You're Not A Fish

Story by:: An Youngtae

Rate:: T

Genre:: Romance, Angst

Pairing:: KaiTao

Warning(s):: Un-official pairing, Shounen-ai/Boys Love, Alternative Universe, Out of Character, Typo(s).

Disclaimer:: I don't own them, they belong to God, their parents, and themselves

Adopted from:: Boku wa Sakana Yumeka Sumomo

Dedicated to:: Kopi Luwak-ssi, my readers, followers, and likers


Ini adalah sebuah rahasia..

Yang akan selalu kusembunyikan..

Bahkan darimu..

Seseorang yang paling berharga..

... Untukku...


Kai's POV::

.

..

I won't forget you..

I won't ever forget you...

..

.

Kami berdua terdiam setelah pembicaraan panjang yang berlangsung selama beberapa menit di atap sekolah tempatku dan namja di sebelahku berada. Namun ketika mulutku baru ingin terbuka untuk memulai pembicaraan yang baru, namja manis di sebelahku ini sudah mengucapkan rangkai kata-katanya terlebih dahulu.

"Kai, kau dulu memelihara ikan kan?"

Tak sampai satu detik, ucapannya sudah terproses oleh saraf-saraf di otakku. Dan tak lama kemudian aku menjawab pertanyaan darinya.

"Hn... Wae? Kenapa kau tiba-tiba bertanya begitu?"

"Ani... Hanya bertanya saja. Apa yang terjadi pada ikanmu itu?"

Dia bertanya lagi.

Pertanyaan yang membuka kotak memoriku akan kejadian kurang lebih dua sampai tiga tahun lalu. Kejadian yang hampir saja kulupakan.

"Dia mati."

"Ke-kenapa?"

Kali ini ia tergagap mendengar jawabanku.

"Aku yang membunuhnya."

"J-jinjja?!"

Aku mendengar nada suaranya naik ketika kukatakan penyebab yang sebenarnya.

Ya, aku memang membunuh ikan itu. Memang hal itu adalah buah dari ketidaksengajaan. Namun alasan itu tak berguna saat kenyataan memang memang mengatakan bahwa aku yang membunuhnya. Dan sejujurnya, aku tak ingin mengingat hal itu.

Aku ingin melupakannya.

Dan akan menjadi sebuah kebohongan besar jika aku mengatakan bahwa aku akan selalu mengingatnya.

Kejadian yang sudah membuatku terpuruk dalam jangka waktu cukup lama itu...


.

..

I want to forget it...

But I'll never want to forget you...

..

.

Tao, namja manis yang duduk di sebelahku ini terdiam selama beberapa saat. Aku tak menyahut pertanyaan konfirmasi darinya, karena bagiku hal itu tak perlu mendapatkan penjelasan lagi.

"Bagaimana hal itu bisa terjadi? Kau bukan sengaja membunuhnya kan?"

Tao akhirnya menanyakan pertanyaan itu.

Aku tak senang mengingat masa lalu, namun keingintahuan yang terpancar di kedua matanya membuatku mengatakan satu bagian dari memori burukku di masa lalu.

"Aku meletakkan ikan itu di cangkir teh milik Appa," jelasku. Tao terlihat fokus akan apa yang kuceritakan.

Aku melanjutkannya ceritaku. "Dan Appa tidak sengaja menuangkan teh panas ke dalam cangkir itu. Akhirnya.. kau tahu sendirilah. Tapi hal itu adalah hal yang tak bisa kulupakan, meskipun kejadian itu terjadi dua tahun yang lalu."

Tidak bisa kulupakan?

Yang kukatakan tadi adalah bohong, dan aku menyesal sudah membohongi Tao. Tetapi aku tak boleh menunjukkan reaksi 'menyedihkan' di depannya. Maka dari itu, aku memasang topeng 'baik-baik saja' di wajahku.

Dan mimik datarku kembali muncul.

.

..

'Cause you're not that fish...

From the memory I struggle to forget...

..

.


.

..

But, I'm sorry...

Sorry for didn't choose you...

..

.

"Jonginie!"

Seruan itu membuat kami berdua menoleh ke arah sumbernya. Seruan yang berasal dari seorang yeoja yang tengah berjalan menuju tempat kami berdua berada. Yeoja yang beberapa bulan lalu telah resmi menjadi yeojachingu-ku.

Rambut hitam panjangnya tergerai indah membingkai wajah cantiknya. Menunjukkan betapa indah dan cantiknya salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang disebut wanita.

Dia berhenti tepat di depanku dan mengalihkan perhatianku dari Tao. Aku memandang wajahnya yang tengah tersenyum.

"Oh, ada apa?" tanyaku padanya.

Apa yang membuatnya menghampiriku di tempat seperti ini?

