Jinyoung memiliki alter-egos yang tidak Jihoon ketahui.
WHO ARE YOU
Produce 101 Season 2 – Bae Jinyoung x Park Jihoon, Other. T. YAOI, AU, OOC, and Typo. Romance, Drama.
©baejinbaejin
CHAPTER 1
The Alters
Aku Bae Jinyoung, salam kenal.
Lelaki berambut cokelat ingat sekali kata-kata pertama yang Jinyoung katakan padanya. Dia mengenalkan dirinya sebagai Bae Jinyoung –yang sebenarnya Park Jihoon sudah tahu segala sesuatu tentangnya, hanya saja itu pertama kalinya Jinyoung bicara dengannya. Jinyoung sukses membuat Jihoon mentraktir teman-teman dekatnya karena saking senangnya.
Jihoon memandang wajah damai Jinyoung.
Tidak pernah terpikirkan kalau Jinyoung-pun memiliki perasaan yang sama. Kupu-kupu menggelitik perut ketika bertatapan dan bicara satu sama lain, Jihoon pikir hanya dia yang merasakannya. Dia tidak pernah mengkhayal sejauh ini, tapi kenyataan membalapnya.
Jinyoung bilang dia sedang tidak enak badan dan Jihoon dengan sukarela menawarkan diri untuk menjaganya. Dan disinilah ia, di apartemen besar Jinyoung yang tidak pernah Jihoon bayangkan kalau akan semegah dan serapi ini. Iya, Jihoon juga tahu dari awal kalau Jinyoung bukan lelucon. Mungkin kekayaan keluarganya bisa membayarkan seluruh pengeluaran orang tua Jihoon dari dia kecil sampai kuliah sekarang. Hanya saja.. ini diluar ekspektasi Jihoon.
Selagi Jinyoung beristirahat, Jihoon berdiri dan berjalan keluar kamar. Pintunya sengaja tidak ditutupnya sehingga ia masih bisa melihat Jinyoung dari luar. Kakinya mengarahkan dirinya ke laci hitam bermodel simpel yang diatasnya hanya ditaruh vas bunga palsu. Mungkin kalau bunga asli tidak akan sempat merawatnya, pikir Jihoon.
Sekarang dia beralih ke ruang keluarga. Ada piano dipojok ruangan. Televisi tipis ditempel dinding dengan sofa hitam –yang Jihoon pernah lihat ditoko perabot bermerk dengan harga selangit, serta meja pendek berwarna putih. Jinyoung sepertinya memang suka warna monokrom, sampai perabot dan pakaiannya saja kalau tidak putih, hitam, berarti abu-abu.
Jihoon perlahan mencoba duduk di sofa berbahan kulit itu. Suara cicitan bahan kulit yang beradu dengan jeans membuat Jihoon bergidik dan menoleh ke arah kamar Jinyoung, takut-takut lelaki itu bangun. Jihoon merebahkan dirinya disana dan bersantai sejenak. Benar-benar nyaman, sampai-sampai Jihoon lupa kalau dia mau berkeliling lagi.
Lelaki itu bangun dari sofa dan berjalan lagi. Ada tiga kamar di apartemen ini –kata Jinyoung, tentu. Jihoon mencoba membuka satu kamar yang berdekatan dengan ruang keluarga dan heran melihat isinya. Benar-benar berantakan layaknya kapal pecah. Baju yang kebanyakan celana training dan jersey basket berserakan, buku-buku 'Bahasa Korea Untuk Pemula', dan juga asbak penuh puntung rokok.
"Jinyoung tidak pernah bilang dia punya teman satu apartemen, sepertinya?"
Jihoon-pun tak yakin karena dia punya ingatan yang tidak baik, dan juga kalau Jinyoung sedang bicara dia hanya fokus pada suara indahnya dan wajah menawan lelaki itu. Kadang Jinyoung harus mengulang bicara karenanya.
Lelaki itu menutup kembali pintu kamar ber-wallpaper merah marun itu, sebenarnya Jihoon juga tidak tahu itu benar merah marun atau bukan karena lampunya tidak menyala. Dia pindah ke pintu kamar lainnya dan melihat suasana kamar yang berbeda dari kamar sebelumnya.
