Disclaimer

Bungou Stray Dogs punya Harukawa Sango dan Asagiri Kafuka

Ringkasan

Akutagawa Gin sudah terbiasa dengan kakak yang selalu mengecek ponselnya, selalu antar-jemput ke kantor, dan selalu bersitegang dengan pria manapun yang berkaitan dengannya. Kali ini, giliran Nakajima Atsushi yang menjadi pria malang itu. AWAS ADA SHIN SOUKOKU -dan izinkan Buraiha numpang cameo! ADA KEMUNGKINAN RENYAH BIN GARING. Author sedang belajar membuat sebuah kisah komedi romantis. Sangat butuh saran dan input. Selamat membaca!

BUKAN SINEMA SORE

Aku Menderita karena Fitnah Kakak Sister Complex


"Maaf ya, Atsushi, internet kantornya lagi mati nih," seorang wanita berambut hitam panjang memulai kembali pembicaraan seiring ia meng-copy dokumen-dokumen terkait proyek yang tengah mereka kerjakan bersama di pantry kantor, "kau jadi tidak bisa mengakses cloud kita… semisal proses copy-nya lama, nanti flash disk-ku ini kaubawa saja."

Pemuda berambut keperakan merespon sambil membuatkan teh manis untuk mereka berdua, "Tidak masalah, Gin. Kalau tidak ada file itu, aku tidak bisa segera membantumu bekerja."

Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa teknologi informasi, Guildpedia membutuhkan banyak programmer untuk mengerjakan berbagai proyek pengerjaan aplikasi. Nakajima Atsushi dan Akutagawa Gin adalah dua dari lima belas programmer baru yang lulus tahap rekrutmen. Gin diterima terlebih dahulu untuk mengerjakan proyek aplikasi pariwisata, kurang lebih satu minggu sebelum Atsushi yang akhirnya ditugaskan untuk membantunya.

Dua cangkir teh hangat siap untuk diseruput bersama rekan kantor pertamaku, batin Atsushi gembira sambil membawa kedua minuman itu di atas nampan sambil bersenandung.

"...tew, tetetew, tew tetetetew, tew tew –astaghfirullahaladzim."

Di sebelah Gin kini duduk makhluk yang paling ia tidak ingin bertemu di dunia dan akhirat –

"Heh, siapa suruh kau bicara begitu?" Ujar makhluk itu dengan ekspresi sama kesalnya dengan dia, "Kaupikir aku setan? Apa cuma bercanda saja, hah?"

"Qerja lembur bagai quda, sampai lupa orang tua "

"NGGAK USAH NYANYI, MACAN BISKWAT!"

"ITU BUKAN AKU YANG NYANYI, ALAY EMO!"

"Maaf, itu ringtone HP-ku…" seketika Gin mengambil ponselnya dari saku dan mengangkat telepon, lalu meninggalkan mereka berdua. Lagu iklan komersial itu pun berhenti.

Keduanya bertatapan sengit, Atsushi dengan nampan tehnya dan orang itu, Akutagawa Ryuunosuke, dengan dua setengah liter kopi promosi Tumbler Day Portbucks-nya. Siapa sangka bahwa pemuda yang bergabung dengan gerakan #SaveWhiteTiger milik WWF itu tidak butuh waktu sebulan untuk mendapatkan musuh di kantor. Ya, pemuda yang hobi kerok alis itu adalah kakak dari Gin yang, menurut Atsushi, sakit jiwa.

"Hebat ya kau," bayang-bayang mengerikan muncul di wajah Ryuunosuke, "jam kerja begini berani-beraninya main mata dengan adikku. Sudah kukatakan kepadamu, aku tidak sudi adikku didekati orang sepertimu yang suka furry sebagai fetish. Menjijikkan."

"Astaga, bisa nggak sih kamu berhenti menuduhku yang aneh-aneh?" Nada bicara Atsushi meninggi, "Aku tidak menyukai adikmu. Kami berdua di sini karena aku mau meng-copy dokumen dan aku belum sarapan. Satu lagi –apa itu furry?"

