Soonyoung berjalan keluar dari sebuah toko kecil sembari membawa cincin mainan berbentuk bunga berwarna merah muda dengan senyuman mengembang di bibirnya yang menghilangkan matanya.
"Jihoon-ah!" gadis mungil yang mengenakan dress selutut berwarna merah muda tersebut menengok saat namanya di panggil. Soonyoung meraih tangan kiri Jihoon kemudian menggenggamnya.
"Pakai ini." Soonyoung menyematkan cincin tersebut di jari manis gadis mungil di depannyaini.
"Aku janji akan merubah cincin ini dari seorang Dokter Ahli Bedah, Kwon Soonyoung." Jihoon tersenyum mendengar perkataan kekasihnya ini. Gadis mungil itu melirik cincin yang berada di tangannya.
"Akan ku tunggu." Jihoon berjinjit kemudian mengecup bibir Soonyoung, dan hal itu tentu membuat pipinya merona.
-gimmelatte-
PRESENT
Love Complicated
.
"Aku akan membahagiakanmu suatu saat nanti. Tunggu aku." –Kwon Soonyoung
"Aku akan menenagih janjimu saat itu." –Lee Jihoon
.
Kwon Soonyoung x Lee Jihoon
Slight! Meanie, Jicheol, Soonchan
.
Genre : Sad, romance, lit bit comedy.
Rating : M
.
WARNING!
typo(s), genderswitch for uke, au
Gadis bertubuh mungil yang akan memasuki umur 23 tahun itu menghempaskan tubuhnya ke kasur nayamannya. Pikirannya kacau sekarang. Melihat orang yang di cintai malah bersenang-senang dengan gadis lain itu sangat sakit. Bohong kalau Jihoon tidak ingin menangis sekarang. Bohong kalau Jihoon tidak ingin berteriak sekarang. Jihoon tak habis pikir dengan sang kekasih yang begitu mudahnya merusak kepercayaannya. Kesempatan? Sudah tidak ada lagi kesempatan untuk sang kekasih. Rasa kecewa, kesal, sedih menyeruak menjadi satu.
Jihoon bangkit dan langsung menyeret kotak besar kosong yang ia taruh di bawah meja belajarnya. Ia membuka kotak tersebut kemudian memasukkan boneka teddy bear berukuran sedang, baju couple, sepatu couple, foto-foto yang ia gantung ke dalam kotak besar tersebut, air matanya tak dapat ia bending sekarang. Jihoon terus saja menggigit bibir bawahnya untuk menyembunyikan suara tangisannya.
Tangan gemetar Jihoon meraih pegangan laci meja belajarnya kemudian menariknya dan langsung mengacak isi lacinya tersebut. Tangannya memegang kotak kecil transparan yang berisi cincin mainan berbentuk bunga berwarna merah muda. Saat mata sipitnya melihat kotak tersebut, air matanya makin mengalir deras.
"Untuk apa aku menangisi orang yang selama ini ternyata tidak mencintaiku? Pabbo!" Jihoon melempar kotak cincin tersebut kedalam kotak besar yang berisikan boneka, foto, baju dan sepatu. Ia langsung menyeka air matanya dengan kasar. Jihoon mendongakkan kepalanya kemudian menghela napas dalam.
Tangan mungilnya mengangkat kotak yang terisi penuh itu keluar rumah. Kaki-kaki jenjangnya terus membawanya menuju suatu tempat. Tempat yang mungkin terakhir kali untuk ia kunjungi. Jihoon menuruni jalanan kemudian berbelok ke arah gang yang terdapat rumah-rumah besar dan mewah berjajar. Gadis mungil ini meletakkan kotaknya dengan kasar hingga menimbulkan bunyi. Jari mungil Jihoon mengarah kepada bel yang berada di sisi pagar, kemudian ia mensejajarkan wajahnya pada layar kecil.
"Ah, annyeong umma, apa ada Soonyoung?" Jihoon langsung to the point.
"Sebentar umma panggilkan." Jihoon mengangguk mendengar suara dari ibu sang 'calon mantan'. Tak berapa lama pagar rumah terbuka dan menampakkan seorang pemuda bersurai cokelat tersenyum hingga membuat matanya menghilang.
"Ada apa, Jihoon ku?" Jihoon memutar bola matanya jengah.
"Aku hanya ingin mengembalikan semua ini." Jihoon menendang kotak yang berada di depannya hingga membuat Soonyoung mengernyit heran.
Soonyoung langsung berjongkok mensejajarkan tubuhnya di hadapan kotak besar berwarna biru tersebut, kemudian tangannya membuka kotak tersebut. Pemuda berumur 23 tahun itu makin bingung dengan maksud sang kekasih yang tiba-tiba datang dengan membawa semua barang pemberiannya.
"Aku tidak membutuhkan semua itu." Soonyoung mengabaikan Jihoon. Tangannya terus saja mengacak isi kotak besar tersebut dan matanya membulat saat ia melihat kotak transparan yang berisi cincin mainan yang ia belikan dulu untuk gadis mungil di depannya ini.
"Maksudmu apa?" pemuda bersurai cokelat tersebut mendongakkan kepalanya menatap Jihoon.
