Chapter: 0 (Prolog)
Bumi terus berputar, menandakan bahwa waktu terus berjalan. Putaran pada porosnya menandakan bahwa satu hari telah terlewat. Putarannya mengelilingi matahari menandakan satu tahun telah berjalan.
Ini tahun kesepuluhku memasuki jenjang sekolah. Sekolah Menengah Atas. Tahap yang harus dilewati semua orang sebelum menyandang gelar 'mahasiswa' tiga tahun ke depannya. Masa paling sulit dan membingungkan, karena harus memikirkan secara matang apa tujuan yang ingin dipenuhi suatu hari nanti dan menghadapi berbagai risiko dalam mencapainya.
Dan disinilah aku. Berdiri di depan gerbang SMA Shuutoku. Memperhatikan sambil terkagum melihat sekolah ini, dipenuhi siswa- siswi baru yang semoga nantinya bisa menjadi temanku. Di dinding tempat menyangganya gerbang sekolah ini, tersandar papan bertuliskan 'Selamat Datang Siswa- Siswi Tahun Ajaran Baru'. Akhirnya, impianku melanjutkan pendidikanku di sekolah ini tercapai. Sekolah ini katanya juga mendapat julukan '3 raja' dalam pertandingan basket dan itu sudah bertahan selama bertahun- tahun. Dan aku menyimpulkan, sekolah ini adalah sekolah yang cukup berkualitas.
'Baiklah! Masa SMA... Aku datang!' batinku sembari melangkahkan kaki melewati gerbang sekolah dan memasuki gedung sekolah ini, menuju ke aula tempat acara pembukaan akan dilaksanakan.
Saat memasuki aula, seorang kakak kelas menghampiriku dan memberikan sebuah buku yang kurang lebih tebalnya 40 halaman.
'Ah, buku pengenalan sekolah.'
Buku yang sengaja dibuat bagi murid- murid baru untuk mengenal sekolah barunya. Dengan memasang senyum terbaikku, kuterima buku itu sambil mengucapkan terima kasih. Kulanjutkan berjalan menuju deretan kursi yang sudah tertata rapi.
Aku segera mencari kursi, dan aku memutuskan untuk duduk di bagian tengah. Setelah aku memposisikan diriku di kursi senyaman mungkin, aku membuka buku pengenalan dan membaca isinya.
Penuh warna, dan itulah yang paling menarik perhatianku. Beberapa halaman awal memuat kata- kata sambutan dari berbagai pihak, juga tersisip foto- foto guru yang nantinya akan memberikan ilmunya kepada kami. Mulai halaman keenam, aku makin tertarik membacanya. Bagaimana tidak, buku ini memuat berbagai informasi penting soal sekolah ini. Mulai dari ekstrakulikuler yang sangat beragam , dilanjutkan dengan denah sekolah yang dilengkapi dengan foto- foto untuk memperjelasnya.
Tibalah aku di sebuah halaman berjudul 'Prestasi Shuutoku'. Tampak olehku foto-foto murid yang sedang memegang piala ataupun mengenakan medali. Di samping kiri foto, terdapat keterangan mengenai prestasi apa yang telah ia ukir. Tiba- tiba, mataku terpaku pada suatu foto. Sekelompok pemain basket berkaus orange dan bertuliskan 'Shuutoku' dalam pertandingan Winter Cup, mendapat juara ketiga empat tahun lalu. Hm... Prestasi yang cukup lama, tapi entah mengapa masih dimuat. Apa sebegitu hebatnya mereka?
Oh ya...
Angkatan pada tahun itu katanya angkatan terbaik. Terutama, kudengar ada pemain 'ajaib' yang masuk sekolah ini, hanya saja aku tidak tahu yang mana orangnya. Semuanya terlihat begitu profesional.
Kulanjutkan membaca keterangan mengenai tim basket SMA Shuutoku yang tergolong unggul di antara SMA lainnya, sebelum akhirnya terhenti oleh suara seorang guru yang memberitahu bahwa acara akan dimulai. Kututup buku itu pelan, lalu menyimpannya ke dalam tasku.
Seperti acara- acara pada umumnya, selalu diawali dengan kata sambutan yang membuat kantuk menjadi- jadi. Kuputuskan untuk membuka ponsel layar sentuhku, mencoba mencari sesuatu yang bisa menghilangkan kantukku. Tak lupa aku menurunkan pencahayaannya terlebih dahulu, aku tidak ingin orang lain melihat- lihat apa yang aku kerjakan. Bukan, bukan. Ini bukanlah hal yang mencurigakan, ini hal yang biasa. Saat ini, orang yang kelewat penasaran banyak sekali. Menurutmu mengapa orang memakaikan kata sandi pada ponselnya?