"Ayo kita pulang! Sekarang sudah sore kan?" ajaknya dengan nada tidak sabar.

Dia meraih lenganku dan sedikit menariknya untuk mengajakku berdiri. Karena tarikan itu, mau tak mau aku ikut berdiri.

Aku melihat sejenak langit yang sudah mulai memerah.

Kurasa aku memang harus pulang sekarang. Karena dari caranya mengapit lenganku, yeojachingu-ku ini terlihat amat ingin pulang.

"Tao, aku pergi dulu. Sampai jumpa besok."

Kuucapkan salam perpisahan kepada Tao. Akan tetapi, reaksinya yang agak terkejut ketika aku mengatakannya membuatku sedikit menaikkan sebelah alisku.

Apa tadi dia melamun?

"Y-ya, sampai jumpa besok..."

Kali ini dia tergagap lagi saat membalas salam dariku, namun aku hanya mengangguk sebagai balasannya. Yeojachingu-ku segera menarikku untuk pergi dan aku pun mengikutinya. Meninggalkan Tao sendirian di atas atap yang merupakan tempat favorit kami berdua.

'Kurasa aku akan menghubungi Tao nanti. Ya, nanti.'


.

..

If I say the reason...

Will you believe me?

..

.

Aku mendudukkan diriku di sofa rumahku. Kebetulan hari ini Appa dan Eomma sedang lembur. Jadi sekarang aku hanya berdua bersama dengan yeojachingu-ku.

Ya, hanya ada kami berdua.

"Jonginie, aku akan memasakkan sesuatu untukmu. Kalau begitu, kau mandi dulu ya."

Tak menjawab dan tak mengangguk, itulah yang kulakukan. Tetapi aku segera beranjak dari sofa menuju kamarku untuk mandi. Pelajaran olahraga hari ini membuat tubuhku menjadi lengket karena keringat, dan tak ada salahnya bagiku untuk mandi dulu sebelum menelepon Tao.

Sebelum meminta maaf karena aku sudah meninggalkannya begitu saja.

Begitu saja?

Tidak. Aku tidak begitu saja meninggalkannya.

Namun aku sudah bersalah padanya.

Kepada Tao...


.

..

I wonder...

If I can return at that time...

.

..

.

Huang Zi Tao.

Pertama kali aku bertemu dengannya adalah ketika kami berada di Sekolah Dasar.

Dengan alasan yang tak aku mengerti, anak-anak di seluruh sekolah menjauhinya. Dia selalu terlihat sendiri ketika aku memperhatikannya dari dalam kelasku. Kami memang tak pernah menjadi teman sekelas, namun dengan memperhatikan dirinya setiap hari membuatku mengerti.

Dia membutuhkan seseorang.

Dan aku akan menjadi 'seseorang' baginya.

Hingga kesempatan itu datang padaku saat aku terkena flu hingga tak bisa mengikuti ujian masuk di SMP yang diincar oleh kedua orang tuaku. Mengetahui aku tak bisa masuk ke sekolah itu, aku memaksa mereka untuk memasukkanku ke SMP yang sama dengan Tao. Tentu saja dengan sebuah janji bahwa aku akan berusaha menjadi siswa terbaik di sana.

Dan aku merasa Tuhan memang berpihak padaku saat itu.

Aku dan Tao menjadi teman sekelas, dan aku tak menyia-nyiakan hal itu.

Aku mencoba menghampiri Tao ketika ia tengah makan siang di bangku taman sekolah. Mengajaknya pulang bersama meskipun aku tahu arah rumahku berlawanan dengan arah rumahnya. Berkunjung ke rumahnya di saat akhir pekan dan mengajaknya jalan-jalan.

Semua itu membuahkan hasil.

Dia semakin terbuka denganku.

Semakin dia terbuka denganku, semakin aku menyadari bahwa ada sesuatu yang membuatku ingin selalu bersama dengannya. Selalu berada di sampingnya. Tidak ingin meninggalkannya.

Aku sadar...

Aku sudah jatuh cinta padanya...

Dan keputusanku untuk berjalan-jalan di sebuah mall di hari dilaksanakannya ujian masuk SMA pilihan orang tuaku, membuatku terlambat dan tidak bisa mengikuti ujian itu. Kebanyakan orang hanya tahu bahwa aku 'sakit' saat ujian itu diadakan. Namun itu hanya alasan yang dibuat kedua orang tuaku agar tak ada yang tahu bahwa aku sengaja tidak datang tepat waktu. Harga diri kedua orang tuaku memang tinggi.

Saat itu, ketika upacara penerimaan siswa baru di SMA yang tentunya sama dengan Tao. Aku mendengarkan pernyataan Tao yang membuat diriku senang. Sangat senang.

