Wonwoo Jeon bergegas memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Mingyu sedang gosok gigi di kamar mandi, tapi begitu mendengar keributan yang diciptakan pacarnya ia akhirnya terpaksa keluar.

"Ada apa? Kau berisik sekali."

"Kim Mingyu kau mau ikut pulang kampung, tidak?" Wonwoo masih belum menatap pada Mingyu ketika bertanya—yang entahlah, Mingyu sendiri juga tidak yakin jika Wonwoo sedang bertanya.

"Pulang kemana?"

"Korea, mon amour. Korea!"

Mingyu masih ternganga saat Wonwoo menyerahkan selembar lagi tiket untuknya, "Aku ada pekerjaan disana, sampai satu minggu. Aku harap kau bisa ikut karena aku sudah membujuk Mrs. Ivonne supaya kau juga bisa turut kesana. Kau tidak keberatan kan?"

"Ya bukan begitu, aku hanya…kaget?"

"Simpan saja rasa kagetmu, kita harus bersiap. Pesawat kita berangkat dua jam lagi, sayang."

Mingyu ingat ia belum menyelesaikan gosok giginya.

.

.


maafkan segala kekurangan yang ada dalam fik ini karena pembuatnya hanyalah manusia biasa.

Saya mengingkari janji untuk hiatus, labil ya.

untuk kepentingan cerita, disarankan untuk membaca Your Paris Boy terlebih dahulu, jika tidak bisa membaca bagian lemonnya, silahkan di skip.


.

.

Kim Mingyu, marganya kembali diletakkan di depan nama pemberian orangtuanya. Dan sudah cukup lama Mingyu tidak dipanggil demikian. Wonwoo yang pertama memanggilnya seperti itu, entah maksudnya meledek atau apa, Mingyu tidak keberatan.

Koneksi Wonwoo di Seoul cukup bagus, terbukti begitu mereka sudah keluar bandara, sudah ada taksi yang menjemput keduanya.

Setelah masuk dan duduk dengan nyaman di dalam taksi, Mingyu bertanya, "Selanjutnya kita pergi kemana?"

Wonwoo menguap sebentar, menyandarkan kepalanya ke pundak Mingyu yang sedikit lebih tinggi, "Ke rumah orangtuaku."

"Oh."

Oh?! Mingyu kembali menoleh pada Wonwoo, "Apa?!"

"Apanya yang apa?" Wonwoo berkedip sekali, "Wajar kan kalau aku pulang ke rumah orangtuaku? Nanti kita juga akan ke rumahmu juga kok, kita gantian." Pemuda kurus menyahut dengan begitu santai—dan itu sempat membuat Mingyu malu sendiri. Apa cuma dia yang merasa gugup untuk bertemu orangtua Wonwoo?

Mingyu yang masih tetap diam membuat Wonwoo penasaran, "Apa yang kau pikirkan? Masalah tentang kita?"

"Tepatnya, ya." Mingyu membuang nafas.

Wonwoo tersenyum geli, "Tenanglah, orangtuaku tidak tahu kalau aku punya pacar lelaki." —tepatnya belum tahu.

Mingyu tahu Pak Supir di depan sedang mendengarkan mereka bicara dan Mingyu berdeham. "Oke, jadi sekarang kita ke rumahmu? Apa kita menginap disana?"

"Tidak lah. Sebelum pergi ke Perancis apa kau pikir aku tinggal bersama orangtuaku?" Wonwoo menegakkan tubuhnya—berhenti bersandar pada Mingyu. Ia meraih ponselnya yang bergetar di saku mantel dan mengangkat panggilan masuknya, "Oh, halo, Bu? Aku sudah dalam perjalanan menuju rumah… tidak, mungkin dua puluh menit lagi aku sampai."

Mingyu merogoh ponselnya. Melihat Wonwoo yang ditelepon oleh ibunya membuat Mingyu ingat kalau dia belum memberitahu keluarganya tentang kepulangannya ke Korea.

'Aku berada di Korea sekarang, besok aku akan datang ke rumah.'

