Hallo! Saya kembali lagi nih hehehe...

Kali ini fanfic NaruSaku bertheme kantoran, dan emmmm... bakal ada ehem-ehemnya dikit. You knowlah maksud saya kan :'v #plakk

Engga engga... Bukan lemon kok, tp cuma lime hehehe. Bikin panas dingin dikit aja :'v #plakk

Okelah. Mari kita mulai :D

NaruSaku always. Rated T semi M. Romance & drama

Don't like don't read.

Haters taik kembang menjauh. Hush hush!

x X x

"Hah!?"

Jumlah uang lebih yang diterima mengejutkan perempuan itu. Seingatnya, gajih perbulan yang diterima tak sampai sebanyak ini. Bukan angka yang sedikit mendapat gajih lebih, dan ini untuk yang kesekian kali nya

Sakura sangat sangat sadar dalam tiga bulan ini ia menerima uang gajih dengan nominal yang tak sesuai. Gajih bulanannya tak sebanyak ini

Sangat mengherankan. Bukan kah kalau naik gajih akan mendapat pemberitahuan dari atasan? Kali ini aneh karena tidak ada informasi apa-apa dan mendadak saja menerima gajih lebih.

Dengan rasa herannya, Sakura menarik lagi lembaran uang dari mulut mesin ATM. Selesai dengan pengambilan gajih, tiada alasan lagi baginya untuk berlama-lama di tempat ini.

Sakura menyimpan uang gajihnya kedalam dompet, setelah itu mengamannya di dalam tas dan ia pun mempercepat langkah untuk lekas tiba dikediaman. Menyusuri trotoar ditengah keramaian pejalan kaki lainnya.

Meseki begitu, dalam kepala Sukura terisikan dengan pikiran-pikiran tak karuan. Ia pikir ini hanya salah transfer, namun tak mungkin sampai berkali-kali. Ingin bertanya namun terlalu segan untuk melakukannya.

Dirinya terjebak dalam posisi yang membingungkan.

x X x

Keesokan harinya keadaan berjalan lancar seperti biasa. Menyiapkan laporan, diserahkan kepada atasan, istirahat makan siang lalu kembali bekerja.

Semua normal tanpa kecurigaan.

Sakura masih memikirkan masalah gajihnya kemarin, namun siapa sangka jika pada akhirnya terlupakan juga karena kesibukan dalam pekerjaan. Tugas kantor yang menumpuk sudah diselesaikan. Menambah stamina melalui makanan sudah, dan begitu semuanya beres, pekerjaan baru datang lagi dan kali ini sangat mendadak.

Mau tak mau Sakura tidak bisa menolak meeting dadakan disiang ini. Pada akhirnya, ia pun terjebak dalam ruangan sejuk iitu. Menjelaskan rincian sketsa baru mulai dari desain hingga kekokohan gedung baru mereka.

Ditengah detailnya Sakura menjelaskan rincian, disisi lain sosoknya pun menjadi obyek yang difokuskan satu titik.

Tuan bermata jade itu tampak tak mampu mengalihkan pandangan dari pesona si Haruno. Perempuan itu cantik, apalagi dengan rambut sepunggungnya yang digerai indah.

Ayolah. Lelaki bodoh mana yang tidak tergila-gila akan kesempurnaan Sakura Haruno.

Kesibukan sang Sabaku terhadap objek di depan sana membuat Naruto Namikaze mengalihkan pandangannya ke arah Gaara ketika tidak merasa ada pergerakan atau respons.

Dahi Naruto mengernyit tak senang melihat sikap tak sopan parnert bisnisnya itu.

"Sabaku-san!?"

Gaara tersentak, seketika sadar dari dunia ilusinya. Itu bukan panggilan biasa, melainkan teguran rasa sindiran.

"Apa tanggapan Anda mengenai persentasi Nona Haruno?"

Dan kali ini Gaara yang menjadi objek dari semua mata. Para miliyaders melempar pandangan penuh tanya kearahnya, seolah meminta pendapat yang memuaskan.

Ini tuntutan bagi Gaara.

Di depan sana, terlihat Sakura sedang menanti respons entah itu ketidak setujuan atau persetujuan untuk proyek ini.

x X x

Melihat keramaian diruang kerja memnuat langkah Sakura terhenti. Awalnya hendak melewati dan mengantar laporan penting, kini malah mampir pada keramaian tersebut.

