Jangan Anggap Aku Seperti Anak Kecil
James Sirius Potter
Molly Silena Weasley
Disclamer : J.K Rowling
Terlahir dari kedua orang tua yang terkenal memang memiliki banyak keuntungan. Siapa yang tidak kenal Harry & Hermione Potter? Orang yang ikut andil besar dalam mengalahkan penyihir hitam terhebat sepanjang masa Lord Voldemort, merekalah orang tua ku.
Keuntungannya apa sajakah? Pertama kau akan selalu dihormati dan disegani oleh siapa saja, selalu diperhatikan, hidup dengan berkecukupan dan yang paling penting tidak sedikit gadis yang akan tertarik padamu. Berdasarkan polling dari para siswi Hogwarts yang dilakukan oleh Elisabeth Weasley selaku penulis tetap majalah sekolah, aku James Sirius Potter menempati urutan pertama lelaki yang menjadi idaman mereka. Dan aku perlu mengklarifikasi juga bahwa itu bukan hanya karena aku seorang Potter melainkan wajahku yang dari lahir sudah tampan dan juga jenius (?).
Lihat saja sekarang Gemma Eastley,tahun keenam Ravenclaw memohon agar bisa pergi ke Hogsmeade bersama. Ia memang cantik terlebih sexy tapi maaf aku tak suka sifatnya yang suka tebar pesona.
"Maaf Eastley aku sudah mengajak seseorang," kataku santai, tidak mengalihkan sedikit pun dari buku Transfigurasi Tingkat 6.
"Siapakah dia?"
"Molly Weasley"
"WHAT?" Aishh teriakannya sangat mengganggu "Kau menolakku karena si kutu buku itu!" aku menatapnya tak suka.
"Kenapa tidak?"
"Tentu saja dia tak pantas untukmu, sadarlah James." wajahnya memerah.
"Lalu kau pikir kau pantas untukku?"
Aku menutup buku dengan keras, mendorong kursi ke belakang dan beranjak pergi. Jika bukan seorang perempuan sudah aku kutuk ia berani menghina Molly ku. Sebenarnya istilah Molly ku terlalu berlebihan mengingat ia belum sah menjadi pacarku, peduli dengan itu, ia pasti akan menjadi pacarku bahkan Ibu dari anak-anakku.
Dia cantik dengan rambut merah bergelombang dan mata orange nya, sangat pintar, Ketua Murid pula, apakah ia masih tak pantas untukku? Eastley tentu salah besar. Dan dia ada didepanku sekarang.
"HaI Molly"
"Hai James" tak bisakah kau sedikit tersenyum, oh jangan matahari akan langsung terbenam jika meihat senyummu.
"Mau pergi ke Hogsmeade bersamaku?" kataku berbalik arah mengikutinya.
"Urus saja tim Quidditchmu," jawabannya berbeda kali ini, aku ingat dengan jelas saat tahun ketigaku mengajaknya pergi bersama dan ia menjawab 'Urus saja pekerjaan rumahmu' begitupula dua tahun selanjutnya.
"Tidak ada jadwal latihan Quidditch Molly sayang, kenapa jalanmu sakit sekali." aku cukup sulit mengimbangi langkahnya.
"Aku harus belajar untuk Ujian NEWT James, kau juga harus mulai bersiap untuk Ujian NEWT tahun depan!"
"Oh ayolah Molly, itu Halloween semua murid berlibur." usaha yang aku lakukan adalah menampilkan wajah sememelas mungkin.
"Tapi James…"
"Please Molly!" ini hampir berhasil, ia menghela nafas berat .
"Baiklah ini hanya ke Hogsmeade kan?" aku berteriak-teriak sampai melompat saking senangnya, Molly melotot padaku.
"Aku akan menjemputmu di Menara Ravenclaw, dan maaf sekali Molly sayang aku harus segera pergi, ada kelas dengan Patil yang super cerewet itu dan jangan lupa berdandanlah yang cantik!"
Aku mengedipkan mata, aku merasa seperti Fred yang sering menggoda perempuan. Bagaimanapun caranya besok haruslah sukses, aku berlari kencamng menuju ruang Transfigurasi sebelum guru cerewet itu marah-marah karena telat.
"Kau pergi bersama siapa James?" Fred yang tengah mengoleskan minyak rambut bertanya.
"Kau bisa menebaknya."
"Gemma Eastley, Rapunzel Fudge, Georgia Pattinson?" Louis menyahut, ahh pria itu sangat bodoh, ketiga perempuan itu tak akan bisa menandingi teman kencan ku ini.
"Saat Voldemort kembali bangkit, aku akan pergi bersama mereka." mengerutkan kening Fred bertanya siapa.
