Title : Secret Code of Death

Author :

Genre : Mystery/Fantasy

Rate : T

Length : Chapter

Cast :

Yoo Young Jae

Jung Dae Hyun

Choi Jun Hong as Bang Zelo

Peter

Other cast

Note : Bad summary as this a first ff I made. Sorry for typo and some else mistakes. However, I hope you like. And I hope this ff not failed.

Summary : Welcome to ma paradise as game is started. You couldn't ran from reality. Just accepted though you don't want. If you can, find and catch me. I like to played with your life.

.

.

Enjoy and reading

.

CHAPTER 1

.

Seoul, South Korea.

06.30 AM

Ini masih terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah bukan? Jalanan Seoul saja masih terlihat sepi. Namun, berbeda dengan lelaki berambut merah nan menggoda dan berbibir tebal nan seksi itu. Ia berlari dengan tergesa-tergesa bahkan sesekali ia hampir terjatuh karena tersandung kerikil. Ia bukannya berniat ingin pergi ke sekolah secepat ini, camkan itu. Hanya saja ia perlu penenang agar tidak stress ketika di sekolah nanti. Ia melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya sekilas. Masih ada sekitar dua jam lebih sebelum gerbang sekolahnya ditutup. Dan itu artinya, ia memiliki cukup waktu untuk melakukan hobinya sekaligus mencari penenangnya.

Setelah cukup lama ia berlari -ah lebih tepatnya kabur dari rumahnya- akhirnya ia sampai di sebuah flat berukuran sedang. Ia segera merogoh saku celananya untuk mencari kunci. Ia tidak memerdulikan nafasnya yang memburu dan juga peluh yang menetes melewati dahinya. Yang ada di pikirannya hanyalah 'penenang'. Dengan langkah seribu ia membuka pintu flatnya dan menutup dan menguncinya lagi dengan kasar.

Beruntung saja ruangan itu kedap suara. Jadi tetangga tidak akan protes akibat keributan yang akan dibuatnya nanti. Lelaki itu tidak membuka tirai yang setia menutupi jendelanya. Hanya sedikit cahaya yang bisa menyelusup paksa ke dalam flat itu melalui celah-celah ventilasi yang berada di atas jendela. Suasana mencekam di dalam flat itu akan membuat siapa saja merinding. Ia tidak perlu menyalakan lampu hanya untuk mencari penenangnya.

Seolah sudah menghafal seluruh ruangan yang ada di flatnya, lelaki itu segera berlari menuju kamarnya dan mengobrak-abrik laci yang berada di samping ranjang king size-nya. Setelah mendapatkan apa yang dicarinya, ia langsung membuka tutup botol kecil itu dan menuangkan isinya ke telapak tangannya. Kemudian ia meneguk sekitar sepuluh butir obat itu tanpa air sedikitpun. Gila? Tidak, ia tidak gila hanya saja seseoranglah yang membuatnya seperti ini. Jadi, bukan tanpa alasan.

Ia menjatuhkan botol kecil yang tadi dipegangnya dan tubuhnya perlahan terduduk di sisi ranjang. Perlahan peluh dingin mulai menetes dari dahinya. Ia memejamkan matanya seraya menikmati sensasi yang sudah mulai bereaksi di dalam tubuhnya. Tenang dan nyaman. Pikirannya seakan disapu bersih oleh sepuluh butir obat tadi, setidaknya efeknya akan bertahan selama satu setengah jam.

"Jung Dae Hyun-ssi!" seru seorang lelaki yang sedari tadi bersembunyi di dekat lemari pakaiannya. Lantas orang yang merasa terpanggil namanya pun menoleh. Pandangannya kosong, namun ia masih berada di atas alam sadarnya. Ia masih bisa melihat walaupun sedikit buram. "Kau-" suaranya tercekat. Ia terkejut. Bagaimana bisa seseorang masuk ke dalam flatnya yang terkunci rapat?

"Si- si- apa k-kau?" tanya lelaki berambut merah yang dipanggil Dae Hyun itu gagap. Ternyata penenang itu memang sudah bereaksi.

