;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;
The Nightmare Just Begin
;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;
.
.
.
Lari!
Larilah!
Semakin engkau berlari, semakin tergiur diriku ini untuk menjadikanmu mangsa.
Peluh yang menuruni pelipis hingga meloncat dari ujung wajahmu. Kulit yang memucat karena darah bersusah payah merayap di setiap percabangan terkecil urat nadimu. Nafas yang berderu dalam keputus-asaan hingga seisi paru-paru serasa habis terlumat kehampaan.
Serta paras itu. Sebuah maha karya di mana ketakutan terbingkai begitu sempurna.
Indah. Sangat indah.
Kau membuat bibir ini menyeringai akibat tergelitik suatu sensasi aneh yang sukar dijabarkan dengan kata-kata.
Menakjubkan.
"Siapa... siapa kau?" Tanya mu padaku, sementara air mata yang coba kau tahan mati-matian sudah terlanjur penuh menggenangi sepasang berlian berwarna hijau lautan di hadapanku.
Sebutir demi sebutir mereka menggelinding turun, melukis jalan masing-masing mengikuti lekuk pipimu. Dirimu terlampau letih untuk memisahkan jarak dariku. Persendian di kedua kaki itu pun sudah tentu tak sanggup menuruti kehendakmu. Terlebih lagi setelah engkau tak sengaja membuat kesalahan sehingga tubuh yang lemah itu harus terantuk dingin dan kerasnya lantai. Lihatlah, kau bahkan hanya bisa meringkih, bersandar pada dinding sebagai satu-satunya tumpuanmu di sini.
Suara gugup bercampurkan tarikan nafas tersenggal tersebut, oh! betapa syahdu di telinga. Bagai musik pengiring detak jantung yang kehilangan irama.
Engkau kini duduk terkulai beralaskan lantai. Memandangku. Memasung figur ini di dalam sepasang cermin mungil sewarna helai-helai mahkota di kepalamu. Mereka berkilat-kilat redup di keremangan. Mencermati sosok asing tepat di hadapan mereka ini dengan gemetaran, ─seraya mencoba mendapatkan secuil rasa aman dari kedua kepalan tangan yang engkau dekap erat-erat di dadamu. Meskipun merasa khawatir jikalau diriku akan menarik mereka secara kasar.
Ku langkahkan kembali kaki ini untuk menghampirimu, sembari menikmati setiap suara derap sepatu beradu dengan lantai, ─menyulut gaung di lorong sepi.
Perlahan-lahan, ku persempit jarak di antara kita berdua hingga di mana dirimu sekarang berada tak lebih dari uluran tanganku saja. Agar aku bisa menikmati pesona sebagaimana bunga yang begitu cantik tak bercela, meringkuk, terkatup layu tanpa daya.
"Aku?" ucapku skeptis seraya berdiri menjulang, menenggelamkanmu dalam pekat hitam bayang-bayang. Bisa ku rasakan, bagaimana volume adrenalin terpompa keras menjalari setiap inci tubuh kecil itu. Kau kembali gemetaran, layaknya binatang mungil yang tersudutkan. "Kau tak perlu tahu." lanjutku kemudian.
"Mengapa?" rintihmu lirih, ─setelah sekian jeda terisi oleh hening yang menulikan pendengaran.
Kudekatkan wajahku hingga selaras bola matamu. Ku cermati bagaimana caramu memandangku saat ini. Sepasang titik hitam di inti bola kaca itu melebar. Napas yang berhembus tak teratur itu berhenti bertiup. Bahkan, bagaimana rusunan tulang belakangmu berjengit, ─menarik seluruh bagian abdomen─ membuatku sedikit mempertanyakan tingkat kesadaranmu yang tampak seolah-olah akan melayang kapan saja beberapa detik lalu.
Mengapa? Adakah suatu kejanggalan yang sulit kau cerna? Apakah kau mengira bahwa di balik pelupuk mata ini tidak terdapat apa-apa? ─hal itu sudah sewajarnya jika yang terpantul di kedua batu mulia di hadapanku ini hanyalah dua titik lingkaran dengan seutas garis vertikal menggantikan letak retina.─ Bagaimana dengan kulit yang begitu pucat seakan mustahil terdapat nyawa bernaung di dalamnya? Ataukah, percikan noda darah yang ku abaikan begitu saja setelah terhanyut oleh pesta pora penyambutan dari para penjaga yang keterlaluan meriah?
"Ku harap, engkau benar-benar tidak lagi mengingat marga Kagamine." ucapku kemudian, kupastikan nafasku menyapu wajahmu. Melebur rasa takut yang memetik benang-benang akal sehatmu dengan satu kejutan lain yang pasti akan menarik atensimu. Sekarang, coba nikmatilah, bagaimana jantungmu menari-nari menerima rangsangan yang tak bisa kau temukan dalam berbagai macam wahana berbahaya.
Menegangkan, bukan?
