Hetalia Axis Powers © Hidekaz Himaruya

Warning: mention of kissing, AU, Human Name, OoC, mis/typos

No profit gained

A tradefic for crystallized cherry

Enjoy u_u

-oOo-

#1 – Growing

Bella merupakan pribadi yang ceria. Seorang gadis yang kerap mengembangkan senyum, dengan dua emerald yang menatap penuh binar seakan energi seluruh dunia tersimpan di sana. Sikap yang seceria nada kalimat yang sering ia gunakan. Bahkan ketika hati itu merasa sedih, akan berusaha ia simpan seakan tak mau menularkan perasaan yang sama pada orang yang mengetahuinya.

Namun sore itu, saat ia dan Antonio Carriedo menghabiskan makan siang berdua di apartemen pemuda itu, setelah beberapa menit bercanda dan saling lempar cairan jus dari sedotan dan tawa yang saling terlontar di antara mereka berdua, ketika tawa mereda dan kesunyian menyapa, Antonio menuangkan saus tomat dan membentuk kalimat di satu telapak tangan Bella. Pandangan lembut penuh harap sepasang emerald pemuda itu bersibobrok dengan tatapan terkejut dan ragu emerald Bella, dan ketika senyum kecil di wajah kecoklatan itu tampak kontras dengan mulut Bella yang sedikit ternganga, Bella merasakan hidupnya lebih indah. Lebih sempurna.

Ia akan menjadi pribadi yang lebih ceria. Lebih banyak tertawa. Dengan lebih banyak binar di matanya yang memandang tiap aspek di hidupnya seakan lebih berwarna.

Bagaimana tidak?

Antonio, sahabatnya, cinta pertamanya, menuangkan saus tomat di telapak tangan Bella dan membentuk kalimat sederhana namun indah.

Aku mencintaimu.

#1 – Judgement

"Bisakah kau percaya itu? Saat mendengarnya, kupikir aku tengah bermimpi atau apa!"

"Kau bohong, 'kan? M-Maksudmu…. Bella? Senior Bella yang rambut pirang? Adik dari Senior Lars?"

"Uh-huh."

"Dengan Senior Antonio? Antonio Carriedo."

"Duh. Sudah kubilang, 'kan?"

"Bagaimana mungkin? Maksudku… Senior Bella yang merupakan mahasiswi teladan… bersama dengan cowok pengacau anggota dari Trio Bad Touch—sahabat karib Senior Francis dan Senior Gilbert…"

"Wow. Memang. Wow."

"Ini pasti lelucon."

Bella berjalan dengan tatapan sedikit menurun. Koridor fakultas yang harusnya pendek untuk ia tempuh menuju kelasnya, menjadi terasa bagai bermil-mil panjangnya. Tak peduli ia berusaha menulikan telinga, namun suara para manusia lain di sepanjang koridor itu tetap terdengar jua. Mungkin niat mereka berbisik, tapi suara mereka tidaklah terlalu kecil untuk tidak mampu Bella dengar tiap kalimatnya.

Sudah seminggu seperti ini. Sudah seminggu ia mendengar kabar, bisikan, dan obrolan ini. Topik yang sama. Perbincangan yang seakan mengalahkan hangatnya Arthur yang baru saja dilantik menjadi Ketua perserikatan mahasiswa universitas mereka, untuk kedua kalinya.

Bella, gadis paling teladan dan taat aturan, berpacaran dengan Antonio Carriedo. seorang mahasiswa yang bahkan telah mendapat detensi untuk ketiga kalinya selama dua bulan ini.

Bagai langit dan bumi, mereka bilang. Sama sekali tidak cocok, mereka pikir. Antonio kelewat beruntung dan Bella yang ketiban sial, mereka putuskan.

Padahal apa hak mereka berbicara demikian.

Orang-orang kurang kerjaan itu… Mengapa tak bisa diam dan urusi hidup mereka sendiri?

#3 – Brother

Bella kira hanya dari teman-temannya saja ucapan dan penilaian miring itu ia dengar mengenai ia dan Antonio. Tetapi, entah mengapa ia tidak begitu terkejut ketika Lars, sang Kakak, juga termasuk dari orang-orang yang memandang hubungannya dan Antonio adalah lelucon yang sebaiknya segera diakhiri saja.

