Character by Akiyoshi Hongo

Main Daisuke Motomiya, Takuya Kanbara, Yoshino Fujieda

Genre, Friendship, Romance dan kemungkinan besar Drama

Rate T

# Rencananya

"Paris. Kurasa perjalanan paling jauhku saat ini. Luar negeri."

"Semua juga tahu kita di Paris sekarang. Tak usah teriak-teriak Motomiya-kun."Fujieda-san melontarkan komentar pertamanya di Paris, oh ayolah aku tak bisa sesenang ini "Lagian kenapa kamu semangat sekali sih, kita ini study tour tau."

"Study tour artinya liburan."aku setuju Takuya

"Aku punya rencana."

"Lepas dari rencana kelompokkah?"tanya Fujieda-san, aku mengangguk-angguk dan mengeluarkan sesuatu dari dompetku "Apa yang akan kamu lakukan dengan benda elastis itu?"Fujieda-san berkata dengan ekspresi jijik

"Kota cinta nih jeng. Aku pasti bakal merampungkan rencana penghilangan status perjakaku dengan memasukkan obor panasku pada lubang Hikari-chan. Itu pasti."

"Ah khas Motomiya-kun salah satu perwujudan dari seven deadly sins."wajahnya sudah benar-benar menampakkan ekspresi jijik

"Apaan sih. Daimon juga pasti mikir beginian. Kutebak deh, dia pasti bakalan ngajak kamu keluar nanti malam."wajahnya jadi merah saat kubawa-bawa nama pacarnya "Ingat-ingat Fujieda-san, kita punya penginapan sendiri woi, jangan jadi tidur dihotel lain."

"Berisik. Bukan urusanmu ini."

"Nanti bagi-bagi tipsya."aku nyengir menggoda

#Kenyataannya

Hancur sudah, seluruh rencanaku menikmati study tour dimalam hari berdua dengan kekasih hancur sudah. Dan apakah aku terlalu lebay sebagai lelaki? Lelaki juga manusia yang punya sisi rapuh, meski banyak orang mengataiku sebuah mesin tahan banting tukang berantem dengan tinju sekuat baja, hati dan perasaanku seperti kertas buku tak salahkan aku menangis bila melihat kekasih sendiri bercumbu dengan lelaki lain, terlebih lelaki yang seperti teman sendiri.

"Motomiya-kun."

"Dia bilang dia sudah tak memiliki perasaan pada Takeru lagi. Dia bilang sudah melupakan Takeru dan menganggapnya sahabat saja. Dia bilang hanya aku lelaki satu-satunya untuknya saat ini."

"Motomiya-kun."tangan Fujieda-san membelai pelan punggungku, mengusap-ngusapnya dengan perlahan dan matanya menampakkan sorot mata keprihatinan "Kamu ingin bagaimana, menampakkan diri dan melabrak mereka?"

Aku diam sejenak, menyeka air mata "Tidak. Menampakkan diri saat aku menangis seperti ini hanya akan membuatku terlihat menyedihkan didepannya."

Berbeda denganku, Fujieda-san terlihat lemah diluar tapi kuat didalam. Kali ini Fujieda-san yang melihat kenyataan menyakitkan didepannya. Kekasihnya juga, Masaru Daimon sama seperti Hikari sebelumnya, sedang bercumbu dengan seorang perempuan lain, yang aku tahu dia dari kelas sebelah. Tak ada air mata, hanya tatapan mata yang nanar dan sarat akan sakit hati karena dikhianati.

"Fujieda-san."

"Jangan bicara."

Sesuai yang kamu mau. Dan aku mengelus balik punggungnya, pelan dan kurasakan, punggungnya bergetar. Wanita tetap saja wanita, kalau kuingat kembali, usia hubungannya hampir sama dengan usia hubunganku dan Hikari. Dua tahun, sejak kelas satu SMA.

# Pelarian dan sebuah pelampiasan

"Nampaknya, malam ini malam yang buruk untuk romansa percintaan kita ya."ucapku, kami berdua telah meninggalkan kedua orang yang mengkhianati kami. Kami berjalan hampir satu jam, tak tentu arah dan yang kuketahui akhirnya, sepertinya kami telah tersesat dan sudah jauh dari hotel kami menginap

Kurasa getaran dikantung celana, Takuya. "Daisuke-chan, dimana kamu?"

"Entahlah. Aku tak tahu, tapi yang pasti, sepertinya kami nyasar."

