Hetalia belongs to Hidekazu Himaruya
This story belongs to me
All hail RusPru *slapped*
Pertama kalinya saya bikin fanfict tentang OTP saya hiks '''))) *bahagia*
Maaf jika fanfictnya agak gaje atau apa
Hope you enjoy this guys
Enjoy the first chapter dudes!
~
Sebuah selang infus terpasang ditangan sang pemuda Albino pemilik sepasang iris merah itu. Gilbert Beilschmidt, nama pemuda itu yang sekarang ini sedang berbaring lemas sambil memandang keluar jendela kaca yang memancarkan warna langit jingga musim gugur yang sayu.
Hari-harinya di Uni Soviet telah berakhir seiring dengan pecahnya Uni Soviet dan penyatuan kembali antara Jerman Barat dan Jerman Timur. Dan kembalinya Gilbert ke Jerman, ia awali dengan semua ini. Tapi itu tak berarti apa-apa baginya, walaupun kembali dengan keadaan lemah dan sakit akibat konflik yang ia alami, asalkan ia bisa kembali ke tanah kelahirannya dan bertemu kembali dengan adiknya Ludwig yang sangat dirindukannya, Gilbert sudah sangat bersyukur.
"Bruder..." suara yang tak asing bagi Gilbert menggema di ruang perawatannya, suara yang sangat ia kenali, suara adiknya yaitu Ludwig yang menejenguknya.
"Hai, West hahahahah- ... uhuk...uhuk" Gilbert pun terbatuk, keadaannya sekarang tidak memungkinkan untuk dirinya tertawa dengan kencang seperti biasanya.
"Bruder, jangan kau paksakan dirimu tertawa seperti itu ..." Ludwig menghela nafasnya sambil berusaha membantu Gilbert untuk duduk.
"Haha tak apa, West!" senyum Gilbert. Ludwig hanya bisa menghela nafasnya lagi dan lagi melihat tingkah kakaknya yang ia sayangi.
"Bruder, ada yang ingin aku katakan padamu. Aku menemukan ini di depan pintu ruanganmu saat mau masuk kesini" kata Ludwig sambil memperlihatkan seikat bunga matahari kepada Gilbert.
"Eh? ..." Gilbert terlihat bingung.
"Apa tadi ada orang yang kesini?" tanya Ludwig
"Tidak, tidak ada yang datang hari ini selain kau dan para suster" jelas Gilbert.
"Ya sudahlah, akan kutaruh saja bunga ini di vas" lanjut Ludwig sambil menuju ke meja yang berada di dekat jendela.
"Hmm ja" kata Gilbert. Mata Gilbert tertuju dengan bunga matahari itu, dia merasa penasaran siapakah orang yang menaruh bunga itu di depan pintu. Gilbert berusaha menerka siapakah yang menaruh bunga itu didepan pintu, namun Gilbert masih terlalu lelah untuk memikirkan hal-hal rumit, dan pada akhirnya dia merebahkan dirinya lagi ke tempat tidurnya.
"Apa kau sudah meminum obat?" tanya Ludwig
"Ja, sudah. Tadi suster sudah kemari" balas Gilbert.
"Bruder, apa keadaanmu sudah terasa membaik?" tanya Ludwig sambil menyentuh kepala Gilbert.
"Ja, aku sudah cukup merasa baikan hihi" senyum Gilbert sambil berusaha berbaring kembali, Ludwig yang saat itu disampingnya pun membantunya, Ludwig yang melihat kakaknya yang masih bisa tersenyum dalam keadaan seperti ini malah merasa bersalah. Ludwig merasa dirinya penyebab penderitaan kakaknya, kenapa ia dari dulu tidak melepaskan kakaknya dari orang itu, karena itu sampai bertahun- tahun ia tidak bisa bertemu kakaknya. Tapi Ludwig lega sekarang, setelah lelah berusaha berjuang untuk bisa kembali dengan kakakknya berbuah manis, kini ia bisa melihat kembali kakaknya, walau ia tau kalau tubuh kakaknya sekarang semakin lemah.