"Jadi kau masih berusaha memikatnya, padahal kau tidak menyukainya? Cih, tipikal cowok brengsek."

"Aku tidak menyukainya secara romantis, Akutagawa. Bahkan sebagai teman pun, aku biasa saja dengannya."

"Oh, iya, awalnya biasa saja ya, berikutnya suka sebagai teman, berikutnya suka sebagai kakak, berikutnya apa lagi, Mas Nakajima, suka sebagai pecinta satwa?"

"Demi Tuhan, Akutagawa –"

"Aku tidak peduli, pokoknya aku tetap di sini sampai kau selesai meng-copy dokumenmu itu."

"Akutagawa!"

"Apa?!"

Ya, inilah yang disebut oleh Atsushi sakit jiwa –orang itu selalu berprasangka bahwa ia berusaha mendekati adik perempuannya, padahal kenyataannya tidak sama sekali. Mereka berdua cuma berdiskusi soal pekerjaan dan (sekali waktu) PABJI! Dulu, mereka berdua sempat main Mobelejen bersama, tetapi tidak lagi karena si kakak selalu merusuh ketika ia tahu akun Atsushi.

...iya, percayalah, orang dewasa itu di kantor juga main Mobelejen dan Pabji. Daripada main TokTik.

Eh, ngga bisa lah, 'kan baru diblokir. Oh, sudah tidak?

...yah, sepertinya Anda tidak mengerti reference-nya. Maafkan. Lanjut.

Semua berawal dari ketika Atsushi tersenyum kepada Gin sebelum duduk di kubikal masing-masing pada hari kelimanya bekerja. Pada hari pertama sampai keempat, itu tidak masalah, toh Atsushi memang sering senyum bahkan ketika dia lagi sendiri.

Nah, pada hari kelima itu, kebetulan si kakak sister complex berniat mengajak adik perempuannya nonton The Incredibles : Jurassic Infinity Solo sepulang kantor. Filmnya tentang sebuah keluarga superhero yang terjebak dalam perang makhluk purba di Kota Solo demi mengamankan enam batu akik pusaka keraton –dan ia tahu Gin suka film absurd seperti itu. Eh, yang ia lihat malah sepasang muda-mudi beradu pandang ala-ala Rangga dan Cinta.

Sejak saat itu, si kakak berkulit pucat seakan punya radar tersendiri. Dalam hitungan menit, dia akan selalu muncul setiap Atsushi dan Gin berdua saja (bahkan dalam unsur ketidaksengajaan seperti bertemu di bus TransYokohama, tiba-tiba dia muncul di belakang bus sambil naik Fyo-Jek yang dipaksa ngebut). Awalnya, Atsushi masih berusaha menghormati seniornya itu dengan hanya tersenyum awkward sambil cepat-cepat menyelesaikan urusan mereka berdua. Akan tetapi, lama-lama Atsushi jadi habis sabar.

Dia juga sudah menjelaskan kepada Ryuunosuke bahwa keduanya terpaksa sering berdua karena mengerjakan satu aplikasi itu bersama, tetapi orang itu cuek bebek. Tidak puas dengan sekedar duduk diam dan mengawasi, Ryuunosuke mulai melakukan pengusiran secara verbal. Ya, hal itu dilakukan dengan cara mengeluarkan semua prasangka buruknya lewat mulut seperti pagi tadi. Sudah lebih dari sebulan ia menerima perlakuan mengesalkan seperti ini dari pria mengesalkan itu.

Pada jam makan siang, ia tidak lagi membeli gado-gado Mbak Lucy bersama Gin (apalagi menawarkan diri untuk membelikannya). Kadang ia sendiri makan di warteg Mbah Fukuzawa, kadang ada seniornya dari kampus, Mang Dazai, yang ikut menemaninya kalau ia tidak diajak makan dengan Uda Ango dan Bang Odasaku. Hari ini, dia makan di warteg Mbah Fukuzawa bersama si senior baik hati.

"Mang Dazai, aku wes jeleh dituduh Akutagawa nyeraki adhine. Jancok, cok, cok."