"Kami? Kau dengan siapa? Yagami-imoto?"

Aku diam sejenak, mendengar namanya seperti membangkitkan tombol sakit hati "Tidak. Aku dan Fujieda-san."

"Fujieda-kun?"suara Takuya menjeda "Kau kira-kira deh, absen malam biar kuakali, pokoknya tengah malam paling lambat kamu harus sudah ada dihotel."

"OK."kututup ponsel dan kulihat jamnya, setengah sepuluh lebih lima belas menit. "Sepertinya sekarang sedang absen malam, Takuya bilang absen kita akan dia akali."dia tak menanggapi, apa aku salah mengira ya? "Hei, Fujieda-san, ayo kembali."

"Tidak."

Eh tidak? "Malam ini aku tak ingin kembali."

Secara tak langsung, pikiran kami sama. Aku juga tak ingin kembali malam ini. Kembali kemungkinan besar akan bertemu dengan kekasih masing-masing. Setidaknya kami berdua mungkin tak ingin melihat dulu, ya, untuk malam ini. "Kalau begitu ingin bermalam dimana?"

"Ditrotoarpun tak masalah."

"Tak bisa begitu kan."aku merogoh kantung belakang celana, pengeluaran tak terduga

Rasanya benar-benar ingin sekali melampiaskan kesedihan hatiku ini. Maka, aku putuskan lari dengan sake yang kubawa ditas sejak tadi, sake yang rencananya akan kucekoki pada Hikari.

"Kamu sudah tua berarti ya?"

Fujieda-san dibelakangku, mengomentari karena sake dilarang untuk dibawah umur? "Ya. Aku berumur tua didalam, muda diluar. Mau?"

Kutawari dan tak kusangka dia juga ikut duduk disampingku dan menerima botol sake, dan tanpa pikir panjang meminumnya langsung. "Pengalaman pertama?"komenku saat melihat dirinya yang terbatuk-batuk karena rasa sake yang kuat

"Heran apa enaknya sih minuman kayak begini."dia melap bibirnya dan mencari air putih

"Rasa mungkin kurang, tapi enaknya akan dimulai sebentar lagi. Tiga teguk lagi saja."kutawari lagi, setelah sebelumnya aku juga minum lagi

Pengalamanku selama ini mengatakan. Alkohol dari sake adalah obat terbaik dari pelampiasan dan pelarian dari kenyataan hidup yang pahit.

# Akibat dari pelampiasan yang berlebihan

Katakanlah kejadiannya itu terjadi begitu cepat. Study tour, rencana melepas keperjakaan, bulan purnama, gombalan ringan yang mengena, sake dan kondom. Itu rencana yang kubuat agar aku bisa melepas keperjakaanku dengan gadisku satu-satunya, kekasih yang kusayangi dan kucintai. Hikari Yagami. Namun tidak dalam semua itu menjadi kenyataan.

"F-Fu-Fujieda-san. I-ini tak seperti seharusnya terjadi."

"Tak seperti seharusnya bagaimana? Jelas-jelas ini adalah pelanggaran terbesar dalam sebuah hubungan."

"O-ok, mungkin memang beg-ggitu. Tap-tapi aku tak sampai menyetubuhimu."

Memandang dengan mata yang memicing tajam "Tak cukup jelaskah. Kita berdua telanjang, aku melihat batangmu, kamu melihat lempengan darah dan bekas cairan aneh dibatangmu. Dan terlebih lagi, aku merasa sakit disalangkanganku."

"Mu-mungkin aku memainkan hal lain. Lihat seperti memasukkan botol ini pada lubang lempengmu itu."

"Motomiya-kun. Sudah jelas, kita berhubungan badan. Kita melakukan seks."

Aku tak ingin mendengarnya, aku tak ingin mendengarnya. Semua rencana ku melepas keperjakaan berhasil, hanya saja kenapa bersama gadis yang bahkan tidak terlalu kukenal baik. Hanya sekedar teman satu kelompok study tour yang dalam kehidupan sehari-hari hanya sekedar ber-say hello saja dan terkadang saling melempar pembicaraan biasa.

Mulai mengingat Daisuke, mulai ingat apa yang terjadi kemarin malam. Ingatlah, aku bertemu dengan Fujieda-san karena akan membicarakan rencana untuk study tour esoknya. Tapi, ah sial ternyata memang begitu ya.