Lelaki berambut coklat itu tersenyum miring. Ia mulai mendekati Dae Hyun dan berjongkok di hadapannya. Menatapnya dalam diam. "Aku bahkan tidak tahu siapa namaku. Jadi jangan pernah tanyakan itu. Atau kau ingin memberikanku nama, Dae Hyun-ssi?"

"Menyingkirlah." Dae Hyun mendorong keras bahu lelaki berambut coklat itu sehingga ia terjatuh. Dan Dae Hyun tidak berniat sama sekali untuk menolong ataupun perduli dengan kehadiran lelaki itu. Ia lebih memilih untuk berdiri dan melangkah menuju ruang tamu, mengambil sebuah machine gun yang berada di dalam tas sekolahnya. Sekarang, ia berdiri sekitar tiga meter tepat di hadapan papan lingkaran yang memiliki angka dari satu sampai sepuluh. Ia mulai mengarahkan machine gunnya yang berisi lebih dari lima butir peluru ke arah papan lingkaran dan mulai menembakkan peluru sampai habis.

Lelaki berambut coklat itu hanya bisa mebuka rahang bawahnya tidak percaya. Oke, ia emang tidak tahu dari jenis apa machine gun itu. Menurutnya, itu sama seperti machine gun yang digunakan oleh mafi-mafia. Bagaimana bisa seorang pelajar memiliki machine gun di dalam tasnya? Apa ia seorang mafia? Honestly, it's not suit with him. It's not shooting for action film, right?

Yang dilihatnya sekarang adalah lelaki tampan dengan rahang tegas dan lengan berotot, tidak ada kesan kejam sama sekali ketika pertama kali ia melihat lelaki ini. Jadi masih mungkinkah Dae Hyun seorang mafia? Tentu saja tidak, pikirnya. Mungkin ia hanya melakukan hal ini untuk menghilangkan stressnya? Tapi, apa kau pernah berpikir jika ia akan menggunakan machine gunnya di kehidupan nyata? Ia masih bisa menerima jika pelajar itu memiliki obat yang tentunya ilegal untuk dimiliki bahkan untuk dijual pun itu sangat ilegal, tapi ini beda. Machine gun? Geez, ia tidak bisa membayangkan kelanjutannya lagi. Cukup sampai di sini saja.

Dari situlah semuanya berawal, Dae Hyun selalu diganggu oleh lelaki berambut coklat yang ditemuinya di flatnya. Bahkan ia meminta bantuan pada Dae Hyun. Ayolah, apa orang lain tidak bisa membantunya? Ketika Dae Hyun menanyakan pertanyaan itu, lelaki berambut coklat mengangguk mengiyakan seraya berkata, "Hanya kau yang bisa melihatku." Lelucon apalagi yang harus Dae Hyun temui?

You couldn't ran from reality

You should accepted though you didn't want it

Now, here I am

Tried for completed a puzzle

Tried for knew why I am here

And the last, tried for knew how my life.

Di sebuah ruangan bercat putih, terdapat beberapa rak berisi cairan beraneka warna dan hanya pemiliknya saja yang dapat mengetahuinya. Dan jangan lupakan tabung-tabung besar yang menjadi hiasan di ruangan itu. Oh, sepertinya pemilik ruangan ini sedang mengecek isi ruangannya. Lihat saja, dirinya sedang memerhatikan satu demi satu mayat yang berada di atas meja putih. Dan ia berhenti tepat di depan mayat terakhir. Ia memerhatikan mayat yang terbujur kaku itu dari balik kacamata bulatnya seraya tersenyum misterius. Sedetik kemudian ia sudah pergi meninggalkan mayat-mayat yang merupakan kelinci percobaannya itu.

"Peter-ssi, kau ada di dalam kan?" teriak seorang perempuan dari depan pintu.

"Masuklah." Suruh lelaki yang dipanggil Peter itu tanpa menemui perempuan yang memanggilnya.

"Apa kau yakin akan meneruskan permainanmu ini, Peter-ssi?" tanya perempuan itu ketika sudah berada di depan Peter yang sibuk mengurusi berkas di meja kerjanya.

