Disclaimer: M. Kishimoto
Warning: AU, tanda baca nyasar, cerita ga jelas, sangat OOC,typos bertebaran,melenceng dari EYD yang berlaku dll
Title: My Happy Ending
Genre: Romance & Family (pertama kali nih bikin yang genre family, entah lulus sensor atau kaga - -'a)
Main pair: Sasuhina of course dan beberapa pair lain yang dikit nyempil
NejiTen, NaruSaku, SaIno.
Terinspirasi dari sebuah novel terkenal tapi saya lupa judul ama pengarangnya T.T
Dedicated for My Onee-chan, Hubi-nee :D
Semoga, Nee suka
DON'T LIKE DON'T READ!
HAPPY READING
.
.
Summary: fic ringan tanpa konflik. Menggambarkan peran sahabat-sahabat serta keluarganya saat menantikan anak pertama (kedua) pasangan SH lahir. Ditambah lagi sifat Hinata yang sangat berbanding terbalik saat dirinya akan melahirkan. / "Nah itu adalah suatu komentar yang kuharap ku dengar dari suamiku. Daripada hanya mondar-mandir dan menghancurkan lengan kursi dengan remasannya"/ "Mereka terkadang mengatakan hal-hal yang tidak sunggguh-sungguh mereka maksudkan".
.
.
Pada pagi hari yang sejuk di bulan Juni, seorang wanita cantik bercepol dua berdiri di dasar susuran anak tangga kediaman Uchiha. Wanita itu melambai bersemangat pada seorang pria berambut lurus nan panjang bak model iklan shampoo, yang baru saja masuk melalui pintu itu segera menyambut pria itu dengan senyum cerah.
"Kau sudah sampai, Neji. Kukira kau akan terlambat mengingat jadwal sibukmu," Sindir Tenten –wanita bercepol dua itu.
"Maafkan aku, banyak proyek yang terbengkalai samenjak Hotaru sakit, Tenten"
Neji –pria model iklan shampoo- itu menatap lurus bola mata istrinya dengan ekspressi meminta maaf.
"Sudahlah, aku mengerti. Bagaimana pekerjaanmu?"
Tenten mendongak hingga sorot matanya segaris lurus dengan suaminya.
"Membosankan seperti biasa. Klien protes dan jam kerja yang lama," Gerutu Neji.
Hanya di depan istrinya pria yang terkenal expressionless itu mengeluarkan segala ekspressi yang sangat jarang ditampakannya pada public.
"Hei itu trademark Shikamaru. Dan Hotaru sudah sembuh. Nanti siang dia ingin kau menjemputnya dan bermain dengan adik barunya," Tenten hanya tersenyum lemah.
"Dasar anak itu. Itulah efek dekat dengan Ryouta." Canda Neji. Tidak ingin istrinya larut dalam kesedihan. Tenten mencubit pinggang Neji pelan. Neji pura-pura mengaduh kesakitan.
"Bagaimana keadaan Hinata?" Tanya Neji mengerut.
"Jangan khawatir. Ada Sasukeke yang menjadi sasarannya. Hinata tidak ingin berada kurang dari dua meter dari seorang pria"
"Dan untukmu, Nyonya Hyuuga. Kau harus bertanggung jawab karna telah membuat pinggang Tuan Hyuuga bengkak"
Tenten mengacuhkan candaan suaminya dan berbalik menaiki tangga pelan. Tenten menabrak seorang pria berwarna rambut raven yang menjabat sebagai Tuan rumah kediaman Uchiha, yang kelihatan terburu-buru berlari keluar dari pintu.
"Tenten, darimana saja kau?"
Pria itu bertanya sambil menggeser Tenten dari jalannya. Sungguh tak sopan mengingat Tenten adalah kakak ipar pria itu sendiri.
"Dari ruang tamu" Jawab Tenten sekenanya.
"Hinata… dokternya.."
Sasuke Uchiha, tuan rumah kediaman Uchiha tampak tergesa-gesa menuruni tangga lagi.
"Sasuke, tunggu!"
Tenten menarik lengan Sasuke dan pria raven itu berbalik tak sabar.
"Apa ini soal bayinya?"
Itu adalah pertanyaan retorika meski keduanya tahu hal itu sehingga Sasuke hanya memutar bola matanya keatas sebagai tanggapan.
"Kenapa kau pergi memanggil dokter? Telfon Rumah Sakit atau suruh pembantumu memanggilnya"
Sasuke menggelengkan kepala dan menjawab dengan nada jengkel.
"Hinata tidak mau aku berada di ruangan yang sama dengannya. Dia juga tidak mau aku dekat dengannya lebih dari jarak dua meter. Bayangkan itu!"