Gilbert kini terlelap karena efek obat yang diminumnya, Ludwig pun lalu membenarkan selimut kakaknya dan setelah itu dia pun harus pulang. Kini Gilbert pun sendiri lagi diruangannya, terlelap menuju dunia mimpinya.
Seorang pemuda sedang duduk dikursi sebuah restoran, disampingnya seorang pelayan wanita sedang menuangkan sebuah bir kepada pemuda itu. Senyuman yang tersimpul dibibir pemuda itu, setelan jas hitamnya yang rapih dan syal yang selalu ia kenakan pun tak lupa menambah pesona pemuda asal Rusia itu yang sontak membuat sang pelayan tersipu malu.
Ivan Braginsky , nama pemuda yang kini sedang duduk di sebuah restoran di Jerman. Ya! Jerman. Ivan berada di Jerman? Untuk apa? Berlibur? Tidak! Ivan berada di Jerman tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menemui Gilbert. Ya! seorang pemuda yang sekarang sedang berbaring diruang perawatan di sebuah rumah sakit di Jerman, seseorang yang pernah Ivan lukai, dan juga seseorang yang telah muncuri hatinya secara perlahan saat orang itu berada dalam genggaman Ivan.
Namun untuk saat ini, Ivan belum bisa bertemu dengan Gilbert. Ivan takut jika kedatangannya mengganggu Gilbert yang sedang dalam masa istirahatnya dan dia tak ingin mengganggunya.
"Gilbert ... " kata Ivan lirih sambil mengusap sebuah Iron Cross yang merupakan kepunyaan Gilbert. Dia lalu memandang jam tangannya yang sudah menunjukan pukul 10.30 pm . Ini bertanda ia harus pulang ke hotel tempat ia tinggal yang letaknya cukup berdekatan dengan rumah sakit dimana Gilbert dirawat.
Dalam perjalanannya Ivan tak lupa memandang rumah sakit tersebut sebelum benar-benar masuk ke dalam hotel. Ivan memegang dadanya, dadanya terasa sesak saat itu. Ivan menghela nafasnya, mencoba menahan perasaan yang ada didadanya. Perasaan bersalah, kesal, cinta, dan rindu pada Gilbert yang muncul di saat yang bersamaan, perasaan yang sama seperti pertama kali Ivan harus merelakan Gilbert pergi dari hidupnya. Hal ini membuat Ivan lalu melanjutkan langkahnya menuju hotel dengan cepat.
Dikamar, Ivan langsung merebahkan diri dan mencoba untuk menenangkan hatinya.
"Gilbert, apa kau sangat membenciku?" batin Ivan.
Perlahan-lahan rasa yang ia alami memudar seiring dengan munculnya rasa kantuk dan lelah yang mendera tubuhnya, dan akhirnya Ivan pun tertidur.
"Gilbert , liat kebun bunga matahari ini, indah bukan?" suara samar-samar terdengar ditelinga Gilbert. Gilbert mengarahkan pandangannya menuju sumber suara tersebut, ia bisa melihat sesosok orang yang tak cukup asing baginya, sosok itu adalah seseorang yang pernah menyibukkan harinya di Rusia. Sosok itu berdiri jauh dari Gilbert.
"Ivan?" kata Gilbert
"Gilbert ... Gilbert ... Gil ... bert" suara Ivan itu semakin menjauh disusul dengan lenyapnya sosok Ivan dari Gilbert , Gilbert hanya bisa diam terpaku. Tiba-tiba suasana menjadi sunyi dan gelap kala itu. Gilbert semakin kebingungan, ketika dalam kebingungan tiba-tiba seseorang mendekap Gilbert dari depan.
"Eh? " Gilbert terkaget karena seseorang tiba-tiba ada dihadapannya dan memeluknya.
"Gilbert ..." suara bisikan seseorang bisa Gilbert dengar ditelinga kanannya
"Ivan?" tubuh Gilbert terasa tak bisa bergerak, pelukkan Ivan terasa begitu erat.