"Mulai ingat?"

"Ya."

"Kita berdua sedang patah hati."ya benar kita berdua patah hati "Aku melihat Daimon bercumbu dengan gadis lain dan kamu melihat Yagami bercumbu dengan Takaishi. Terbawa rasa sedih kita berjalan-jalan tanpa arah, mengatakan kesedihan dibawah bulan purnama yang menggantung dikota. Karena tak ingin pulang kepenginapan, kita menyewa hotel lain dengan uang pas-pasan. Kamu mulai membuka sake yang entah kenapa kamu bawa. Mulai dibawah kontrol alkohol, kamu mulai menggombal karena lupa dengan kejadian Hikari. Aku mabuk dan aku memanasi suasana dengan melonggarkan pakaianku, memamerkan gunung kembarku, selanjutnya entahlah. Aku tak ingin membayangkan kamu mengambil perawanku."

Delapan puluh tiga kata penjelasanmu Fujieda-san. Aku benar-benar mengambil perawan orang lain, dan dia mengambil perjakaku. Aku terdiam, tak bisa berkata-kata lagi. Aku telah berhubungan badan dengan gadis lain. Aku mengkhianati Hikari.

"Jam enam pagi. Apa yang akan kamu lakukan Motomiya-kun?"

Apa yang akan aku lakukan. Jangan tanya aku "Aku tak tahu."

Menghela napasnya "Ok. Kita balik dulu kepenginapan. Bersikap biasa, seperti tak terjadi masalah dengan kita. Dan mulai lupakan apa yang terjadi ini."

Melupakannya, yang benar saja. Aku mana mungkin lupa dengan momenku kehilangan status perjaka. Dia meringis pelan saat mencoba berdiri dan memakai yukatanya. Aku memandang lagi sebuah bercak merah tak jauh dariku, bekas pergumulan tadi malam. Aku tahu kamu tipe orang yang agak cuek, tapi apa kamu tak kepikiran juga. Kehilangan momen hilangnya perawanmu oleh orang lain yang bukan kamu cintai.

"Fujieda-san."aku memanggilnya yang hendak keluar kamar hotel, dia menoleh sesaat "Maaf."

# Bersikap biasa saja

"Bukankah kubilang untuk melupakannya saja."

Masalahnya aku tak bisa, bagaimana kamu bisa melupakan begitu saja pengalaman yang terjadi hanya satu kali dalam seumur hidupmu, kejadian seperti pengalaman hilangnya keperjakaan dan keperawanan dalam seks pertama.

"Untungnya kita tidak terlalu akrab. Kurasa kamu bisa melakukannya, sebelum pembentukan kelompok, kita hanya orang yang hanya say hello dan sedikit berbincang saja kan."

Tapi tetap saja, aku tak bisa.

"Begitu kembali ke Odaiba, lupakanlah semua yang terjadi. Saat kita mabuk, saat kita melihat pacar masing-masing yang berkhianat, dan juga saat kita menghabiskan malam dengan gairah yang belum pernah aku tahu sama sekali."

Tetap saja, meski aku tak memiliki ingatan identik seperti orang jenius, kejadian seluar biasa itu tak mungkin kulupakan, seumur hidupku.

"Karenanya, lupakan dan bersikap biasa saja saat kita bertemu nanti. Sebentar lagi kita ujian Negara, kelas tiga yang hanya dalam waktu tidak sampai empat bulan lagi lulus. Kamu pasti bisa, aku saja bisa."

Wajahmu memang menyiratkan kamu orang yang cuek, dan tak peduli yang terjadi. Aku bisa percaya kamu bisa melupakannya, tapi tidak denganku. Aku orang bertipe mesum yang mudah bersalah dan salah langkah.

"Ya. Pasti bisa."

Kamu meninggalkanku, kita siap berpisah begitu kita mulai naik pesawat. Kamu langsung menghilang begitu di Odaiba tiba. Yang kupikirkan lagi selain kejadian itu adalah, senyum terakhirmu yang terasa ganjal bagiku. Senyum yang sarat dengan kepedihan.

# Menderita

Sudah tiga minggu, kejadian itu masih belum bisa kulupakan. Tapi dia, entahlah, sepertinya biasa-biasa saja, seperti tak pernah ada hal yang terjadi sehebat itu pada kami. Sekelas sudah pasti bertemu, bila tanpa sengaja bertemu pandang, Fujieda-san hanya tersenyum, dan berlalu begitu saja. Wajahnya selalu menampakkan senyum, sedang aku, hanya bisa menatap dengan mata sarat rasa bersalah.

