bagaimana rasanya kehilangan itu sebenarnya?

.

.

.

Happy reading

.

.

.

Jimin terlihat berkeringat, lari mengelilingi lapangan sangatlah melelahkan. Dia tak terlalu menyukai olahraga. Tapi dia sangat menyukai dance dan kedua orangtuanya tak suka akan hal itu apa lagi dia tak terlalu baik dalam hal belajar. Tak seperti hyungnya yang sempurna, pintar dalam segala hal dan menjadi kebanggaan orangtuanya. Terkadang jimin iri bagaimana eommanya –jin- menyanjung hyungnya itu didepan para temannya. Memuji kepintaran hyung dalam bidang akademik dan tak pernah menyebutkan namaku sekalipun dalam pujiannya itu. kau tau seperti eumm dianak tirikan.

"anak – anak pelajaran hari ini cukup sampai disini, sekarang kembalilah kekelas kalian"

"ne, jung saem"

Jimin bernafas lega, penderitaan dilapangan hari ini sudah selesai. Dia berjalan sambil mengipas – ngipaskan tangannya untuk menghilangkan gerah.

Brakh-

"yaa! Jiminie kau terlihat lemas sekali hari ini"

Taehyung –sahabat jimin- datang dari arah belakang langsung menubruknya sampai terhuyung kedepan. Dengan rangkulan dibahu jimin yang membuatnya lebih gerah.

"singkirlah tanganmu!"

"wow, sensi sekali…"

Tapi taehyung tak melepaskan rangkulannya.

" kajja kekantin, aku traktir minuman dingin untukmu oke? Membolos satu pelajaran tak akan membuatmu masuk penjara"

…..

" kau tau tae? Eommaku lagi – lagi membandingkan aku dengan hyungku saat aku akan berangkat sekolah tadi"

Dia meneguk softdrink yang tadi dijanjikan taehyung.

"dan aku benar – benar kesal"

Taehyung berhenti mengemut lolipopnya. Ah pantas saja jimin terlihat tak bersemangat hari ini. Ternyata ini alasannya.

"hahaha, bukannya kau sudah sering mendengarnya? Harusnya kau sudah kebal"

"ck, kau tak tau bagaimana sakitnya hatiku saat dibandingkan seperti itu"

"aku memang tak tau, kau tau kan aku tak punya eomma. Eommaku sudah tak ada sejak adikku lahir kedunia ini. Yaa- aku iri padamu, sesekali aku juga ingin diomeli eommaku"

"harusnya aku yang iri, karna hoseok ajhussi begitu menyayangimu dan jungkook"

"hei, walaupun orangtuamu begitu tapi hyungmu itu juga perhatian padamu tau. Kau tak ingat saat sedang musim hujan minggu lalu? Dia membawakan payungmu yang tertinggal dan menitipkannya padaku karna kau sedang ditoilet waktu itu"

"sebenarnya aku tak membencinya, hanya terkadang kesal karna aku selalu dibeda- bedakan dengannya. Lagi pula saat dirumah pun kami jarang bicara."

"harusnya kau coba bicara dengannya. Aku dan jungkook saja sangat dekat."

"sudahlah sangat menceramahiku"

….

"aku pulang"

Saat sampai diapartment diluar sudah gelap. Jimin melepas sepatunya dan meletakkannya sembarangan. Saat ingin menuju kamarnya terlihat yoongi –hyungnya- yang sedang menggosok pakaian seragamnya. Dan juga seragam jimin.

"kau baru pulang?"

Yoongi bertanya, walaupun terdengar datar tapi terselip kekhawatiran disana.

"eum, aku latihan dance dulu sepulang sekolah"

"ah, harusnya kau mengatakannya dulu pada eomma, dia tadi terlihat khawatir"

"apa maksudmu mengomel hyung? Lalu kalau aku mengatakannya apa akan jadi berbeda? Aku rasa dia akan tambah marah karna dia tak suka aku mengikuti latihan dance. Dia ingin aku sepertimu menciptakan piala – piala berjejer dalam akademik, bukannya melalukan hal yang tak penting –menurut eommanya-"

"jimin-ah … apa aku menjadi beban untukmu?"

Jimin tak bisa menjawab, dia bingung. Apa iya yoongi menjadi bebannya atau tidak? Selama ini walaupun yoongi jarang bicara dan mereka tak dekat tapi mereka berdua tak pernah berkelahi. Tak pernah memperebutkan sesuatu karna sejak kecil yoongi selalu mengalah. Tak meminta macam – macam juga dan malah membuat orangtuanya bangga. Tidak seperti dirinya yang selalu merengek.

Tanpa kata jimin masuk kedalam kamarnya, merasa bersalah karna mungkin perkataannya terlalu berlebihan.