Pesan singkat itu dikirim tepat saat Wonwoo menutup telepon. Wonwoo menatap Mingyu lalu melirik ponselnya, "Kau baru memberitahu keluargamu?"

"Karena kau sangat mendadak mengajakku dalam perjalanan ini." Mingyu bicara setengah protes, "Aku bahkan tidak sempat memilih pakaian."

"Tapi, aku kan sudah menyiapkannya." Wonwoo mengerlingkan matanya, "No need to worry, caro mio."

"Hmn." Mingyu malas bicara lagi. Wonwoo juga sepertinya tidak berniat meneruskan pembicaraan lebih jauh—akhirnya memikirkan Pak Supir taksi yang pasti mencuri dengar pembicaraan mereka. Wonwoo lupa mereka di Seoul, bukan Paris. Tapi, meski begitu, Wonwoo merapatkan mantel dan kembali bersandar ke pundak Mingyu.

Sebenarnya ini benar, mereka perlu beberapa kali waktu seperti ini—dimana Mingyu lepas dari urusan kafe dan Wonwoo ambil kesempatan untuk ijin berlibur kemudian mereka liburan ke tempat yang tenang dan hanya mereka berdua. Wonwoo meringis, dia mengajak Mingyu kembali ke Korea, ia berpikir mereka akan bisa mengabiskan waktu berdua, tapi kemudian Wonwoo ingat bahwa disini ia harus bekerja.

Mereka sampai di rumah mewah berlantai tiga, Wonwoo dengan enggan berhenti bersandar pada Mingyu dan mengajak pemuda yang lebih tinggi untuk turun sambil mengatakan, "Cuma sebentar."

"Ini rumahku." Wonwoo berkata pada Mingyu.

"Sudah kuduga kau dari keluarga kaya raya." Mingyu berkomentar sementara mereka berjalan mendekat ke pintu rumah yang terbuat dari kayu berukiran rumit.

"Berlebihan." Wonwoo menyahut. Pemuda kurus membunyikan bel beberapa kali sampai kemudian seseorang membukakan pintu rumah.

"Ma sweetie Wonwoo baby~"

"Aku pulang, Bu." Wonwoo tersenyum tipis lalu memeluk ibunya.

Mingyu masih diam, memandangi Wonwoo dan ibunya. Nyaris melongo.

Nyonya Jeon yang sepertinya menyadari keberadaan Mingyu—yang nyaris melongo—akhirnya bertanya, "Wonwoo-ya, siapa dia?"

"Oh iya." Wonwoo melepas pelukan ibunya, "Dia Kim Mingyu, Bu." pacarku— "—temanku selama di Paris."

Nyonya Jeon yang mengenakan setelah celana pendek setengah paha dan sweater panjang longgar melirik pada Mingyu, dan Mingyu sedikit mengerti kenapa Wonwoo bisa sangat menyukai busana yang sama untuk bersantai di rumah. Lagipula, dari wajah mereka juga mirip. Jeon Wonwoo memang dibesarkan di lingkungan high class, fashionist, modern. Kekinian.

"Apa pekerjaanmu di Paris, Mingyu-goon?" tanya Nyonya Jeon. Tanpa basa-basi, membuat Wonwoo menyenggol lengan ibunya, merasa ibunya lancang karena langsung menanyakan pekerjaan.

"Aku cuma punya bisnis kecil disana, Nyonya." Sungguh, Nyonya Jeon adalah calon ibu mertua super selektif.

"Err, jadi pekerjaan Mingyu adalah pattissier, Bu. Dia adalah lulusan terbaik di sekolah dessert yang ia ikuti lalu mendapat kesempatan untuk membuka kafe disana." Wonwoo tersenyum kikuk, "Di Paris maksudku."

"Wah, wah, kenapa bisa kau tinggal bersama anakku?" Nyonya Jeon awalnya bermuka serius hingga Mingyu pikir ia tidak bisa mempertahankan senyumnya lebih lama lagi, "Wonwoo pasti sangat banyak merepotkanmu, hahaha. Cepatlah masuk anak-anakku, aku sudah mulai merasa kedinginan disini."

