Hujan turun. Membasahi wilayah yang penuh korban peperangan, sekaligus mengguyur tubuh seorang kunoichi berambut merah muda yang terbujur kaku. Di perutnya terdapat lubang menganga, membuatnya dapat dipastikan tak lagi bernyawa.
Seorang lelaki Uchiha berlari menembus hujan, hendak menghampiri gadis yang dapat ia kenali sebagai Haruno Sakura; teman satu timnya, sekaligus gadis yang dahulu selalu memaksa Sasuke untuk melihatnya. Ya, dahulu. Karena belakangan ini—entah apa alasannya—Sakura tidak lagi berusaha merebut perhatiannya.
Dulu, netra jelaganya selalu mendapati senyuman di wajah cantik itu. Tapi kini, senyum itu hilang. Tergantikan raut pedih ditemani darah di kedua sudut bibirnya.
Kedua lutut Sasuke melemas, membuatnya jatuh terduduk tepat di samping Sakura. Ia tidak percaya ini terjadi lagi. Ia kembali kehilangan seseorang yang berharga dalam hidupnya, meski pun orang itu bukan keluarganya. Dipeluknya erat tubuh kaku tersebut, kemudian menangis dalam kesunyian.
Naruto yang berdiri sepuluh meter di belakang kedua teman satu timnya menangis meraung. "SAKURA-CHAAAN!"
.
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
I Will Save You
A Naruto FanFiction by MiMeNyan (Iwahashi Hani)
Sasuke—Sakura
.
Canon
Terinspirasi dari Naruto Movie 4
.
.
.
Ketiga shinobi yang merupakan murid Tiga Legenda Sannin tengah berkumpul di tempat mereka biasa latihan. Namun, untuk saat ini, tidak ada satu pun dari mereka yang berniat latihan. Mereka hanya ingin saling bertemu usai melaksanakan misi masing-masing.
"Akhir-akhir ini, Kakahi-sensei telatnya semakin lama, ya?" tanya Haruno Sakura; satu-satunya perempuan dalam ketiga orang tersebut.
Naruto mengangguk semangat. "Iya, Sakura-chan! Itu pasti karena Kakashi-sensei sibuk membaca buku Ero-Sannin ttebayo!"
Anggukan kecil dari Sakura menjadi sahutan untuk Naruto—ia menyetujui perkataan Naruto. Maklum saja, kemesuman Kakashi sudah bukan rahasia lagi bagi anak muridnya. Iris hijau Sakura bergulir ke arah kanannya, tempat seorang lelaki Uchiha tengah berdiri dalam diam.
Dahi Sakura berkerut samar tatkala mendapati Sasuke sedang memperhatikannya. Baiklah, ia sedikit salah tingkah, itu pasti. Setahunya, Sasuke tidak pernah menatap seorang gadis sampai seserius yang Sasuke lakukan padanya. Apakah ... Sasuke mulai menyukainya?
Rona merah menjalari pipi Sakura.
Tidak! Sakura menggeleng pelan; menepis pikiran yang hinggap di kepalanya. Ia tidak boleh berpikir seperti itu. Sasuke tidak mungkin menyukainya. Dan lagi ... ia telah bertekad untuk tak lagi mengharapkan cinta sang bungsu Uchiha.
Sasuke mengembuskan napasnya frustasi. Ia masih saja memikirkan mimpinya semalam. Bagaimana bisa ia bermimpi bahwa gadis di sebelahnya mati? Padahal, gadis itu masih sehat dan cerewet seperti hari-hari kemarin.
"Ah, kalian sudah berkumpul rupanya," ujar suara berat yang berasal dari atas pohon, "maaf ya, aku terlambat. Tadi aku harus membantu seorang nenek yang kesulitan menyeberang jalan." Kakashi berkata sembari melompat turun dari pohon.
Netra hijau Sakura berputar bosan. "Alasan Sensei sangat basi," selanya dan langsung disahuti oleh Naruto, "Itu benar sekali ttebayo! Sekali-sekali Sensei harus membuat alasan bahwa Sensei sudah terlalu tua dan tidak kuat berjalan. Baru aku percaya ttebayo!"
"Hn," gumaman Sasuke menyetujui ucapan Naruto.
Sialan, umpat Kakashi dalam hati. Ia tidak ingat kalau ia pernah mengajari anak didiknya untuk mencela orang yang—ehem—sedikit lebih tua.
"Jadi, sekarang kita mau ke man—"
"Sakura-san, Tsunade-sama memanggil anda." seorang pria berseragam ANBU tiba-tiba datang dan memotong pertanyaan Naruto. Jinchuuriki Kyuubi itu menggeram kesal. Sepertinya, acara 'temu kangen' tim tujuh akan ditunda karena Sakura dipanggil oleh Nenek Tsunade.
"Baiklah," jawab Sakura pada pria tersebut. Atensinya beralih pada ketiga laki-laki yang sudah ia anggap keluarganya, "kalian pergi duluan saja, aku akan menyusul setelah menemui Tsunade-shishou."
Hampir saja Naruto ingin membantah, tapi gumaman Sasuke memotongnya. "Hn,"
Kakashi mendesah lelah meski akhirnya ia mengangguk—mengizinkan Sakura pergi. Ternyata sulit ya, mempunyai murid yang semuanya merupakan ninja andalan Konoha. Terlebih lagi, harga dirinya sebagai mantan guru seperti hilang karena kekuatannya yang hampir dilampaui oleh ketiga anak tersebut. Jadi tidak bisa seenaknya mengatur, deh.
Gadis bermarga Haruno itu segera pergi bersama pria ANBU yang menjemputnya, membiarkan tiga pasang netra milik teman dan gurunya memandangi punggungnya yang kian menjauh.
