Disclaimer: I don't own anything

Warning: sumpah OOC gila! Nggak pake EYD, teman-teman! :'D

U'r OoC, Boss!

Ch 1

Semenjak mataku pertama kali melihatnya, dari sanalah sesuatu yang aneh muncul dalam diriku. Mataku hanya terpaku pada sosoknya. Mataku selalu mengamati setiap gerak-geriknya. Mataku selalu melirik kearahnya. Telingaku selalu mencoba untuk mendengar suaranya. Tubuhku ingin sekali mengikuti kemanapun ia pergi. Aku selalu mencari sosoknya setiap waktu. Apa itu sebenarnya? Apakah mungkin…?

.

.

.

"Jadi, bos kalian nantangin kita?" tanya seseorang berambut hijau tua pada segerombolan orang yang memakai baju sekolahan yang datang kemarkasnya.

"Ya! Bos ku denger ketua geng SMU Seiso ini sangat kuat, jadi Bos kami pengen ngebuktiin rumor tersebut," jawab orang yang menjadi pembicara diantara gerombolan itu.

Laki-laki berambut hijau tua yang diketahui dari sensus penduduk yang entah kapan ngesensusnya bernama Tsuchiura Ryoutaro ini, menoleh ke seseorang yang tengah duduk disofa. "Bos! Ada yang nantangin!" serunya.

Si yang dipanggil Bos ini hanya menatap bosan anak buahnya itu. "Nantangin, hah?" si Bos beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju pintu keluar yang disana telah menanti gerombolan-gerombolan orang bodoh yang dengan bodohnya menantang dengan bodoh Sang Ketua Geng SMU Seiso. "Kapan?" dan si Bos langsung menunjukkan muka angker eh tampannya kepada khalayak ramai agar—maksudnya kepada segerombolan orang bodoh itu dengan tampang bodoh dan gaya bodoh mereka yang semua keliatan bodoh yang mungkin dari kecil mereka sudah bodoh dan sampai sekarang kebodohan mereka makin bertambah dan malahan kebodohan itu telah menyebar kemana-mana sehingga semua orang yang mengenalnya ikutan bodoh seperti mereka yang bodoh itu.

"Hari ini jam 4 sore, Tsukimori Len," ucapnya lalu menginstruksikan teman se-gengnya agar pergi dari sana.

"Bos, ayo kita bantai mereka!" ucap seseorang berambut merah marun dengan girangnya; Etou Kiriya.

"Hancurkan!" seru pria berambut hijau muda; Hihara Kazuki.

"Mari," ucap datar sang Bos; Tsukimori Len.

~La Corda~

Pada jaman dahulu kala, hidupla—ehem, maaf… salah dialog…

SMU Seiso, SMU elit yang murid-muridnya berasal dari keluarga orang-orang kaya—tidak semuanya juga sih, memiliki fasilitas sekolah yang sangat lengkap. Dimana ada sekolah maka disana ada semut, eh, maksudnya; geng, G.E.N.G, mengerti anak-anak? Ada geng berarti ada anak nakal equal to pembuat keonaran sigma teror yang melanda diberbagai dunia(maksud?), yang artinya… ya anak geng…

SMU elit swasta identik dengan pendonor dana untuk sekolah itu yang pastinya anak dari pendonor dana terbesar disana adalah manusia penguasa disana. Ya, ya, ya… disana ada geng, lalu anak pendonor tebesar, lalu anak orang-orang kaya, ya pastinya geng yang ada disana anggotanya anak-anak orang kaya, dan siapa lagi kalau bukan Tsukimori Len, manusia penguasa sekolah anak dari pendonor dana terbesar disana yang menjadi Ketua Geng-nya. Klasik kan? Namun, berbelit-belit =='