Sepertinya sedang ada sesuatu disana.

"Wah benarkah begitu?"

Sakura makin penasaran. "Hey, ada apa?" Lantas bertanya sembari menilikan kepala dicelah yang ada. Orang-orang itu sedang bergosip di depan layar komputer.

TenTen menarik tangan Sakura. Mendekatkan perempuan itu pada objek mereka. "Lihat, Boss kita masuk berita dunia." Telunjuknya mengacung pada layar, dimana saat ini foto Naruto Namikaze terpampang dimedia.

Baru saja tersiar berita mengenai Naruto Namikaze yang dikatakan menjalin hubungan dengan putri bungsu Yamanaka, pemilik toko bunga terbesar di kota ini.

"Ck." Sakura bedecak. "...ini hoax, masih belum jelas mengenai hubungan mereka." Ia beranjak dari layar komputer. "Ketahuilah, pekerjaan media memang meliput berita-berita hoax. Palsu. Jangan semudah itu percaya dengan hal ini."

"Tapi disini sudah jelaskan kalau mereka memang dekat." Karin menunjuk-nunjuk foto di layar tersebut. "Lihat, mereka bahkan memiliki banyak moment bersama."

Sakura mendesah tak suka. "Aku tidak percaya sebelum benar-benar mendapat buktinya." Ia pun beranjak dari tempat itu. "Apalagi melihat Boss kita acuh tak acuh begitu terhadap apapun. Rasanya sangat sulit untuk dipercaya."

Dan setelahnya, Sakura melenggang.

TenTen mengangguk setuju. "Benar juga." Baru ia sadari setelah mendengar perlawanan Sakura mengenai berita itu. "...Dilihat selama ini, Yamanaka-san lah yang selalu menempel dengan Tuan Naruto." Hal itu tak dapat dipungkiri.

Semua tau bagaimana genitnya wanita pirang itu. Alasan bisnis, ke sana, ke sini, padahal yang sebenarnya tak lain tak bukan cuma ingin menempel. Untung saja ada kerja sama antar perusahaan, yang memudahkan Ino Yamanaka menggandeng Naruto.

Setelah meninggalkan ruangan, bukan berarti Sakura tak merasa kesal. "Ck. Apa-apaan itu." Sepanjang jalan ia terus menggerunum sendiri. Memendam kekesalan.

Ini gara-gara berita hoax itu.

Media kurang ajar mana yang berani menyebar berita hoax tak bermutu seperti itu. Bena-benar sampah.

x X x

Tokk tokk!

"Masuk."

Jemari lentiknya merapat pada gagang pintu.

Klek!

Setelah dibuka, kembali Sakura tutup pintu berbahan kayu jati. Ia menghampiri meja khusus sang CEO, setibanya, ia menyerahkan laporan yang di bawa kepada Naruto.

Meletaknya disana, dan ketika hendak pergi barulah teringat akan sesuatu.

'Oh ya!'

Sakura berbalik lagi. "Umm, Tuan."

Naruto memalingkan kesibukan. Menatap Sakura begitu mendapat panggilan kalem tersebut. "Ada apa?" Ia membenarkan letak kacamata beningnya.

Mengembuskan nafas sejenak. "Itu..." Sedikit canggung. Bukan sedikit, justru memang canggung. Bagaimana cara ia bertanya? Apalagi menanyakan soal gajih yang berlebih itu.

Ini membingungkan, juga meresahkan.

Wanita itu.

Naruto mengernyit. Baru saja dia memanggil, dan sekarang malah diam dengan wajah bertekuk aneh.

"Ada yang bisa saya bantu?"

Sakura tersadar. Ah, sepertinya ia baru saja melamun.

"Oh itu, ini soal gajih."

Naruto peka sekarang. Ini tidak baik.

"Apakah ada kesalahan dengan pembayaran gajih?"

Pertanyaan Sakura membuat Naruto bingung seketika.

"..." Dan Tuan muda itu tidak memberi jawaban.

Sakura gelisah dan merasa tidak nyaman. Ada rasa takut, resah serta segan terhadap Naruto mengenai pertanyaan yang ia ajukan.

