SEBUAH PENANTIAN

-para karakter dari fanfic yang saya tulis ini, sepenuhnya milik Kohei Horikoshi-sensei, yang tentu saja para karakternya hanya kupinjam untuk mengisi peran pada cerita amatiran ini.

-banyaknya kekurangan pada fanfic yang saya buat ini tak lepas dari ketidakpandaian saya membuat sebuah cerita. Tapi, saya harap cerita ini tidak begitu sia-sia untuk dibaca.

-review kalian semua akan sangat berarti, terimakasih.

Selamat membaca~

.

.

.

Wanita itu, meneteskan air mata nya. Entah sudah berapa lama ia menangis tak bergeming dari tempatnya duduk. Wajahnya telah basah, dengan ekspresi yang menyakitkan. Tubuhnya pun gemetaran.

Dirinya sungguh tak bisa menerima kenyataan yang telah dikatakan oleh pria berjas putih yang duduk diseberangnya.

"Ini mustahil, kan?," ia bertanya untuk kesekian kalinya. Meskipun dia tahu jawaban yang akan datang selalu sama.

.

.

.

"Eh, amplop apa itu, Deku-kun?," wanita berpipi chubby yang sedang mengunyah sebuah sembei itu tanpak penasaran dengan sebuah amplok berwarna putih berhiaskan motif bunga berwarna emas yang dipegang suaminya.

"ini…," sang suami yang juga belum mengetahui isinya dengan pasti, pun segera membukanya untuk memastikan.

Setelah membaca sederet kalimat yang tertulis disana. Matanya berbinar, dan segera menghampiri istrinya yang sedang bersantai-ria itu untuk turut melihatnya.

"Todoroki-kun dan Yaoyorozu-san akan menikah!."

.

.

.

"Ya ampun, akhirnya… rasanya seperti baru saja kemarin aku melihat Todoroki mengajak mu berkencan. Sekarang kalian sudah mempersiapkan pernikahan." Jirou tersenyum jahil setelah mengatakan itu pada gadis berambut panjang dihadapannya.

Saat ini, Yaomomo sedang berkumpul disebuah kafe bersama sahabat-sahabatnya sejak masa sekolah.

"Mou, Kyoka-chan itu kan sudah 10 tahun yang lalu," Yaomomo tak bisa menahan pipi nya yang memerah setelah dibuat teringat oleh ucapan sahabat karibnya itu.

Hari dimana calon suaminya mengajak nya kencan ke perpuastakaan untuk pertama kalinya saat mereka berada di tahun kedua sekolah tinggi.

"Kau benar Kyouka-chan! Dan kau tahu, kemarin saat Deku-kun memperlihatkan isi undangan itu padaku, aku tersedak sembei karena terkejut dan bahagia disaat yang sama! Uuuh, akhirnya ada juga yang menyusulku dan Deku-kun. Selamat ya, Momo-chan!," Uraraka terlihat sangat antusias. Matanya berbinar cerah. Membuat Yaomomo pun merasa semakin bahagia dan terharu.

Tak seperti teman-teman lainnya yang masih berstatus pacaran (dan beberapa single), Uraraka dan Deku memang lah yang paling pertama meresmikan pernikahan mereka. Tak tanggung, Deku melamar Uraraka setahun setelah kelulusan mereka sebagai murid SMA dan di iyakan oleh Uraraka tanpa pikir panjang, padahal sebelumnya mereka tidak pernah berstatus pacaran meskipun di ketahui memang saling menyukai.

"Aku juga turut berbahagia, gero." Tsuyu yang sedari tadi hanya diam mendengarkan obrolan teman-temannya itu akhirnya angkat bicara.

"Oh, ya Tsuyu-chan. Bagaimana kabar Bakugou-san? Apa dia bisa datang ke pernikahan kami?," Tanya Yaomomo mengenai kekasih Tsuyu yang sedang bekerja di Amerika itu.

"Soal itu, aku sudah menanyakannya. Dia tidak tahu bisa datang atau tidak karena kesibukannya. Tapi dia bilang akan mengusahakannya, gero." Jawab Tsuyu. Ia pun mengharapkan kekasihnya itu untuk datang setelah setahun tak bertemu. Tsuyu pasti akan merasa agak kesepian jika nanti datang seorang diri.

"Ohya, nanti tema pernikahanmu gaya barat atau jepang, Momo-chan?."

"Um, kami mengikuti ayah Shouto-kun. Beliau yang mengurus sebagian besar pernikahan kami. Jadi, ya teman nya akan bergaya Jepang." Jawab Yaomo sambil menggaruk pipinya dan tersenyum kikuk. Yang lain hanya merespon dengan kekehan kaku.