Okeh, cerita-cerita dikit tentang Sang Tsukimori Len, semua pada tahu lah sifat-jelek-nya itu; ya dingin, ya sombong, ya angkuh, ya apa aja deh kreteria bos geng pada umumnya. Tapi yah, namanya orang tampan pasti banyak penggemarnya, bukan? Siapa sih yang NGGAK tertarik sama ketampanan, kekerenan, ketajiran dari pria yang dijuluki 'Bos' sekaligus 'Pangeran Es' ini? Ehm, mungkin ada, tapi dikit lah, ya itung-itung itu manusia tidak bisa melihat alias buta akan dunia yang berisikan pria tampan macam Tsukimori Len. Coba ya, dia itu keren, cakep, kuat, tajir, badannya jangan ditanya lagi deh, ketua geng, anak pengusaha musik Tsukimori Corp. yang paling terkenal seantero Jepang yang penyumbang donor utama SMU Seiso, anaknya Misa Hamai pianis ternama yang konsernya sudah hampir diseluruh plosok dunia, kurang apa lagi coba? Oke, ngaku dah, dia anaknya kasar, dingin dan bla-bla, tapi kan tetap aja… dia itu keren banget!

Blah, ada ketua berarti ada anak buah, pindah dari Tsukimori Len ke anak buahnya yaitu; Tsuchiura Ryoutaro, bisa dibilang wakil ketua? Yah, mungkin, hmm, si Ryou ini adalah teman kecilnya sang Bos, dan pastinya sudah tahu betul semua sifat-jelek-nya si Bos. Ryoutaro anak orang kaya, penyumbang donor juga bagi SMU tercinta ini. Orangnya? Orangnya itu, hmm, gimana yah? Dia itu mempunyai masa depan yang cemerlang mengingat prestasinya dalam bidang Sepak Bola sangat meyakinkan. Anak jenius bola ini memiliki badan atletik, ya benar saja, dia 'kan sering berolah raga.

Lalu, Hihara Kazuki, tipe anak buah yang penurut meskipun lebih tua satu tahun dari sang Bos dan anggota geng lainnya. Anak ini periang, jago olah raga juga dan ramah kepada siapa saja, hem, kok nggak cocok jadi anak geng, ya? Ah, sudahlah.

Terus, ada Etou Kiriya, anak pindahan dari SMU Corda. Orangnya kasar, asli, perkatannya nyucuk, tapi tampangnya, yah, keren banget! Ryou dan Kazu juga! Hem, selain mereka, anak buah 'inti' lainnya ada Aoi Kaji dan Keiichi Shimizu, sebenarnya mereka berdua nggak pantes jadi anak geng a.k.a berandalan, tapi… ada alasannya lah. Dan! Pastinya mereka semua anak penyumbang dana terbesar di Seiso yang membuat geng mereka memiliki tempat khusus didalam sekolah itu. Markas. Yap! Markas mereka mewah dengan fasilitas yang lengkap. Yah, biarkan imajinasi masing-masing lah yang membayangkan fasilitas apa saja yang tersedia disana (Author ga modal betul ya?), tapi jangan bayangkan markas mereka seperti markas Aka*suki. Dan juga, para guru dan murid-murid disana pada tunduk pada mereka—the geng.

~La Corda~

Namanya anak pembuat onar, pasti ujung-ujungnya suka yang namanya MEMBOLOS. Tapi, eh, tapi, hari ini tumben-tumbennya para anggota geng mau, ya ampun, MAU menghadiri sesi pembelajaran. Tunggu dulu! Apa ini? Perintah dari sang bos? Walah, walah, sungguh tidak bisa dipercaya, bos geng nya sendiri yang memerintahkan untuk masuk kelas? Waw!

Ehem, karena Kazuki kakak kelas jadi dia beda kelasnya dan Keiichi, dia adalah anak kelas 1 SMU, jadi otomatis beda kelas juga. Jadi, tinggal Len, Ryoutaro, Kiriya dan Kaji serta beberapa anggota lainnya yang satu kelas. Dan sisa anggota lainnya berada dikelas yang berbeda-beda.

Saat masuk kelas, semua mata tertuju pada 'Geng' tersebut. Heran? Ya, heran banget, yang biasanya pasti bolos pada jam segini, 1 siang, malah masuk? WtH?

"Ada apa?" bentak Kiriya yang risih dengan tatapan yang diberikan teman sekelasnnya dan juga sang Sensei yang jelas-jelas jawdrop melihat mereka masuk kelas. Ya Allah, sujud syukur dah tuh Sensei.