Apakah terkesan lancang bertanya soal gajih? Lain cerita bila yang diprotes gajih tak kunjung naik.

Sakura fikir, tak seharusnya ia bertanya. Sekarang ia menyesal.

Naruto menelan ludahnya pelan. Mencoba santai dengan hal ini, dan mungkin akan mencoba mengalihkan permbicaraan.

Srekk!

Lelaki pirang itu berdiri "Bersiaplah untuk malam ini." Lagi-lagi ia membenarkan letak kacamatanya yang kembali melorot. "Kita akan menghadiri undangan dari Nara Corp mengenai keberhasilan proyek minyak."

"Makan malam?"

Berhasil. Sakura terpancing meninggalkan oborlan pertama.

"Ehm... kuharap begitu." Naruto sunggu tidak yakin undangan itu sekedar makan malam biasa. Ekspresi wajah Sakura terlihat jelas tengah menyimpan pertanyaan. Ia menyadari akan hal tersebut. "Ada urusan lain, aku akan pergi sekarang. Selesaikan apa yang harus kau selesaikan." Dan setelahnya, ia keluar meninggalkan ruang kerja berserta Sakura.

Ada rasa lega, ada juga rasa heran. Entah itu hanya perasaan Sakura saja Naruto memang sengaja menghindari pembicaraan pasal gajih, atau hanya tidak ingin berurusan dengan hal seperti itu.

Masalahnya, yang mengatur gajih karyawan bukanlah Naruto, melainkan saudara sepupunya— Nagato Uzumaki. Harusnya Sakura sadar bahwa ia telah salah bertanya kepada orang. Bukan Naruto melainkan Nagato.

Dalam perjalaan, Naruto merasa lega karena dapat menghindari Sakura, namun sekarang ia justru tak tahu akan pergi ke mana.

Niat awal hanya menghindar, dan lelaki itu sendiri tak punya tujuan sehingga menyesatkan dirinya dalam gedung megah itu.

'Bodoh sekali!'

Sekarang mau tak mau, lebih baik langsung keluar sekalian mencari makan siang. Kebetulan Naruto merasa perutnya sudah lapar.

Keluar mencari makan dengan harapan tak akan ada lagi pertanyaan soal gajih. Naruto rasa cukup dirinya dan Sakura saja uang tahu. Ia percaya Sakura tak kan membeberkan hal ini kepada orang.

Sebenarnya, bagian Sakura bukanlah urusan Nagato. Semua sudah menjadi rencana Naruto dan mereka fikir yang dilakukan oleh Boss pirang itu sekedar menyukai cara kerja Sakiura.

Isi hati tidak ada yang bisa tahu.

Anggapan mereka tidak ada apa-apa, namun siapa yang bisa tahu mengenai perasaan Naruto.

x X x

Awal Naruto dan Sakura memasuki ruangan, sempat celingukan mencari rekan kerja yang membuat janji dalam pertemuan ini, namun pencariannya tak berselang lama ketika mendapat arah petunjuk dari seorang Pelayan.

Naruto masih ingat, janji yang dibuat bukanlah dalam ruang karaoke. Mereka bilang diruang khusus yang sudah diboxing.

Pantas saja keduanya dibuat kehilangan.

"Kurasa ada yang salah."

Sakura yang berada disisi Naruto menganggukan kepala. "Perubahan rencana." Sahutnya, tak begitu lama, mereka berduapun sampai ditempat tujuan.

"Selamat menikmati." Dan setelah itu, pelayan tadi bergegas pergi mengejar pekerjaan yang menanti usai menjelankan tugas.

Naruto tidak banyak bicara. Begitu sampai ia langsung membuka pintu ruang di depan sana, lalu mendapati orang-orang yang membuat janji sudah menunggu di dalam.

"Ah, selamat datang Namikaze-san."

Nara Shikamaru menyambut kedatangan Naruto dengan senyum ramah. Ia bahkan menarikan bangku dan mempersilahkan Naruto duduk.

"Kenapa malah disini?"

Shikmaru tersenyum kecil."Disini lebih rilex." Jawabnya.

Ini bukan ruangan khusus, melainkan ruang karaoke untuk bersenang-senang, tapi Naruto tidak ambil pusing. Terserah mereka.