Lars sudah lama tidak akur dengan Antonio—senantiasa menganggap bahkan eksistensi Antonio adalah hal yang patut disesali. Sebelumnya Lars kerap mengingatkan, bahkan memerintah Bella untuk menjaga jarak dengan pemuda berkulit tersengat matahari. Namun kini, konfrontasi dan larangan Lars semakin kuat dan meningkat lagi.

Banyak sekali yang ia ucapkan.

"Dia hanya akan membawa pengaruh buruk untukmu." Atau,

"Lihat saja, teman-temannya para pengacau semua. Apa yang kau harapkan dari laki-laki seperti dia?" atau,

"Bagaimana jika dia melukaimu? Kau tahu, Antonio bisa berubah menjadi sangat kejam. Ingat dengan dia yang pernah mematahkan tulang hidung dan tangan satu pemuda lain saat perkelahian di kampus musim panas lalu?" atau,

"Dia gay dengan Lovino. Aku yakin, Bella."

Namun Bella menutup telinga. Awalnya mungkin ia cukup tersakiti dengan ucapan Lars, namun entah sejak kapan ia terbiasa. Karena bukan hanya Lars ucapan serupa ia dengar. Bukan hanya sekali sehari ia dapat.

Antonio memang kerap membawa kekacauan di kampus mereka, tapi bagaimana jika dialah pilihan Bella dari sekian banyak pemuda lain yang memandangnya? Antonio mungkin memang membawa pengaruh buruk, tetapi harus bagaimana lagi jika Bella merasa bahwa tangan mereka seakan tercipta untuk satu sama lain saat saling menggenggam? Antonio mungkin bisa menjadi berbahaya, namun toh Bella justru merasa aman bahkan hanya jika pemuda itu menatap kedua matanya saja.

Jadi Bella tak hiraukan semuanya. Jadi Bella singkirkan semua keraguannya.

"Apalah arti ucapan mereka, jika aku sudah yakin bahwa hanya kau yang berhak memiliki hati ini, Antonio," bisik Bella sembari tersenyum geli dan menempelkan dahi mereka berdua, ketika ia berada di apartemen pemuda itu Minggu siang hari.

Antonio membalas senyumnya, dengan lebih lebar, "Hatiku juga milikmu. Aku mencintaimu." Satu kecupan singkat di bibir Bella.

"Aku mencintaimu lebih dahulu," satu pagutan singkat balasan dari Bella.

"Aku dahulu."

"Aku dahulu," tawa kecil Bella terdengar dan ia semakin mengeratkan pelukannya di sekitar pundak kekasihnya.

Antonio membalas tawanya.

Ah, jika ia bisa merasa demikian bahagia, jika dua emerald Antonio senantiasa membiaskan jutaan warna tiap ia memandangnya, jika tawa pemuda itu saja cukup membuat Bella lupa sejenak pada semua hal buruk yang ia dapat….

Mengapa ia harus mendengarkan ucapan sepihak orang lain mengenai mereka?

#4 – Past

Sama sekali tidak menyangka Bella jika di suatu hari musim gugur, ketika ia berjalan pulang dari kampus bersama dengan Antonio, ia akan mendengar teriakan "Bella!" yang saat ia menoleh, berasal dari seorang pemuda berhelai pirang yang terakhir kali ia jumpai adalah dua tahun yang silam.

Mathias Kohler—mantan kekasihnya.

Terkejut, tentu. Tidak menyangka jika pemuda berkebangsaan Denmark tengah berada di depannya, ketika dua tahun silam ia bilang ia pindah tempat tinggal ke negeri tempat ia dilahirkan. Tidak banyak yang berubah darinya. Tetap berhelai pirang, tetap bermata sejernih samudra yang dalam. Senyum lebarnya yang khas, dan sikap serta nada suaranya yang tidak pernah menggambarkan kesedihan.

Hanya perbincangan sekilas yang terjadi. Menanyakan kabar dan bagaimana Mathias berada di sana. Bertukar nomor telepon sekedar untuk menjaga komunikasi dan tali pertemanan sekalipun Bella yakin bahwa perasaan yang dahulu benar-benar tidak lagi bersisa.