Semua mata yang menatap mereka langsung mengalihkan pandangannya alias pada menunduk semua.

"A-ah, pelajaran hampir dimulai, harap duduk ditempat masing-masing…" ucap Sensei yang sudah paruh baya itu, takut-takut.

Len menatap tajam sensei—malang—itu, seolah-olah mengatakan Tidak-ada-yang-boleh-memerintah-Tsukimori-Len. Si sensei malang tersebut pun makin keringat dingin, ia langsung mengelap keringatnya dengan sapu tangan yang kelihatannya sudah tua.

Sebelum si sensei ingin mengatakan sesuatu, para anggota geng pun langsung duduk ditempatnya masing-masing. Dan pelajaran yang membosankan pun dimulai.

Len's PoV

Nyesel… malasnya... bosan… lagian dari pertama kenapa aku nyuruh masuk kelas segala, ya? Haah…

Tapi…

Melirik kearah samping kiri; langit biru. Melirik kesamping kanan; gadis berambut merah.

Tidak, aku tidak menyesal

Aku tidak menoleh, hanya melirik saja. Mukaku ku arahkan ke depan papan tulis, tapi sebenarnya aku sama sekali tidak memperhatikan apa yang diterangkan oleh Pak Tua itu. Mataku hanya tertuju padanya.

Hino Kahoko

Gadis yang dalam 3 bulan terakhir ini telah menyita perhatianku. Sejak hari itu. Ya, sejak kejadian itu.

Flashback

Ini adalah hari perpisahan dengan kakak kelas 3. Semua serba sibuk dengan persiapan untuk melepas para senpai—tak terkecuali geng kami.

Tidak tau kenapa aku merasa tidak rela melepasnya, melepas Ketua Azuma yang sudah sangat baik dan bijaksana pada kami, para kouhei-nya. Azuma-kaichou adalah sosok yang kuidam-idamkan, aku—tidak, kami semua kagum padanya.

Jangan salah sangka, biar pun kami anak geng, bukan berarti kami bejat seperti kebanyakan geng. Tidak ada yang tau bahwa geng ini dibuat bukan untuk bikin onar atau merusak tapi ada alasannya mengapa senpai-senpai terdahulu menciptakan geng ini.

Yunoki Azuma adalah Bos kami yang sekarang, tetapi karena ia akan pergi dari sekolah ini, maka seseorang dari kami akan dipilih untuk menjadi ketuanya. Seorang ketua akan menjabat sampai mereka lulus dan meninggalkan SMU Seiso.

Aku yang masih kelas satu dan akan memasuki kelas dua ini, merasa sangat terkejut dengan keputusan Azuma-kaichou yang memilihku untuk mewarisi geng ini. Aku tidak begitu mengerti mengapa aku yang dipilih, padahal masih banyak anggota lain yang lebih bagus, lebih bisa menjadi ketua dan mengurus geng ini; misalnya saja Kazuki-senpai, atau Ryou, juga Aoi. Kenapa aku? Aku yang pendiam ini bahkan tidak terlalu hapal dengan semua nama anggota geng dan juga aku tidak terlalu akrab dengan mereka.

Bukankah lebih baik memilih ketua yang lebih bisa bersosialisasi? Bukannya sama orang anti-sosial seperti aku.

Dari pertama aku direkrut menjadi anggota geng sampai sekarang, aku tidak bisa mengerti jalan pikiran Kaichou. Tapi, entah mengapa aku merasa mirip dengan Azuma-kaichou, mungkin persamaan kami adalah bisa menyembunyikan perasaan kami yang sesungguhnya pada orang lain, dia yang dengan senyumnya dan aku yang dengan ekspresi datar. Metode kita berbeda, tapi tujuan sama.

"Len, kamu akan menjadi Ketua selanjutnya," itulah yang keluar dari mulut Ketua Azuma, mengumumkan siapa yang akan menjadi penggantinya.

Aku terkejut, tapi saat aku melihat ekspresi yang lain, mereka sama sekali tidak terkejut. Kenapa?

"Selamat ya, Bos Len! Hehe," ucap Ryo seraya menepuk punggungku sambil berseringai.

Kenapa?