Setelah beberapa menit, aku mendengar suara tepuk tangan yang memenuhi pendengaranku.
'Oh, sambutannya sudah selesai ya...'
Kusimpan kembali ponselku ke dalam saku rokku dan memusatkan perhatianku ke depan. Seorang kakak kelas tengah berdiri di atas panggung dan memberitahukan kegiatan apa saja yang akan dilakukan saat masa orientasi ini.
Dari yang aku dengar, setelah acara ini aku harus segera melihat daftar pembagian kelas. Sistem pembagian kelasnya acak, tidak melihat dari prestasi, asal sekolah, dan lain- lain. Singkatnya, tidak ada pembedaan kelas di sini. Lalu, tradisi sekolah- sekolah Jepang pada umumnya, penyematan bunga di baju bagian dada sebelah kanan. Dan tentu saja, para senior akan mempromosikan ektrakulikuler kepada juniornya agar bergabung bersama mereka.
Acara pembukaan di aula telah usai. Semua murid baru beranjak dari tempat duduk mereka dan bergegas menuju pintu keluar. Aku juga melakukan hal yang sama. Kakiku kulangkahkan menuju gedung seberang, berhubung kelas satu nantinya akan ditempatkan di lantai pertama di gedung tersebut. Daftar nama- nama murid yang telah ditempatkan di kelas tertentu telah ditempelkan di jendela tiap kelas.
Aku menyusuri koridor, melihat- lihat kerumunan orang yang (berebutan) melihat nama mereka ada di kelas mana. Ribut sekali, ada yang berteriak saking senangnya karena dapat sekelas, ada juga yang mengeluh karena berbeda kelas dengan teman atau kenalannya. Kulanjutkan melihat- lihat ke setiap jendela kelas, berharap agar aku segera menemukan namaku.
Kelas A, tidak ada.
Kelas B, tidak ada juga.
Kelas C.
[name]
Ketemu.
Ada sepuluh kelas di lantai ini, dan semuanya merupakan kelas satu. Di sebelah kanan tangga naik, terdapat kelas A sampai kelas E. Sedangkan sisi lainnya terdapat kelas F sampai kelas J. Kelasnya cukup banyak, tidak heran mengapa sekolah ini bangunannya cukup besar. Yah, walaupun tidak sebesar SMA Rakuzan yang kudengar ada lima belas kelas untuk kelas satunya. Akan tetapi, coba bayangkan kalau terlambat... Lari ke kelas pastinya sudah mau pingsan rasanya. Bukan, bukan. Bukan berarti aku bakal datang terlambat. Itu hanya bayangan saja kok.
Kumasuki ruang kelasku sambil mengedarkan pandangan ke seisi kelas. Sudah cukup ramai rupanya. Kulihat kursi 'idaman' yang letaknya di dekat jendela. Kosong.
Jackpot.
Kugantungkan tas di kait yang ada di samping meja, lalu duduk dengan tenang. Aku tidak tahu harus berbuat apa selain menunggu acara selanjutnya. Aku menopang dagu dengan tangan kiriku sambil melihat ke luar jendela. Di sana, tampak olehku para kakak kelas yang sibuk menyiapkan diri dengan berbagai properti.
Aku berpikir sejenak. Apa ekstrakulikuler yang akan kuikuti nantinya?
Basket?
Ok, tunggu sebentar. Ada satu hal yang perlu kuingat.
Memang, aku menyukai basket. Gerak- gerik dalam permainan yang begitu cepat, trik untuk mengecoh lawan, teknik dalam mencetak skor. Semua itu ku kagumi, itulah sebabnya aku sempat menjadi manager di SMP dahulu. Akan tetapi,
Aku sangat bodoh kalau sudah masuk ke dalam lapangan.
Bayangkan saja, aku hampir tidak pernah mendapat bola dalam permainan. Sekali pun dapat, aku akan segera bingung dan panik karena tim lawan mencoba merebut bola dariku. Di saat panik begini, aku berakhir melempar bola entah ke arah mana. Semua teknik yang kulihat dan kukagumi itu seolah hilang dalam pikiranku. Sepertinya aku tidak diberi bakat dalam permainan seperti ini. Mungkin sebaiknya aku mencoba menjadi manager lagi.
Rentetan pikiranku terputus mendengar bunyi speaker kelas yang mengumumkan para murid baru untuk berkumpul untuk acara selanjutnya. Aku langsung berdiri, pandanganku masih terpusat pada kerumunan kakak- kakak kelas. Di kaca jendela, kulihat samar- samar refleksi wajahku.
Aku tersenyum.
'Semoga masa SMA-ku di sini berjalan dengan lancar dan indah...'