"Katakan Gilbert? Apa kau sangat membenciku?" bisik Ivan. Gilbert terdiam tak bisa berkata apa-apa.
"Gilbert... " kedua tangan Ivan menyentuh kedua pipi Gilbert, kali ini mata Ivan tertuju pada mata Gilbert. Mata Ivan terlihat sayu, Gilbert hanya bisa terdiam memerhatikan laki-laki yang ada dihadapannya. Ivan pun lalu tersenyum dan mengatakan sesuatu, mengatakan sesuatu yang tak bisa Gilbert dengar.
"Apa? Apa yang dia katakan?" batin Gilbert. Perlahan Ivan pun melangkah menjauh dari Gilbert, langkah demi langkah menjauh meninggalkan Gilbert dengan senyumannya. Entah kenapa dada Gilbert terasa sakit, sakit sekali sampai Gilbert akhirnya terbangun dari mimpinya.
"Hah!" Gilbert pun terbangun dari tidurnya, nafasnya tersengal-sengal akibat mimpi yang ia alami.
"Mimpi? Hah hah hah ..." batin Gilbert sambil terus berusaha mengatur nafasnya. Gilbert lalu memegang kepalanya dan mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan sampai pandangannya menuju dengan bunga matahari yang ada diatas meja ruangannya.
Gilbert ingat dengan mimpinya tadi, dimimpinya Ivan berkata tentang kebun bunga matahari dan ia pun tau kalau Ivan suka dengan bunga matahari, ia pun langsung berpikir dan mengingat kembali tentang seikat bunga matahari yang berada didepan pintunya.
"Apa bunga itu dari Ivan?" pikir Gilbert "Tidak!" Gilbert langsung menepis pikiran itu. Mana mungkin bunga itu dari Ivan. Tapi? Bisa jadi kan? Jika Ivan yang menaruh bunga itu berarti Ivan ada di Jerman? Tapi? Mau apa dia di Jerman? Bagaimana Ivan tau kalau Gilbert dirawat di rumah sakit ini? Apa dia tau dari Ludwig? Tidak mungkin! Gilbert terus berpikir dan berpikir sampai dia merasa kesal.
"Arrrgghh, terserah lah! Aku tidak peduli!" keluh Gilbert sambil menutup tubuhnya dengan selimut. Dada Gilbert terasa berdetak kencang, Gilbert merasakan bahwa memorinya tentang Ivan kembali muncul dan itu membuat Gilbert kesal.
"Uhh uhuk-uhuk..." Gilbert pun terbatuk dan ia semakin membenamkan dirinya kedalam selimut.
KRING KRING KRING
Suara telepon yang berbunyi membangunkan Ivan yang sudah lama terlelap, Ivan pun terbangun perlahan dia mengambil teleponnya.
"Halo? Oh pagi, Francis" kata Ivan.
"Da, aku minta maaf tidak langsung mengabarimu. Hmm aku belum menemui Gilbert, tenang saja. Oh ya, terima kasih banyak kau sudah memberiku alamat dimana Gilbert dirawat. Iya, hm aku hanya melihatnya diam-diam. Ya? Kulihat keadaannya cukup membaik. Ah, kau mau kesini juga? Hoo, Bertemu? Baiklah, kabari aku jika kau sudah disini. Hmm eh ... Francis! Sekali lagi, terima kasih sudah membantuku, aku berhutang banyak padamu. Hmm ya, sampai jumpa"
PIP
Ivan mematikan teleponnya, Ivan lalu mengusap-usap wajahnya, menghela nafasnya. Jam menunjukan pukul 08.00 am. Ivan pun lalu bergegas untuk melihat keadaan Gilbert, dan seperti biasa ia kembali ke rutinitasnya di Jerman untuk memberi bunga pada Gilbert di pagi dengan diam-diam dan meletakkannya didepan pintu ruang perawatan Gilbert.
