Ohayou! Konichiwa! Konbawa!
.
Light dataaannggg, kawan-kawan seperjuangan NaruHina Lovers tercinta~ *peluk-peluk semuanya* ^__^b Whooppss~hari apakaaah ini?!
Dozo, Minna-sama!
Rate:
T, awaaasss! Ada yang sedikit "berbahaya" di sini yang gak bakal nyangkut ke rate M~ *menurut Light sih*
Disclaimer:
Mbah Masashi Kishimoto~ terima kasih engkau telah membuat satu scene NaruHina di Naruto yang sangat berarti untuk sumber jadinya fict ini~ *peluk Mbah Masashi Kishimoto*
Warning:
Canon verse, out of character-serious-a little pervert-Naruto. Full of lebayness and gajeness, many more~ *serahkan pada Readers* serta err-pergeseran gaya menulis dan super serius jadi rada nyeleneh. Hehehe~ itu karena pergeseran mood Light juga. Hehehe~ moody!
.
Have a nice read! ^__~
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
.
Dulu, saat matahari bersinar cerah menghangatkan, membagi secercah sinarnya yang merupakan sumber energi terbesar di muka bumi, terangnya mencapai sebuah padang rumput yang teduh akan hijau, yang meriah dengan warna-warna bunga kecil yang bermekaran.
Yang mekar dengan cepat tentu saja, bunga sakura, disusul bunga tulip, bunga mawar, melati, semuanya indah. Saling mengisi di ruang kosong padang bunga itu.
Para bunga yang tumbuh sempurna itu, mempunyai kelopak-kelopak mahkota bunga yang cantik sesuai warnanya masing-masing, harum nektar ataupun madu menarik para kumbang, kupu-kupu dan serangga untuk singgah menghisap apa yang tersaji di dalam bunga.
Tapi di ujung sana, ada sepetak bunga matahari kecil yang tidak juga menebarkan pesona eloknya. Merasa terkucilkan akan kehebatan, kecantikan, dan keindahan bunga-bunga lain.
Bunga itu adalah bunga Matahari.
Merasa rendah, terutama karena melihat bunga Sakura yang mekar itu selalu dinantikan setiap makhluk hidup, terutama saat menginjak musim semi. Jikalau tertiup angin, justru akan semakin indah, kelopaknya berguguran berwarna pink lembut.
Bunga yang lain pun juga begitu. Mereka punya kelebihan masing-masing yang membuat mereka istimewa.
Dan bunga matahari bertanya dalam hati, apa kelebihannya? Hanya ada kelemahan yang terlihat sejauh mata memandangnya. Hanya kuncup yang tak kunjung mekar. Batang yang tak kuat menopang tubuh sang bunga kala angin bertiup.
Sampai pada suatu hari, beberapa tangkai bunga matahari yang berada di sepetak kecil tanah, merasakan hangatnya sinar matahari. Sedikit, tapi sangat berarti dan menjadi pelajaran berharga untuk bunga matahari.
Hari demi hari, telah berlalu. Bunga matahari yang melatih diri dengan keras, kini telah memetik buah perjuangannya yang amat manis. Ia mekar, cerah kuning kelopaknya, membuat yang lain silau akan cantiknya. Harumnya damai. Indahnya tenang.
Mungkin bunga matahari, tidak lebih indah dari bunga yang lain. Tidak lebih harum. Tidak lebih memesona atau memikat.
Tapi ketegaran dan perjuangannya untuk menunjukkan keberadaannyalah, yang membuat matahari di atas sana, ikut tersenyum bahagia dengan bunga-bunga matahari, yang menari terhembus angin.
#~**~#
A 'NaruHina' Naruto fanfiction,
Setangkai Bunga Matahari
By: Light-Sapphire-Chan
#~**~#
Seseorang terduduk dengan mata sayu dari tidurnya, matanya mengerjap-ngerjap, menguap kecil, mencoba menghilangkan sedikit kantuk yang tersisa. Dirasakan "kegawatan" mengganggu nyaman tidurnya, menariknya paksa dari buaian mimpi yang indah.