"Molly Weasley" terlihat Louis mencoba menelan cokelat Bertie Botts dengan susah payah karena batuk, aku melambaikan tongkat padanya.
"Kau serius James?"
"Molly mau?" aku sangat tersinggung dengan pertanyaan Fred.
"Tentu saja dia mau." kataku tak terima.
"Yahh mungkin Molly melihat usahamu untuk mengajaknya selama 3 tahun ini." terserah apa yang kalian bilang, yang terpenting aku harus tampil semenarik mungkin.
"Perjuanganmu selama bertahun-tahun ini rupanya sedikit mendapatkan hasil."
Setelah dipikir-pikir perkataan Loius ada benarnya juga, sudah bertahun-tahun aku mendekatinya, selalu mengekorinya saat di The Burrow, berpura-pura tak mengerti pelajaran dan bertanya padanya. Ia tipikal pendiam tapi cerewet, dalam artian ia akan diam saja jika tak penting dan cerewet untuk kepentingan kita sendiri. Itulah daya tariknya menurutku, aku menggunakan segala cara agar bisa selalu dekat dengannya.
Kami bertiga turun keawah, Loius sepertinya akan pergi dengan pacarnya Anna Jordan. Sementara aku dan Fred melanjutkan jalan menuju pintu dan berpisah arah itu artinya dia akan pergi bersama gadis Hufflepuff.
Sesampainya didepan pintu asrama Ravenclaw berjejer gadis-gadis dari mulai kecil hingga dewasa, menunggu pacarnya mungkin dan tidak mungkin Molly salah satu diantara mereka. Beberapa dari mereka menyapa genit berharap aku akan mengambil salah satu diantara mereka, aku hanya memberinya senyum.
"Belby bisakah kau panggilkan Molly untukku?" aku bertanya pada sahabat dekat Molly, ia mengangguk masuk kedalam dan kembali lima menit berikutnya dengan Molly dibelkangnya.
Dia cantik asalkan "Molly Silena Weasley! bisakah kau tinggalkan buku-buku yang menyebalkan itu."
"Aku tidak bisa membuang waktu James, Ariella kembalikan buku ku!" Belby merebut kedua buku tebalnya, beribu-ribu aku ucapkan terimakasih.
"Itu lebih baik Molly." aku menarik tangan Molly, mengedip pada Belby yang member dua jempolnya padaku.
Saat ini kami tengah berada dirumah minum Madam Puddifoot, banyak sekali pasangan yang berada disini, saling memandang, berpegangan tangan bahkan tak sedikit yang berciuman. Mataku membesar saat melihat adikku Al berciuman dengan Stefanny Zabini yang menurut rumor mendapat gelar Princess Slytherin karena kecantikan dan kepintarannya, sekilas dia memang cantik. Aku mengerang, itu berarti Al selangkah lebih maju dariku.
"Molly"
"Hmm" kalian bisa menebak apa yang dilakukannya, membaca buku. Bagaimana bisa? Ia menemukan buku itu dikantong mantelnya, memang susah jika berkencan dengan orang yang lebih mencintai buku ketimbang pasangannya.
"Tutup bukumu itu lalu kita mengobrol"
"Kita masih bisa mengobrol James, kau bicara saja"
Aku menghela nafas kasar, merebahkan kepalaku diatas meja dan memandanginya yang fokus membaca.
"Baiklah aku menyerah, sekarang kau ingin bertanya apa?" itu lima menit kemudian.
Aku tersenyum lebar. "Selepas lulus dari Hogwarts kau ingin kemana?"
"Aku ingin ke Kementerian, Departemen Penegakan Hukum Sihir, cukup menarik bagiku" jawabnya seraya meminum Butterbeer yang tadi belum disentuhnya.
"Kalau begitu aku juga akan ke Kementerian."
"Kau harus mengejar impianmu sendiri James, jangan mengikuti orang," katanya keras.
"Menurutmu aku harus kemana?"
"Kau Keeper yang cukup hebat, ku pikir tak ada salahnya berkarir sebagai pemain Quidditch professional, kau juga punya bakat sebagai seorang Auror, mungkin"
"Really?"
Dia mengangguk. "Kalau boleh aku sarankan kau bisa menjadi pemain Quidditch untuk beberapa tahun kedepan lalu masuk ke Kementrian bagian Departemen Permainan dan Olahraga Sihir atau mengikuti pelatihan Auror." pikirannya selalu terfokus pada masa depan, aku pasti bahagia jika memiliki seorang istri seperti itu.
"Aku akan melakukan saranmu."
Satu Dua Tiga "Kau harus tetap memikirkannya James, ini hidupmu" Aku memangku dagu, bagian yang paling menarik dari Molly Silena Potter, hmm Weasley maksudku adalah saat ia berceramah soal masa depan. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" ia berhenti, menatapku ingin tahu.