"Apakah kau berpikir, dari mana aku mengetahuinya?" sambungku untuk mencoba sedikit membuat suasana ini lebih menyenangkan bagimu. Oh ralat, bagi diriku sendiri lebih tepatnya. ─lagi pula mustahil aku akan melewatkan begitu saja fenomena langka di mana raut wajah itu dirayapi oleh kegelapan realita yang mulai menggerus dunia yang selama ini tampak sempurna.
"Pernah mendengar sebuah istilah, 'Project Deeva' ?" ku amati bagaimana dirimu mengangkat wajah dengan cara yang sangat dramatis. Bisa ku tangkap jelas seluruh riak di kulit seputih awan itu bergerak dalam tempo lambat seakan terdapat selisih waktu yang memisahkannya. Polos atau terkejut kah itu yang kau berikan padaku saat aku melihatnya? Aku memang tak lagi mahir membaca hati lewat ekspresi. Tetapi aku masih bisa menilai, betapa berharganya ekspresi yang kau beri.
"M-Mustahil, kau bohong! tidak mungkin...", kau sudah paham kelanjutannya, huh?
Jadi, Mari kita persingkat.
"Bagaimana rasanya dibohongi oleh orang yang kau sayangi?" Kau kembali terdiam. Menyiratkan ku pada momen-momen di mana seharusnya suatu gambaran abstrak roda-roda gigi mulai berputar-putar di balik tempurung kepalamu. Menarik helai-helai khayal yang mengikat setiap runtut kejadian. Saling memilah dan memilin satu sama lain. Merangkai menjadi serumpun lembar-lembar ilustrasi. "Terlebih lagi, seseorang yang kau akui sebagai Ayahmu, Miku?"
Bergumam tanpa suara dengan kosa kata bercampur aduk, kau biarkan sekian stimulus yang ku berikan membuat air matamu bercucuran, ─dirimu terisak sendirian. Serta di saat yang bersamaan, ku cium gejolak konflik yang mulai berkecambah dan mencengkeram jalan pikiranmu dengan suatu kesimpulan. Kau pasti sudah tahu kelanjutan kisahku, bukan? Kau tahu maksudku, bukan? Kau mungkin baru menyadari apa yang sebenarnya dikerjakan Kakek tua itu selama ini. Apa yang disembunyikan oleh Dokter Ueki dari siapa pun tanpa terkecuali putrinya sendiri.
"Mu… Mustahil… Len..."
Ya, aku bisa sedikit mengintip ke dalam ingatanmu. Aku bisa melihat bagaimana kau, salah satu Deeva yang berhasil diciptakan dengan sempurna, sempat berucap janji sebelum eksperimen itu terlaksana. Melalui matamu yang sebening berlian, aku bisa menggali lebih jauh ke dalam deretan perpustakaan memorimu yang begitu berharga. Aku bisa melihat sebuah pohon sakura di mana seorang pemuda mengecup lembut keningmu dengan segala yang tersimpan di lubuk hatinya. Berlembar-lembar kejadian yang sekiranya membuat dirimu enggan untuk melupakannya. Segalanya. Sebelum sepasang pintu besi perlahan-lahan mengatup menghapus semua jejak keberadaannya.
"Ya, Kagamine Len tidak lah mati seperti yang selama ini kau tahu dan yakini dari orang-orang yang mengabarkannya." ku kulum senyum setipis garis kurva. Ku imbuhkan sentuhan kecil ini untuk memberikan suasana beku dan kelam demi mempercantik paras tersebut sesuai selera yang ku inginkan. Ya, bagus sekali! Buka matamu selebar mungkin hingga aku bisa melihat otot-otot retina yang berkontraksi dan berefraksi tanpa beraturan! Pasti pandanganmu sedikit mengabur sekarang. Sungguh. Sungguh amat sangat menyenangkan!
Kau semakin erat memeluk kedua kepalan tanganmu, bahkan kedua lutut pun turut kau tarik untuk menemani mereka. Bibirmu bergetar. Terbuka dan mengatup tanpa suara. Kau ingin meronta saat ini. Tetapi jelas tubuhmu menolak untuk menuruti. Semua syaraf motorikmu seakan kacau tak terkendali.
Oh, ku mohon, jangan sampai lelucon sederhana ini membuatmu menjadi kehilangan nilai lebih yang kau miliki. Semua akan berakhir sia-sia malam ini jika sampai kewarasanmu berhenti berfungsi. Tahan sedikit lagi. Ku tahu kau tidak selemah itu. Kau masih bisa menampung lebih banyak ketakutan, kesedihan, atau apapun itu yang bisa membuatku terlena oleh euforia!
"Sudah cukup, aku tidak ingin kesenanganku terbuang percuma," ku angkat dagumu dengan jari telunjuk dan tengah yang ku rumpun menjadi satu. Ku seka jejak bening di pipimu dengan ibu jariku. "jadi bagaimana, apa kau bersedia menerima tawaran yang akan ku berikan? Tak usah kau pertimbangkan tentang manusia-manusia munafik yang mengambil keuntungan pribadi dari seorang gadis tak berdosa sepertimu." rayuku sekali lagi.