Tak menghiraukan dengkuran halus dari rekan-rekannya, dia bangkit dari duduknya, berjalan mengendap-ngendap dalam pelan, tidak ingin mengganggu yang lain yang sedang tertidur. Ia tidak begitu memerdulikan sekelilingnya.
Setelah membiasakan matanya dengan kegelapan yang menyelimuti, ia mulai meraba, mencari resleting tenda tempat ia dan teman-temannya tidur malam ini, berlindung dari dinginnya udara di luar.
Tangannya berhasil menemukan resleting tenda, ditariknya resleting ke bawah. Dengan cepat, dinginnya angin malam yang tak bersahabat menyapanya. Membuatnya menggigil sesaat. Lagi pula, karena dinginnya angin, panggilan alam itu semakin menyiksanya untuk menunaikan tugasnya.
Setelah memakai alas kakinya, mengambil asal peralatan ninja, memakai jaketnya, dan keluar dari tenda, orang itu berdiri tegak, dan melakukan sedikit peregangan sambil menguap kecil. Membiarkan air memberatkan pelupuk matanya yang kembali terbawa hawa mengantuk.
Memastikan bahwa resleting tenda telah tertutup, tapi ia bisa masuk kembali, dan semuanya masih lelap, ia mulai melangkah dibantu pencahayaan bulan purnama di atas. Cahaya bulan, tertutupi oleh rimbunnya pepohonan dan lebatnya dedaunan, sinarnya meremang. Tapi cukup untuk matanya yang terlatih, melangkah dalam kegelapan, diiringi suara jangkrik yang bernyanyi untuk malam.
Kakinya melangkah tanpa perintah dari otak, hanya berdasarkan pada langkah yang menjejak di atas dedaunan kering dan ranting patah. Tempat ia melaksanakan 'tugas' tentu saja harus tersembunyi.
Tak lama berjalan seperti zombie yang kelaparan karena kantuk menguasai, dia berhenti di sebuah semak. Melaksanakan panggilan alamnya di situ dengan khidmat.
Lega meliputi, rasa kantuk itu perlahan memudar, bahkan angin malam membuatnya agak lebih segar, sampai ketika telinganya mulai menajam… Didengarnya suara gemiricik air yang tak jauh darinya.
"Air terjun?" gumamnya pada diri sendiri.
Ia berjalan dengan waspada, menyibakkan semak di hadapannya, ada bebatuan terjal di situ yang menolongnya untuk mendekat ke sungai, yang berasal dari air terjun.
Hati-hati ia menuruni bebatuan besar yang di sela-selanya teraliri air yang tidak cukup deras. Entah apa yang membuat hatinya berontak ingin ke air terjun, rasanya semua ini pernah terjadi.
Ia sampai di batuan paling tinggi dan besar. Lalu, sesudah menyeimbangkan diri di atas batu, ia berdiri tegak di atasnya. Kepalanya tertoleh ke kanan, matanya menatap jernih air yang mengalir, menerjang semua yang dilewatinya, terus memandang air terjun yang airnya berkilau indah, tertimpa sinar cahaya bulan yang menggantung di langit malam yang bersih dari pendar sinar bintang.
Seperti permata-permata yang bertumpahan.
Terdengar bunyi kecipak air yang cukup aneh, orang itu mengalihkan pandangannya ke kiri dan…
Persis seperti waktu itu.
Bunyi-bunyi aneh kecipak air yang didengarnya berasal dari gadis itu, gadis yang menari bersama bulir-bulir air. Chakra-nya seolah air itu, menggerakkan butiran-butiran air menjadi serpihan di bawah cahaya bulan. Tangan gadis itu tergerak terulur, dan air yang mengelilinginya mundur, lalu membentuk seperti wadah dengan ujung runcing menjadi lima bagian, lalu menutup perlahan. Menutup gadis itu seiring dengan menarik tangannya ke atas.
Dan ia terpaku karena terpukau di tempat. Air yang jernih tak menghalangi matanya melihat apa yang dilakukan gadis itu.
Air-air seolah menyelendangi sang gadis, berputar-putar dalam kemiringan seperti bumi yang berotasi.