"Jangan khawatir, Kai. Paling tidak kita bisa bersama-sama lagi. Dan aku... senang bisa bersama denganmu lagi."

Aku begitu senang hingga menjawabnya dengan...

"Terima kasih, Tao. Aku juga senang bisa bersama denganmu lagi."

Jauh di lubuk hatiku aku berharap bahwa aku ingin selalu bersama Tao...

Selalu...

Bersama seseorang yang kucintai...


.

..

So I could say...

"I love you"

..

.

Aku tengah menunggu di sofa ketika yeojachingu-ku tengah menyelesaikan masakannya. Dengan santai aku mengotak-atik handphone milikku, dan begitu aku melihat nama Tao di contact list yang ada. Aku segera menekannya.

Menghubungi Tao saat ini adalah tujuan utamaku. Aku ingin memberikan penjelasan padanya sekaligus minta maaf.

Karena aku tidak ingin dia menjadi salah paham padaku karena aku lebih memilih pulang begitu saja dengan yeojachingu-ku. Sehingga membuatnya sendiri lagi.

Sendiri...

"Nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar service area–"

Suara khas ketika nomor telepon yang tengah dihubungi seseorang sedang tidak aktif. Agak menjengkelkan memang, tapi kalau tidak begitu kita tidak akan tahu langkah selanjutnya yang harus kita lakukan untuk menghubungi orang itu.

Dan karena kupikir aku sudah tidak bisa menghubungi Tao lewat nomor handphone-nya, kuputuskan untuk menghubunginya lewat nomor rumahnya. Kalau tidak salah aku sudah menyimpan nomor telepon rumahnya di contact list.

'Ada!'

Setelah menemukannya, kutekan tombol untuk menelepon dan menunggu balasan dari bagian penerima. Dalam konteks di sini adalah Tao atau siapapun yang mengangkatnya. Jujur untuk menghubungi telepon rumah melalui handphone akan membutuhkan biaya yang lebih mahal. Tapi kalau untuk Tao, aku...

"Yeoboseyo? Kediaman Huang."

"Saya Kai. Apa saya bisa berbicara dengan Tao?"

"Oh, Kai. Sebentar ya, akan ahjumma panggilkan dulu. Jagi, ada telepon dari Kai! Cepatlah turun!"

Aku mendengar teriakan Huang-ahjumma ketika beliau memanggil Tao. Mungkin beliau lupa untuk menutupi speaker-nya.

"Tao sedang menuruni tangga, tunggu ya."

"Iya, ahjumma."

Kutunggu selama beberapa saat hingga akhirnya aku mendengar suara Tao yang amat kurindukan.

"Yeoboseyo? Kai? Kenapa kau meneleponku?"

"Mian, apa aku mengganggumu?"

"Ani, tidak sama sekali. Ada apa, Kai?"

Aku terdiam sesaat sebelum menjawabnya.

"Aku... Kupikir aku harus minta maaf atas kejadian tadi sore. Maaf sudah meninggalkanmu begitu saja."

Benar kan? Ini yang ingin kukatakan kan?

Tapi kenapa Tao tidak segera menjawabku?

"Tao?"

"Ah, tidak apa-apa. Kau tidak perlu minta maaf soal itu. Aku tidak mempermasalahkannya kok."

Syukurlah, dia tidak mempermasalahkannya. Dan kulihat yoeojachingu-ku sudah selesai memasak masakannya. Kurasa aku sudah bisa mengakhiri teleponnya.

Benar kan? Aku tidak ingin mengatakan hal lain kan?

Tapi... kenapa rasanya aku tidak ingin segera mengakhirinya?

"Gomawo, Tao. Kurasa aku hanya ingin menyampaikan hal itu saja. Sampai jum–"

"Tu-tunggu, Kai!"

Aku agak terkejut ketika mendengar suara Tao yang tidak ingin mengakhiri pembicaraan kami saat itu juga. Penasaran, aku bertanya padanya.

"Ada apa?"

"A-ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu."

"Apa itu?"

Hal yang ingin ditanyakannya padaku? Hal tentang apa?

"Be-begini... Dari semua namja di sekolah, siapa yang paling kau sukai?"

Namja... yang paling kusukai? Di sekolah?

Bukankah sudah pasti...

"Ka-kalau kau tidak ingin menjawabnya tidak apa–"

"Kau."

Ya, Tao. Kau lah namja yang paling kusukai. Bukan hanya di sekolah, namun di seluruh dunia. Karena sesungguhnya...

Aku memang mencintaimu.

Bisa kudengar Tao belum membalas apa-apa setelah aku 'menyatakan perasaanku' padanya. Karena itu aku penasaran apakah dia masih terhubung denganku atau tidak.

"Yeoboseyo? Tao? Kau masih di sana kan?"

"A-ah... Ya. Gomawo, Kai."