Kazuki-senpai tertawa geli, "Bos baru!" ia merangkulku—ah, lebih tepatnya mencekik ku dileher, soalnya aku tidak bisa bernapas.

Kenapa?

Aoi mendatangiku, lalu mengacak-ngacak rambutku sambil berkata, "Mohon bantuannya ya, Bos!" ucapnya, tersenyum.

Kenapa?

"Mulai hari ini kamu akan mengurus semua anggota dan geng ini. Bekerjalah dengan baik dan jadilah Ketua yang bijak," Azuma-kaichou tersenyum, bukan senyum yang selama ini ia perlihatkan, tapi senyum yang benar-benar senyum. Kenapa aku tau? Soalnya senyumnya kali ini benar-benar hangat.

"Bos!" seru semua anggota.

Kenapa?

"Ke…kenapa, Azuma-kaichou?" tanyaku pelan saat semua orang pergi dan hanya tinggal aku dan Azuma-kaichou.

Ia sempat mengerutkan dahinya, tapi langsung tersenyum—senyum pengertian, "Apa, Len? Kamu tidak ingin menjadi ketua?" tanyanya balik.

Aku menggelengkan kepalaku, "Tidak, bukan itu, Azuma-kaichou, hanya saja apa pantas kalau aku yang jadi ketua? Bukankah ada yang lebih baik dari aku?"

Ketua Azuma menaikkan sebelah alisnya, senyum yang tadi ia pasang, kini memudar, "Kamu tau kenapa aku memilihmu?"

Aku menggeleng, lagi.

"Ketua terdahulu, memiliki metode berbeda-beda dengan bagaimana mereka memilih penerus mereka, dan begitu juga aku," ucapnya.

"Metode…?" tanyaku, bingung.

"Hanya aku yang tau, dan tidak seorang pun yang akan mengetahuinya," jawabnya sambil tersenyum—senyum yang bikin merinding.

"Tapi… Azuma-kaichou..." aku bersikeras ingin tau.

Ia menghela napas, mungkin ia tau kalau aku tidak akan mudah menyerah untuk mengetahuinya, "Metodenya tidak akan kukasih tau, tapi alasanku mengapa memilihmu saja yang akan kukasih tau, deal?"

"Baiklah, Bos!" setujuku.

"Sial, Len, jangan panggil aku kaichou atau bos lagi. Aku kan sudah bukan bosnya!" omelnya.

"Egh, maaf…"

Ia menghela napas, "Alasanku memilihmu karena; aku yakin kamu tidak akan melanggar peraturan bagi Ketua Geng Seiso," lanjutnya.

Aku bingung, peraturan… peraturan… yang mana…?

"Peraturan pertama bab awal buku UU Geng Seiso," ucapnya, memberi petunjuk, mungkin ia melihat wajahku yang kebingungan.

Ah! "Seorang ketua tidak boleh memiliki seseorang yang spesial bagi mereka dalam tanda kurung pacar," kataku, saat mengucap 'Pacar' wajahku memerah entah kenapa.

Azuma-kai—senpai mengangguk, "Ya, aku yakin kamu tidak akan menyukai seorang gadis pun, atau cowok," HEI! Apa maksudnya? "meskipun kamu menyukai seseorang, setidaknya kamu tidak akan mengutamakan dia dan kamu lebih memilih Geng, apa aku salah, Len? Apa kamu bisa mengesampingkan perasaanmu dan lebih memprioritaskan kepentingan geng, Len?" tanyanya dengan wajah serius.

Aku mengerti ternyata itu alasannya—aku berani bertaruh kalau misalnya Azuma-senpai mengurutkan daftar nama yang akan menjadi ketua, Kazuki-senpai akan berada diurutan terakhir, kenapa? Karena Kazuki-senpai orangnya sangat perhatian, dan penuh kasih sayang, dan apa bila dia menyukai seorang gadis, maka ia benar-benar akan lebih memperhatikannya ketimbang geng ini. Tapi itu tidak buruk, maksudku, yah, pokonya begitulah, aku tidak bermaksud merendahkan Kazuki-senpai.

"Ya," aku mengangguk.