Kepala yang awalnya tertadah menatap bulan, kini tegak menatap ke arah sungai yang mengalir. Ke sebelah selatan. Dan kedua tangannya yang tadi terangkat kini membuka perlahan seolah mempersembahkan sesuatu. Lalu, air-air itupun kembali membuka dengan lima bagian yang melengkung atasnya, seperti kelopak bunga. Kaki kanannya melangkah ke depan, bersilang. Sehingga terbentuklah batang bunga yang seolah terangkat dari air.
Kelopak bunga telah terbuka, lalu dari dalam bunga air itu, sebelah tangan gadis itu terangkat ke atas, dan ia dapat melihat dorongan chakra yang kuat, menarik chakra, sehingga, air menyembur keluar seperti air mancur dari bunga itu.
Seolah gadis itu bagai kupu-kupu cantik yang terkurung dalam bunga, dan ketika sang bunga mekar, ia akan terbang keluar dengan cantiknya, merentangkan sayap indahnya yang terlipat, merasakan bagaimana lembutnya angin dengan terbang di sela indahnya langit malam.
Orang yang terpukau sedaritadi ini pun melangkah menuruni batu, tanpa melepas pandangannya pada sang gadis.
"Konbawa!" sapanya ramah dengan suara kencang.
Air-air itu terjatuh begitu saja. Kembali bercampur dengan kawan-kawannya di aliran sungai. Si gadis terdiam kaku pada posisi berdiri sempurna membelakanginya. Orang itu mempunyai kesempatan untuk mengamati sang gadis lebih lama, tak ada perubahan berarti, selain tubuhnya yang bertambah tinggi dan semakin sintal, juga rambutnya yang bertambah panjang.
Setidaknya menurutnya begitu. "Hei! Kau yang waktu itu kan?! Empat tahun yang lalu?"
Air-air itu mulai menyelubungi sang gadis, dan… Gadis itu kembali berlari.
"Tuuuunggu! Aku tidak bermaksud jahat-wwwwoooaaaa!"
BYYYYUUUURRRR!!!
Akhir yang manis. Terpeleset lagi dari batu, bahkan setelah umurnya enam belas tahun, ia tetap saja ceroboh. Praktis, yang didapatkannya adalah dingin menusuk terasa ngilu dari air yang terus mengalir.
"Uhuuk! Uhuk! Uhuk… T-too-uhuuk! Uhuk…. Blbkbkbk-looonnggg!"
Kepalanya timbul tenggelam dalam sungai-yang sebenarnya dangkal. Hanya saja kehendak di hatinya ingin tahu reaksi gadis itu. Ia sengaja melakukannya… Berharap ada tindakan berarti dari perempuan cantik itu.
Sebelah matanya menangkap gadis itu melakukan beberapa macam gerakan, yang jelas, dalam hitungan detik… Ia sudah terangkat dari air dengan selamat, air tipis yang menyelimutinya melayang di udara, menaikkannya kembali ke batu tempat ia tadi berpijak. Ia terbatuk-batuk sesaat-ini memang benar apa adanya.
Gadis itu datang dengan pijar air menjadi alas kakinya, berdiri tak jauh darinya, dan mengawasinya. Gadis itu membelakangi sinar bulan, menghalangi matanya untuk melihat wajahnya yang-pasti-cantik.
Angin menyelinap di antara mereka dengan kencang, dalam lembutnya yang sukses membuat awan berpindah tempat, perlahan tetapi pasti.
Setelah batuk-batuknya mereda, ia mengangkat wajah, menatap ke gadis itu. Ia merutuk awan dalam hati, sejak kapan awan menutupi bulan?! Mengapa di saat penting genting seperti ini?! Setelah 4 tahun… Setelah EMPAT TAHUN ia TERUS berharap bertemu dengan gadis ini.
"Hmm…"
Mata sang gadis melembut, ia tersenyum menatap pemuda di hadapannya. Ia tenang tersenyum seperti itu, karena ia tahu, pemuda itu takkan mengenalinya, tak akan bisa melihat wajahnya di kegelapan terasa suram seperti ini. Dalam suasana dan situasi yang gelap seperti ini. "Konbawa…"
Suaranya tipis, dan lembut. Merdu tersaput gemericik air yang berjatuhan sunyi. Menidurkan jangkrik yang harusnya melanjutkan nyanyiannya.