Sasuke berhenti untuk sekedar menghela nafas pasrah. Nyonya Uchiha yang kreatif.
"Dia bilang tak tahan melihatku. Aku harus memanggil dokter karna hanya itu pengalih perhatianku saat ini. Aku tak tau apalagi yang harus kulakukan. Aku tak bisa berdiam diri saja di rumah"
Itu adalah percakapan dengan kalimat terpanjang yang pernah Tenten dengar dari seorang Uchiha. Jika bukan karna dia mendengarnya secara langsung dan menatap dengan bola matanya sendiri, Tenten mungkin takkan pernah percaya jika seorang Uchiha bisa mengatakan kata yang lebih panjang dari 'Hn'.
Tenten cengo di tempat sementara Sasuke mengambil kunci mobil yang diangsurkan oleh seorang pelayan.
"Oh di sini kau rupanya, Tenten-chan. Hinata…."
Mikoto seolah tak bisa meneruskan ucapannya karna perhatiannya terbagi antara Hinata dan kalimat yang tepat untuk melanjutkan ucapannya.
"Iya, Obaa-san. Sasuke sudah mengatakannya padaku"
"Dan kenapa Obaa-san masih ada disini?"
Tenten mengerutkan alisnya hingga membentuk segaris lurus.
"Aku takut seperti kejadiann waktu itu"
Mikoto tersenyum pedih. Tenten hanya mengusap punggung mertua adik ipar yang sekaligus menjabat sebagai sahabatnya. Tenten berlari menaiki tangga dan bergegar ke kamar Hinata yang berada di lantai atas.
Wanita beriris Amethyst itu saat ini sedang mondar mandir sekaligus meggigit kuku jemari tangannya. Sedangkan Tsunade dan Sakura menyiapkan segala keperluannya.
"Tidak apa-apa. Tak ada yang perlu dikhawatirkan"
Tenten menenangkan kecemasan yang tergambar jelas di raut wajah adik iparnya deti-detik menanti kelahiran anak kedua pasangan Uchiha itu.
"Tapi aku takut seperti bayi pertamaku"
Hinata menunduk muram. Air matanya meleleh menuruni pipinya. Tenten mengusap air mata itu dengan ibu jarnya lembut.
"Sudahlah. Percayalah pada dirimu sendiri. Bukankah itu yang kau katakan padaku dulu?"
Tenten mengelus punggung Hinata menenangkan.
"Oh Tenten-nee. Syukurlah kau ada disini bersama yang lain. Ini sangat mendadak."
Hinata tanpa basa-basi memeluk kakak ipar sekaligus sahabatnya erat.
"Ternyata aku tak dianggap" Celetuk Sakura asal.
Hinata menjulurkan lidahnya kecil.
"Aku sudah menduganya. Akhir-akhir ini kau berubah"
Tenten melempar mantel yang di kenakannya asal begitupun baju kerjanya sehingga dirinya saat ini hanya mengenakan kemejada dalam putih polos.
"Aku segera kesini begitu Mikoto-baa san menelpon dan bertabrakan dengan suamimu di tangga saat dia akan pergi memanggil dokter. Dia benar-benar kebingungan"
Hinata mencibir atas reaksi Tenten yang dianggapnya berlebihan.
"Sasuke-kun tak bisa diandalkan di saat-saat seperti ini. Dia jadi bagaimana mengatakannya.. err hancur berkeping-keping saat aku memarahinya"
Tenten tertawa mendengar aduan yang dating dari mulut istri bungsu Uchiha itu. Sasuke Uchiha adalah pria yang terkenal akan ke-stoic-annya, ketenangannya, dingin, arogan dan benar-benar pendiam tapi tidak hancur berkeping-keping.
"Aku sudah mengatakannya pada Sasuke bahwa wanita yang akan melahirkan bisa menjadi sangat pemarah"
Tsunade menggeleng pasrah.
"Tanya saja perasaan Naru saat Sakura akan melahirkan"
Sakura kelihatan akan membuka mulut guna memprotes pernyatan sepihak dari gurunya.
"Heiiii"
"Mereka terkadang mengatakan hal-hal yang tidak sunggguh-sungguh mereka maksudkan" Lanjut Tsunade tak menghiraukan protes yang dilontarkan salah satu murid kesayangannya.
"Ketahuilah Tsunade-sama, aku mengatakan itu semua dengan segenap hatiku dan aku sangat bersungguh-sungg.."
Tiba- tiba Hinata meringis. Sesuatu mengalir dari tubuhnya, kesakitan melanda sekujur tubuhnya. Segera Tsunade , Sakura dan Tenten membaringkan Hinata di atas ranjangnya.