Sepanjang sisa perjalanan ke apartemen Bella, gadis itu melirik ke arah Antonio. Tidak ada perubahan ekspresi pemuda itu. Masih Antonio yang ceria, bahkan pemuda itu masih menceritakan dengan semangat beberapa ulah yang telah ia lakukan dengan Gilbert di kampus hari itu. Tidak ada tatapan marah. Tidak ada nada suara kesal, alih-alih curiga.

"Apa tak apa?" tanya Bella tanpa mampu mencegah mulutnya untuk bersuara. Ia mendongak, menatap ke arah Antonio yang seketika menoleh dan membalas pandangannya dengan heran.

"Apanya?"

"Mathias. Dia mantan kekasihku."

Antonio mengangguk, "Lantas?"

Mengalihkan pandang, pipi Bella terasa memanas, "A-Aku pikir kau akan…"

"Cemburu?" Antonio menyelesaikan kalimatnya, lantas tertawa lirih dan mengacak puncak kepala gadisnya, "Beneran deh, untuk apa? Dia kan hanya masa lalumu, dan yang penting 'kan sekarang kau adalah milikku."

Bella menanggapinya dengan tersenyum, lantas berjinjit dan mencium singkat sebelah pipi pemudanya, "Aku mencintaimu."

Antonio merangkul pundaknya, "Aku tahu."

#5 – Learn

Banyak hal yang telah Bella tahu, alami, dan lihat semenjak ia bersama dengan Antonio. Dan sebaliknya, banyak pula hal yang ia tunjukkan dan beritahu kepada pemuda tersebut. Memaksa Antonio untuk belajar dan menuntaskan tugas kuliah—yang awalnya dilakukan dengan enggan oleh Antonio, namun akhirnya menjadi salah satu kebiasaan rutin pemuda itu. Semakin sedikit keributan dan kekacauan yang dibuat oleh pemuda itu, namun bukan berarti renggang ikatan persahabatannya dengan Francis dan Gilbert.

Pun dengan Bella—kebut-kebutan di jalanan lengang di pertengahan malam menyusuri beberapa blok telah beberapa kali ia lakukan. Turut andil dalam usaha Bad Touch trio meletakkan tikus mainan karet di laci meja salah satu dosen yang terkenal paling menyebalkan di kampus—dan tertawa puas bersama yang lain saat Dosen wanita itu berteriak dengan wajah pusat pasi dan naik ke kursinya. Bahunya yang semula putih mulus tanpa cela, kini harus tergambar oleh tato satu sayap malaikat berwarna gelap—yang mana satu sayap yang menjadi pasangannya, tertoreh di pundak Antonio, kekasihnya.

Banyak hal baru yang ia pelajari. Banyak hal menyenangkan yang ia alami. Selama bersama Antonio, Bella hampir tidak ingat ada kenangan buruk, hal yang tak menyenangkan, atau kesedihan yang pernah didapatkannya.

Hanya bahagia. Hanya rasa hangat yang ia tahu di hati dan pikirannya.

Seperti saat ini, ketika ia menyentakkan kedua kakinya di lantai dansa. Kepala berwarna pirang emasnya sesekali bergerak-gerak mengikuti irama lagu yang terputar. Tubuhnya menari—entah gerakan apa ia tidak peduli, toh pertama kali ini juga ia menjejakkan diri di lantai dansa, ah tidak. Pertama kali ini ia memasuki diskotik. Lampu disko di atas kepalanya tampak memburam di pandangannya yang mulai kehilangan fokusnya karena pengaruh alkohol dari hanya beberapa teguk minuman yang diminumnya sebelumnya.

Ya. Ia mabuk. Bella, gadis baik dan teladan, mabuk.

Namun ia tidak peduli. Ia merasa ringan. Merasa begitu tenang dan senang. Adrenalinnya terpacu, merasa sangat antuasias akan hal baru yang sebelum ini belum pernah sekalipun ia tahu. Kenapa tak ia lakukan dari dulu? Kenapa baru sekarang ia mengijinkan dirinya bebas dan lepas seperti burung kecil yang terbang dari sangkar?

Sepasang lengan memeluknya dari belakang. Dagu terletakkan di pundaknya, dan hela napas terasa di sisi lehernya, "Kau mabuk," suara Antonio terdengar cemas, namun stabil terlepas dari berapa gelas alkohol yang telah diminumnya bersama dengan Francis dan Gilbert yang entah saat ini ada di mana.