"Kau cantik saat mengomel seperti itu." apakah aku tak salah lihat, pipi Molly merona- aku sangat yakin itu. seberapa sering pun aku mengatakannya cantik, ekpresinya biasa saja, tapi ini? Mungkinkah?
"Ayo kita pergi dari sini!"
"Hei Molly tunggu!" aku berlari, kenapa dia aneh sekali. "Langkahmu cepat juga, sekarang kita akan kemana?" tanyaku ketika berhasil menyamai langkahnya.
"Aku ingin mengunjungi Paman George," ujarnya.
"Baiklah kebetulan produk Sihir Sakti Weasley ku habis disita, padahal aku masih memerlukannya untuk mengerjai anak Slytherin." aku melupakan sesuatu bahwa orang disampingku adalah…
"James berhenti berbuat onar, gunakan waktumu untuk belajar-" aku cepat-cepat memotongnya. "Ceramah dilanjut nanti saja." aku menarik tangannya dan berlari.
"JAMESSS"
"Kau jahat sekali Molly melarang aku membeli produk Sihir Sakti Weasley."
Aku kembali mengingat kejadian beberapa menit yang lalu, dimana Molly dengan jahatnya membeli produk lelucon maha dahsyat itu, bahkan Kotak Makanan Pembolos yang akan sangat berguna ketika pelajaran Rune Kuno pun tak boleh. Jangan panggil aku James Potter jika tak memiliki cara lain, darah jahil yang diturunkan oleh Grandpa James dan Sirius selalu bisa membuat otakku cermelang dalam membuat lelucon. Saat Molly sibuk mengobrol dengan Aunt Audrey, aku diam-diam berbisik pada Uncle George untuk mengirimkan barang-barang lelucon via OWL dan dia setuju.
"Itu tak berguna James, lebih baik kau gunakan galleonmu untuk membeli sesuatu yang bermanfaat atau ditabung untuk masa depan." Maafkan aku Molly,aku sudah terlanjur membelinya. Kau tenang saja lemari besi Dad di Gringgots masih sangat penuh dengan galleon, jika aku mendapatkan bagiannya kurasa cukup untuk kehidupan kita nanti, oh tetap saja aku akan bekerja.
"Kita juga butuh hiburan Molly, jangan membuat hidupmu terlalu serius." Molly memberikan bantahan yang luar biasa panjang. "Kau lebih cerewet dari Mom," keluhku, Al dan Lily mungkin tahan jika diceramahi oleh Mom, sedangkan aku biasanya tertidur atau kabur diam-diam.
"Itu karena kita berpikir realistis untuk ke depan!"
"Baiklah aku mengaku kalah."
"Beberapa waktu yang lalu kau bertanya padaku soal Transfigurasi, tapi Ariella bilang kau sangat pandai dalam pelajaran itu." dia menatapku penuh curiga.
"Aku hanya ingin memastikannya saja."
"Benarkah?"
"Iya Molly sayang" aku ingin merangkul pundaknya tetapi ia menjauh.
Tak terasa kita sudah sampai di depan pintu asrama Ravenclaw. Kenapa hari ini begitu cepat? Padahal aku ingin lebih lama berduaan dengan Molly, yang sangat sulit mendapat momentum dilain waktu.
"Aku masuk." Aku menahan tangannya. "Ada apa?" keningnya berkerut.
"Ada sesuatu yang kau lupakan," ucapku memandangnya.
"Apa?"
"Kau tahu"
"Bicaralah yang jelas James"
"Seorang wanita beri sehabis berkencan." Aku memberinya kode, otaknya jenius bukan? Ia pasti tahu.
"Intinya itu apa James Potter? Tapi tunggu dulu memangnya kita berkencan?" dengan polosnya aku mengangguk.
"Jangan bergurau James, sudahlah aku masuk."
Aku tak tahu kejadian jelasnya seperti apa, yang pasti bibir Molly menyentuh pipiku. Fungsi jantungku seolah berhenti sejenak, ini terasa seperti mimpi. Aku menyentuh bekas ciuman Molly, lalu melihat wajahnya yang semerah rambutnya entah karena malu atau apa.
"ARIELLA BELBY!" Teriakannya tajam dan sangat keras,
Anak itu memang selalu membantuku, perlukah aku mengiriminya sekotak permen Honeydukes, atau beberapa bungkus Kacang Segala Rasa atau Cokelat Kodok.
"TERIMAKASIH ARIELLA"
Dari kejauhan aku masih mendengar teriakan Molly dan jeritan histeris Ariella.
******TBC****
Aneh ya couple nya :D
Ini fic pertama yang aku post, RnR please
