan dariku.

"Buka pintunya, Bodoh! Aku tahu kau ada di dalam!"

Aku hampir saja mengutuki orang yang ada di luar pintuku itu jika tidak menyadari suara imut yang konon sangat kurindukan itu.

Itu...

Suara Popuri?

Benarkah?

Aku memutuskan untuk membuka pintu rumahku. Pintuku masih mengalami nasib yang sama dengan tadi—digebuki oleh seseorang yang entah siapa itu dari luar. Oh, benar-benar hari yang sial bagi pintu rumahku.

"Sebentar!" seruku agak kesal. "Tunggu sebentar!"

Aku membuka pintu rumahku. Tepat di hadapanku, aku melihat seorang gadis berambut ikal berwarna merah jambu bermata besar yang mengenakan gaun berwarna putih dan merah. Wajahnya seolah menjelaskan sifatnya yang kekanakan dan ceria. Dia berdiri di hadapanku dengan wajah cemberut. Entah apa yang ada di dalam pikirannya.

"Berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk membuka pintu?!" sembur Popuri. "Kau tidak tahu kalau aku sudah lama menunggu?! Aku merindukanmu, Bodoh!"

Aku tertawa kecil. Popuri tetap tidak berubah. Masih seperti dulu.

"Kenapa tertawa?" tanya Popuri kesal. "Tidak ada yang lucu, Kai!"

"Ya, ya, aku tahu," ujarku sambil mengelus pelan puncak kepalanya. "Maaf ya, sudah membuatmu menunggu lama."

Popuri mengangguk kecil. "Yah, baiklah... terserah saja..."

Aku tersenyum. "Baguslah kalau begitu."

"Kau baru tiba?"

Aku menggeleng. "Cuma kelelahan karena perjalanan jauh," jawabku dengan senyum. "Aku ada kabar gembira untukmu."

Popuri menatapku heran. "Apa?"

"Eh, nanti saja kuberi tahu," kata Kai sambil tertawa kecil. "Bagaimana kalau kau membantuku merapikan restoranku sekarang? Restoranku akan buka sebentar lagi."

Popuri mengangguk. "Baiklah."


Jack POV


Musim panas tiba! Ah, hari ini aku akan berburu benih ke Supermarket. Tapi... aku akan melakukannya setelah memberi Popuri bunga. Dia pasti akan sangat senang. Aku yakin itu.

Sesampainya di Peternakan Poultry, aku segera masuk. Eh... tapi aku tidak melihat Popuri atau Rick. Hanya ada Lillia di sana. Akupun menghampirinya dan bertanya, "Popuri dan Rick ada di mana?"

"Popuri hilang sejak pagi, entah ke mana," jawab Lillia dengan wajah sedih. "Sedangkan Rick baru saja pergi untuk mencarinya..."

Aku manggut-manggut. "Anda tidak ikut mencari Popuri?"

Lillia menggeleng. "Harus ada yang menjaga toko ini, Jack."

"Oh, tentu saja," jawabku. "Kalau begitu, saya permisi. Lebih baik saya membantu Rick mencari Popuri."

Lillia mengangguk. "Terima kasih atas bantuanmu, Jack. Itu sangat berarti untukku dan Rick."

Aku tersenyum. "Sama-sama, Nyonya."

Aku keluar dari Peternakan Poultry lalu mulai mencari. Kira-kira Popuri pergi ke mana, ya? Biasanya sih, pagi hari sebelum Peternakan Poultry buka, Popuri akan pergi ke air terjun dekat spa untuk menikmati pemandangan. Tapi... tadi pagi aku tidak menemukannya di sana. Apa dia ada di gunung? Ah,t idak mungkin. Tidak ada yang pergi ke gunung kecuali untuk menyaksikan festival bulan. Dan festival bulan tidak akan terjadi di pagi hari.

Apa Popuri ada di rumah seseorang? Atau di penginapan? Hmm... rasanya mustahil. Popuri jarang pergi ke tempat-tempat seperti itu. Atau adakah poin penting yang kulewatkan?

Tunggu, sekarang tanggal berapa?

OH! TANGGAL SATU MUSIM PANAS!

Apa yang biasanya ada saat musim panas dan menghilang di musim lainnya?

Kai.

Aku mulai melangkahkan kaki ke arah kanan Peternakan Poultry. Aku hendak menuju pantai.

Aku hendak menghampiri Kai yang bisa mengambil Popuri-ku kapan saja.

Kai, siap-siap saja berhadapan denganku.

Memangnya dia pikir aku mau sakit hati lagi?


Popuri POV


Aku membantu Kai membersihkan tokonya yang sudah tiga musim tidak ditempati. Huft. Tempat ini benar-benar kotor. Aku membersihkan debu-debu yang menempel di meja, kursi, rak, dan sebagainya sedangkan Kai membersihkan lantai juga langit-langit yang nyaris dipenuhi sarang laba-laba. Heran. Kenapa dia tidak memberikan kunci tokonya padaku ketika dia hendak pergi? Setidaknya aku bisa membantunya bersih-bersih sedikit. Sumpah, keadaan tokonya sudah lebih parah daripada rumah hantu.

"Aku mengerti kesibukanmu di luar sana, Kai," ucapku. "Tapi kau harus menyempatkan waktu untuk kembali ke sini dan membersihkan rumahmu yang sudah sama seramnya dengan rumah hantu. Memangnya kau tidak takut tinggal di sini?"

Kai menggeleng. "Untuk apa aku takut terhadap rumah sendiri?"

"Mungkin saja kau takut laba-laba, kan?"

Kai tertawa. "Laki-laki sepertiku tidak akan takut laba-laba."

Aku mendengus. Ya... ya... laki-laki sepertimu hanya takut pada perempuan, pikirku sebal. "Terserah, deh. Tapi kau bisa tidak percepat sedikit kerjamu? Aku sudah hampir beres, loh."

"Kau benar-benar tida—"

TOK! TOK! TOK!

Aku menatap pintu. Begitu pula Kai. Tak lama kemudian, pintu kembali diketuk. TOK! TOK! TOK!

"Siapa itu?" tanyaku pelan.

Kai mengangkat bahunya "Biar kubuka."

Kai pun membuka pintunya dan melihat...


Bersambung~


Rey minta maaf kalo bersambungnya di tengah-tengah karena Rey kehabisan ide... Sumimasen... *bungkuk bungkuk* m(_ _)m

Chapter selanjutnya... kita lihat kapan bakal di apdet sama Rey, ya! X3

Sampai jumpa!