Peter menoleh sebentar kemudian ia melanjutkan pekerjaannnya yang sempat tertunda. Tidak berniat sama sekali untuk menjawab pertanyaan bodoh yang sudah pasti perempuan itu sendiri tahu jawabannya. Tidak kah perempuan itu bosan selalu menanyakan hal yang sama setiap datang ke sini? Apa omongannya terlalu lucu sehingga tidak dianggap serius? Pernahkan ia tidak melakukan hal yang sudah dikatakannya selama ini? Dan tentu saja jika ditanya seperti itu, perempuan yang masih sibuk bergelung dengan pikirannya itu akan menjawab 'tidak'. Lalu kenapa ia harus menanyakan hal yang sama setiap harinya?

"Err.. Peter-ssi.. a.. ak-" belum sempat perempuan itu menyelesaikan kalimatnya, Peter sudah meletakkan telunjuknya di mulut perempuan itu. Mengisyaratkan padanya untuk tetap diam sebelum ia menyelesaikan pekerjaannya. Perempuan itu hanya mengangguk mengiyakan, tidak berani membantah sama sekali. Ia terlalu takut untuk hal itu.

PLAKK!

Sebuah tamparan mendarat dengan mulus di pipi perempuan itu ketika Peter sudah menyelesaikan pekerjaan menyusun berkas. Perempuan itu meringis pelan seraya memegangi pipinya yang memerah.

"Bukankah aku menyuruhmu untuk memanggilku secara informal saja, Noona? Lalu kenapa kau tidak menurutiku?" Peter menatap dalam hazel hitam di hadapannya. Seakan mengintimidasinya untuk melakukan hal yang diinginkannya.

"Ma.. ma.. af.. kan.. aku.." perempuan itu tidak berani menatap balik hazel hitam di hadapannya. "A.. ku ti.. dak akan meng.. u.. langi.. nya.. lagi." Ia sangat takut jika ia menatap hazel itu, tubuhnya akan mematung. Hazel itu bak sebuah sihir baginya.

Peter tersenyum miring seraya membelai lembut pipi perempuan yang ditamparnya tadi. Dan perempuan itu hanya bisa memejamkan matanya erat, tidak berniat sama sekali untuk melawan perlakuan Peter. Tidak ada penyesalan sama sekali di matanya. Yang ada hanyalah kesenangan. Ia senang jika perempuan itu menderita. Perlahan, ia mulai menggoreskan kukunya yang panjang pada wajah mulus perempuan itu hingga mengeluarkan darah. Matanya refleks memejam dan ia menghirup dalam aroma darah itu, cukup untuk menenangkan pikirannya yang lelah dengan kerja kerasnya seharian ini.

"Ji Eun Noona, kenapa kau tidak melawanku?" tanya Peter penasaran. Sekarang ia menuntun perempuan yang biasa dipanggil Ji Eun itu untuk duduk di sofa ruangannya. Mereka menjatuhkan beban tubuhnya di sofa itu secara bersamaan, menyandarkan punggungnya yang sudah penat akan kehidupan. Hening. Mereka berdua sibuk mendalami pikiran masing-masing. Bahkan Ji Eun tidak menjawab pertanyaan Peter.

Bukannya Ji Eun tidak ingin menjawabnya. Hanya saja, ia tidak tahu jawabannya. Seberapa keraspun ia berpikir untuk hal itu, ia tidak akan bisa menemukan jawabannya. Persetan dengan ucapan orang-orang yang menganggap Peter aneh. Di matanya Peter adalah orang special yang akan mengekspresikan dirinya dengan cara yang tidak terduga. Dan Ji Eun menyukai itu. She's loved everything about him, no matter what.

"Jika aku mendengar kau memanggilku seperti tadi lagi, aku akan pastikan kau bernasib sama seperti lelaki yang kubenci itu, Noona sayang." Sambung Peter seraya menjilat pelan cuping Ji Eun yang berhasil meloloskan sebuah desahan dari mulut mungil itu. Dengan segera Ji Eun menggigit bibir bawahnya setelah menyadari suara bodoh yang keluar dari mulutnya. Walaupun intonasinya terdengar manis, tetap saja tersirat sebuah ancaman yang mendalam dalam kalimat yang diucapkan Peter.