Maka mencoba melupakan, aku ingin menyelesaikan sekali lagi masalahku ini dengan Fujieda-san. Dan meminta maaf. Atap adalah tempat yang pas untuk membicarkan hal serahasia ini, dan jam pulang adalah waktu yang paling tepat.

"Bukankah sudah kukatakan, lupakan saja."

"Melupakannya. Tak bisa. Aku terus coba, tapi tak bisa."

"Kenapa? Toh kita tak ada hubungan apa-apa kan, kita hanya teman sekelas yang tak sengaja berhubungan badan. Itu saja."

"Itu saja. Ayolah, aku tak bisa terus begini, aku tak bisa terus kepikiran aku telah menodaimu. Aku bukan orang yang cuek sepertimu, yang bisa biasa-biasa saja menerima apa yang terjadi."

Dia menajamkan matanya, sejenak aku merasa kepedihan dari matanya "Cuek begitu saja."

"Ya."

"Kamu pikir aku tak kepikiran apa. Aku tak bisa menikmati waktu saat study tour, aku tak bisa berbicara panjang dengan orang yang kucintai. Tak bisa, aku terus kepikiran dengan kejadian denganmu Motomiya-kun."

Aku agak berjengit, dia juga sama "Kamu pikir aku tak merasa ternodai. Aku merasa sangat bersalah. Aku melanggar komitmenku sendiri, aku tak ingin melakukan seks sebelum aku menikah. Aku ingin melepas momen itu dengan lelaki yang kucintai, lelaki yang sah untukku. Kutanyai, perkara mudah karena lelaki bisa berbohong dia belum berhubungan badan dengan wanita karena tidak ada tanda bekasnya, sedang aku. Aku wanita, wanita ibaratkan kain putih, bagaimana bila kelak suamiku berkata aku tak mengeluarkan darah perawan, padahal aku mengatakannya aku masih perawan. Apa yang harus kukatakan."

Mataku melebar, aku tak pernah berpikir sedalam itu. Wanita didepanku lebih menderita dariku. Maka sekali lagi kata yang bisa kukeluarkan hanyalah "Maaf."

"Ya. Begitulah lelaki, kecelakaan dan hanya bisa berkata maaf. Aku bukan wanita yang bisa begitu saja memberikan lubang wanitaku pada lelaki sembarangan Motomiya-kun."maaf, maaf Fujieda-san "Karena itu, aku hanya bisa memikirkan dan melupakan kejadian ini. Aku hanya akan berbohong pada suamiku kelak."

Wajahnya menangis, air matanya keluar deras, namun dia tersenyum miris. Dia lebih menderita dariku, karena dia wanita. Dan aku mengerti arti senyuman pedihnya saat kami meninggalkan Paris, itu senyum pedih penyesalan dan penderitaannya.

# Masukan dari teman

Sudah lebih dari dua minggu, sejak aku melihatnya menangis didepanku. Dia benar-benar mencoba melupakan kesedihannya. Dia tetap tersenyum dengan hari-harinya. Aku tak bisa untuk tak merasa bersalah bila menatapnya, sesekali kami saling bertemu mata, dia hanya sedikit tersenyum sebagai sapaan. Sedang aku, menampakkan wajah bersalah.

"Diluar dugaan Fujieda-kun tak secuek yang diketahui ya."

"Ya."

"Perkataannya ada benarnya. Realita sekarang, lelaki ingin merasakan seks lebih awal. Dan mereka merasa bangga dengan hal itu terjadi sebelum pernikahannya."

"Ya. Aku juga berpikir begitu. Aku merasa bangga bila kejadiannya tidak begini."

"Tapi lelaki juga egois. Tak banyak lelaki yang bisa menerima begitu saja gadis yang dinikahinya nanti sudah tak perawan. Keegoisan lelaki, mereka ingin barang baru sedangkan kenyataannya mereka sendiri malah second."

"Kau benar Takuya."eh apa yang dibicarakannya, aku tak "Apa maksudmu?"

Mata Takuya melirikku "Bahwa Fujieda-kun lebih kolot dari yang kutahu."

"Kamu tahu."

"Maaf buddy. Aku mendengarkan pembicaraan kalian tempo hari diatap."