Benar-benar jauh berbeda.
Kamar itu terang meskipun lampu tidak menyala karena tepat disamping jendela besar yang bermandikan sinar matahari. Nuansa biru muda dan putih menenangkan, seperti kamar perempuan. Perabotnya juga kurang lebih agak feminim, kepala ranjang model victoria dan seprai putih garis biru. Ada meja rias yang mejanya kosong dengan banyak laci juga keyboard.
What is going on here, tanya Jihoon dalam hati.
"Uh, halo?"
Jihoon menoleh kaget. Jinyoung berdiri didepan pintu kamar dengan wajah kebingungan, begitu juga dengan Jihoon. Sejak kapan Jinyoung suka pakai sandal rumah berwarna pink seperti yang sedang ia pakai saat ini.
"Jinyoung-ah," Sapa Jihoon masih dengan wajah kaget. Jihoon mendekati Jinyoung dan menaruh punggung tangannya di kening Jinyoung. "Kau masih hangat."
Lelaki yang dipanggil Jinyoung itu tersenyum lebar. "Jihoon-ssi, aku bukan Jinyoung."
"Eh?"
"Aku Lee Daehwi," Katanya sambil senyum-senyum. "Aku sudah lama ingin bicara denganmu. Selama ini ketika Jinyoung sedang on, aku nontonin kamu. Jihoon-ssi adalah lelaki tercantik setelah aku."
"Huh? Jinyoung-ah, apa kau berhalusinasi? Demammu tidak terlalu parah padahal," Jihoon mengecek kening Jinyoung lagi. "Jangan bicara yang aneh-aneh."
Jinyoung –yang mengaku bernama Daehwi itu terkekeh riang, suaranya bak lonceng. Beda sekali dengan suara Jinyoung yang tidak setinggi itu. "Aku tidak bicara aneh-aneh. Aku benar-benar Lee Daehwi, Jinyoung hyung tidak akan seriang ini jika sedang sakit. Hanya aku yang bisa begini."
"Tunggu-tunggu! Kau sakit, Jinyoung tapi aku tidak tahu kalau kau sakit kau berhalusinasi begini."
"Uh! Susah sekali percayanya, ya? Kalau begitu aku lakukan apa yang Jinyoung hyung tidak bisa lakukan," Lelaki kurus itu berjalan keluar kamar dan menarik Jihoon untuk ikut. Jinyoung berjalan menuju piano dan memainkannya cepat bak profesional. Jihoon melotot kaget, ia tahu Jinyoung bisa bermain piano namun ia tak sehebat itu. "Sudah percaya belum?"
"Sungguh aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi, Jinyoung-ah." Kata Jihoon cemas.
"Aku bukan Jinyoung!"
Mendengar bentakkan feminim Jinyoung, Jihoon-pun terdiam. Jinyoung yang mengaku Daehwi itu menghela nafasnya dan berjalan pelan kearahnya. Dia menarik Jihoon lagi untuk mengikutinya. Kali ini mereka masuk ke dalam ruang pakaian dikamar Jinyoung. Awalnya tampak biasa saja, kebanyakan warna kasual khas Jinyoung. Namun Jinyoung –yang mengaku bernama Daehwi, menyibakkan bagian depan pakaian Jinyoung dan memperlihatkan warna-warna pastel.
"Ini punyaku, yang depan punya Jinyoung hyung," Jelasnya pelan. "Alter yang satu lagi punya lemari sendiri. Kalau kau sudah lihat kamar yang gelap, itu sisi lain dari Jinyoung hyung yang paling bertolak belakang denganku. Kalau Jinyoung hyung marah atau tertekan, dia bisa dengan mudahnya mengambil alih Jinyoung hyung. Aku paling tidak suka kalau dia sedang on karena kerjaannya hanya merokok dan merokok terus."
"Alter?"
"Jinyoung hyung punya tiga kepribadian," Dengan tenangnya dia menjelaskan, tidak memperdulikan Jihoon yang masih tidak paham. "Satu, Jinyoung hyung sendiri sebagai pengendali utama. Kedua, aku, Lee Daehwi. Lalu Guanlin, si menyebalkan."