"Bagus," ia tersenyum kembali, "Kamu yang bisa menyembunyikan perasaan sepertiku, pasti bisa, aku yakin kamu dapat membuat geng ini jadi lebih baik dibandingkan dengan yang dulu."

"Baiklah, bila itu mau senpai, aku akan terima," tegasku.

Tapi…

Beberapa hari setelahnya—setelah perpisahan; setelah aku menjadi Ketua; setelah aku, Ryo, Aoi menjadi kelas dua dan kami bertiga sekelas, 2-D… aku, Tsukimori Len, melanggar peraturan, hampir melanggar janjiku padanya.

Aku, Ketua Geng SMU Seiso, menyukai seseorang. Seorang gadis berambut merah yang duduk disebelahku dengan senyum inosennya dengan tingkah lakunya yang dapat membuat seseorang sepertiku; tertawa. Aku tidak percaya ini, aku menyukai gadis itu, Hino Kahoko itu.

Dihari pertama masuk sebagai kelas 2, aku senang—meskipun tidak kutunjukkan—bisa sekelas dengan Ryo dan Aoi. Disaat itu aku yang sudah menjadi ketua geng Seiso, ditakuti oleh semuanya, bahkan guru. Bukan hanya orang tuaku penyumbang terbesar, tetapi aku juga Ketua geng, yang membuatnya bertekuk lutut dihadapanku.

Aku merasa risih, bukannya bisa menjalani hidup normal, tap malah tambah kacau. Aku tau konsekuensi dari menjadi Ketua, tapi tetap saja… orang-orang tambah menjauhiku—kecuali para anggota geng.

Betul, aku menerima masuk geng ini karena aku ingin mempunyai teman. Dari dulu hingga sekarang aku tidak mempunyai teman—kecuali Ryou—yang benar-benar memandangku sebagai Len, bukan anak dari pengusaha kaya atau pianis terkenal keluarga Tsukimori. Persetan dengan 'teman'ku yang hanya menginginkan harta orang tuaku, ambil semua, aku tidak peduli.

Tapi, bagus juga masuk dalam geng, mereka, para anggota tidak memandangku sebagai pewaris perusahaan Tsukimori, tapi sebagai Len yang pendiam dan dingin—mereka tidak mempermasalahkan sifatku itu, mereka enjoy-enjoy aja. Dan juga Azuma-senpai tidak mendiskriminasi kami. Memang kebanyakan anggota geng Seiso anak orang kaya, tapi juga ada yang bukan, dan mereka tidak dipilihasihkan oleh Azuma-senpai. Oleh karena itu yang membuat kami kagum sekaligus patuh dengannya.

Disaat semua orang menjauhiku dan takut padaku, ada seseorang yang berani melawan aku ini.

"Apa yang telah kau lakukan?" tanyanya.

"Bukan urusanmu," balasku dingin.

"Tentu saja ada! Kau telah menyakiti temanku!" serunya seraya membantu temannya yang terduduk ditanah agar berdiri.

"Aku tidak menyakitinya," sanggahku, aku beneran tidak menyakiti cewek itu, aku hanya menolaknya, lalu ia menangis sambil terduduk ditanah, itu bukan salahku, kan? Lagian bukan cewek itu saja yang kutolak, dan juga kuakui cewek yang sedang menangis dipelukan gadis berambut merah itu, berani. Dari sekian banyak cewek yang menembakku, dialah orang pertama yang berani menembakku saat aku telah menjadi Ketua geng Seiso.

"Apanya yang tidak? Kau menyakiti hatinya!" serunya tambah marah.

Aku menaikkan sebelah alisku. A, apaan gadis ini? Apa dia nggak tau aku ini siapa?

"Su-sudahlah, Kaho… aku tidak apa-apa…" ucap gadis yang masih menangis itu.

"Sudah apanya, Mio? Dia harus minta maaf dulu, baru sudah!"

Minta maaf? Aku mengernyitkan dahi.

"Ta-tapi Kaho, nan-nanti kamu bisa dapat masalah…"

Benar itu, kau akan mendapatkan masalah karena telah berurusan denganku, 'Ka-Ho'.