Wonwoo melirik ke arah Mingyu lalu bicara lagi pada ibunya, "Mungkin kami akan kesini besok lagi, Bu. Aku ingin tidur di apartemenku saja. Sudah berapa lama sejak bangunan itu kutinggalkan?"

Wajah Nyonya Jeon sedikit kecewa, "Oh, kenapa sayangku? Kau tidak rindu pada ibumu, huh?"

"Percayalah kalau aku sangat kangen padamu, Bu. Tapi aku disini untuk bekerja dan apartemenku letaknya lebih dekat dengan tempat pemotretanku." Wonwoo memeluk ibunya kembali, "Kami harus bergegas, Pak Supir sudah menunggu terlalu lama."

"Kau ini selalu saja." Nyonya Jeon menepuk punggung putranya keras-keras, "Katakan pada ibu kau mau makan apa selama disini. Kau sangat kurus."

Wonwoo tertawa, "Pastikan angkat teleponmu jika aku menghubungi."

Mereka selesai berpamitan dan Mingyu membungkuk sopan pada ibu Wonwoo. Mereka masuk ke taksi dan ketika taksi sudah mulai berjalan, Wonwoo masih membalas lambaian tangan ibunya hingga bangunan itu menghilang dari pandangan mata.

"Padahal kalau kau mau menginap di rumahmu tidak apa-apa." Mingyu bicara, membuat perhatian Wonwoo teralih dari pemandangan yang masih searah dengan rumahnya kepada Mingyu, "Kau belum bertemu ayahmu kan?"

Wonwoo tersenyum tipis, "Ayahku sering menginap di kantor. Kupikir dia bahkan tidak tertarik jika aku pulang. Dia tidak pernah suka melihat aku yang menjadi model." Berjeda sebentar, ketika Mingyu terlihat ingin menyahut, Wonwoo cepat-cepat bicara lagi, "Aku jelaskan nanti saja di apartemen."

Mingyu diam. Merasa sedikit tersentil. Tidak banyak tentang Wonwoo yang sudah ia ketahui. Bagaimana latar belakang pemuda kurus itu sampai menjadi model di Paris padahal orangtuanya kaya raya. Ibunya terlihat mendukung karirnya, lalu kenapa ayahnya tidak suka dengan pekerjaan putranya? Apa alasannya?

"Apa kau punya kakak? Atau saudara?"

"Tidak. Aku anak tunggal." Wonwoo menjawab dengan santai, "Kenapa kau tiba-tiba bertanya?"

"Tidak, aku cuma…bertanya." Mingyu memilih untuk diam kembali.

Sekitar dua puluh menit taksi menepi di sebuah apartemen di kawasan elit Gangnam. Wonwoo turun disusul Mingyu sementara Pak Supir mengeluarkan barang-barang mereka yang diletetakkan di bagasi. Setelah memberikan ongkos, Pak Supir pergi dan Mingyu berharap semoga Pak Supir itu menganggap percakapannya dengan Wonwoo hanyalah percakapan biasa seorang teman.

Apartemen Wonwoo ada di lantai enam, beberapa orang terlihat menyapa Wonwoo dan menanyakan beberapa hal basa-basi seperti bagaimana kabarnya selama di Paris. Mingyu tidak ingat sudah berapa kali Wonwoo menjawab, "Aku baik-baik saja!"

Mereka sampai di apartemen Wonwoo dan si pemilik langsung mencari kasur untuk berbaring diatasnya. Pemuda kurus menghela nafas dengan teramat lega.

"Ah, nikmatnya saat punggung menyentuh kasur."

Tidak seperti pacarnya, Mingyu memilih untuk memeriksa isi kulkas, dan ia cukup terkejut saat melihat isi kulkas Wonwoo penuh dengan bahan-bahan makanan.

"Kenapa kulkasmu penuh makanan?" Mingyu bertanya ketika ia menaruh kopernya di sisi koper Wonwoo di sebelah tempat tidur. Wonwoo berguling untuk bersitatap dengannya.

