MINE

Author: Boomie92

CAST: Song Minho X Kang Seungyoon, Song Minho X Kim Jinwoo

Genre: Romance, Humor, Friendship, Comfort

Rating: T-M

Warning: BL

Halo saya kembali dengan cerita baru, pasangannya sama tapi ceritanya sedikit berbeda. Untuk pemanasan saya kasih pendek dulu ya ceritanya hahahaha

Chapter 1

RED

"Selamat ulang tahun Kang Seungyoon! Kau tambah tua sekarang!" pekik Taehyun berisik sambil mengangkat gelas berisi soda ditangannya tinggi-tinggi.

"Ya, terima kasih banyak atas doamu sungguh sangat berkesan." Sindir Seungyoon namun yang disindir tentu saja tidak akan pernah sadar.

"Jadi apa hadiah yang kau inginkan di usia tujuh belas tahun ini?" tanya Kim Jinwoo, kakak laki-laki favorit Seungyoon. Seungyoon sedikit memajukan bibirnya sambil berpikir tentang hadiah yang dia inginkan.

"Bibirmu tidak usah dimajukan seperti itu!" protes Seunghoon sambil memenuhi gelas Taehyun dengan soda menuruti perintah tidak hormat dari Taehyun itu, yang seenaknya sendiri menyuruh orang yang lebih tua untuk melayaninya.

"Jangan memprotes bibirku!" dengus Seungyoon sambil melempar tatapan kesal kepada Seunghoon, namun tatapannya langsung melembut saat ia melihat ke arah Jinwoo. "Aku—tidak punya permintaan apa-apa Hyung kalian bersamaku itu sudah cukup, kalian sahabat terbaikku."

"Bohong! Kemarin Seungyoon memesan hadiahnya padaku. Dia minta sepatu adida** padaku!" Tehyun membongkar rahasia Seungyoon dengan telak.

""Ya! Itu hanya berlaku untukmu dan Seunghoon hyung."

"Kenapa pilih kasih begitu?!"

"Karena aku menyukai Jinwoo hyung."

"Kang Seungyoon, aku dan Taehyun juga sahabatmu kan? Kenapa pilih kasih seperti itu?" ucap Seunghoon mendukung Taehyun.

"Karena kalian menyebalkan," desis Seungyoon kesal.

Jinwoo hanya tertawa menyaksikan pertengkaran ketiga adiknya tersebut tanpa ada niatan untuk melerai. "Kalian tenanglah sedikit," ucap Jinwoo setelah menyaksikan beberapa pengunjung kafe menatap kesal ke arah mejanya. Hari ini adalah ulang tahun Seungyoon yang ke tujuh belas dan sebagai seorang sahabat Jinwoo merayakan ulang tahun Seungyoon di kafe langganan mereka bersama dengan Taehyun dan Seunghoon.

Mereka sudah saling kenal sejak Seungyoon dan Taehyun berada di taman kanak-kanak, hubungan persahabatan yang sangat dekat itu kini menjelma menjadi sebuah hubungan yang melebihi hubungan keluarga karena ikatan darah.

"Baik Jinwoo hyung…," ucap Seungyoon manja membuat Taehyun dan Seunghoon langsung berpose seperti orang yang ingin muntah. "Lihat saja kan Hyung?! Mereka berdua itu sangat, sangat, sangat…., MENYEBALKAN."

"Sudah, sudah, habiskan makanan dan minuman kalian. Sudah pukul delapan malam kita harus bergegas besok Taehyun dan Seungyoon sekolah kan?"

"Ya Hyung." Ucap Seungyoon dan Taehyun bersamaan.

"Oh ya, Seungyoon malam ini kau mau menginap atau tidur di rumahmu sendiri?"

"Rumah Hyung rumahku juga butuh disinggahi sesekali. Besok saja aku menginap di rumah Jinwoo hyung."

"Baiklah," balas Jinwoo ramah kemudian tersenyum tulus membuat Seungyoon semakin yakin bahwa Jinwoo adalah malaikat yang turun ke bumi, sangat berbeda dengan dua orang lainnya yang berada satu meja dengannya. Dua orang yang sekarang sedang berebut potongan ayam terakhir.