Aku tak percaya ada yang mengetahuinya, tapi aku tak heran juga. Takuya memang biangnya, dia tahu rahasia-rahasia orang. "Aku tak menyebarkannya kok, tenang saja."

"Thanks."

"Tapi buddy, boleh ku beri sebuah saran. Fujieda-kun adalah wanita yang kolot. Dan kamu adalah lelaki yang menurutku bertanggung jawabkan."

"Apa?"

"Pikirkan perasaan Fujieda-kun, dia benar-benar wanita yang kolot. Dia sangat mementingkan keperawanan sebagai lambang kesucian. Dia tak seperti wanita sekarang yang pada umumnya malah bangga dengan kehilangan perawan sebelum pernikahan. Dan sekarang, wanita yang memegang komitmen penuh itu pecah, lalu bagaimana dia akan bersikap nantinya. Bagaimana perasaannya nanti saat ia berbohong pada suaminya kelak."

"Saat ia berbohong."

"Ya. Rasa bersalahnya akan terus merayap diotaknya. Aku hanya kepikiran takutnya Fujieda-kun akan mendapatkan lelaki yang seperti kukatakan tadi, lelaki yang egois dan ingin barang baru dan tersegel."

"Lalu?"

"Sebagai lelaki yang telah memberikan noda padanya, kurasa kamu harus bisa bertanggung jawab sebagai layaknya lelaki sejati."

Aku tahu, aku akan melakukannya. Ya, untuk menghindarkan perasaan wanita Fujieda-san dari rasa bersalah dan ternodai. Aku akan melakukannya. "Thanks Takuya."

"Ya. Aku tahu kamu lelaki yang bertanggung jawab."

# Tanggung Jawab

Dengan dukungan sahabat terbaikku, suasana yang dia ciptakan, dengan secara halus dia mengusir anak-anak lain yang sedang piket. Aku menghampiri Fujieda-san. Dan

"Ayo menikah."

Terlontar begitu saja dari mulutku, dan suara yang kukeluarkan terkesan tanpa niat.

"Kau bercanda."matanya melirik tajam, kemudian mulai mengambil tasnya

"Kumaksudkan tidak."kali ini suaraku kurubah agar terkesan keluar keseriusan tekadku

Face to face, menatap tajam "Kamu mengasihaniku? Aku tak perlu rasa kasihanmu Motomiya-kun."

"Anggaplah begitu."

"Tidak."ditolakkah "Impianku aku hanya akan menikah dengan laki-laki yang kucintai, dan saat ini adalah Masaru. Kamu juga pasti ingin dengan Yagami-san kan."

Memang benar, menikah dengan Hikari adalah impianku tapi "Rasa cinta bisa menyusul. Terlebih aku mengajakmu ini karena untuk kepentinganku sendiri juga."

"Apa?"

"Lepas dari mimpi burukku."

"Kurasa kamu bisa lepas bila kamu bawa biasa saja dan lupakan apa yang terjadi."

"Dan juga melepas mimpi burukmu yang akan datang."

Matanya agak membulat, gelagatnya mengindikasikan dia akan melarikan diri, maka secepatnya aku menarik tangannya yang sudah membalikkan badan dan memeluknya dari belakang "Aku tak tahu kamu wanita yang sangat kolot, wanita yang memiliki mimpi yang jarang ditemukan dalam diri wanita jaman sekarang. Aku mengagumi hal itu, jujur."semakin erat pelukanku, tangan kanannya mencengkeram celana panjangku "Dan aku tak ingin membuatmu diselimuti oleh rasa bersalah dan kebohongan dalam siang malam kehidupanmu dimasa depan kelak. Karena itu, sebagai orang yang telah menodai dan merusak semua mimpimu, aku akan bertanggung jawab."

Sedikit isakan aku dengar, ya aku tahu kamu akan menangis lagi "Dan untuk sebuah kemungkinan kamu mengandung anakku."

Isakannya semakin menjadi-jadi, lewat sebuah pantulan cermin didepan kami, aku dapat melihat wajahmu bersemu merah dan sedikit tersenyum "To-tolong, lamar ak-aku dengan benar Daisuke-kun. Pinanglah aku melewati kedua orang tuaku."

Seperti sebuah saluran air yang sebelumnya tersumbat sebuah kotoran, hatiku tiba-tiba saja menjadi plong dan lega "Ya."aku mengangguk

T.B.C

Two Shot kedua.