Satu kata untuk balasan, dan gadis itu turun ke permukaan air. Membiarkan bundaran air tipis yang membantunya berpijak dan melayang tadi segera bertemu teman-temannya lagi. Setelah mengatur chakra di kaki, gadis itu berlari pergi.
Pemuda tadi terpana. Ia terduduk tanpa mata yang mengedip sama sekali, tangan kanannya naik, terhenti di dada dan meremas baju di atasnya, rasa sakit dan kecewa datang tanpa dimintanya, mulutnya yang semula terkatup rapat, kini membuka, berbisik lirih dalam keheningan yang menguasai.
"Empat tahun, satu kata, dan dia kabur lagi…"
#~**~#
"HUAAAATTTCCHHIIIIMMMM!!!"
"Ewww! Naruto! Jauh-jauh kalau mau bersin dariku dan Akamaru!"
Kiba menarik Akamaru menjauh dari Naruto, yang sejak dari bangun pagi tadi tidak berhenti bersin-bersin. Kalau Naruto kena flu, berarti dia tidak bodoh-sebab kata pepatah lama, orang bodoh tidak bisa kena flu.
Katanya, jika terkena flu tandanya daya tahan tubuh menurun. Tapi kemarin, Naruto yang tidur duluan. Tidak mungkin sekarang lelah, kan?
"Uuuhhh… Haaaaatchiiimm! Sial! Sial! Sial!!" sungut Naruto kesal.
Shino mengerutkan keningnya, "kau kenapa, Naruto? Kesal sekali sepertinya..."
"Eh? Tumben kau peduli padaku…" Tanya Naruto heran.
Shino menggeleng kecil, "entah kenapa, aku merasa… Sudah pernah kejadian. Ah, sudahlah. Toh kita sebentar lagi sampai di Konoha."
Akamaru menyalak, dan Kiba mengangguk-ngangguk. "Aku juga merasakannya! Ah, Naruto… Mengapa kau mendadak bersin-bersin seperti ini?"
Kaki itu berhenti melangkah, matanya menerawang menatap pintu gerbang Konoha yang mulai terlihat. "Sakit-tentu saja."
"Jalan," perintah Shino yang memimpin mereka. Dan keempatnya mulai berjalan pelan-pelan dengan perasaan lega.
Lega karena misi selesai. Ada juga sih yang tidak.
"Jawab lebih jelas, Naruto!" tuntut Kiba.
Naruto menghela napas panjang, "Kemarin aku terbangun saat tengah malam. Dan aku merasa ingin buang air kecil. Aku berjalan begitu saja. Sampai kutemukan tempat yang enak."
"Rasanya aku pernah dengar… Lalu… Kau mendengar ada air terjun, kan?!" tebak Kiba.
Naruto mengangguk murung, "benar…"
"Kau bertemu gadis cantik, kan?! Apa dia yang waktu itu, Naruto?!" tanya Kiba antusias.
"Begitulah… Dan kemarin, saat aku mencoba menyapanya, aku jatuh dari batu."
"Tetap ceroboh, hehehehe!" komentar Kiba sambil terkekeh pelan.
"Aku tenggelam di sungai, tiba-tiba gadis cantik itu yang mempunyai elemen air itu menolongku, menaikkanku ke atas batu tempat awal aku berdiri memandanginya…"
"Lalu? Lalu? Dia berkata sesuatu padamu?"
"Hm. Ia hanya membalas sapaanku… "Konbawa," katanya…"
Kiba tertawa terpingkal-pingkal. "Kau yakin dia memang gadis yang empat tahun kau lihat?! Siapa tahu itu hanya hantuuuuu~ Hiiii!" katanya coba menakut-nakuti Naruto.
"Huh," Naruto mendengus kesal. "Aku yakin. Sayangnya waktu itu ada awan! Aarrgghh! Awan sialan! Coba tidak ada, aku bisa melihat wajah gadis itu!"
"Jangan pernah berkata seperti itu di depan Shikamaru…" Celetuk Shino.
"Memang dia cantik?" tanya Kiba sangsi.