"Aku pergi ke toilet dulu," ucap Jinwoo sambil berdiri dari kursinya. "Kalian berdua berhenti bertengkar dan bagi potongan ayam terakhir kalian. Jangan membuatku malu."

"Baik Hyung." Gumam Seunghoon dan Taehyun bersamaan sambil menundukkan kepala mereka tanda menyesal. Seungyoon hanya nyengir lebar melihat kejadian yang sangat memuaskan itu terjadi di hadapannya.

"Kau senang ya jika Jinwoo Hyung membenciku?!" protes Taehyun dan jangan lupakan Seunghoon yang menjadi pendukung setia Taehyun.

"Tentu saja tidak, aku hanya senang melihat kalian menderita." Seungyoon justru menjulurkan lidahnya saat Seunghoon dan Taehyun melempar tatapan kesal mereka.

Seungyoon mendesah pelan, dia memilih untuk melihat keluar. Jendela kafe yang lebar menampilkan pemandangan Seoul yang luar biasa dengan cahaya lampu bak ribuan kunang-kunang yang beterbangan menghiasi selimut kelam sang malam. Tanpa sadar seulas senyuman menghiasi wajah Seungyoon. Mungkin terdengar aneh, namun dirinya selalu menyukai kegelapan, ketenangan, dan kesunyian malam.

Kedua mata Seungyoon terus memperhatikan kesibukan semua orang yang berada di seberang jalan. Para pejalan kaki itu dengan sabar menunggu di sisi jalan saat lampu merah, kemudian mereka akan berjalan menyeberangi jalan secara serentak saat lampu hijau menyala. Membosankan namun di sisi lain hal itu sunggung menarik, sama seperti dua sisi mata uang, sama seperti malam dan siang, gelap dan terang. Serasi dalam perbedaan.

Seorang laki-laki berdiri di dekat tiang lampu lalu lintas, mengenakan jas hitam rapi. Awalnya tidak ada yang aneh, Seungyoon juga tidak tertarik dengan laki-laki itu, sebab ada banyak laki-laki lain yang mengenakan stelan jas mahal berjalan menyeberangi jalan. "Kenapa dia tidak menyeberang?" gumam Seungyoon tanpa sadar.

Seungyoon mengerutkan dahinya mengamati laki-laki di seberang jalan itu, tiga kali lampu lalu lintas berubah warna namun dia tetap berada di tempat. Jantung Seungyoon seolah berhenti berdetak saat laki-laki itu menatapnya. Ada perasaan aneh yang datang menyerbu Seungyoon.

"Taehyun!" pekik Seungyoon tanpa sadar karena terlalu gugup. "Jinwoo hyung belum kembali?"

"Sudah tapi Hyung ke kasir untuk membayar makanan dan minuman kita."

"Kenapa kau terlihat gugup? Apa kau melihat hantu?" kali ini giliran Lee Seunghoon yang melempar pertanyaan, Seungyoon menggeleng cepat.

"Tidak aku hanya tiba-tiba teringat Jinwoo hyung. Itu saja."

"Bilang saja kau melihat sesuatu yang aneh di seberang jalan." Goda Taehyun.

"Tidak! Aku bukanlah penakut sepertimu Taehyun!" bentak Seungyoon.

"Jangan mengejekku terus! Jinwoo hyung juga penakut!" protes Taehyun.

"Aku menyukai Jinwoo hyung dan sampai kapanpun Hyung akan tetap sempurna di mataku." Balas Seungyoon kemudian diiringi oleh sebuah senyuman lebar.

"Jangan-jangan kau jatuh cinta dengan Kim Jinwoo ya?" kali ini giliran Seunghoon menggoda Seungyoon.

"Tidak. Hyung sudah punya kekasih, aku ini penggemar setianya. Itu saja, dan aku harap otak aneh kalian tidak berpikir yang macam-macam." Ancam Seungyoon dan mengangkat garpu di tangannya ke hadapan Seunghoon dan Taehyun.