"Yah ... Sakura-chan pergi," kata Naruto lesu.
Sasuke melompat ke atap salah satu gedung yang tidak terlalu tinggi, kemudian bergerak lincah melewati atap demi atap agar bisa menyusul eksistensi Sakura yang sudah tidak terlihat di matanya. Ia harus tetap berada di dekat gadis itu, pikirnya, ini semua supaya meminimalisir kemungkinan mimpinya menjadi nyata.
"Ayo Naruto, kita ikuti Sasuke." Kakashi berkata sembari menyusul langkah Sasuke.
Naruto mendengus kesal, "Tanpa disuruh aku pasti akan mengikutinya ttebayo!"
.
.
.
Sakura baru saja membuka pintu ruangan Hokage, tapi dirinya sudah disambut oleh tatapan tajam Tsunade dan wajah risau Shizune. Aduh, sepertinya ada yang tidak beres, simpulnya.
"Jadi, ada apa Tsunade-shishou memanggilku?"
"Langsung ke intinya saja," kata Tsunade sembari memperlihatkan sebuah peta, "aku memberimu misi rank S untuk menghancurkan sebuah batu di negara ini; Darushi." Tsunade menunjuk sebuah negara kecil yang letaknya berada di antara Negara Api dan Negara Iblis.
Alis merah muda Sakura bertaut setelah. Misi rank S hanya menghancurkan batu? Apa Tsunade-shishou sedang mabuk?
"Aku tahu yang kaupikirkan, Sakura," ucap Tsunade dengan tenang, "batu yang harus kau hancurkan adalah sumber tenaga tentara musuh. Dan saat ini, tentara itu sedang berusaha menerobos pertahanan Negara Api."
"Tunggu!" ujar Sakura panik, "kenapa harus aku? Bukankah jika Naruto atau Sasuke-kun yang dikirim, hasilnya akan lebih efektif—mengingat mereka berdua memiliki rasengan dan chidori? Akan lebih baik jika aku menjadi medic-nin saja dalam kelompok mereka."
Godaime Hokage menghela napasnya. Ia sudah menduga kalau murid kesayangannya akan mengajukan kedua teman lelakinya. Tanpa perlu disuruh pun, Tsunade pasti akan memilih salah satu di antara Naruto atau Sasuke jika saja masalahnya tidak serumit sekarang.
"Sayangnya tidak bisa, batu itu kebal terhadap ninjutsu," jelas Tsunade, "selain itu, batu itu hanya akan hancur jika terkena pukulan yang setara dengan tenagaku."
Pupil Sakura mengecil.
Sekuat itukah batunya?
"Karena aku seorang Hokage, aku tidak bisa seenaknya pergi meninggalkan desa. Jadi, aku memilihmu karena hanya kau yang bisa menyamai kekuatanku."
"Ini pasti sulit..." desis Sakura pelan.
Mendengar cerita Tsunade saja, sudah terlihat seberapa kuat batu yang harus ia hancurkan. Terlebih lagi, jika ia gagal dalam misi ini, Negara Api akan diserang oleh musuh. Bisa dikatakan, nasib Negara Api ada di pundaknya.
"Tenanglah, aku sudah menyiapkan tiga tim; tim Kakashi, Gai, dan—almarhum—Asuma untuk membantumu menyelesaikan misi ini," kata Tsunade mencoba menenangkan Sakura. Padahal jauh di dalam hatinya pun, ia sangat tidak tenang. Karena bagaimana pun juga, Sakura adalah murid kesayangannya. Bahkan sudah ia anggap anaknya sendiri. Dan ia tahu tugas ini bukanlah perkara mudah.
"Tidak perlu! Tim Kakashi saja sudah cukup kok!"
Suara Naruto terdengar seiring masuknya Kakashi, Sasuke, dan tentunya Naruto ke ruangan Hokage melalui jendela. Alasannya : mereka terlalu malas untuk melewati pintu.
Tsunade menepuk jidatnya. Dengan bantuan tiga tim saja ia meragukan keberhasilan misi ini, apalagi hanya dengan satu tim?
"Kenapa kalian semua ada di sini? Aku tadi sudah menyuruh kalian untuk pergi duluan, 'kan?" tanya Sakura emosi. Ia bersungut-sungut karena Naruto mengatakan bahwa tim Kakashi dapat mengatasi semuanya seorang diri. Pasti Naruto tidak mendengarkan penjelasan Tsunade.
"Teme tadi langsung menyusulmu, jadi aku hanya mengikutinya~"
"Sialan," umpat Sasuke.
"Tapi itu kenyataannya 'kan, Teme?"
"Urusai!"
"Ah, Teme menyebalkan~"
Tsunade menggebrak meja kerjanya geram. Kedua anak lelaki di depannya ini benar-benar menyulut emosinya. Tidak tahukah mereka bahwa nasib Negara Api tengah dipertaruhkan sekarang? Dengan seenaknya mereka malah bertengkar di ruangannya—membuatnya tidak dapat berkonsentrasi.
"Sudah kuputuskan!" ujar Tsunade, "Tim Kakashi, kutugaskan kalian untuk melindungi Sakura selama menjalankan misi ini."
Sasuke menggigit bibir bawahnya bingung. Misi? Melindungi Sakura? Shit! Ia sama sekali tidak mengerti apa inti permasalahan ini karena datang terlambat.
Sesaat, bungsu Uchiha itu mengingat mimpi yang baru saja ia alami semalam.
Misi. Sakura. Peperangan. Kematian.
'Ini semua ... tidak mungkin berhubungan, 'kan?'
To Be Continued
Hani nggak tahu harus kasih genre apa untuk fic ini. :') Oh iya, alurnya gak kecepetan kan?
Bagi yang berkenan, silakan tinggalkan review. :)