Hinata menahan erangan rasa sakitnya dengan menggigit bibir bawahnya dan mencengkram pinggiran seprai. Air mata tak kunjung behenti mengalir dari matanya.
"Semoga segalanya berjalan dengan lancar" Harap Tsunade.
"Kupikir proses kelahiran seorang anak seharusnya berjalan sangat lama" Komentar Hinata yang mengambil nafas pelan.
"Karna kurasa menyakitkan, jadi semakin cepat semakin baik"
Hinata tersenyum lemah.
"Nah itu adalah suatu komentar yang kuharap ku dengar dari suamiku. Daripada hanya mondar-mandir dan menghancurkan lengan kursi dengan remasannya"
Sakura membantah dengan sedikit candaan ringan.
"Hei, dia tidak melakukan itu. Dia hanya melunakkan lengan kursinya"
Hinata sedikit terkikik geli.
""Dia sangat tenang , mondar-mandir tak masuk hitungan karna kupikir wajar. Tapi, intinya dia baik-baik saja sampai kau mulai berteriak-teriak padanya." Tsunade ikut andil memberi pendapat.
rasa sakit kembali menjalari sekujur tubuhnya. Tapi, wanita berambut indigo itu segera mengalihkan rasa sakitnya dengan bercakap-cakap bersama Sakura dan Tenten.
"Aku tidak butuh dokter. Aku hanya membutuhkan kalian"
Hinata merengut sebal. Sebenarnya Hinata hanya takut pada jarum suntik besar –menurut Hinata, yang di bawa oleh sang dokter.
Tenten mengintip dari celah jendela begitu mendengar deru halus suara Mobil berhenti.
"Butuh atau tidak, dokter itu sudah berada disini. Dan coba tebak. Sasuke benar-benar menarik dokter itu kesini"
Tenten menggeleng geli. Dasar Uchiha.
"Ckckck.. pria malang" Cetus Sakura tanpa berpikir.
Sang dokter yang diketahui bernama Kabuto Yakushi dari tag name yang terpasang di jubah putihnya segera memasuki ruangan disusul Sasuke di belakangnya dan menyapa seluruh orang yang berada di ruangan itu.
"Bisakah anda lebih cepat" Gerutu Sasuke tak sabar.
Dokter itu hanya tersenyum menanggapi. dan segera melakukan tugasnya sebagai dokter kandungan.
Sasuke mendekati kepala tempat tidur dan menggenggam tangan kanan Hinata.
"Hinata, kalau kau masih tak tahan melihatku. Aku akan pergi lagi"
Namun Hinata tidak menghiraukannya karna rasa sakit kian menghujam jiwa dan raganya disusulteriakan keras dan rasa sakit yang lain. Melihat wajah Hinata yang mengerut kesakitan terasa menusuk hatinya.
Bayi pertama mereka telah meninggal karna saat itu kondisi istrinya sangat kritis dan Sasuke terpaksa harus memilih salah satu dari mereka. Sasuke merelakan bayinya.
Jika harus diminta memilih antara keduanya, Sasuke merasa sudah tak sanggup lagi. Dan jika keduanya tak dapat diselamatikan, Sasuke merasa mungkin ia sudah tak bisa hidup lagi.
Sasuke merasa tak berdaya. Menatap darah yang menyelimuti tubuh Hinata dan wajah pucat istri tersayangnya. Mikoto sudah tak peduli lagi, segera menyeruak masuk ke dalam ruangan itu. Memang benar Mikoto bahagia karna menantunya itu segera memberikan keturunan dan mungkin penerus keluarga Uchiha (meski Mikoto sendiri lebih mengharapkan bayi perempuan) tapi, rasa bahagia itu pernah luruh saat Hinata akan merenggang nyawa dulu.
Mikoto tak mau masuk ke dalam ruangan itu karna tak ingin merasakan kepedihan itu lagi. Mana ada ibu yang tega melihat anaknya menderita?
TBC
A/N: Fic hadiah atas kehamilan Hubi-nee :D. selamat atas kehamilannya (yipii dpet sepupu baru XDD)
bagaimana pendapat para readers yang budiman sekalian. Saya terinspirasi dari sebuah novel yang saya lupa judulnya tapi tuh novel sumpeh bagus banget. Saya sudah menulis chap 2-nya tapi kapan saya updatenya. Siapa yang tau~ :v
Bagaimana menurut anda, senpai? Jelek? Abal? Gaje?
Seseujuuu eh salah setuju XDa
Terima Kasih
With lopphhee
Akemi M.R