Mandi dengan air hangat akan membuatnya nyaman, begitulah pikir jimin. Melepaskan seluruh pakaiannya dan menaruh bajunya dalam keranjang yang berisi baju kotor. Lalu berjalan menuju bathup dan menenggelamkan tubuhnya didalam air yang sudah dicampur sabun. wangi lavender menguar memenuhi seluruh kamar mandi. Jimin jadi ingin tidur sekalian disini.

Kreek-

Tiba – tiba pintu terbuka dan membuat jimin otomatis menoleh kearah pintu. Disana berdiri sosok yoongi.

"kenapa kemari ?"

"anniyo, aku hanya ingin meletakkan seragammu. "

"ah, arraseo. Gomawo"

"jimin-"

"eum?"

"mau kugosokkan punggungmu?"

Tak ada jawaban tapi jimin menggangguk, saat yoongi mulai menggosok punggungnya atmosfer disekitar terasa begitu awkward. Bukannya sudah jimin katakan mereka berdua tidak pernah dekat seperti ini sampai ada adegan membantu jimin mandi.

"kulitmu masih sama seperti saat umurmu 5 tahun minnie, waktu itu terakhir kalinya kita mandi bersama"

"kau tau aku sangat senang saat eomma memberi tauku aku akan medapatkan adik. Dan saat kau lahir akulah yang menangis sangat kencang karna bahagia melihatmu menggeliat didalam gendongan eomma"

Yongi bercerita seperti mereka begitu dekat, seperti setiap malam mereka selalu berbagi kisah sebelum mereka tidur. Tak pernah sebelumnya hal seperti ini terjadi. Dan ini membuat jimin merasa aneh. Ada rasa hangat karna dia memdapatkan perhatian yang selama ini hilang dan jarang didapat dari orangtuanya.

"YOONGI! KAU DIMANA SAYANG?"

Teriakan eomma mengagetkan keduanya. Sepertinya eommanya sudah pulang dari berbelanja. Cepat – cepat yoongi melepaskan sarung tangan yang dia gunakan untuk menggosok punggung jimin dan keluar dari kamar mandi untuk menemui eommanya.

"belajarlah yoongi, aku tak ingin nilaimu turun seperti waktu itu."

"eomma, aku baru saja memenangkan mendali emas untuk lomba kimia. Apa eomma akan mengabulkan keinginanku?

"tentu saja, apapun itu akan eomma kabulkan"

Samar – samar aku mendengar yang dibicarakan eomma dan hyung. Aku sudah selesai mandi dan menggunakan pakaian. Mengintip dari celah pintu kamar. Penasaran dengan apa yang sedang dibicarakan eomma dan hyung tanpa berani mendekat karna tak ingin mendapat ceramahan dari eomma. Seperti nya ingin menginginkan sesuatu dan eomma akan mengabulkannya. Tapi dia tak menjawab dan malah keluar dari apartment dan diikuti oleh eomma. Aku pun mengekori dari belakang.

Hyung menaiki lift dan menuju lantai paling atas lantai 20. Aku menaiki tangga untuk kesana. Untungnya kami tinggal di lantai 18 jadi aku tak terlalu lelah menaiki tangga nya. Tapi untuk apa mereka kesana? Apa yang hyung inginkan?

Tapi saat sampai disana aku menemukan eomma terduduk diam. Aku tak melihat hyung. Aku mendekat. Dia menangis. Eommaku menangis dalam diam.

"eomma wae geure?"

Aku bertanya sambil mengguncang bahunya. Tapi eomma tak bersuara. Dia malah melihat lurus kedepan tepat kearah pembatas dibawahnya aku melihat alas kaki kesukaan yoongi hyung. Mustahil… jangan – jangan yoongi hyung? Hahaha apa yang aku pikirkan? Itu tak mungkin.. hyungku tak mungkin lompat dari sana kan?

Dengan langkah tersendat aku mendekat kebatas, dengan tangan bergetar aku menggenggam besi dan melihat kearah bawah. Disana … tepat dibawah sana orang – orang berkumpul mengelilingi tubuh hyungku yang mengeluarkan darah. Dia terjun. Keinginan macam apa ini?

Air mata jimin mengalir begitu saja. Baru saja dia merasa nyaman karna tiba – tiba hyungnya perhatian dan sekarang.

"YOONGI HYUNG!"

Jeritan pilu jimin menguar diudara. Dirinya merasa lemas.

TBC/END

Hai nami bawa story baru :3

maap ya kalo belum terlalu menarik ..

kritik dan saran membangun dibutuhkan. kalo ada kesamaan cerita bukan kesengajaan :3