Suhu ruangan diatur panas. Perapian menyala penuh. Perlahan, bulir keringat turun dari pelipis membasahi bantal bulu angsa dengan sarung putih pucat. Malam ini terang bulan—sinar pucat terang menggantung sempurna di atas sana. Bau lilin aroma terapi menguar membuat pening. Ciel bergerak gelisah. Dia berjalan lagi dalam kegelapan. Semata membayang meninggalkan bekas. Teriakkannya hilang dibawa angin.
..
.
.
Incubus
(c) ulil. olala
Kuroshitsuji (c) Toboso Yana
.
.
.
Mimpi buruk selalu datang. Ciel terbelalak ngeri. Ruangan itu terang dan penuh orang mengerumuninya. Cukup sudah, dia sudah tak tahan. Bayangan itu terus ada—menggila setiap malam datang. Mereka membuka jeruji kandang tempat Ciel ditahan. Kemudian menahan tangan kakinya yang memberontak. Ditelanjangi. Lagi. Kejadian itu terus berulang. Ketika cap besi panas melepuh mengenai kulitnya. Dia berteriak lagi—dan semua kembali gelap. Kembali, Ciel berjalan dalam kegelapan.
Dia tersentak. Suhu ruangan kembali panas. Disini gelap—tapi ini kamarnya. Pintunya terbuka dan Sebastian ada di sana. Dengan raut cemas dan serbet ditangan, dia berjalan.
"Tuan Muda? Anda baik-baik saja?"
Ciel masih terengah dengan bulir keringat membasahi pelipisnya. "Tidak ada. Aku hanya mimpi buruk."
Sebastian mendesah lega. Sambil tersenyum, dia hanya berkata, "kalau begitu, apakah ada yang dapat saya lakukan untuk anda?"
Menimbang sejenak, Ciel terdiam tidak menjawab. Sebastian dihadapannya menunggu dengan sabar.
"Sebastian," Ciel berujar pelan. "kecilkan saja perapiannya, dan matikan lilinnya."
Ketika Sebastian baru akan berbalik pergi, sempat ditangkapnya kalimat pelan dari Ciel sendiri.
"Dan tolong buatkan susu hangat." Sebastian tersenyum lagi. "Dengan madu."
Kali ini Sebastian benar pergi. Ciel menunggu sebentar, selang tak lama Sebastian kembali dengan nampan ditangan berisi segelas susu dan madu. Menyeka peluh di dahinya, Ciel menghabiskan susu madunya—dengan Sebastian yang masih tersenyum.
Sebastian berbalik lagi, mengucapkan selamat tidur untuk Ciel dan mohon pamit kembali ke bawah. Langkah kakinya tertahan di depan pintu ketika mendengar suara Ciel berkata, "Sebastian."
Sebastian menengok kembali ke belakang. Ciel masih terduduk di kasur. Wajahnya sayu menahan kantuk. "Tetaplah disini—setidaknya sampai aku tertidur."
Sebastian tidak bisa menahan senyumnya lagi—entah untuk keberapa kalinya malam ini. Sementara Ciel menarik selimutnya dan memejamkan matanya. Ciel merasa yakin, mimpi buruk tidak akan membayanginya kali ini—setidaknya sampai akhir malam habis.
..
FIN
..
.
..
a/n: baru pertama kali maen ke fandom ini orz. Tolong maklumi kesalahan yang mungkin tidak sengaja dibuat ulil. (padahal rencananya ini mau dipublish pas ultah ciel kemaren—tapi apa daya webe menyerang) Sekian dari ulil. olala. Ditunggu reviewnya minna~ /dibabuk/