"Aku tidak tahu… Tapi yang pasti yah, Kiba…" Mendadak raut Naruto berubah 180 derajat di banding sebelumnya.
Mata Kiba menyipit dalam kecurigaan yang dalam, Naruto mendekat dan berbisik pada Kiba. Seketika mata pemuda pecinta anjing ini terbelalak, ketidakpercayaan terlukis di matanya.
Naruto menepuk-nepuk bahu Kiba, lalu tertawa mencurigakan. Dan berjalan enjoy, beban di tas punggungnya seolah tak lagi terasa.
Kiba yang sempat berdiri terpaku, kini berlari mengejar Naruto dan berteriak heboh. "NARUTOOO~~ kayak siapa? Seperti apa? Berapa uku-"
Naruto membekap Kiba, "Syuuuutt! Jangan bicara di sini, bodoh!" Kiba melepaskan diri dan memelototi Naruto, "pokoknya… Sukses membuatku mimisan."
Naruto melenggang pergi, menghampiri Shino dan Hinata yang sedang berbincang-bincang dengan Kotetsu dan Izumo.
"Ada apa?" tanya Naruto heran.
Kotetsu menghembuska napas, jadi harus menjelaskan dua kali. "Begini, Naruto, Kiba, hari ini tidak ada laporan misi. Melapor besok saja. Begitu perintah Tsunade-sama, dan kalian… Shinobi-Shinobi tingkatan Jounin-Chuunin dan Kunoichi seperti kalian, ditunggu Tsunade-sama dan Shizune-san, di padang bunga Konoha."
"Hah? Padang bunga? Sejak kapan Konoha punya padang bunga? Aku baru mendengarnya…" Kerutan muncul di kening Naruto.
"Kami juga baru mengetahuinya pagi tadi, tapi katanya, Tsunade-sama diberitahu Kunoichi seperti Sakura dan Shizune-san," jawab Izumo.
"Cepat! Pergi ke padang bunga! Penjagaan Konoha diserahkan pada Anbu," Kotetsu mengibas-ngibaskan tangannya seolah menyuruh mereka pergi.
"Di mana padang bunganya? Kami kan tidak tahu…" Naruto memasang wajah tanpa dosa.
"Ano…" Hinata yang dari tadi tak bersuara, kini mengeluarkan suaranya.
Kerutan di kening Naruto semakin jelas terlihat.
"A-aku, tahu… D-dimana padangnya…" Sama seperti biasa, terbata-bata.
Padahal Naruto, berharap banyak pada suara tadi.
"Kalau begitu, Hinata saja yang menunjukkan jalannya! Ya kan, Hinata?" tanya Naruto mencoba ramah seperti biasa, terdengar basa-basi menurut yang lain.
Karena sebenarnya dalam hati, ia takut dibenci olehnya. Sebab gadis di hadapannya selalu terlihat takut dan selalu menjauh darinya.
"Iya…" Jawaban Hinata membuat Naruto mengangkat kepalanya, "ikut denganku…" Dan Hinata berbalik pergi.
Kiba dan Shino melangkah bersama Hinata, mereka sudah biasa melihat Hinata yang bagaimanapun juga. Yang sering gugup dan gagap, ataupun biasa saja seperti sekarang.
Tapi Naruto tidak tahu itu. Dan rasanya tadi… Ah, sudahlah, mungkin hanya perasaanku saja. Pikir Naruto dalam hati.
Hinata yang berjalan di depan, tersenyum tanpa arah yang jelas, tidak diketahui senyumnya untuk apa. Yang jelas, senyum yang menghias wajahnya saat ini adalah sebuah kelegaan. Bukan karena misi selesai.
Semua itu disebabkan saat ia berkata pada Naruto tadi, ia tidak tergagap seperti biasanya.
Lebih banyak, itu membuat Naruto terpana. Kata hatinya mulai berbisik-bisik.
Terbersit perasaan aneh yang membuat jantung berdebar, kata menguap, tubuh melemas, tawa canggung dan salah tingkah yang bodoh, hanya karena berada di dekatnya.
Tidak dalam arti persahabatan. Bukan dalam makna keluarga.