"Aku ingin kita putus." Bak di sambar gledek, Soonyoung merasakan hatinya sesak. Pemuda bersurai cokelat tersebut langsung bangkit dan berdiri tepat di hadapan Jihoon bukan di ambang pintu.
"Ulangi perkataanmu." Jihoon menghela napas sebelum berujar.
"Aku tidak membutuhkan semua barang-barang itu jadi ku kembalikkan saja dan satu lagi, aku ingin kita putus." Jihoon berujar dengan cepat membuat Soonyoung menatapnya diam.
"Putus? Dengan semudah itu kau mengatakan putus? Kau tidak mencintaiku?" Jihoon mengangkat kepalanya dan menatap Soonyoung dengan tajam walaupun matanya berembun.
"Aku, tidak mencintaimu? Harusnya aku yang bertanya itu kepadamu, Kwon Soonyoung! Apa kau mencintaiku selama ini, HAH?!" Jihoon mengepalkan tangannya. Dadanya mulai terasa sesak lagi dan ingatan itu kembali memutar bak video di dalam otaknya.
"Aku mencintaimu, Lee Jihoon!"
"Cinta? Apa itu yang namanya cinta? Tidak mengangkat teleponku dan membalas pesanku ternyata makan dengan perempuan lain dan menciumnya di depan mataku, itu yang namanya cinta hah?! ITU NAMANYA CINTA?!" Jihoon tidak dapat menahan air matanya lagi. Soonyoung terdiam. Melihat Jihoon menangis di depan matanya sungguh membuat dadanya sesak, sangat sesak.
Jihoon berbalik dan berlari menaiki jalanan yang miring dengan air mata yang masih berurai menganak sungai di pipi tembamnya. Soonyoung langsung berlari mengejar sang kekasih. Pemuda bersurai cokelat itu langsung memeluk Jihoon dari belakang membuat Jihoon terlonjak kaget. Soonyoung mengeratkan pelukannya, hal ini biasanya selalu berhasil meredakan emosi sang gadis mungilnya, mungkin mulai sekarang sudah tidak bisa.
"LEPASKAN AKU, KWON!" Jihoon berteriak sembari memberontakkan badannya. Namun tenanganya tetap saja kalah dengan tenaga seorang Dokter muda spesialis ahli bedah.
"Tidak akan." Soonyoung makin mengeratkan pelukannya dan hal itu membuat Jihoon makin menangis sejadi-jadinya. Suara tangisan Jihoon adalah hal yang sama sekali Soonyoung tidak suka, dan hal itu termasuk ke dalam kategori hal yang ia benci.
Jihoon yang tidak ke habisan akal langsung menyikut perut Soonyoung kemudian menginjak kedua kaki pemuda bermata lebih sipit darinya itu dengan kuat, hingga dengan seketika hal itu berhasil membuat Soonyoung melepaskan pelukannya. Jihoon kemudian berlari lagi meninggalkan Soonyoung yang berjalan menahan sakit untuk mengejarnya.
…
Soonyoung mengacak rambutnya frustasi. Ia menatap nanar kearah kotak biru yang baru saja ia masukkan ke dalam kamarnya. Mata sipitnya menatap beberapa fotonya dengan Jihoon yang tergantung rapih diatas meja kerjanya. Ada berbagai macam foto disana, mulai dari photo booth hingga selfienya dengan gadis mungil yang baru saja memutuskannya dengan sepihak.
"ARGH!" Soonyoung mengacak rambutnya frustasi. Kejadian tadi siang ternyata akan berdampak seperti ini. Pemuda bermata sipit itu menyesali perbuatannya yang sudah di luar batas hingga menyakiti perasaan gadis mungilnya tersebut. soonyoung meraih ponselnya kemudian mendial nomor yang sangat di hapalnya.
"Hyung aku ke café-mu." Soonyoung langsung memutus sambungan telepon. Kemudian menyambar kunci mobil dan jaketnya. Ia mengarahkkan kedua kakinya menuruni anak tangga dan langsung keluar dari rumah.
Soonyoung berjalan memasuki café bernuansa garden yang merupakan milik sepupunya. Mata sipitnya mendapatkan bangku kosong yang letaknya di sudut ruangan dekat mini garden hidroponik dan panggung kecil. Tempat favoritnya dengan Jihoon. Saat hendak melangkahkan kaki tiba-tiba saja namanya di panggil dan Soonyoung langsung menengok kearah kasir dan mendapati sang sepupu disana.
"Disana, sudah di reservasi atas namamu." Soonyoung tersenyum kemudian berjalan menuju bangku tersebut dan tak lama sang sepupu menghampirinya.
"Kau kenapa? Kusut sekali."
"Aku baru putus dengan Jihoon." Ujar Soonyoung lesu membuuat pemuda tampan di hadapannya ini kaget.
"Kenapa kalian bisa putus?" Seungcheol menatap Soonyoung dengan curiga. Bagaimana tidak curiga, yang sering memulai pertengkaran dengan Jihoon kan dirinya.
"Itu salahku." Dan BINGO! Apa yang di pikirkan oleh Seungcheol terjawab sudah.