Satu detik, dua detik, tiga detik. Tak satupun kalimat terucap dari bibirmu sekarang. Yang kudapati justru bola mata yang berkilau hampa, tak terikat oleh objek apapun di hadapannya. Sedikit disayangkan. "Baiklah, aku akan memberimu waktu untuk mempertimbangkan. Ini akan menjadi lebih menantang daripada harus menyeretmu. Selain itu, setahuku cara tersebut sangat tidak sopan."
"Kalian, Cepat kesana! sisanya ikut denganku!" oh, rupanya waktuku semakin menipis. Sepertinya penjaga yang lain telah berdatangan. Ya, itu memang sedikit kecerobohan karena salah seorang dari mereka masih sempat meraih dan menggunakan alat komunikasi sebelum kerongkongannya berhasil ku patahkan. Tapi apa peduliku? Kalau aku mau juga mereka akan ku bersihkan. Namun tempat ini akan menjadi kacau balau. Kau tahu? membersihkan jejak adalah persoalan yang sedikit merepotkan. Dan karena aku sedang tidak berminat melakukannya, jadi…
"Sampai jumpa di kesempatan berikutnya. Pertemuan kita berakhir sampai di sini, Miku Hatsune." untuk kesekian kali, ku berbicara padamu yang saat ini… umm… ah, sedikit tidak enak badan!
"Hei! Siapa di sana!" whoa, aku ketahuan. Ha ha ha, oke, permainan petak umpet dengan mereka sudah berakhir. Tapi tidak permainanku denganmu. Ku lepas jari-jemari yang menyangga dagumu untuk tetap menatapku, sehingga kau kembali tertunduk seperti sedia kala. Kemudian kuraih tangan kirimu dan menggenggamnya erat-erat.
"Sebagai tanda perpisahan, aku akan memberimu sebuah hadiah kecil." ya, hadiah kecil yang pasti akan selalu kau kenang. Aku akan merasa menjadi orang yang paling bahagia di dunia bila mengetahui bahwa seorang gadis rupawan seperti mu selalu mengkhawatirkan kapan kiranya diriku akan datang.
Cukup berbasa-basi, ku robek kain atau apapun itu yang menyarung di lenganmu. Ku sisingkan lengan bajuku dan perhatikanlah sedikit trik ini. Sesuatu tampak menggeliat di sana, sedang menggali keluar menembus kulitku! kau pasti bisa melihatnya, bukan? Tak perlu dijawab, aku bisa menebaknya melalui denyut nadimu yang berdetak lebih kencang. Aku tahu, kau pasti tak sabar menantikan apa yang akan terjadi kemudian. Pasti sangat mendebarkan! benar, kan?
Tolong sabar sedikit, karena apa yang ku lakukan ini hanya bisa ditiru oleh orang-orang profesional. ─yah, Meski rasanya sedikit sakit.
Bisa kau bilang proses ini seperti saat jarum suntik dihunjamkan menembus tubuhmu. Tapi dengan cara berbanding terbalik dari apa yang dokter lakukan. Jarum suntik bergerak masuk, sedangkan 'benda' ini justru menarik diri keluar. Serta seperti yang bisa kau perhatikan, ukurannya sebesar ibu jari, panjang sekitar dua telunjuk, berbuku-buku, berwarna hitam, berahang kecil dan selalu menggeliat.
"Kh…kh…kh" eh? Suara apa barusan? Seperti suara gadis kecil yang ingin menjerit tetapi mulutnya bersikeras untuk bungkam. Hmm, apa itu kau? Kalau begitu syukurlah, sepertinya kesehatanmu mulai membaik sekarang. Sudah ku duga, cara ini selalu berhasil pada siapapun. Sekarang bagian menariknya. 'Benda' ini sepertinya sudah berhasil membebaskan diri dariku seutuhnya. Lihat! Lihat! Dia menggeliat malas mencari-cari sesuatu di pergelangan tanganmu. Menggerakkan kepalanya kesana kemari, mendeteksi letak nadimu. Lalu…
"Kyaaa~aaa!" ia mulai melakukan tugasnya. Melubangi kulitmu, menyelinap masuk di antara daging dan bersemayam di sana hingga aku memintanya untuk keluar. Tapi, hei itu curang! ia sengaja keluar dariku dengan perlahan-lahan, sebelum masuk ke tubuhmu secara instan. ─bahkan tanpa luka dan darah? Ingatkan aku untuk mencingcangnya saat ia ku keluarkan dari tubuhmu suatu saat nanti. Selebihnya...
"Selamat mimpi buruk."
.
.
.
;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;
Re = Nightmare
Story © Nekuro Yamikawa
Genre : Fantasy / (undefined yet)
Rate : T (perhaps?)
;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;-;
[no profit taken.]
[vocaloid belongs to Yamaha and other involved companies.]
[No more OC as important character, gender bender, derivative, UTAU, UTAITE or anything other than officials Voice Banks.]