"Maaf sebelumnya kami tak pengabari soal ini, masalahnya keadaan sangat terdesak. Ruangan yang sudah diboxing mengalami kerusakan pada ACE, karena tidak bisa diperbaiki cepat mau tak mau aku memilih tempat ini."

Pemimpin besar Nara angkat bicara dengan nada segan dalam setiap kata yang terlontar.

Naruto menanggapinya cukup dengan senyum kecil. "...no problem."

Shikaku bernafas lega. "Baiklah, kita mulai sekarang acara ini."

Tepuk tangan singkat mendatangkan seorang pelayan dari luar. Shikamaru memberi isyarat, sedang si pelayan yang paham lekas membungkuk untuk mendengar bisikannya.

Acara ini diadakan dengan minum-minum. Itu saja. Dan...

...mungkin sedikit bernyanyi jika percaya diri.

x X x

Glek!

Dukk!

Entahlah sudah berapa banyak Naruto minum, namun Sakura rasa tiga gelas paling banyak, dan sekarang pria itu terlalu mabuk untuk menyadari keadaan sekitar.

'Apa dia tak pandai minum ya?'

Fikiran Sakura bertanya-tanya. Ia kira Naruto seorang yang sudah terbiasa dengan alkohol, tapi begitu melihat kondisinya saat ini telah menghilangkan semua perkiraan itu dalam sekejap.

Shikamaru terawa geli melihat Naruto. "Sepertinya Tuan Anda sudah sangat mabuk, Nona."

Mendengarnya, membuat Sakura meringis kecil. "Kurasa begitu." Jawabnya.

Cukup dengan ejekan singkat itu, Shikamaru meraih mic yang tersedia, memilih salah satu lagu untuk dinyanyikan, sementara rekan yang lain tengah asyik menari menikmati lagu cover.

Lagu yang dinyanyikan Shikamaru benar-benar menghanyutkan, semakin membuat orang-orang mabuk itu— tak termasuk Naruto semakin hanyut dalam tarian.

Sakura khawatir melihat Naruto mabuk seperti ini. "Tuan, sebaiknya kita pulang saja." Ia berbisik pelan, menghindari suaranya terdengar sehingga akan menyinggung mereka nantinya.

Alih-alih menuruti, Naruto justru menarik pergelangan Sakura sehingga tak memberi jarak antara duduk mereka. "Disini saja."

Sakura tahu benar bahwa saat ini Naruto tak punya kesadaran lagi. Wajahnya memerah, mata sayup, rambut acak-acakan dan kancing kemejanya terbuka dibagian atas sehingga menampakan dada bidang itu.

Orang yang berwibawa juga bisa tampil kusut selama tak sadarkan diri. Bila sadar, sangat tidak mungkin Naruto Namikaze membiarkan penampilan kusut dan kacau seperti saat ini.

Sakura fikir, hanya dirinya yang bisa melihat kekusaman sang direktur.

Semua orang di dalam kamar ini semakin terlena. Sebagai perempuan, hanya Sakura yang masih memiliki kesadarakan seratus persen meski tadi sempat meminum setengah gelas. Mungkin tidak mencapai setengah gelas.

Awalnya sekedar mencekal, kini perbuatan itu beralih menjadi sebuah genggaman. Naruto menggenggam tangan Sakura erat, membuat dada empunya berdegup tak karuan.

"Tuan, sebaiknya kita pulang saja." Ini ajakan Sakura yang kesekian kalinya.

"Emmm..." Naruto mendekatkan bibir pada telinga Sakura. "...disini saja... dulu." Itu bukan jawaban atas kesadaran diri. Sakura tahu benar.

Setelah berbisik, Naruto tak segera menjauhkan wajah mereka. Ia menyentuh dagu lancip Sakura, membawa mata mereka untuk saling bertemu dalam jarak yang pendek.

Begitu dekat, sehingga dapat Sakura rasakan hembusan nafas hangat Naruto. Bahkan ujung hidung mereka saling bersentuhan.

Sakura akui, Naruto memiliki mata yang menawan. Warnanya biru cerah, tersorot dalam dan tajam. Selain mata, hidung sempurnanya turut menjadi penghias wajah untuk terlihat semakin perfect.

Sakura hanyut dalam ukiran sempurna di depan matanya, hingga membawa dirinya dalam sebuah kecupan kecil penuh rasa. Tak dapat ditolak, apalagi dihentikan.