If you wanna go, just go now

If you wanna play, just come to me

And you will find something news

Don't make some mistake or your life in danger

Because I'm dangerous

Because I like to play with your life

"Dae Hyunie~" panggil lelaki berambut coklat itu manja. Ia sekarang berdiri di samping Dae Hyun dan menatapi Dae Hyun yang sedang duduk memerhatikan papan tulis yang berisikan angka-angka itu dengan serius. Sudah hampir beratus-ratus kali ia memanggilnya, namun Dae Hyun masih saja tidak menggubrisnya. Dae Hyun malah menyibukkan dirinya dengan menyalin coretan di papan tulis ke dalam bukunya.

Lelaki berambut coklat itu mengerucutkan bibirnya kesal dan melipat kedua tangannya di depan dada, mencoba untuk mengalihkan pandangannya ke segala arah selain Dae Hyun. Namun, hal itu sia-sia saja karena pada akhirnya, hazel graynya lebih memilih untuk menatap Dae Hyun. Geez, bahkan ia tidak tahu apa yang ada di pikirannya sekarang. He's losing control.

Dan ia benci ketika seseorang mengacuhkannya. Seketika, sebuah ide jahat melintas di pikirannya. Dan ia sangat menyukuri hal itu. Saat Dae Hyun lengah, ia melayangkan tangannya untuk memukul keras kepala Dae Hyun yang berhasil membuat kepala Dae Hyun hampir terantuk meja.

"Ya! Jun Hyo Sung! Why you hit me?! Are you crazy?!" Dae Hyun mendelik kesal ke arah perempuan yang duduk di belakangnya. Perempuan itu berhenti menulis, matanya membulat sempurna saat menatap Dae Hyun dengan isyarat, 'Apa yang baru saja kau katakan? Yang gila itu kau!'

"Tuan Jung, jika kau tidak ingin mengikuti pelajaranku silahkan keluar. Pintu kelas selalu terbuka untukmu." Tegur Mrs. Kim menatap Dae Hyun dengan tajam. Ia tidak suka jika ada pengganggu di kelasnya.

See, such my opinion. Lelaki berambut coklat itu tertawa puas seraya menatapi pemandangan di hadapannya. Ia bahkan sampai memegangi perutnya. Persetan dengan tatapan horor yang ditujukan Dae Hyun pada dirinya. Oh, don't worry. Tidak akan ada yang protes karena kelakuannya. Because he's invisible.

Dae Hyun membungkukkan badannya kemudian berkata, 'Maafkan aku, Saem.' Setelah itu ia pergi meninggalkan kelas akutansi. It's not bad, I will free. Setidaknya ia harus berterima kasih karena kejadian tadi. Melihat Dae Hyun pergi keluar, lelaki berambut coklat itu segera mengekorinya.

"Bisakah kau berhenti mengikutiku?" Dae Hyun menghentikan langkahnya tiba-tiba dan membuat lelaki berambut coklat yang berada di belakangnya menabrak punggungnya.

"Ugh! Bodoh. Kenapa kau berhenti mendadak?" lelaki berambut coklat itu mengelus-elus hidung mungilnya sayang. Dae Hyun memutar bola matanya jengah melihat kelakuan lelaki itu kemudian ia melanjutkan lagi langkahnya. Ini sudah seminggu sejak lelaki itu mengikuti Dae Hyun. Dan sialnya, lelaki itu terus berusaha mengikuti Dae Hyun walaupun Dae Hyun tidak pernah menggubrisnya. Yah, Dae Hyun akui lelaki ini bukan orang yang mudah menyerah.

How interested, and then I decided to know you more.

"Dae Hyun-ssi, kau baik-baik saja kan?" tanya lelaki berambut coklat itu cemas. Ia mengibaskan tangannya di wajah Dae Hyun untuk memastikan lelaki itu masih sadar.

Dae Hyun segera tersadar oleh kibasan itu. "I'm ok." Jawab Dae Hyun seadanya. Bahkan ia tidak sadar jika ini adalah atap sekolahnya.