"Aku tidak peduli! Mau dia ketua geng kek! Orang tuanya kaya kek! Anak penyumbang terbesar kek! Ga peduli! Yang jelas dia harus minta maaf padamu, Mio!"

Mataku membulat sempurna, padahal dia tau aku ini siapa, tapi dia tidak takut. Apa dia beneran tidak takut atau karena gara-gara emosi ia jadi berani berkata seperti itu?

"Apa benar kau tidak takut padaku?" tanyaku pada gadis itu, dingin.

"Untuk apa aku takut padamu! Biarpun aku dikeluarkan dari sekolah ini, aku masih bisa sekolah di SMU lain! Orang seperti mu yang hanya bisa mengandalkan uang dari orang tua tidak pantas sombong! Uang itu kan dari orang tuamu bukan hasil dari kerjamu! Kalau bisa menghasilkan uang sendiri dan kaya dengan hasil yang diperoleh, baru kamu boleh sombong! Eh, ga boleh juga sih sombong-sombong, ah, tapi, arg! Pokoknya ga sepantasnya kau sombong hanya karena uang yang bukan dari hasil keringatmu sendiri! Nah, sekarang minta maaf pada temanku!" ia berbicara dengan satu tarikan napas saja… waw…

Hmmff, boleh juga.

"Ka-Kaho, sudah tidak perlu… aku baik-baik saja… lebih baik kita pergi," ucap teman gadis itu seraya menarik tangannya agar menjauh dari hadapanku, "Ma-maafkan saya da-dan teman saya… Tsu-Tsukimori-sama…" ia berbungkuk dihadapanku, pandangannya tertuju pada tanah. Lalu ia beranjak pergi bersama temannya.

Cih, 'Tsukimori-sama'? Menjijikan, itulah aku menolaknya dan semua gadis yang pernah menyatakan cinta bullshit-nya padaku. Kalau kuingat baik-baik, mereka semua memanggilku dengan nama 'Tsukimori-sama'.

"Tidak! Tunggu dulu, Mio! Dia harus minta maaf dulu!" gadis itu bersikeras tetap tinggal, ia sampai menarik temannya itu.

"Sudahlah, Kaho, kumohon…"

Baiklah mungkin sekali ini saja aku mengalah.

"Tidak Mi—"

"Ok, aku minta maaf," ucapku, memotong perkataannya.

Kini adegan tarik-menarik antara kedua gadis itu terhenti. Aku melihat wajah shock mereka saat mereka menoleh kearahku.

"Apa?" tanyaku saat mereka hanya terdiam kayak patung dihadapanku dengan tampang antara jawdrop dan cengo.

Mereka berdua menggeleng, "Ya-yang bener? Kamu minta maaf?" tanya gadis berambut merah—tunggu dulu, sepertinya aku pernah melihat gadis ini? Dimana ya?

"Ya, bukannya kamu yang menyuruhku?" sial, wajahnya lucu sekali, dengan tampang kaget serta cengo saat aku mengatakan itu. hmmff…

Ia tertawa gugup, "I-iya juga ya…" ia menggaruk-garuk kepalanya, hmmft, tambah lucu, "Ka-kalau begitu…" ia menyenggol temannya yang dari tadi berdiri mematung.

"A, aku… itu… Tsukimori-sama, tidak perlu meminta maaf… tapi aku… aku senang Tsukimori-sama mau meminta maaf padaku…" ucapnya sambil tertunduk, terlihat mukanya yang merah. Kenapa itu? apa sakit? Masa gara-gara aku menolaknya dia jadi sakit?

Aku melirik kearah gadis yang dipanggil Kaho itu, ia tersenyum bahagia… ah, sepertinya aku pernah mendengan nama itu… dan senyum itu… damn, cute!

"Mio, mungkin kamu nanti akan mendapat cowok yang lebih baik dari pada orang itu," ucapnya, menyemangati temannya itu. Hey, apa maksudnya 'orang itu'? Sangat tidak sopan!

Yang dipanggil Mio mengangguk, "Kalau begitu, terimakasih, Tsukimori-sama mau meluangkan waktu untuk mendengarkan pernyataanku yang hanya buang-buang waktu," ia membungkuk, lalu pergi dan gadis itu mengikutinya dari belakang.