"Ayo pulang sekarang." Ucapan Jinwoo menggagalkan niatan Taehyun dengan dukungan Seunghoon untuk membalas Seungyoon, keduanya tidak ingin dicap sebagai anak nakal selamanya oleh Kim Jinwoo.

Seungyoon langsung berdiri dari kursinya dan bergegas menghampiri Jinwoo, memeluk lengan kanan Jinwoo. "Hyung aku dongsaeng kesayangan hyung kan?" rengek Seungyoon.

"Apa dia keracunan makanan?" bisik Taehyun pada telinga kiri Seunghoon.

"Sepertinya begitu. Aku rasa itu efek menjadi anak tunggal."

"Tapi—bukankah Seunghoon hyung juga anak tunggal?"

"Aku punya saudara perempuan."

"Oh," balas Taehyun malas, karena yang dimaksud dengan saudara perempuan oleh seorang Lee Seunghoon. Anjing cihuahua miliknya.

¶¶¶

"Sampai besok Seungyoon! Kalau kau takut langsung telfon Jinwoo hyung saja!" pekik Tehyun dari dalam mobil dan sebelum Seungyoon sempat membalas, bocah menyebalkan itu sudah menutup rapat-rapat jendela mobil Jinwoo.

"Selamat malam Seungyoon, mimpi indah." Jinwoo tersenyum lebar untuk Seungyoon.

"Tentu Hyung terima kasih sudah mengingat dan membuat pesta ulang tahun untukku." Ucap Seungyoon kemudian membungkukkan badannya.

"Itu bukan apa-apa hanya pesta kecil."

"Aku senang sekali hari ini Hyung."

"Senang mendengarnya Seungyoon, baiklah aku harus pergi mengantarkan Taehyun dan Seunghoon. Sampai jumpa lagi." Seungyoon mengangguk pelan kemudian melambaikan kedua tangannya saat mobil berwarna putih milik Kim Jinwoo mulai bergerak meninggalkan halaman rumahnya.

Seungyoon berbalik menatap bangunan besar yang berdiri megah di hadapannya, hembusan nafas berat terdengar jelas. Seungyoon benci dengan perasaan kosong yang selalu menyambutnya setiap kali dirinya berada di tempat yang seharusnya membawa kehangatan dalam kehidupannya. Dengan malas Seungyoon mulai berjalan melintasi halaman yang tertata rapi dengan pohon Sakura dan beberapa jenis bunga daisy juga krisan.

Seungyoon mengetik kode pengaman pintu masuk, setelah pintu terbuka diapun bergegas masuk diiringi dengan lampu ruangan yang menyala otomatis. Seluruh ruangan rumah yang berukuan luas itu terasa sepi dan dingin, Seungyoon memang menyukai kesunyian namun dalam artian lain. "Aku pulang!" teriak Seungyoon meski dia tahu tak akan ada siapapun yang menyambut kedatangannya.

Seungyoon melepas sepatu yang ia kenakan, kemudian tas sekolah dan jas sekolahnya mendarat begitu saja ke atas sofa cokelat di ruang keluarga. Ayah dan ibunya terlalu sibuk dengan bisnis mereka di luar negeri, dan menjadi anak tunggal berarti menikmati kesendirian tanpa teman untuk berbagi. Meski dirinya memiliki tiga sahabat dekat, mereka tidak akan bisa menemaninya selama dua puluh empat jam tujuh hari penuh bukan?

Seungyoon berjalan menuju dapur untuk mengambil minuman. Namun, niatan itu terhenti saat kedua matanya menangkap sebuah bingkisan hadiah di atas meja makan. Cepat-cepat ia keluarkan ponsel dari saku kemeja seragamnya. Hanya dua kali nada sambung sebelum sebuah suara perempuan menjawabnya.

"Cepatlah Seungyoon, Ibu sedang sibuk."

"Apa Ibu mengirim hadiah ulang tahun untukku?"