"Jangan bercanda."
Daehwi memutar bola matanya. "Aku tidak bercanda, ini serius. Jinyoung hyung menutupi hal ini darimu karena semua akan pergi ketika mereka tahu. Mereka hanya penasaran lalu mengatakan hal buruk tentang Jinyoung hyung, bilang kalau dia gila lah dan semacamnya," Jelasnya. "Tetapi aku punya firasat baik tentangmu, Jihoon hyung. Aku yakin kau berbeda dengan orang lain yang meninggalkan kami."
"Ke-kenapa bisa begini?"
"Kalau kenapanya, lebih baik hyung tanya langsung pada Jinyoung hyung," Daehwi tidak mau menjelaskan bagian ini. Jihoon juga merasa cara bicaranya yang berbeda, dia mulai percaya kalau yang dihadapannya ini bukan kekasihnya. "Tolong peluk aku, hyung."
"Eh?"
"Jinyoung hyung kembali–"
Tubuh kurus Jinyoung terhuyung ke depan, Jihoon dengan sigap menangkapnya ke pelukannya. Daehwi yang belum sempat menyelesaikan kata-katanya sudah berganti dengan Jinyoung. Lelaki berambut cokelat itu memandang wajah Jinyoung yang terlihat lelah.
"Kau.. sudah tahu.." Jinyoung bertanya, namun kata-katanya diselipi helaan nafas beratnya.
"Aku masih tidak mengerti, tapi kau bisa menjelaskannya setelah kau sehat. Kau benar-benar terlihat buruk," Jihoon memapah Jinyoung ke ranjang milik Daehwi. "Aku tidak tahu harus berkata apa."
"Disaat aku tidur, mereka lebih mudah memasuki giliran untuk hidup. Terlebih jika aku sedang sakit, cemas, sedih atau marah," Jelas Jinyoung. "Makanya kau bisa lihat kantung mataku. Akhir-akhir ini jika aku tidur malam, yang lain seperti Guanlin akan masuk dan membawa ragaku pergi. Jadi aku tidak bisa istirahat dengan baik. Daehwi masih bisa menahan untuk tidak menggunakan ragaku, namun Guanlin selalu ingin merebutnya."
"Oke, Jinyoung. Kau bisa menjelaskannya lain kali."
Jihoon berdiri dan dia bisa melihat Jinyoung menghela nafasnya lagi. "Hah.. kau akan pergi juga. Semua orang pergi. Aku tidak heran."
"Aku tidak akan pergi. Aku ingin kau istirahat dan kau bisa menjelaskannya nanti."
"Setelah kau tahu semuanya, mungkin kau akan pergi," Jinyoung tertawa miris. "Oh, well."
Jihoon mengerutkan keningnya. "Bae Jinyoung, aku tidak akan pergi."
Jinyoung menoleh pada Jihoon. Lelaki itu tersenyum miring dan duduk dari posisi tidurannya. Kaki jenjangnya turun dari ranjang dan ia berdiri. Entah kenapa Jihoon merasakan aura yang berbeda dari Jinyoung saat ini. Tangan hangat Jinyoung mengulur dan memegang dagu Jihoon. Dicumbunya Jihoon kasar, sampai akhirnya Jihoon dengan susah payah mendorongnya.
"Apa yang kau lakukan?!"
Lelaki yang lebih muda tersenyum sinis. "Selama ini aku hanya penonton, ternyata kau tidak buruk."
"A-apa kau–"
"Ya, aku Lai Guanlin."
WHO ARE YOU
TO BE CONTINUE
A/N: Halo!
Sebenernya aku takut bikin ff chaptered. Takut ngga lanjut haha. Tapi aku bakal coba terus buat update, semoga ngga writers block. Ameenn!
Makasih buat feedback yang ternyata bagus di ff aku yang sebelumnya. Seneng rasanya ternyata bisa bikin ff yg sweet sampe pada diabetes haha. Semoga ff yg ini kalian juga suka ya!
Terima kasih!
