WARNING! ~This fic contains Boy x Boy~ WARNING!
Fandom : One Piece (HOREEE AKHIRNYA NULIS DI FANDOM LAIN!)
Pair : LawLu (WARNING AGAIN! AU! OOC dikit(?) & Ga ada hubungannya sama cerita asli, walau dikit :v )
Disclamer : EchiOda-san eh, maksud gw Eichiro Oda (gw pinjem beberapa charnya buat iseng dan imajinasi aja)
Rate : T
Inspirited by (plus N/A) : Tiap akhir tahun ada aja yang harus berurusan sama Dokter. 2013-2014 akhir tahunnya kelabu sih *sigh* jadinya mikir yang iya-iya deh… Dokter, ngomongin Dokter, lagi CLBK sama Dokter tamvan satu ini. Trafalgar D. Watel Law. Dari awal sebelum tau seiyuunya aja udah gw cupin jadi suami kesekian, eh pas tau seiyuunya Kamiya Hiroshi. LAW IS MINE! #dihajar #diamputasi
Ga cuma suka sama Law doank… dari aku SD baca One Piece itu dah jatuh cinta sama Luffy. Luffy seorang. Eh ada Law jadi dibagi dua(?) #abaikan #digomugomugatling
Sampe saya bercita-cita(?) kalau punya anak cowo dikasih nama Luffy (tanpa Monkey ntar dibully :v ) #staph
Sekarang saya ingin menuangkan cerita aneh dari otak saya, yang tentu mengganjal bila tak ditulis #halah
(oh iya, maaf untuk fanfic lamaku memang rada aneh karena kelamaan ga dilanjut jadi terburu-buru untuk di selesaikan. Tapi, terima kasih para Readers yang memberikan support… aku terharu membacanya… fanfic lamaku susah untuk direvisi apa lagi di lanjut –ada dua yang gaje itu- jadi ya saya hanya bisa minta maaf yang sebesar-besarnya T.T)
Here we go.. hope u enjoy this…
.
.
.
Chapter 1. New Boy.
.
.
.
Seorang wanita bertubuh besar—sangat besar dan mungkin bisa dibilang gemuk itu sedang menghitung uang penghasilan hari ini. Sambil menghisap rokoknya, ia dengan cepat menggolongkan uang koin dan uang kertas tentu dengan menghitungnya.
Di depannya, seberang meja bar yang panjang dan tinggi itu, berdiri wanita cantik. Sangat berbeda dari wanita yang sedang menghitung uang itu.
"Bagaimana hasil hari ini, Dadan?" Tanya wanita cantik yang sedang mengeringkan gelas-gelas dengan kain di tangannya.
"Masih kurang. Terlebih dua anak yang perutnya seperti lubang hitam itu," Dadan menyahut Makino, wanita yang bertanya tadi. "Yah—mereka, terutama Luffy sangat suka makan. Apalagi dia suka daging," Makino menghela nafasnya.
"Lama-lama kalau seperti ini terus aku harus berunding dengan Garp sialan itu!" Dadan memasukkan semua uang kedalam peti kecilnya dan menguncinya. "Kalau ia tidak ikut membantu keuangan dibar ini, akan kusuruh anak-anak itu mencari makan sendiri!" Dadan menghembuskan asap dari dalam mulutnya.
"Eh? Apa mereka bisa?" Makino membayangkan dua anak kecil yang keras kepala itu akan mencari makanannya sendiri.
"Tentu bisa! Tanpa izin dariku, kau boleh menyuruh mereka! Sudah kubilang, anggap mereka itu anakmu,"
Suara pria paruh baya itu hampir mengagetkan seisi pegawai bar kecil-kecilan di desa Fusha itu. "Garp-san! Akhirnya kau datang juga!" Dadan menyambutnya dengan gugup, berharap ia tidak marah atas ucapan yang sebelumnya.
"Luffy sejak kecil sudah kulatih di hutan, kutinggalkan di hutan, dan dia bisa berburu sendiri menurutku. Walau ceroboh dan bodoh!" Garp memasuki bar itu, di sebelahnya ada anak yang usianya sekitar belasan tahun ikut masuk bersamanya. Melihat pemandangan yang mencolok itu, Dadan terperangah.
"… Garp-san, jangan bilang dia…" Dadan tidak meneruskan kalimatnya, dia memicingkan matanya sejenak, menatap tajam bocah yang dibawa oleh Garp itu.
"Jangan bilang dia anak dari selingkuhanmu?"
Garp memijit pelipisnya sesaat. "Untuk apa aku punya selingkuhan. Dia tidak mirip denganku lagi pula!" Garp menghela nafas dan menepuk bahu bocah itu pelan. "Jadi, dia… Tidak! Garp-san! Jangan bilang kalau dia akan dititipkan di sini!?"
"Memang aku ingin bilang seperti itu," wajah polos Garp membuat Dadan ingin memukulnya sampai tak berbentuk.
"Kau tahu!? Dua anak itu seperti monster kecil pelahap makanan! Membuat kami menguras modal lebih untuk mengasih makan mereka! Dan kau malah menambah satu anak lagi!?"
"Uang kami tidak cukup untuk membeli bir, makanan dan lainnya untuk tamu, Garp-san!" Dadan meracau sejadi-jadinya, ia lupa akan ketakutannya pada Garp. Seperti malam ini dia akan meledak bak gunung meletus. "Hei-hei tenang! Sekarang aku janji akan membantu biaya untuk ke tiga anak ini, aku janji!" Garp bernegosiasi dengan teman lamanya itu.
"Tidak, tidak, dan tidak!" Dadan membuang muka dan berbalik memunggungi pria paruh baya itu.