"Kau bermain perempuan lagi?" dan Soonyoung mengangguk.
"Kau ini, selalu saja cari masalah."
"Sebenarnya ini bukan sepenuhnya salahku."
"Kau masih bisa saja mengelak, pantas Jihoon menyerah denganmu." Soonyoung terdiam. Sudah terhitung lima kali ia mengulangi kesalahan yang sama.
"Aku harus bagaimana, hyung?"
"Aku yakin Jihoon tidak akan memaafkanmu. Kau sudah kelewat batas Soonyoung-ah." Soonyoung menundukkan kepalanya. Pikirannya mulai kalut sekarang. Ia tak bisa berpikir kalau seperti ini.
"Kau sudah merusak kepercayaan Jihoon yang ia berikan untukmu, harusnya kau sadar itu jika kau benar-benar mencintainya. Dia bukan boneka, Soon-ah." Seungcheol menepuk pundak Soonyoung.
"Sekarang, kau terima saja resikonya." Soonyoung tersenyum getir. Ia tak bisa dan tak mau jika harus meninggalkan gadis mungil yang sangat di cintainya.
…
Jihoon memasuki mansion orang tuanya dengan perasaan campur aduk. Ia tak menjawab pertanyaan sang ibu sama sekali dan langsung menaiki tangga menuju kamarnya. Gadis mungil berambut hitam legam tersebut membanting pintu kamarnya agak keras dan menguncinya. Jihoon menyandarkan tubuhnya pada pintu yang tertutup. Kejadian tadi siang masih hangat di pikirannya dan terus saja berputar. Kaki jenjangnya tak dapat menopang tubuhnya hingga Jihoon beringsut ke lantai dengan kaki yang ia peluk. Gadis mungil itu menelungkupkan kepalanya diantara kedua kakinya. Air matanya mengalir lagi.
"Untuk apa aku menangisi lelaki sepertinya?" Jihoon menyeka air matanya kasar. Sungguh ia merasa bodoh karena sudah menumpahkan air mata untuk orang yang sudah mengkhianati cinta tulusnya.
Jihoon merogoh saku celana jeansnya dan mengeluarkan ponselnya yang bergetar. Mata sipit itu makin mengembun saat nama sahabat tertera di layar datar ponselnya. Ia ingin bercerita dengan sahabatnya ini, sungguh.
"Wonu-ya." Getaran menahan tangis terdengar jelas oleh indera pendengaran Wonwoo yang membuat gadis bermata onyx di line seberang khawatir.
"Jihoon-ah, gwaenchana?" Jihoon menggigit bibir bawahnya. Ia ingin memeluk Wonwoo sekarang.
"Wonu-ya, bogoshippeo!" Jihoon mengadu rindu kepada sahabatnya yang berada di Perancis itu.
"Nado, Jihoonie~ Sekarang ceritakan ada apa?" Jihoon mengambil nafas dalam dan menghembuskannya dengan perlahan.
"Aku baru putus dengan Soonyoung." Bohong kalau Wonwoo tidak kaget. Wonwoo tahu hubungan Jihoon dengan Soonyoung sudah berawal dari kelas dua sekolah menengah pertama.
"Bagaimana bisa?"
"Dia mengulangi kesalahan yang sama untuk kelima kalinya, tapi ini berbeda-" Jihoon menggantung ucapannya membuat perasaan Wonwoo tidak menentu.
"Beda bagaimana?"
"A-aku aku-" Wonwoo tau, Jihoon bukan tipikal orang yang gampang untuk mencurahkan isi hatinya ke seseorang walaupun itu sahabatnya sendiri.
"Iya kau kenapa? Jangan membuatku makin penasaran sekaligus khawatir, Jihoon-ah!" Wonwoo gemas dibuatnya.
"Aku melihat Soonyoung hiks makan siang dengan seorang wanita."
"Lalu?"
"Tak berselang lama, aku hiks-" Wonwoo panik sendiri mendengar suara tangisan tertahan sang sahabat. Kalau ia di samping Jihoon sekarang, gadis bermata onyx tersebut sudah memeluk dan menenangkan Jihoon.
"Aku melihatnya berciuman dengan gadis hiks yang makan siang dengannya huaaa!." Dan benar dugaan Wonwoo, tangisan Jihoon akan pecah.
"Jihoon-ah sabar." Wonwoo hanya bisa merapalkan kata-kata itu. Ia masih menunggu Jihoon berbicara.
"Bagaiana aku bisa sabar hiks-" lagi-lagi Jihoon menggantung ucapannya.
Tbc.
Annyeong!
Ini ff pertama yang aku publish di sini, udah pertama gs lagi ya:( sebenernya di laptop banyak banget ff bukan cuma Soonhoon doang kok.
Kenapa ratingnya M? karena kemungkinan di chapt selanjutnya bakalan ada mature content nya hehe.
Jangan lupa review ya biar semangat ngelanjutinnya karena ini baru chap 1 dan masih banyak chapt-chapt lainnya.
Sekian dari Gim, sampai bertemu di chapt dan ff-ff selanjutnya.
Annyeong!