#~**~#
Walaupun musim panas tidak semarak akan warna pink lembut nan indah seperti musim semi, setidaknya, hijau dan teduhnya hutan, sudah membuat semua yang bernaung di bawahnya menerima keteduhan secara cuma-cuma.
Naruto berdecak kagum atas apa yang ia lihat. Tidak hanya dirinya, semua yang pertama kali melihatnya pun pasti terpesona gara-gara pemandangan di bunga ini. Penuh warna dan harum.
Sejauh mata memandang, hanya ada bunga, yang berdiri tegak karena angin tak berhembus sama sekali. Mungkin karena ada banyak orang yang datang ke padang rumput yang biasa dilewatinya.
Di sini, para Kunoichi sudah menggelar tikar di rumput hijau, tanpa menginjak bunga, dan terlindung dari sinar matahari karena rindangnya pohon yang menutupi. Rupanya para Kunoichi di bawah Tsunade sudah mengadakan acara "freetalk" dengan asyiknya.
Ada juga sih yang bikin acara di atas acara, misalnya, yang sibuk kasih coklat…
Coklat?
Naruto menyipitkan matanya. Baru sadar ia, semua serba pink atau merah hati. Ada apa sih? Dan apa yang identik dengan coklat…? Biarkan Naruto mengingat sebentar.
"Narutooooo! Kemariiiii!"
Naruto menoleh, lalu melambai dan berlari mendekat ke tempat di mana para wanita duduk di situ. Naruto berdiri di depan Tsunade yang kini duduk menghadapnya.
"Ini untukmu…" Kata Tsunade sambil menyerahkan bungkusan dengan kotak berwarna biru langit. Polos, tanpa hiasan apapun.
Shizune dan Sakura mendekat, "ini untukmu juga… Naruto!"
Dan banyak di antara mereka yang memberi Naruto coklat, sukses membuat Naruto teringat, bahwa hari ini hari kasih sayang. Dan coklat ini tanda persahabatan. Tidak lebih.
"Satu, dua… Hmm… Lima coklat! Huwaaaa~ hari ini hari Valentine toh…" Naruto memasukkan semua coklat itu ke dalam tas punggungnya.
Naruto celingak-celinguk, ia tak berkawan di sini. Semua teman-temannya sedang bermain monopoli di bawah pohon rindang yang tak terlalu jauh dari tempat para Kunoichi menggelar acara mereka, bukan Naruto tidak mau ikut. Hanya saja ia pasti dibodoh-bodohi terus saat bermain.
Dan ia membenci itu.
Memanyunkan bibirnya, Naruto yang mencibir berjalan masuk di antara bunga-bunga yang tingginya tidak melebihinya. Membiarkan matanya seolah dicuci karena keindahan kecil dari kecantikan para bunga.
Apa itu?! Sesuatu berlari-lari pelan di sela-sela bunga tulip kuning.
Kelinci! Warna putih, dan matanya merah! Lucu dan imut sekali!
Sebuah senyum menghias wajah Naruto, dan sang Jinchuuriki Kyuubi berjongkok, lalu sebelah tangan kanannya menarik resleting terdekat yang tercapai di tasnya, tanpa harus menurunkan tasnya.
Dapat. Sebuah bungkus coklat.
Naruto tersenyum lebar, ia membuka bungkusan coklat berlapis permen warna-warni, sisanya, ia simpan di kantong jaket, sementara sebagian di tangan kanannya terulur. Berisi permen-permen coklat itu.
Dan sang Kelinci gemuk yang berbulu putih halus menyadari keberadaannya, mata merahnya menatap Naruto. Seakan mempertanyakannya.
"Sssssyuuut… Kelinci… Kelinci… Tch, ck, ck, ck! Main yuuuk~"
Apa sih yang Naruto lakukan? Hal yang cukup aneh kalau tidak bisa dibilang ajaib.
Naruto yang masih berjongkok, perlahan berjalan pelan-pelan mendekati kelinci, niatnya sih, menawari si kelinci coklat di tangannya.
Yang tidak wajarnya pula, sang kelinci tidak menjauh saat Naruto mendekat padanya. Naruto masih mencoba 'merayu' kelinci itu untuk menghampirinya.
Wah! Ada kelinci lain! Tapi warnanya hitam! Jauh berbeda dengan yang sekarang di hadapan Naruto.