"Apa benar hanya aku yang bisa melihatmu? Dan bagaimana kau bisa mengetahui semua tentangku?" lagi, Dae Hyun menanyakan hal yang sama. Entah sudah berapa ribu kali. Setiap ia mengeluarkan suaranya hanya hal itulah yang akan ia tanyakan. Selebihnya, ia akan memilih untuk diam.

"Oh come on! I don't like to replay my statement." Lelaki berambut coklat itu mengusap wajahnya kasar. Apa Dae Hyun mencuci otaknya setiap hari? Mengapa ia selalu saja menanyakan hal yang sama? Tidakkah ia bosan? Namun, tatapan penuh harap dari Dae Hyun meluluhkan segala pikirannya menginginkan untuk tidak mengulangi pernyataan itu lagi.

"Okay, this is last time I will tell you! Don't ask me again, Jung Dae Hyun!" lelaki berambut coklat itu menatap hazel coklat tua Dae Hyun dengan lekat. Yang ditatap pun menganggukkan kepalanya mantap. Ia menghembuskan nafasnya panjang sebelum memulai penjelasannya. "Itu benar jika hanya kau yang bisa melihatku dan aku hanya menebak semua yang ada di dalam dirimu." Ia berhenti sebentar. "Kau, Jung Dae Hyun, usiamu dua puluh empat tahun. Kau anak seorang Pendeta dan memiliki adik angkat bernama Choi Jun Hong. Tinggal di Busan, namun karena suatu alasan kau dan keluargamu pindah ke Seoul. Cita-citamu menjadi penyanyi, makanan kesukaanmu adalah cheese cake, dan kau tidak menyukai bubble tea. Am I right?" ia tersenyum puas setelah menjelaskan inti dari seorang Jung Dae Hyun. Ia tidak akan menjelaskan dengan rinci karena itu hanya akan membuang waktu dan juga tenanganya. Dan mungkin saja arwah-arwah yang berada di sini akan datang pada Dae Hyun jika ia menyebutkan alamatnya, sekedar untuk meminta bantuan. Mungkin. Dan ia tidak menginginkan hal itu. Jung Dae Hyun just for me. Only me.

Dae Hyun membuka rahang bawahnya lebar. Matanya membulat sempurna. 'Bagaimana bisa lelaki itu mengetahuinya? Apa dia seorang peramal?' pikir Dae Hyun. Dan semua yang dikatakannya itu memang benar adanya, tidak ada yang salah sedikitpun. Terkecuali fakta jika Pendeta yang dimaksudkannya itu bukanlah ayah kandungnya. Namun Dae Hyun tidak ingin mempermasalahkannya. Ia hanya ingin masalah ini cepat selesai.

"Jadi, apa yang bisa kubantu err..." Dae Hyun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal seraya berpikir apakah lelaki di hadapannya ini pernah menyebutkan namanya atau tidak? Jika iya, sepertinya Dae Hyun telah melupakannya karena pertemuan pertama mereka sangatlah kacau. "Jay. Panggil saja aku Jay." Putus lelaki berambut coklat itu cepat. Entah dari mana nama itu berasal, hanya saja itu terasa seperti ia memang memiliki nama itu sebelumnya.

Dae Hyun mengangguk dan menatap dalam hazel gray milik lelaki di hadapannya sekarang. Bahkan ia baru sekali ini ia menatap hazel itu dengan sungguh-sungguh. Pandangan Dae Hyun beralih pada hidung mungil, pipi chubby dan lesung pipi yang menggemaskan, terakhir jangan lupakan bibir plump Jay yang terkesan err.. seksi itu. Ia mematung. Ok, ia baru menyadari jika lelaki di hadapannya ini terlalu sempurna. So beatiful. Such an angel. Can I kiss you?

"Ok, apa yang bisa kubantu, Jay-ssi?" tanya Dae Hyun lagi. Setelah ia mematung sepersekian detik lamanya.