Dalam keadaan tak sadarkan diri, Naruto telah menganyutkan Sakura dalam kecupannya. Tangan lebarnya menangkup leher mulus perempuan itu, menariknya pelan lalu memperdalam kecupan.

Bukan kecupan lagi melainkan ciuman. Naruto melumat bibir ranum Sakura, kemudian menghisapnya lembut. Memberi sensasi luar biasa yang belum pernah Sakura rasakan sepanjang hidup.

Mereka hanyut dalam ciuman itu. Hanya sesaat, sebelum Sakura kembali sadar dan menghentikan semua.

Tersentak sadar, lantas cepat-cepat Sakura menarik wajah hingga memisahkan bibir mereka. Sewaktu terkejut, secara reflek perempuan itu mendorong Naruto sampai membuatnya jatuh terbaring disofa yang mereka duduki.

Hanya beberapa detik terhanyut, tapi Sakura mengucap banyak syukur dalam hati sebab tidak ada yang melihat perbuatan mereka tadi. Orang-orang itu sibuk dengan keseruan sendiri.

Kalau lebih lama sedikit, mungkin saja akan ada yang melihat.

Usai mendapat dorongan hingga terbaring, kini Naruto sepenuhnya tak memiliki kesadaran. Pria itu tertidur pulas dengan mulut terbuka kecil, bernafas tak hanya melalui hidung.

Deg deg deg!

Degub jantung Sakura terdengar keras. Jantungnya berpacu seperti meraton, kembali teringat yang baru saja terjadi tanpa kesadaran.

Baru saja mereka berciuman. Ini nyata dan jelas. Bahkan bekasnya masih bisa Sakura rasakan, ketika bibir tipis milik Naruto melumatnya lalu meninggalkan bekas basahan disudutnya.

Sakura menatap Naruto. Dia terbaring tidur dengan wajah polos. Melihat bibir tipis itu membuat wajahnya semakin memerah, mungkin terlihat seperti kepiting rebus kelewat matang.

'Ya tuhan!'

x X x

Kesekian kalinya Sakura berbalik arah. Kiri kanan, kiri dan kanan terus menerus sampai membuat alas tilam lusuh tak karuan. Kembali ia teringat akan kejadian tadi saat diruang karaoke.

Yang Naruto lakukan sungguh-sungguh menciumnya. Sakura terkejut, shock dan tak bisa berkata apa-apa lagi dikala itu. Hanya terdiam dengan mata melebar sembari menyentuh bibir.

Menarik selimut, menutup seluruh tubuh sampai batas hidung, dan hanya menyisakan manik emeraldnya. Ia mencoba berpejam secara paksa, hingga menciptakan kerutan disudut mata.

Insomnia, nama penyakit sulit tidur yang datang menyerang Sakura dalam sekehendaknya datang. Membuatnya harus terjaga dengan fikiran melayang tak tentu arah.

Tak seharunya ciuman itu terjadi.

Tak sepantasnya Naruto mengulum bibir peach itu.

Sakura berbalik arah lagi, dan kekeuh mamaksa tidur. Ingat bahwa esok ia harus kembali bekerja, meski nantinya tidak akan tahu cara menghadapi Naruto setelah pasca ciuman itu.

Berharap semua akan baik-baik saja.

x X x

"Bagaimana dengan pertemuan semalam?"

Pertanyaan itu mengingatkan Sakura kembali pada kejadian kemarin. Padahal baru bisa melupakan sejak beberapa jam tadi, namun sekarang harus kembali ingat gara-gara mulut TenTen.

"...lancar." Sakura memberi jawaban setelah sedikit lama diam. Seakan ragu.

"Hahh~ sayang sekali aku tidak bisa bergabung." TenTen menompang dagu sambil mengeluhkan posisinya di kantor ini.

Karin melirik TenTen. "Kau pikir mudah menjalani pekerjaan seperti Sakura. Kau bahkan sampai harus bergadang untuk menyelesaikan semua laporan, belum lagi tuntan ini dan itu, lalu kau akan menjadi penanggung jawab besar atas kesalahan dan kegagalan perusahaan."

Wanita berkacamata merah itu tahu benar posisi Sakura mengingat dirinya dulu juga pernah merasakan sebelum menginjakan kaki diperusahaan milik Namikaze.