Aku hanya menatapnya dingin.

Sebelum dia pergi terlalu jauh, ia berhenti dan menatapku, "Kukira orang sepertimu tidak akan mendengarkan perkataan orang lain dan gengsinya tinggi. Tapi aku salah, maaf ya," ia menjulurkan lidahnya, "Terima kasih ya, hanya dengan perkataan sesimpel 'maaf' darimu temanku tidak begitu patah hati…" lalu ia tersenyum lembut, membuatku terpana, mataku membulat, "Terima kasih, Tsukimori-kun."

Aku menatapnya tidak percaya. Gadis itu aneh, tadi ia begitu marah padaku, sekarang ia tersenyum sangat ramah. 'Tsukimori-kun' eh? Indah juga, setidaknya tidak dengan '–sama'.

Hmmft, 'Kaho' ya? Akan ku cari…

.

.

Dan… tidak usah jauh-jauh… ternyata gadis itu adalah Hino Kahoko, 2-D, sekelas denganku… sial, pantasan aku pernah melihat dan mendengar namanya.

Haah, tapi senang juga dia ternyata tidak jauh, malahan terlalu dekat. Dia duduk disampingku…

Takdirkah ini?

Setelah diperhatikan lebih dekat, ternyata ia ramah terhadap semua orang, tak terkecuali aku.

Aku tersenyum.

"Eh, Tsukimori-kun senyum-senyum sendiri, dasar gila!" ucapnya sambil tertawa geli dan meninggalkanku sendirian dikelas karena semua murid sudah pada pulangan.

Dan itulah pertama kalinya aku dipanggil 'gila'. Tapi, ternyata aku memang sudah gila, 'gila' karenamu, Hino Kahoko.

Disaat itu lah aku tersadar bahwa aku melanggar peraturan dan hampir mengingkari janjiku pada Azuma-senpai. Bisakah aku mengesampingkan perasaanku padamu dan lebih memprioritaskan geng, Hino?

End of Flashback

Sejak hari itu aku selalu mengamatinya, tapi hanya bisa dari jauh. Kenapa? Padahal aku bisa melakukan apa saja disini, bisa memiliki apa saja yang aku mau disini. Itu karena, seorang Ketua Geng tidak seharusnya memiliki seseorang yang spesial. Membosankan? Ya, tentu saja, yah mau bagaimana lagi? Aku ketua geng SMU Seisho yang paling ditakuti didaerah ini. Aku dan geng ku telah berkelahi dengan geng-geng SMU lain, dan kami menang, sigh, dan itu artinya ada dendam tersimpan di SMU yang telah kami kalahkan, yang pastinya ancaman balas dendam telah menanti.

Kalau saja mereka semua pada tahu sang Ketua Geng SMU Seiso mempunyai ehem-pacar-ehem, maksudku orang yang istimewa, pasti itu akan dimanfaatkan oleh mereka yang itu berarti dapat menghancurkan geng yang telah diwariskan kepadaku ini dan lebih parahnya aku tidak ingin siapapun mencoba untuk menyakiti gadis itu. Benar, Hino Kahoko itu.

Aku meliriknya lagi, ekspresinya masih serius seperti tadi. Dia benar-benar memperhatikan si Pak Tua. Hem, pantas saja nilainya bagus-bagus. Aku ngangguk-ngangguk sendiri. Ahh, tidak! Tidak! Kalian salah! Aku tidak mencari tahu segala hal tentangnya kok! Aku tidak mencari tahu kalau makanan kesukaannya itu makanan yang manis, terus ulang tahunnya tanggal 27 Februari dan golongan darahnya A. Bu-bukan begitu! Itu hanya kebetulan saja aku nggak sengaja memerintahkan anak buahku—Ryou—untuk membuntutinya kok!

Oke, aku ngaku… haaah, ini sebenarnya hanya Ryou yang tahu… ya… dia kan temanku sejak kita dalam kandungan, ara? Mana mungkin!

Ah, tau ah! Kembali ke cewek pujaanku… hn, sekarang dia…

Tidak…

Oh, TIDAK! Dia memandangku!

A-apa yang harus kulakukan?

"Hi-Hino…" bisikku.