Kali ini Ivan sudah berada di depan toko bunga, ia mencoba memberikan bunga yang berbeda kali ini, walaupun Ivan lebih suka memberi Gilbert bunga matahari tapi apa salahnya memberikan bunga yang berbeda kali ini? Ivan melihat bunga-bunga yang ada dihadapannya, perlahan dan perlahan perhatian Ivan akhirnya tertuju pada bunga krisan berwarna merah yang begitu mekar dengan indahnya.
"Pelayan?" panggil Ivan kepada salah satu pelayan toko tersebut.
"Apa makna dari bunga krisan warna merah?" tanya Ivan. Ivan tak mau memberi sembarang bunga untuk Gilbert, maka dari itu dia bertanya makna dari bunga tersebut ke penjaga toko agar orang yang akan diberikan itu tidak salah mengartikan.
"Ohh, bunga krisan merah adalah tanda ungkapan cinta, tuan" balas pelayan toko tersebut.
"Ohhh? Kalau begitu, tolong bunga krisan warna merah ini" pinta Ivan kepada pelayan toko bunga tersebut. Ivan sekarang berjalan menuju rumah sakit, sambil mencium harum bunga krisan merah yang ia beli ia terus melangkah.
"Lekas sembuh Gilbert ..."batin Ivan. Langkah demi langkah ia lalui menuju ruangan Gilbert dan akhirnya sampailah ia di depan ruangan Gilbert. Tubuh Ivan terasa bergetar, sekarang ia bisa melihat Gilbert, orang yang ia rindukan dari kaca pintu. Ia bisa melihat Gilbert sedang duduk bersadar di tempat tidurnya sambil membaca sebuah buku. Ivan ingin sekali, ingin sekali ia masuk ke dalam sana. Tangan Ivan bergerak, tangannya sedikit bergetar, tangannya mencoba menggapai handle pintu, ia ingin sekali membuka pintu ini dan melihat Gilbert dari dekat.
"Tidak Ivan! Jangan sekarang!" batinnya. Ivan harus menahan keinginannya dahulu, dada Ivan terasa sesak lagi. Tak lama sebuah langkah kaki terdengar oleh Ivan, Ivan pun langsung menoleh kearah sumber suara tersebut, ia bisa melihat Ludwig dari jauh sedang berbincang sambil berjalan menuju tempat Ivan berdiri sekarang dengan seorang dokter.
Ivan yang melihat itu langsung menaruh bunganya di depan pintu dan lansung mencoba menghindar. Ia tak mau Ludwig melihatnya. Ivan sekarang berada di balik tembok, ia bisa mendengar Ludwig dan dokter itu sedang berbincang.
"Ada apa tuan Ludwig?" tanya sang dokter
"Ahh tidak, ini ada kiriman bunga lagi untuk kakakku" balas Ludwig. Suara pintu yang tertutup bisa Ivan dengar, ia pun melirik kearah ruangan Gilbert. Tak butuh pikir panjang, Ivan pun langsung pergi.
Ivan kini duduk dibangku sebuah taman di pusat kota. Segelas kopi panas berada digenggamannya, menemaninya bersama udara dingin musim gugur yang sedang bertamu di Jerman pada bulan november ini.
Gilbert sedang diperiksa oleh dokternya.
"Bagaimana keadaannya?" Ludwig berjalan menuju luar ruangan dan bertanya pada dokter.
" Benturan didadanya saat kerusuhan waktu itu membuat pernafasannya sedikit terganggu, walautak terlalu parah. Dia juga masih harus banyak beristirahat" jelas sang Dokter
"Begitu ya..." kata Ludwig
"Baiklah , saya pergi dulu" kata dokter berpamit diri. Ludwig lalu masuk kembali ke ruangan kakaknya. Disana kakaknya sedang berbaring sambil membaca bukunya.
"Bruder , jangan membaca sambil tidur" komplain Ludwig.
"Hihi ... Baiklah" Gilbert pun menutup bukunya "Heh, West! Apa yang dokter bilang?" tanya Gilbert pada adiknya.