Tertekan, lelah dan terus terbebani. Seperti terikat dan itu sangat melelahkan.

"...jadi apa aku termasuk orang beruntung?"

"Kau beruntung bila menjadi Istri Tuan Naruto saja."

Dengan lancangnya seorang pria menyahut tanpa sopan, dan setelah itu tertawa bersama dua teman lainnya. TenTen jengkel, lantas melayangkan tatapan sinis ke arah para lelaki itu, seketika membungkam tawa mereka.

"Emm, cepat selesaikan makannya." Cepat-cepat Kiba menyumpit ramen setelah berkata demikian. Menyeruputnya dengan tatapan fokus pada mangkuk mie tersebut.

Menghela nafas. "Perdebatan ini tidak penting." Sakura melanjutkan makan. Hendak menyuap sepotong roti tawar berlapis coklat, namun nyaris masuk ke rongga, seketika itu niat serta tujuannya terhenti.

"Sshht. Boss datang." Karin berbisik kepada rekan-rekannya.

TenTen membuat kesibukan dengan makanan, sementara Karin menjauhkan piring kosong setelah ia memakan habis isi diatasnya, dan Sakura sendiri tampak membatu ditengah menundukan kepala, berusaha menyembunyikan wajah dari sang Boss.

"Selamat pagi Tuan."

Naruto mendapat sapaan ramah dari pegawai nya, dan ia balas dengan senyum khas. Namun anehnya, ia merasa tidak puas akan sesuatu. Ada yang janggal. Ia pun memilih berhenti sebentar.

"Nona Haruno?"

Sakura tersentak kaget, membuat heran orang disekitarnya termasuk Naruto.

"Y-ya...?"

"Ada yang salah dengan saya?"

Perempuan itu kelaban. "O-oh, tidak a-ada yang salah hehehe." Kalimatnya berakhir dengan tawa canggung.

Kerut di dahi Naruto menebal— tertanda heran. "Sungguh?" Sekali lagi ia bertanya untuk memastikan.

Desakan itu membuat Sakura bertambah gugup. "Ah, maaf. Saya ke toilet dulu." Tak mendengar persetujuan apa-apa, ia lantas beranjak dan bergegas melarikan diri.

Lenyap begitu saja dari depan mata Naruto.

Tingkahnya aneh. Naruto ingin tahu pasti pasal yang membuat Sakura berperilaku tak wajar terhadap dirinya.

x X x

"Hey Kiba!"

Panggilan itu sontak saja menahan langkah kaki Kiba. "Hm, ada apa Sakura-san?"

Wanita pingkish itu mendekat. "Kau mau ke ruang Tuan Naruto, bukan?" Kiba menjawab dengan anggukan kecil. Ia tersenyum hambar. "...sekalian aku menitipkan berkas ini, masalahnya aku tak bisa berlama-lama karena ada hal penting lain yang akan ku urus. Kau tahu lah, Tuan Naruto pasti meminta penjelasan panjang dariku."

Alasan yang mantap!

Tentu saja Kiba tak menolak. "Baiklah."

Sakura tersenyum puas dengan jawaban itu. "Terimakasih." Tentunya ia tak lupa cara untuk membalas kebaikan, setelah mengucapkan kalimat wajib barusan, ia pun bergegas pergi.

Kiba kembali pada niat awalnya tadi. Mendatangi ruang sang Boss untuk memberi informasi mengenai penjualan hari ini— sekaligus menyerahkan titipan Sakura.

Ceklek!

Tentu saja sebelum masuk meminta izin terlebih dahulu, dan begitu mendapat izin tiada ragu lagi untuk Kiba membuka pintu ruang pribadi itu. Tak lupa setelah buka ditutup kembali.

"Bagaimana hari ini?"

Naruto langsung to the point.

"Penjualan meningkat dratis." Kiba meletakan Ipad ditangannya ke meja. "...kita juga mendapat tawaran iklan dari stasiun telivisi terlaris."

"...kita sudah terlalu banyak mendapat tawaran, kalau mereka mau kita butuh waktu untuk menyelesaikan kerja sama yang masih berlangsung."