"Oh, ayolah! Aku sibuk dengan tugas Negara, pergi melaut dan tidak ada waktu untuk mengurus anak-anak. Seandainya ada waktu pun takkan kuserahkan anak-anak padamu," Garp memohon. Makino yang sedari tadi melihat perdebatan itu hanya menghela nafas dan menghampiri bocah itu. Bocah yang masih mematung sampai detik ini.
"Halo, siapa namamu?" Makino menyapa lembut sambil menyetarakan tinggi mereka. Bocah itu sadar kalau ada yang mengajaknya bicara. Namun bocah itu justru diam dan menatap Makino. Membuat Makino menunggu jawaban dari bocah tersebut.
Sadar kalau Makino sedang ingin berkenalan dengan anak yang ia bawa, Garp memberi isyarat agar anak itu dibawa ke tempat aman dan nyaman. Makino menuntun bocah itu ke dalam ruangan yang tampak seperti dapur kecil khusus minuman.
"Kau mau minum apa?" Makino menawarkan. Bocah itu terdiam sebentar dan mengucapkan kalimat yang sangat pelan. "Jus, jus wortel,"
.
.
.
"Bagaimana? Dia tidak melakukan hal yang aneh padamu, 'kan?" Garp penasaran saat Makino bergabung dengannya dan Dadan di pojok bar itu. "Tidak, memangnya kenapa?"
Garp menarik nafasnya. "Akan kuceritakan siapa dia," Garp menatap Dadan yang masih kesal dan menatap Makino yang penasaran. "Dia ditemukan dipulau yang dijadikan tempat transaksi buah terkutuk. Mafia yang bertransaksi di sana adalah Donquixote Family, yang dipimpin oleh Doflamingo,"
"Doflamingo yang itu!?" Dadan gusar tak percaya. "Ya, dia mengakui kalau dia salah satu dari anggota mereka. Dia terpaksa bergabung dengan mereka karena umurnya yang tidak lama lagi. Karena penyakit yang mengidapnya, penyakit dari kota Flevance yang seisi penduduknya tak terselamatkan dan dibantai—"
"Amber Lead, kah?" Dadan menebak, dan Garp menjawab dengan anggukan. "Tapi dia, dia tidak menunjukan ciri dari penyakit Amber Lead," gumam Dadan.
"Itu karena Doflamingo sendiri yang mencoba mendapatkan buah itu untuk bocah yang terancam nyawanya itu. Namun semata-mata karena bocah itu mirip dengannya dan akan dijadikan kaki-tangannya kelak,"
"Tapi adik Doflamingo, Corazon sangat berbeda dengan Doflamingo. Dia diam-diam bergabung dengan pemerintah untuk menghentikan kakaknya, setidaknya dia berniat begitu. Corazon mengetahui nama asli bocah itu dan membawanya menjauh dari kakaknya. Dan berniat menyembuhkannya. Namun kakaknya yang masih percaya pada adiknya itu, ia memberitahu informasi bahwa buah terkutuk yang dapat menyembuhkan penyakit mematikan sekalipun itu benar adanya. Buah itu bernama ope ope no mi,"
"Jadi Corazon mendapatkannya dulu sebelum kakaknya?" Dadan menyesap minumannya.
"Ya, selama setahun perjalanan mereka berdua, bocah itu sadar kalau yang ia lakukan salah. Entah aku yang mendengar cerita ini dari atasanku merasa lega juga. Karena kalau dia benar-benar diasuh sepenuhnya oleh Doflamingo, Donquixote pasti tidak mudah dikalahkan,"
"Memangnya siapa nama anak itu?" Makino bersuara. "Namanya, Trafalgar D. Watel Law,"
"D katamu!?" Dadan merasa ini akan jadi angin badai yang buruk.
"Ya, karena itu Corazon percaya sepenuhnya pada Trafalgar Law. Sampai detik akhir hidupnya yang dibunuh oleh kakaknya sendiri. Pesan dari atasanku, nama asli Law tolong di rahasiakan. Dia juga mengerti kalau nama aslinya tidak boleh disebar luaskan karena pemberitahuan Corazon,"
"Kenapa tempat ini dipenuhi oleh anak pemberontak!?" Dadan histeris frustasi. Garp hanya tertawa. Walau Garp tidak menceritakannya secara rinci, Dadan dan Makino mengerti. Dan akhirnya ia diterima di bar kecil ini.
.
.
.
"Oh, ya! Luffy dan Ace sudah tidur, ya? Sampaikan salamku pada mereka. Law, kau mulai hari ini akan menjadi kakak tertua," Garp tersenyum penuh arti sambil menepuk topi berbulu Law. Pria paruh baya itu pergi kembali.
"Nah, Law. Masih ada kamar kosong untukmu. Atau kau ingin bergabung dengan adik-adikmu?" Makino menawarkan.
"…" Bocah bernama Law itu diam. Mereka pasti tahu masa lalunya, dan Law berpikir demikian.
"Kalian tidak takut denganku?" Law bertanya pelan. Law tidaklah bodoh sesungguhnya, ia anak dari pasangan dokter yang ternama di Flevance. Ia tahu penyakitnya sudahlah sembuh dan penyakitnya itu tidak menular melalui sesama manusia. Namun barang kali masih ada yang takut padanya ketika diceritakan masa lalunya itu.
"Kau masih sakit atau tidak, kami tidak akan tertular olehmu! Cepat tidur sana, sudah larut malam!" Dadan beranjak sambil menyalakan rokoknya.
"Lihat, tidak ada yang perlu ditakutkan lagi," Makino menimpali sambil tersenyum.
.
.
.