Seolah yang ditunggu sudah datang, kedua kelinci itu melompat-lompat dengan lucu menjauhi Naruto. Seperti kucing saja.
Naruto merayap di tanah dalam upaya mendekati mereka.
Satu hal yang bisa disimpulkan dari kegiatan bodoh ini.
Naruto kurang kerjaan.
"Aoi~! Soraaaa~!"
Suara seseorang itu tidak membuat Naruto berhenti merayap mengejar kedua kelinci gembul bertelinga panjang itu.
Naruto sudah keluar dari rimbunnya bunga-bunga tulip, kini ia merayap di rerumputan yang hangat karena sinar matahari. Tangannya yang masih menggenggam permen-permen coklat terulur… Dan dapat!
Ia berhasil mendapatkan kelinci berwarna hitam. Naruto tertawa senang, "akhirnyaaa… Aku berhasil mendapatkannya!"
Naruto duduk bersila, dimasukkannya coklat-coklat ke dalam kantong jaket-tidak peduli itu akan mengotori jaketnya. Sang kelinci hitam tersebut awalnya menggeliat seolah menyatakan protes saat Naruto menarik buntutnya agak kasar. Tapi setelah Naruto mendekapnya, dan mengelus pelan bulu-bulunya yang panjang dan lembut, kelinci itu mulai tampak tenang. Bahkan kelihatan menikmati elusannya.
"Aooiiii~!"
Suara itu kini dekat dengannya, dan tahu-tahu, kelinci hitam itu melompat dari dekapan Naruto.
"Aaaah! Dia lepas!" Naruto hendak bangun dari duduknya, ketika mata biru sapphire-nya melihat ke arah mana si kelinci berlari.
Kelinci itu berlari ke arah seseorang yang berjongkok di hadapannya, dan orang itu mendekap kelinci hitam… Ah! Ada juga kelinci putih itu! Kedua kelinci tersebut di dekap sayang oleh seseorang…
Naruto mengerjap-ngerjapkan matanya. Kedua kelinci itu… Ada dalam pelukan dia!
Firasat ini… Kembali menghampirinya.
#~**~#
To be continued
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
.
HAPPY NARUHINA'S FLUFFY DAY!!! *ledakin confetti sambil jejingkrakkan*
Haduh, Light mohon maaaaff yang sebesar-besarnya, kalau fict ini SANGAT gaje, abal, banyak kesalahan. 'cause this fict, fresh from the oven. Setelah ujian dan pindah rumah yang sangat melelahkan… Light berjuang ngebuat fict ini! Semoga bisa diterima…
Maafkan Light lagi, karena gak bisa bikin fict satu kejadian dengan satu chapter. Itu kelemahan Ligh… Light akan berjuang untuk merubahnya!
NaruHina is the cutest couple ever!
KRISIS FICT NARUHINAAA~~~
Untuk kawan-kawan yang ingin tahu HFNH atau HTNH, silahkan PM beberapa orang NHFF! Oke? Semua siap untuk ditanyai tentang hari-hari NaruHina!
Yang tidak bisa ikut HFNH, silahkan ikuti HTNH. Tapi tidak asal buat fict yah! XD, dengan beberapa pertimbangan… Ada Aturan Main dalam membuat karya, atau sekedarjadi Reviewers.
Ribet? Justru seru. Karena ada tantangan tersendiri… Lagipula, kami tidak ingin menyakiti pihak manapun. Sama seperti Naruto dan Hinata! Ya, nggak? ^__~
Kalau Light ada menyinggung 'orang ketiga' di antara NaruHina, silahkan hukum Light! *pasrah* terserah hukumannya apa…
Light kira-kira akan update lagi, tepat di hari H! Doa'in yah supaya Light bisa OL…
Terima kasih waktunya untuk menyempatkan membaca! Kritik dan sarannya ditunggu!
Sweet smile,
Light-Sapphire-Chan
.
To All Lovely Senpai who loves NaruHina~: jangan hiatus yah! Atau, balik lagi dong ke NH FFi! Kita RnR sama-sama… Saling timbalbalik di NaruHina! Oke?! ^__~