"Aku bahagia," Bella tertawa, lantas berbalik dan mengalungkan tangannya di sekeliling pundak Antonio.

Kekehan lirih Antonio teredam oleh suara musik yang keras, "Lars benar-benar akan membunuhku jika tahu aku membawamu kesini, huh?"

"Kenapa? Kenapa dia harus membunuh satu-satunya orang yang membuat adiknya bahagia?" Bella menarik Antonio, lantas mengecup sekilas bibir pemuda itu. Bau alkohol terasa kuat dari masing-masing napas keduanya.

"Kurasa dia tidak berpikiran sama," Antonio mengendikkan bahu.

"Jangan memperlakukanku seperti anak kecil juga, Antonio," Bella menekuk dahinya, "Aku sudah 20 tahun. Aku hanya minum satu…. Tidak. Dua gelas. Aku hanya berdansa—bukannya membunuh atau merampok. Sekarang hari Jumat dan besok tidak ada kuliah. Jadi apanya yang salah, huh?"

"Lars pasti akan semakin membenciku," meski demikian, Antonio justru tertawa lirih dan geli.

"Apa bedanya, dia tidak pernah menyukaimu."

"Tidak ada orang yang pernah menyukai pengacau sepertiku."

"Kecuali aku," Bella tertawa lirih, membenamkan jemarinya yang lentik di helai coklat dan tebal itu, "Aku menyukaimu. Apapun tentangmu."

"Termasuk fakta aku pengacau dan anggota Bad Touch Trio?"

"Aku menyukainya."

"Termasuk bahwa aku kemungkinan akan telat lulus tahun depan?"

"Hm," Bella mengangguk, "Termasuk kau yang suka mendengkur keras jika tertidur. Termasuk sikapmu yang selalu berusaha mencari gara-gara dengan Arthur, presiden perserikatan mahasiswa kampus kita, dan termasuk rasa suka berlebihanmu pada novel dan film Twilight."

Antonio tertawa, meski pandangannya bersorot protes, "Hei, yang terakhir itu karena Lovino, tahu?" kepala berhelai coklat itu mendekat, lantas berbisik ke telinga gadisnya, "Agar Lars tak tahu, malam ini menginap di tempatku saja, bagaimana?"

Bella sama sekali tidak ragu untuk bilang 'oke'. Sama sekali tidak perlu berpikir dua kali untuk menyetujui kesempatan untuk bersama dengan Antonio lebih lama lagi. Untuk merasakan pelukan itu lagi, untuk merasakan kehangatan yang terpancar dari dua emerald terdalam yang pernah Bella ketahui.

Mungkin Antonio bukanlah pemuda terbaik yang ada di Bumi ini. Mungkin juga terlalu banyak orang yang memandang sebelah pada mereka. Mencibir hubungan mereka, menilai apa yang mereka rasakan adalah semu sebelum kenyataan buruk yang sebenarnya terpampang di mata mereka. Mungkin tak akan ada yang bisa mengerti, tak akan ada satu orang pun yang memahami.

Bahwa mereka saling mencintai. Bahwa Bella sangat mencintainya hingga tak bisa berpikir adanya esok hari tanpa adanya Antonio di sisinya.

"Persiapkan saja alasan yang bagus untuk Lars saat besok kau mengantarkanku kembali ke rumah," Bella tertawa, lantas memeluk Antonio.

Bahkan dada bidang itu terasa nyaman dan begitu pas untuk kepalanya sandari.

Antonio tertawa, "Tentu. Tentu."

Memejamkan mata dan tersenyum kecil, Bella tahu sejak lama, apapun yang akan terjadi, perasaan mereka untuk satu sama lain akan terjaga dan tetap sama.

Karena cinta yang mereka rasakan adalah urusan, hak, dan anugrah mereka.

end

A/N: #menatapfic :'( Duh ya, Nis, jangan protes, dah gue bilang jangan ekspektasi lebih. Kita sesama pedagang keju, remember? :'(

Last, to all readers, sorry for…. #sigh…. Everything :'( Yang penting aku udah sumbang fic buat salah satu kapal-ku di Hetalia eaaa 3 #mendadakceria

Feedback?

Thanks!