Ara? Dia tidak mendengarku?

Hmm, setelah dilihat baik-baik, ternyata dia tidak sedang memandangku, tapi memandang keluar jendela. Ah! Aku nya aja yang kege-eran… sial…

Teng teng teng

Suara surga akhirnya terdengar juga!

Tapi…

Yah, yah, yah… dia pergi…!

"Tu-tunggu dulu…" eekh! Tiba-tiba saja mulutku melontarkan kalimat itu.

Hino berbalik dan menatapku heran.

Mampus aku…

"Ada apa, Tsukimori-kun?" tanyanya dengan senyuman.

Lihat? Eh, maksudku: baca? Dia manis banget kan? Aku yang ketua geng ini nggak ditakutinya. Itu yang paling aku suka dari Hino-ehem-ku-ehem.

"Itu… apa…" mati aku, apa yang harus kukatakan?

"Ya?" dia tetap memasang senyuman manisnya. Sial, jantungku berdebar-debar.

"Ng…nggak… nggak apa-apa…" ucapku.

"Hmm, kalau ada yang ingin disampaikan, katakan aja, ya?" ucapnya dengan senyuman—lagi— lalu pergi keluar kelas, meninggalkan aku yang hampir kena serangan jantung gara-gara senyumannya itu.

Aku memandangnya sampai sosok berambut merah itu tidak kelihatan lagi.

End of Len's PoV

"Bos…! Melamun aja!" Kiriya menepuk pundak bosnya itu yang dilihatnya tadi hanya melamun saja sambil menatap keluar pintu kelas. "Sepertinya bos kurang sehat. Muka bos merah!" lanjutnya yang diberi tatapan mematikan oleh Len.

"Aku tidak sakit," ucapnya datar, ia memasukkan tangannya kedalam saku celana, lalu berdiri dari kursi dan mulai berjalan keluar kelas. "Ayo pergi," perintahnya.

"Baik, bos!" ucap serentak semua anggota geng.

Len dan para geng berjalan menuju kantin sekolah. Semua mata tertuju pada mereka, takut melakukan kesalahan, semua murid disana pada menjauh sedikit dari mereka.

Anak buah sang bos tidak berpikir kalau si bos ke kantin bukan untuk membeli makanan saja, melainkan dia ingin mencari sesuatu, ehem, lebih tepatnya seseorang. Semua anak buah mah ikut-ikutan aja kemana bosnya pergi.

Len berjalan paling depan diantara para anggota geng, mengamati setiap sudut kantin, mencari sosok seorang gadis berambut merah.

Itu dia!

Gadis itu sedang duduk bersama kedua temannya sambil menyantap burger yang ia pesan. Len yang melihat itu pun segera mendatangi penjual burger yang berada tidak jauh dari tempat gadis itu berada. Dan para anak buah pun mengikutinya membeli burger tersebut. Alhasil sang penjual kerepotan melayani pesanan untuk duapuluh orang lebih—anak buah dari kelas yang berbeda dari bosnya telah ikut bersama menuju kantin, bahkan Kazuki yang tukang makan pun juga ada—setelah memesan, Len pun mulai mencari tempat duduk yang pas—tidak terlalu dekat untuk dicurigai dan tidak terlalu jauh supaya bisa melihat gadis itu.

~La Corda~

4:00 p.m.

"Akhirnya kau datang juga, Tsukimori Len!"

"Tentu," ucap Len dengan tampang datar yang membuat bos dari lawannya itu semakin geram dengannya.

"Kau, brengsek, dan semua anggota gengmu akan kalah lawan kami!"

"Kita lihat saja."

"Semuanya seraaaang!" perintah si bos lawan sambil berlari kearah segerombolan anggota Geng Seiso.

"Maju!" ucap Kazuki dan Kiriya bersamaan dan diberi teriakan 'Siap' oleh seluruh anggota kecuali Len dan semuanya mulai menyerang geng lawan.

TBC

P.S:

Waktu itu: Azuma kelas 3; Kazuki kelas 2; Len, Ryoutaro, Aoi kelas 1; Kiriya belum ada, dia kelas 1 di SMU Corda; Keiichi masih kelas 3 SMP.