Tentu saja itu pilihan tepat. "Bailklah Tuan, akan saya atur semuanya sesuai perintah Anda." Sesudah urusan pertama selesai, saatnya menyampaikan titipan dari teman. "Oh ya, Nona Sakura menitipkan berkas ini padaku." Ia menyerahkan berkas-berkas tersebut kepada sang atasan.

Kening Naruto bertekuk akibat mendapat titipan tersebut. "Kenapa titip?" Nadanya terlontar tidak senang. "...lalu bagaimana memahami data-data ini kalau yang bersangkutan tidak hadir?"

Sepertinya pertanyaan itu tidak pantas diajukan kepada Kiba. "Emmm... Saya kurang mengerti dengan soal ini, Tuan."

Raut kesal terukir jelas di wajah Naruto. "Apa-apaan ini." Ia sekedar bergumam, menghindari Kiba agar tak mendengar kekesalannya.

Namun, jangan fikir Kiba tidak menyadari. Bossnya kesal tak tanggung-tanggung, dan semua itu terlihat jelas dari bentuk dia mengepresikan wajah.

Terang saja Naruto merasa kesal mengingat ini yang kesekian kalinya ia dihindari oleh Sakura. Setelah kemarin di kantin, sekarang dipertempuan penting. Ketahuilah, dirinya sungguh tak suka mendapat perlakuan seperti ini.

Naruto butuh penjelasan atas semua ini.

x X x

Memusingkan sekali. Naruto mengacak rambut frustasi. Sekeras mungkin berusaha namun tetap zonk— tidak ada hasil. Ia tak bisa memahami berkas-berkas dimeja itu. Semua hanya membuat pusing.

Tangan panjang milik lelaki itu meraih gelas keramik beralas piring kecil. Hendak menyeruput isi namun harus tersela manakala cairan hitam di dalamnya sudah habis.

Zonk.

Naruto menghela nafas. Melihat sekitar sejenak, dan ia fikir tak kan ada OB lewat mengingat ini sudah terlalu larut untuk meneruskan pekerjaan, dan mau tak mau ia pun harus bergerak sendiri.

Demi terjaga, Naruto rela-rela saja menghabiskan beberapa gelas kopi hitam. Terlalu banyak berkas-berkas yang harus diselesaikan tanpa harus ditunda-tunda.

Besok semua harus beres, begitu pesannya Minato.

Baru masuk ke dapur, dan siapa sangka masih ada orang beraktifitas di tempat itu. Terang saja Naruto terkejut, apalagi setelah mendapat kepastian bahwa orsng di dalam sana sosok perempuan bertubuh ramping.

Dan...

"Nona Haruno, anda belum pulang?"

Tersentak. Sakura ancap membalikan badan hingga menghadap ke arah Naruto berdiri. "Tu-tuan." Ia tergagap.

Naruto mengernyit heran. Lagi-lagi reaksi yang sama seperti kemarin. "Apa saya terlihat seperti hantu yang menakutkan?" Dirinya melangkah— semakin masuk. "..sampai membuat Anda ketakutan saat melihat saya?"

Sakura merasa canggung. "Emm... Bukan begitu." Entahlah, ia bahkan tidak tahu harus menjawab apa, berkata apa dan bereaksi seperti apa dalam situasi ini.

"Sebenarnya apa yang Anda sembunyikan dari saya?" Naruto tidak kuat diperlakukan seperti ini. Ia butuh penjelasan agar hidupnya dapat dijalani dengan damai tanpa harus berfikir. Cukup memikirkan masalah kantor.

Niat hendak mencari air mineral dibelakang, tak disangka akan berakhir dengan pertemuan tiba-tiba. Sakura menyesal karena tidak menyadari persediaan mineral botol di mejanya habis, sehingga membuatnya terpaksa menelusuri dapur dan membuat dirinya terjebak bersama sang Boss.

Sangat tidak beruntung.

Bagaimana cara menghadapi situasi ini?

Kenapa harus dipertemukan?

Oh Tuhan...

To Be Continue...

.

.

.

Hmmm... Niat mau oneshot aja nih, tp ga jadi deh karna bakal jadi panjang. Ga seru kalau sekali habis, harus penasaran dulu hehe...

Chap 2 (last) segera menyusul. Sekarang masih dalam proses :D

Salam cinta buat NaruSaku :* Pair yg selalu dalam hatiku :*