"Pasti orang suruhan ibuku yang mengisinya. Sepertinya dia sudah menduga kalau aku akan menginap di apartemen dan tidak di rumah."

"Dan mungkin itu juga yang jadi alasan kenapa apartemen ini bisa begitu rapid an bersih padahal sudah ditinggal beberapa tahun oleh pemiliknya. Hidupmu benar-benar enak."

Raut wajah Wonwoo berubah, "Tidak juga."

Kemudian Mingyu teringat perkataan Wonwoo di taksi sebelumnya, "Keberatan bercerita padaku sekarang?"

Wonwoo bangun dari tempat tidur, tapi tidak menjawab pertanyaan Mingyu. Ia membongkar kopernya dan kemudian berganti baju. Mingyu masih belum mendapatkan jawaban hingga Wonwoo kembali dari kamar mandi sehabis mencuci kaki dan menggosok gigi.

"Wonwoo?"

"Aku lelah, Mingyu. Bisa kita bicarakan besok saja?"

Wonwoo berbaring membelakangi Mingyu yang duduk di pinggiran ranjang. Mingyu juga kembali diam. Sepertinya ia sudah membuat suasana hai Wonwoo cukup buruk. Tapi, Mingyu berusaha berpikir sesuai dengan yang Wonwoo ucapkan—mungkin Wonwoo memang benar-benar lelah.

Tapi ia sudah penasaran. Sejak pertama kali berkenalan dengan Wonwoo, pemuda yang lebih tua satu tahun tidak banyak menceritakan tentag kehidupannya di Korea, bahkan Mingyu tidak tahu pekerjaan orangtua Wonwoo pada awalnya—baru hari ini ia tahu. Dan baru hari ini juga ia tahu bahwa Wonwoo memang berasal dari keluarga kaya—sebelumnya Mingyu hanya meraba-raba saja.

Mendadak Mingyu merasa hubungan mereka jauh dari kata saling mengerti. Ia dan Wonwoo sama-sama sibuk di Paris, masa pendekatan hingga mereka berpacaran juga tergolong sangat simpel—berkenalan, bertukar nomor telepon dan akun media sosial, pendekatan yang biasa-biasa saja sampai Mingyu yang menanyakan apakah Wonwoo keberatan atau tidak menjadi kekasihnya. Mereka memutuskan tinggal bersama karena mereka sangat jarang punya waktu bersama, Wonwoo yang saat itu memintanya untuk tinggal bersama mengatakan setidaknya mereka masih bisa saling menatap wajah satu sama saling saat bangun tidur dan menjelang tidur, jika mereka tinggal bersama.

Hanya seperti itu setiap hari, diselingi beberapa kegiatan seks atau bermesraan. Mereka tidak pernah saling bercerita lebih jauh tentang diri masing-masing. Tidak pernah.

Mingyu menghela nafasnya, mendekat ke sisi Wonwoo hanya untuk mengecup dahinya. Berpikir untuk mengajak bicara Wonwoo dari hati ke hati suatu saat nanti, mereka butuh untuk lebih terbuka satu sama lain.

Mingyu beranjak ke kamar mandi dan Wonwoo membuka matanya.

Wonwoo belum tidur.


to be continued

.

.

November bulan pancaroba. Saya gampang sekali meriang—bukan merindukan kasih sayang.

Terima kasih yang sudah review di Your Paris Boy sebelumnya. Lebih banyak permintaan untuk membuat sekuel Red String tp untuk kisah mereka, biarlah tetap berada di situ, mungkin jika berkesempatan membuat sekuel Red String, saya akan dengan senang hati menceritakan kisah Jisoo setelah ditolak oleh Jeonghan. Bukan untuk melanjutkan cerita utama.

Dan lagi, ibu Jeon luar biasa, maksud saya luar biasa silahkan lihat lagi Seventeen Big Debut Project episode 6, cari dan amati ibu Wonwoo. So swag.

Tamban, 28 November 2015

darkestlake