"Hmm ... Kau masih harus banyak beristirahat" tanya Ludwig
"Apa aku sudah boleh pulang?" tanya Gilbert
"Belum ... " kata Ludwig
"Yah! Aku sudah bosan disini" keluh Gilbert
"Aku tau, tapi ini demi kesehatanmu bruder" balas Ludwig
"Oh ya" seketika Ludwig teringat akan sesuatu "Ada bunga lagi untukmu" kata Ludwig sambil menunjukkan seikat bunga krisan merah, Gilbert merasa bingung lagi "Dan ..." tiba-tiba Ludwig melanjutkan kata-katanya
"Dan apa? West?" tanya Gilbert yang penasaran.
"Ehemm tidak .. Aku hanya penasaran siapa yang selalu memberimu bunga" lanjut Ludwig sambil berjalan menuju meja untuk meletakkan bunganya. Ah, Ludwig pun berbohong pada kakaknya, ucapan yang ia ucapkan tadi bukanlah ucapan sebenarnya. Ludwig tak ingin mengganggu kakaknya dengan cerita tentang orang itu. Ya, saat diluar tadi Ludwig merasa sekilas melihat orang itu. Ya! Orang yang selalu memberi kakakknya seikat bunga, Ivan.
Gilbert pun hanya bisa menghela nafas, ia sebenarnya tau apa yang ada dipikiran adiknya itu tentang siapa yang memberinya seikat bunga. Gilbert juga ingin menyampaikan apa yang ia pikirkan, namun ia urungkan. Gilbert tak ingin membahas tentang orang itu dengan adiknya.
Ivan selalu menjenguk Gilbert saat pagi ketika ia memberi bunga dan sore atau malam. Ia hanya bisa melakukan itu sekarang, melihat Gilbert dari jauh, ya hanya itu. Namun bagi Ivan itu tak masalah, asalkan dia bisa melihat keadaan Gilbert, itu sudah membuat Ivan merasa senang.
Jam menunjukan pukul 08.00 pm, Ivan sekarang hanya berdiam merebahkan diri di kasurnya ,tak ada hal lain yang ingin ia lakukan di Jerman selain untuk menjenguk Gilbert. Sambil tiduran, Ivan terus memegangi Iron Cross Gilbert, terus memandang benda yang tertinggal oleh Gilbert waktu itu, waktu dimana mereka berdua berpisah.
Disaat seperti ini. Ivan hanya bisa memutar ingatannya kembali, ingatan tentang kebersamaannya dengan Gilbert ketika di Rusia. Awalnya Ivan memang tak terlalu peduli dengan Gilbert, baginya Gilbert hanyalah bawahannya yang berisik dan susah diatur saat itu. Terkadang kelakuan Gilbert yang menjengkelkan membuatnya muak, sampai-sampai Ivan tak segan untuk melukainya.
Namun perlahan, Ivan merasa keberadaan Gilbert membuat kediamannya menjadi lebih hidup. Disaat yang lain merasa ketakutan kepada Ivan, hanya Gilbert yang masih merasa biasa saja pada Ivan, perlakuan kasar Ivan pada Gilbert tak Gilbert hiraukan sedikitpun. Bahkan terkadang Gilbert suka meledek Ivan dan mengatakan kalau dia benci pada Ivan, dan itu membuat Ivan mulai memerhatikan Gilbert.
Dan perlahan, Ivan merasa perlahan-lahan jatuh kedalam sebuah perasaan aneh pada Gilbert. Perasaan yang membuatnya bahagia, kesal, sedih, dan rindu kepada seseorang bernama Gilbert. Ivan hanya bisa tersenyum mengingat hal itu.
"Entah kapan aku bisa menemuimu, Gilbert'' bisik Ivan sambil mencium Iron Cross Gilbert.
Ahahahaha ... 1st chapter ends! *bahagia*
See you in the next chapter :))
Mind to RnR?