"Bantu aku memecahkan angka-angka sialan ini." Jay merogoh saku jeansnya kesal dan mengambil secarik kertas yang berisi deretan angka-angka yang bahkan ia belum tahu apa artinya kemudian ia menyerahkannya pada Dae Hyun. Sejak ia menemukan kertas itu di saku jeansnya, ia sudah berusaha untuk memecahkannya. Sangat disayangkan, kapasitas otaknya terlalu sedikit sehingga ia tidak bisa memecahkannya. Ia tidak bisa mengetahui angka-angka itu termasuk dalam jenis kode apa. Aih, ia sungguh mengutuk dirinya karena hal itu. Pipi chubbynya menggembung dan mengempis selama menunggu respon Dae Hyun.

Dae Hyun mengernyitkan alisnya bingung seraya menerima secarik kertas itu. Ok, bukannya tadi Jay bisa memukul kepalanya? Itu artinya dia bisa menyentuh sesuatu, kan? Jadi, kenapa ia tidak bisa memecahkan angka-angka ini? Dan juga, ia bukan seorang hacker. Bagaimana bisa Jay menyuruhnya untuk memecahkan angka-angka ini? Ayolah, Dae Hyun sudah cukup muak dengan segala yang berkaitan dengan angka.

"Kenapa kau tidak memecahkannya sendiri? Bukannya kau bisa menyentuh sesuatu?"

"Jika aku bisa menyentuh sesuatu selain dirimu, aku juga akan memecahkannya sendiri, Dae Hyun-ssi." Jay melipat kedua tangannya di depan dada, kesal. Tentu saja. "Selain karena alasan aku tidak bisa mengingat apapun, aku juga tidak bisa menyentuh benda selain dirimu."

"Apa? Kau hanya bisa menyentuhku?!" tanya Dae Hyun dengan wajah bodohnya. Matanya mengerjap-ngerjap polos, ia belum bisa memahami semua situasi ini.

"Aish! Aku sudah bilang jika aku tidak suka harus mengulangi perkataanku!"

"Ok. Ok. Aku hanya belum bisa memahaminya. Dan, ya! Aku bukan seorang hacker. Bagaimana bisa aku memecahkan angka-angka ini?" alhasil, pertanyaan Dae Hyun itu membuatnya mendapatkan sebuah pukulan keras lagi dari Jay. Kali ini hanya lengan kanan Dae Hyun sasarannya. Jay tidak tega jika harus memukul kepala Dae Hyun lagi. Bisa-bisa otak Dae Hyun akan bergeser jika ia melakukannya. "Ya! Kenapa kau memukulku?!" Dae Hyun mengerucutkan bibirnya kesal.

"Aku tidak mau tau. Pokoknya kau harus membantuku untuk memecahkannya jika kau tidak ingin aku menganggumu lagi!"

Dae Hyun menatap secarik kertas yang dipegangnya dan Jay bergantian. Huh, yang dikatakan Jay benar. Hanya itu satu-satunya jalan agar Jay tidak menganggunya lagi. Bisakah orang awan seperti dirinya memecahkan deretan angka ini? Dan akhirnya, otaknya pun harus bekerja ekstra untuk memecahkan maksud dari angka-angka ini. I wished God would be helped me.

0101000001100101011100100111000001110101011100110111010001100001011010110110000101100001011011100010000001010010011000010110101101100100011001010110110001100001011100000110000101101110001000000110001001100001011100100110100101110011001000000110101101100001011011100110000101101110001000000100011101101111011010010110111001100111001000000100001101110010011000010111101001111001

The game was started

Welcome to ma paradise

Ah, probably you would said this is hell

Just enjoying your day, babe.

Holla epribadeh :v ini ff daejae pertama yang aku buat dan aku post (ngumpulin keberaniannya buat post aja berbulan-bulan –" *ehmalahcurcol*). Ini sih ff iseng doang soalnya aku suka banget sama hal-hal yang berkaitan dengan kode-kode gitu. Dan alhasil jadilah ini ff. Masih pengenalan ai yekan maapin kalo jelek yeh :3 dirikuh udah berusaha semampunya untuk bikin ff ini jadi menarik. Semoga ai banyak yang baca yekan.

Udah ah segini ai present dari dirikuh ntar kepanjangan malah jadi pidato lagi :" jangan lupa reviewnya yeh biar dirikuh semangat buat lanjutinnya. Sekian dan terima cintanya/? Youngjae :3 *ditabokbrainboxes*