Naruto Masashi Kishimoto
Genre: Family/Friendship/Drama/Hurt
Rated: T or T
Main Cast: Hyuga Hinata and Hyuuga Neji
.
.
Under Twilight YnK
.
.
Parte 1
.
Pertengahan musim semi sakura masih mekar. Semerbak aroma merajai sepanjang jalan. Hembusan angin menggoyangkan dahan. Dan kurasa belum waktunya untuk mereka berguguran.
Jalanan terlihat berwarna, bintik merah muda memayoritasi area. Suhu hangat serta langit cerah di penghujung sore menarik minatku untuk berjalan-jalan. Ah, segarnya. Setelah sekian lama aku mendekam memulihkan diri akhirnya bisa juga kutatapi bangunan menjulang. Suasana ramai seperti biasanya, orang-orang berlalu lalang, masuk kedai lalu keluar lagi, atau ibu-ibu yang membawa sekeresek belanjaan masih berdiri menunggui sang anak membeli mainan.
Sesekali mereka yang menyapaku diperjalanan aku sapa balik. Aku berjalan lurus saja, ada suatu tempat yang ingin kukunjungi setelah absen lama. Mungkin aku harus mampir dulu ke toko Yamanaka-san, membeli bunga satu ikat. Semoga uangku masih cukup.
Ada banyak bangunan baru yang belum kuingat, setelah aku amati lebih lama ternyata desaku sudah banyak berubah. Aku tersenyum kecut. Ternyata hanya aku yang bergeming diperputaran bumi.
Kupercepat langkahku, Toko Bunga Yamanaka ada di depan sana. Sepertinya sedang ramai, aku jadi ragu untuk ikut mengantri ria. Ah, sifat pesimisku ini benar-benar merepotkan. Perlahan-lahan aku mundur sambil menatap keramaian namun tiba-tiba aku teringat perkataannya, 'Aku ingin melihatmu optimis. Melangkah maju. Jangan malu. Hinata, aku ingin kau menjadi yang lebih baik. ', seketika itu langsung berbunyi hatiku, 'Ya Tuhan aku rindu Dia.'
Berbekal semangat aku ikut berdesak-desakkan dengan ibu-ibu. Ah, ada diskon besar-besaran ternyata, pantas saja mereka mengerubungi Toko Bunga Yamanaka-san bak semut rebutan gula. Kebanyakan dari mereka membeli bunga yang sama denganku, mawar putih, meskipun yang didiskon bunga sebelah. Begitu kuambil, segera saja kubawa ke kasir.
Anehnya, sewaktu kuserahkan bunga ke kasir, orang itu memanggil Si Pemilik Toko yang tengah memotong tangkai bunga tulip dan mengabaikan aku yang melihatnya bingung. Aku baru sadar ketika melihat Ino Yamanaka yang tergopoh-gopoh ke arahku. Dia memelukku tiba-tiba membuatku mundur beberapa langkah serta menatapnya bingung.
"Hi-hinata? " ujarnya. Matanya memerah menahan tangis.
Sebenarnya kenapa Yamanaka-san jadi begini? Aku tersenyum kikuk dan menunduk begitu mendapati seluruh atensi menyorot kami.
"Hai Yamanaka-san. " Aku melambaikan tangan sambil tersenyum manis. Mata Yamanaka-san merah seperti mau menangis. Namun...
...Yamanaka-san benar-benar menangis setelah mengamatiku.
Aku mencoba bersikap biasa. Tatapan mata Yamanaka-san sangat menyelidik sebelumnya, apa aku terlihat memprihatinkan? Yah, meskipun tidak kumungkiri kalau berat badanku anjlok drastis. Aku menghela napas dan tersenyum ke arahnya, mungkin itu penyebabnya. Tidak tahu lagi harus berbuat apa saat Yamanaka-san memelukku lagi dan kurasakan tubuhnya bergetar mengontrol tangis. Aku mengelus punggungnya berharap Yamanaka-san mau berhenti. Ayolah, aku malu. Mereka memandangiku intens.
"Kau itu kenapa? Ja-jangan begini. Banyak yang melihat. "
Yamanaka-san menggeleng di bahuku. Aku melirik si kasir, bertanya menggunakan mata namun dia hanya menggeleng dan mengangguk-ngangguk padahal aku sendiri kurang paham maksudnya apa.
Gemetar tubuh Yamanaka-san mereda, sambil mengucek mata ia menatapku. "Maaf, aku spontan memelukmu. Hinata, bagaimana kabarmu? " Namun pandanganya jatuh ke bawah saat ia menanyaiku.
Ah, kabar yah? Setelah sekian lama...
"Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir. "
"Bohong! Kau pasti bohong! Mana mungkin kau baik-baik saja setelah-"
Dia hendak mengatakanya. Aku terdiam, saat Yamanaka-san melihatku mematung dia buru-buru bungkam.
Aku berbohong? Yang benar saja, meskipun aku memang bohong. Memangnya apalagi yang harus aku ucapkan selain kebohongan? Aku tidak mungkin jujur! Apa aku harus bilang kalau aku sekarat? Hampir gila? Atau usaha bunuh diriku kemarin-kemarin lalu?
Aku tahu suasana jadi canggung. Begitu aku bayar bunga itu, aku pamit dan pergi. Yamanaka-san, pembicaraan itu masih mengganggu dipikiranku, asal kau tahu. Itu hal tabu sekarang. Aku tidak berniat mengingatnya. Aku takut jerih payahku selama ini hancur tak berbentuk.
Aku melambaikan tangan meskipun di sana Yamanaka-san pasif karena banjir air mata. Ia mencoba tersenyum dan mengantarku di ambang pintu.
Hari pertama aku keluar sudah begini berat. Aku memandangi awan kemudian menghela napas. Bukan ini yang kumau.
Area pemakaman keluarga mencuat. Ah, aku terhenti sejenak. Kutatapi gerbang dengan lama. Satu yang lewat dipikiranku, kenapa di sini kotor? Rumput-rumput tumbuh subur. Sulur-sulur merambati tembok. Kuabaikan.
Aku bergegas masuk. Berjalan berkelok mengikuti arah. Kemudian aku berlari tanpa sebab dengan perasaan bergemuruh. Pandanganku fokus tak fokus begitu batu nisan 'itu' terlihat. Tungkaiku melemas dan aku jatuh terduduk. Seketika air mataku turun deras, pelan-pelan kuletakan seikat mawar putih yang tadi kubeli di Toko Bunga Yamanaka-san. Tanpa pikir panjang kupeluk erat gundukan tanah tempat raga seseorang bersemayam seolah-olah itu adalah Dia.
"Neji... "
.
.
W/N: Ah... Saya ingin membuat cerita ini sejak lama. Rasanya sakit saat mengingat.
Saya penulis baru, mohon dikoreksi. Saya senang jika kalian mau memberikan saran dan kritik yang membangun :)
Salam sayang,
Yoshiro no Yukki