"Ah! Sayang! Kau berulangtahun sekarang? Maaf Ibu lupa, Ibu akan mengirimkan hadiah setelah rapat selesai Ibu janji—

Seungyoon langsung memutus sambungan telefonnya, ibunya lupa dengan ulang tahunnya jadi hadia yang terletak di atas meja makan itu tentu saja bukan dari beliau. Seungyoon langsung menghubungi nomor lain. "Ayah tahu hari apa sekarang?"

"Selasa ah atau Rabu di Korea, entahlah Ayah ada di Kanada sekarang—

Seungyoon memutus sambungan telefonnya, ia letakkan ponsel di tangannya ke atas meja makan dan diraihnya kotak hadiah itu. Cukup berat, Seungyoon mencoba mengguncang-guncangnya namun tidak ada suara yang tercipta. Penasaran, ia robek kertas pembungkus hadiah itu dengan cara yang sangat tidak elegan. Tulisan merk sepatu yang ia inginkan langsung menyambutnya.

"Wow!" pekik Seungyoon girang, sepatu basket dengan warna merah yang menjadi idamannya sekarang datang dengan cara misterius di hadapannya. "Luar biasa…," gumam Seungyoon dan diapun langsung mencoba sepatu barunya itu dengan antusias.

Sebuah kartu ucapan terletak di dalam kotak sepatu. Seungyoon mengambil kartu ucapan berbentuk bintang berwarna emas. Tulisan tangan yang sama, inisial nama yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Hadiah-hadiah misterius yang selalu hadir pada setiap hari ulang tahunnya. Sejak dirinya berusia empat tahun, atau mulai usia itu yang bisa ia ingat.

Untuk bintang kecilku yang perlahan berubah menjadi matahariku

Kau adalah cahaya dalam kehidupan kelamku

Berawal dari sebuah titik terang kini kau menyeruak menjadi penerang dan petunjukku

Matahariku, kau adalah segalanya untukku

Seperti bumi yang akan mati tanpa cinta yang panas dari sang matahari

Itulah aku

S.M

Seungyoon hanya mengendikkan bahunya, kartu yang baru saja dibacanya dia campakkan begitu saja ke atas meja makan. Sepatunya terlihat lebih menarik sekarang, dan di dalam kepalanya sudah tersusun berbagai rencana untuk menantang Taehyun bermain basket sepulang sekolah besok, serta taruhan apa yang cocok sebagai hukuman.

"Selamat ulang tahun Kang Seungyoon," gumam Mino sebuah senyuman tercipta pada wajah tampannya. "Kita akan segera bertemu."

Seungyoon berjalan menuju jendela, menyingkap tirai yang menutupi kaca jendela rumahnya yang berukuran besar. Hanya pohon-pohon Sakura yang berjajar rapi tidak ada siapa-siapa, namun entah mengapa Seungyoon merasa ada seseorang yang mengamatinya. Biasanya firasatnya tidak pernah salah. "Wah! Bulan purnama! Bagaimana aku bisa melewatkannya!" pekik Seungyoon, diapun berlari kembali ke meja makan untuk mengambil ponselnya.

Seungyoon berdiri di balkon mengambil gambar bulan purnama sebanyak mungkin dengan ponselnya. Dinginnya angin malam sama sekali tidak mengganggunya. Setelah puas Seungyoon menyimpan kembali ponselnya, sebuah senyuman tercipta di wajah tampannya. Bulan purnama berhasil mencuri hatinya. "Indah," gumam Seungyoon.

"Kau juga indah." Ucap Mino pelan. Tubuhnya tersembunyi di balik pohon Sakura. Bulan purnama memang indah, namun ada hal lain yang mengalahkan keindahan itu malam ini. "Kang Seungyoon," bisik Mino saat tatapan Seungyoon tertuju ke arahnya.

Rimbunnya pepohonan menyembunyikan Mino dengan sempurna. Tanpa sadar tangan kanan Mino terangkat, jari-jarinya bergerak pelan berharap ujung-ujung jarinya kini berada di atas permukaan kulit wajah Seungyoon, namun dirinya cukup sadar untuk tidak muncul tiba-tiba di hadapan Seungyoon sekarang.