Ayah Todoroki yang sangat keras itu..

.

.

.

"Dia adalah Yaoyorozu Momo." Todoroki memperkenalkan kekasihnya itu pada kedua orang tua nya, dan kakaknya yang sedang mengintip dibalik pintu.

"Selamat siang. Saya Yaoyorozu Momo." Bagi Yaomomo lehernya terasa tercekik oleh atmosfer yang berada disekitar ayah kekasihnya itu. Dia seperti sedang dipojokkan oleh hewan buas.

Dan sekitar 30 menit, sesi pertanyaan oleh orang tua Todoroki kepada Yaomomo pun akhirnya berakhir. Meskipun begitu Yaomomo tetap merasa gugup dan khawatir. Dan sayangnya Shoto tak peka.

"Aku berharap kau dan Shoto bisa memiliki hubungan baik untuk seterusnya." Tanpa disangka Ayah Todoroki mengatakan itu diakhir obrolan mereka. Membuat seisi ruangan cukup terkejut. Dan itu cukup membuat perasaan Yaomomo tenang.

"Terimakasih, aku juga berharap demikian.."

"Ah, ini sudah malam. Ibu, aku akan mengantar Momo pulang." Shoto bersiap berdiri dari duduknya setelah melihat kearah jendela yang memperlihatkan suasana gelap.

Yaomomo pun hendak bersiap sebelum dirinya ditahan oleh Ibu Todoroki.

"Ya ampun kenapa buru-buru begitu sih. Kenapa tak kau ajak Momo-chan untuk makan malam bersama kita." Saran Ibunya tadi mendapat persetujuan sepihak oleh Shoto.

"Ya, lagipula aku juga ingin merasakan masakan calon menantuku." Ayah Todoroki berkata begitu lalu segera meninggalkan ruang keluarga itu.

Momo yang mendengarnya pun merasa tersanjung, "Dengan senang hati. Aku harap aku tidak merepotkan dan bisa membantu."

Shoto mengusap puncak kepala Momo penuh sayang.

.

.

.

Menyusuri jalan yang ramai, tak lupa dengan tangan yang saling bertautan dengan erat. Tak peduli sedingin apa malam ini. Keduanya akan merasa hangat jika bersama.

"Seperti biasa masakanmu sangat enak." Puji Shoto mengenai makan malam yang dibuat oleh Yaomomo di rumahnya. Jujur saja dia merasa sangat bangga dengan kekasihnya itu. Bahkan sampai membuat keluarganya mengagumi dirinya. Ayahnya yang jarang mengucapkan kata pujian pun, segera memuji masakan Yaomomo.

"Terima kasih, Shouto-kun. Aku tidak menyangka kalau keluarga mu cukup hangat. Tidak seperti yang kau katakan, haha."

Shouto mengangkat bahu, "Yah, aku juga kaget. Kau beruntung bisa merasakan kehangatan itu."

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya keduanya sampai disebuah stasiun. Ini adalah saat terakhir mereka untuk bertemu hari ini.

"Terima kasih sudah mengantarku, Shouto-kun. Sebaiknya kau segera kembali atau ini akan semakin malam. Tolong hati-hati dijalan dan jangan lupa untuk menghangatkan dirimu." Petuah Yaomomo kembali keluar dengan lancar. Shouto hanya tersenyum tipis lalu mengangguk.

"Kau harus melakukannya, ok? Aku khawatir kau jadi sakit. Karena besok kau harus bekerja dan—."

"tidak ada pelukan?." Memotong ucapan kekasihnya yang terlihat khawatir meskipun tidak perlu bagi Shouto karena dia memang akan berusaha sekuat tenaga untuk tidak membuat kekasihnya itu khawatir. Ia pun merentangkan tangannya. Berharap sebuah pelukan.

Yaomomo yang sempat lupa kebiasaan Shouto sebelum berpisah, segera tertawa kecil dan memeluknya dengan erat.

"sampai jumpa"

.

.

.

TBC

Akhirnya chapter satu ini selesai juga. Apa ini bisa disebut alur maju-mundur? Ah, entahlah, saya lupa. Maaf, nilai bahasa Indonesia memang cukup payah. (huh?).

Terimakasih telah membaca sampai akhir, saya sakan berusaha secepatnya untuk melanjutkan ke chapter selanjutnya. Dan saya meminta maaf atas segala kekurangan dalam cerita ini.