"Hanya itu saja kan? Selamat malam, Tao."

"Selamat malam–"

Aku tak sempat mendengarkan kata terakhir darinya. Namun aku yakin, dia akan melengkapi kalimat itu dengan namaku.

'–Kai.'


.

..

But..

Reality is so cruel..

..

.

"Aku mendengarkan semuanya, Jonginie."

Yeojachingu-ku mendudukkan dirinya di dekatku. Perlahan dia menggeserkan badannya ke arahku dan mengambil handphone milikku. Aku tidak memprotesnya ketika dia mengambilnya dan meletakkannya di atas meja. Sebaliknya aku hanya memandangnya datar, meskipun dia tengah tersenyum 'manis' kepadaku.

"Apa yang kau katakan soal Tao adalah namja yang paling kau sukai itu, benar kan? Aku tahu."

Ya, kau memang tahu segalanya. Karena itu aku tidak ingin kau membuat semuanya menjadi berantakan hanya karena kau mengetahui rahasiaku.

Hanya karena kau mengetahui kalau aku mencintai Tao, dan hanya akan mencintainya.

"Tapi sayang sekali, aku lah yang akhirnya mendapatkanmu. Bukan dia."

Ya, kau memang mendapatkanku. Tapi dengan cara paling keji yang pernah kutahu.

"Andaikan dia tahu kalau aku mengancam akan mengatakan ketidaknormalanmu kepada kedua orang tuamu, apa yang akan terjadi ya?"

Kupandang datar senyuman 'manis' miliknya. Aku semakin muak ketika melihatnya, tapi aku tak bisa melakukan apa-apa.

"Dan juga, ketika aku memergokimu yang sengaja datang terlambat waktu ujian masuk saat itu. Itu sengaja kau lakukan karena kau ingin bersekolah di sekolah yang sama dengan Tao kan? Aku mengetahui semuanya, Jonginie. Semuanya."

Dia mendekatkan wajahnya padaku. Berniat untuk menciumku.

"Karena itu, kau tidak akan pernah bisa lepas dariku."

Dan kedua bibir kami bertemu.

Namun saat itu, aku hanya bisa mengingatmu, Tao.

Karena meskipun yeoja ini 'memiliki'ku. Kaulah yang sudah mencuri hatiku, dan aku...

Tidak akan memintanya kembali.

Karena hanya kau, yang pantas untuk memilikinya dan menyimpannya...

Selamanya...

.

..

So, I'm sorry..

I really sorry..

.

..

For can't forget you...

For always hurt you...

Although I know that...

.

.

.

I'll always love you...

..

.

*** FIN ***


Author's Note:

Seperti janji saya beberapa bulan yang lalu, saya akan membuat sekuel dengan sudut pandang Kai. Dan maaf karena baru publish sekarang (Menulis FF di tengah tes yang diadakan nyaris setiap hari dan tugas-tugas yang menumpuk benar-benar susah).. Jadi, di sini saya mencoba menjelaskan duduk permasalahannya.

Sekuel ini sebenarnya untuk menjelaskan bagian manga yang saya pikir tidak bisa dijelaskan melalui sudut pandang Tao. Oleh karena itu, saya putuskan untuk membuat sudut pandang Kai yang juga mengungkap beberapa 'rahasia' yang saya tulis di bagian sudut pandang Tao.

Baiklah... Melalui cerita yang saya ambil dari sudut pandang Kai, sepertinya sudah cukup jelas ya?

*dan jujur, di manga yang asli saya memang ada dendam khusus sama ceweknya* #abaikan

Tapi saya mohon maaf karena tidak bisa membuat happy ending untuk cerita ini. Karena saya pikir cerita ini memang seharusnya berakhir seperti ini. Sebab, kisah di dalam kehidupan yang sesungguhnya tidaklah semulus kisah yang ada di dalam cerpen/novel. Dan saya tahu benar soal itu. Karena itu saya tetap memakai alur dari Yumeka Sumomo-sensei yang seperti ini, meskipun ada beberapa tambahan dari saya sendiri.

Eto... Semoga versi re-make saya tidak terlalu tragis. *ini udah termasuk tragis, tau* Dan mungkin gaya penulisan saya agak berubah juga di sini. *entah kenapa saya merasa seperti itu*

Dan... Terima kasih sudah bersedia membaca, me-review, me-like, dan mem-follow "I'm A Fish".

Terima kasih banyak! \(^w^)/

Untuk sekuel kali ini, cukup sekian dan terima kasih. Bila ada kritik ataupun saran, silahkan sampaikan di bagian review. :D

So, mind to give me a review?

Di kesempatan lain, saya akan berusaha membuat cerita yang lebih menarik lagi. :D

Thank you so much, guys~ See you next time~! ^w^/

Sign,

An Youngtae