"Kita akan segera bertemu,"

Seungyoon yakin ada sesuatu atau mungkin seseorang yang sedang bersembunyi di balik salah satu pohon sakura di halaman rumahnya. Ia tajamkan penglihatan dan pendengarannya, namun sesuatu yang ia tunggu itu tak juga menampakkan kehadirannya. Bosan, Seungyoon memutuskan untuk kembali ke dalam rumah.

Perut kenyang dan hadiah sepatu idaman membuat hari ulang tahunnya sempurna, dan untuk melengkapi indahnya hari istimewa hari ini, Seungyoon memutuskan untuk tidur lebih awal. Setelah mengganti seragam sekolah dengan kaos dan celana olah raga, Seungyoon melompat ke atas ranjang tempat tidur.

Seungyoon mendesah pelan, meski aneh namun sesuatu yang terjadi berulang kali akan menjadi wajar. Sama seperti hadiah-hadiah misterius yang selalu datang di hari ulang tahunnya atau saat dirinya begitu menginginkan sesuatu. Meski selama ini Seungyoon terus menekan semua tanya itu, namun sekarang semuanya mulai mengganggu.

"Aku ingin seikat mawar merah, apa kau akan memberikannya untukku besok pagi?" Seungyoon bertanya kepada entah siapapun, dia tidak bisa menjelaskan perasaan seolah-olah ada orang lain yang sedang memperhatikan dan mendengarkannya.

"Apa kau malaikat penjagaku? Kalau begitu aku ingin mengucapkan terima kasih padamu. Tapi aku sudah tujuh belas sekarang, aku tidak perlu malaikat penjaga lagi." Seungyoon mendesah sebelum memejamkan kedua matanya, menjemput mimpi.

¶¶¶

Alarm dengan bunyi ayam jantan berkokok itu sangat menganggu, meski enggan Seungyoon terpaksa memaksa tubuhnya bangun dari tempat tidur yang sangat nyaman. Masih ada waktu satu setengah jam sebelum lingkungan sekolah yang seolah-olah memenjarakannya harus ia hadapi lagi, di hari yang baru ini.

Seungyoon membuka lemari pakaian mengeluarkan seragam sekolah bersihnya, meletakkannya di atas ranjang tempat tidur kemudian dia bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Total lima belas menit waktu yang dibutuhkan Seungyoon untuk mandi dan memakai seragam bersih. Seungyoon membuka pintu kamar, sebelum berangkat ia harus mengisi perutnya terlebih dulu.

Puluhan mungkin ratusan buket mawar merah terangkai indah di dalam keranjang bunga, diletakkan dengan rapi dari depan pintu kamar hingga ruang makan. Seungyoon tidak bisa mempercayai penglihatannya, berulang kali dirinya mengerjap-ngerjapkan kedua matanya namun buket mawar-mawar itu masih ada di sana, semuanya nyata. Seungyoon mengambil setangkai mawar dari dalam keranjang bunga yang berjarak paling dekat dengannya.

"Ini menakjubkan," ucap Seungyoon selama ini dia mengganti rasa ketakutannya dengan perasaan takjub dengan semua kejadian aneh yang selalu mengikuti kehidupannya. Dan semua terbukti, dengan sedikit perubahan cara pandang hal yang mengerikan menjadi menakjubkan.

Mino duduk pada salah satu cabang pohon sakura yang paling besar, memperhatikan Seungyoon dengan hati-hati. Reaksi Seungyoon terhadap semua mawar merah itu membuat Mino merasa bahagia. "Aku akan memberikan semua yang kau inginkan Kang Seungyoon, dan aku tidak akan pernah berhenti untuk menjagamu."

"Hai malaikat penjaga, terima kasih atas kiriman mawar merahmu. Indah sekali tapi ada satu persoalan yang sedikit mengganjal di sini. Saat semua mawar ini mulai layu dan tidak harum lagi bagaimana caraku membersihkannya?"

Mino hampir terjatuh dari pohon saat pertanyaan Seungyoon tertangkap oleh kedua telinga sensitifnya. Namun keterkejutan itu hanya bertahan selama beberapa detik, sebelum sebuah senyuman kembali menghiasi wajah tampannya. "Kau tidak perlu mencemaskan hal itu Kang Seungyoon."

Mino bersandar pada pohon memejamkan kedua matanya, mendengar suara denting sendok yang berada dengan mangkuk keramik, suara decitan sepatu, dan pintu yang tertutup. "1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10," Mino mulai menghitung dengan suara pelan. "11, 12, 13." Di hitungan ke tiga belas Seungyoon berjalan keluar dari rumahnya dan melintasi halaman.

Seungyoon menghentikan langkahnya mengamati pohon sakura yang menurutnya menyembunyikan sesuatu, namun lagi-lagi firasatnya salah. Mino hanya tersenyum simpul mengamati wajah bingung Seungyoon. Dan saat anak laki-laki itu kembali melangkahkan kakinya meninggalkan halaman rumahnya, Mino mengangkat tangan kanannya melambaikannya dengan pelan kepada Seungyoon.

"Semoga harimu menyenangkan Kang Seungyoon."

Seungyoon menghentikan kedua langkah kakinya di depan salah satu pohon sakura yang tumbuh di halaman rumahnya. "Aku yakin ada sesuatu yang bersembunyi," gumamnya pelan. Takut, tentu saja perasaan itu pasti ada namun rasa penasarannya yang jauh lebih besar membuatnya nekat untuk berjalan mendekati pohon yang ia curigai sejak lama.

"Kang Seungyoon!" suara panggilan Taehyun mengagetkan Seungyoon yang sedang serius memperhatikan pohon sakura di hadapannya.

"Nam Taehyun! jangan berteriak di depan halaman rumah orang!" protes Seungyoon. Taehyun hanya mengendikkan kedua bahunya.

"Ayo berangkat sebelum terlambat."

"Baiklah," balas Seungyoon pelan sembari melangkahkan kedua kakinya mengikuti Taehyun.

"Kau sedang memperhatikan apa?"

"Hanya—pohon."

Taehyun mengerutkan dahinya. "Apa yang menarik dari pohon sakura saat musim panas? Hanya daunnya saja yang rimbun, seandainya pohon sakura berbunga sepanjang tahun."

"Itu mustahil." Balas Seungyoon singkat, menghancurkan imajinasi Taehyun yang terkadang terlalu liar dan harus dikendalikan agar anak itu sadar mana yang nyata dan mana yang bukan.

"Hei—aku hanya berandai-andai saja. Coba bayangkan seandainya buka sakura berbunga sepanjang tahun. Bukankah itu sangat menakjubkan Kang Seungyoon!" pekik Taehyun kali ini dia bahkan mengguncang-guncang kedua bahu Seungyoon dengan keras.

"Ya itu hebat tapi tidak mungkin terjadi," gumam Seungyoon jengah.

"Imajinasimu memang payah." Cibir Taehyun sebelum mengambil langkah panjang meninggalkan Seungyoon. "Hoi! Seungyoon sepatumu baru!"

"Oh iya…,"

"Hadiah dari siapa?! Yang pasti bukan Jinwoo hyung kan?"

"Memang kenapa jika Jinwoo hyung yang memberikannya?" Seungyoon sengaja menggoda Taehyun.

"Pembohong!" dengus Taehyun kemudian berjalan semakin cepat meninggalkan Seungyoon sementara itu Seungyoon hanya tertawa dengan keras melihat tingkah konyol Taehyun. Seungyoon menarik nafas dalam-dalam sebelum berbalik untuk memperhatikan pohon sakura yang ia curigai itu sekali lagi.

"Apa firasatku salah? Tidak, aku yakin kau adalah orang yang memberikanku sepatu dan mawar merah. Atau mungkin kau itu bukan…," Seungyoon bergegas berlari menyusul Taehyun dia tidak ingin merasa ketakutan akibat pemikirannya yang terlalu liar tentang sesuatu di luar jangkauan akal manusia.

To Be Continued….