Kurang lebih, Atsushi mengeluh tentang Akutagawa senior yang terus menuduhnya mendekati si Akutagawa yang lebih muda. Tiba-tiba Mbah Fukuzawa menjitak kepala Atsushi.

"Language," ujarnya demi mengingatkan Atsushi untuk menjaga bicaranya agar tidak kasar seperti tadi.

"Dalem, Mbah,"pemuda itu mengiyakan sambil mulai melahap nasi capcay dan tongkol baladonya.

Pemuda dengan jas cokelat panjang tertawa, "Aya-aya wae… Akutagawa borokokok. Kan urang geus ngomong ka Atsushi, tong dilayanan. Stres, engke."

Mang Dazai bersimpati dengan kondisi Atsushi dan mengingatkannya agar tidak menggubris Akutagawa seperti yang pernah ia katakan. Yang ada, dia jadi stres nanti.

"Aku wes bilang ke dia, aku ora tresno karo Gin," tentu saja, Atsushi sudah menjelaskan bahwa ia tidak ada perasaan apa-apa kepada adiknya.

"Mangkenye, cari cewek dah. Stres, stres, yang ade nih, aye stres denger orang ngomong Jawa diadu Sunda."

Tiba-tiba seorang pemuda tinggi berambut merah bergabung dengan mereka, lengkap dengan paket nasi semur jengkolnya. Ia sepertinya protes dengan adanya percakapan dwibahasa kedua orang itu.

"(Bang) Odasaku!"

"Makan ah, makan."

"Sebentar dulu," ujar Atsushi tiba-tiba, "kok Bang Odasaku tahu? Aku wes cerita ke Mang Dazai wae!"

"Iya soalnya terlihat jelas dari gerak-gerik si Akutagawa, lagian dulu pernah kejadian juga bahkan sebelum Dazai masuk," ujarnya sambil mengunyah, "waktu itu aye masih jadi cleaning service."

"Lah, sekarang bukannya masih?"

"Heh, udah kagak! Serius tapi, dulu pernah kejadian. Terus orangnye keluar dari kantor, kagak tahan."

Atsushi keringat dingin. Apa seseram itu nanti teror Ryuunosuke kepadanya, atau sebegitu mengganggu privasinya? Pantas saja seisi kantor rasanya bersikap wajar dengan kelakuan abnormal si rambut ombre nanggung itu. Tidak ada yang mengolok-olok, tetapi tidak ada yang membantunya bebas dari orang itu juga.

"Terus jadinya, saya harus bagaimana ini… saya tidak ingin keluar dari kantor. Baru juga teken kontrak sebulanan lah."

"Saran Abang nih, kamu cari cewek sana. Dia 'kan kagak mungkin menuduh kamu lagi kalau lihat kamu punya pacar."

"Hah," nasi di mulut Atsushi hampir tumpeh-tumpeh, "ya nggak segampang itu, Bang…"

"Kalau begitu, kamu cari cowok," Dazai memberi saran dengan menggunakan nada bicara Odasaku sambil mengedip.

Kali ini, nasi di mulut Atsushi tumpeh beneran.

"ASU –"

"LANGUAGE!"

" –TAGUBIIRUROUHARAZIIMU!"

"Kuruja runbuu bagai kuda, sanpai rupa orangu tuwa, ou hachi churasa zuuhaka –"

"Bang," muka jijik Dazai adalah suatu mahakarya, "plis dah ringtone-nya norak banget. Itu si Mbah udah siap bawa sapu lidi buat ngusir Abang."

"Eh, ini limited edition ini beli di Gogoltunes, qasidah versi penjajah," pemuda yang lebih tua itu kalem saja sambil menekan layar ponselnya, "lagian, ini bukan ringtone… ini alarm."

Sebelum mereka sempat berbincang lagi (dan Atsushi selesai membersihkan muntahan nasi di mejanya yang bikin pelanggan lain ogah makan di warteg itu), terdengar teriakan seseorang lengkap dengan aksen asingnya menyuruh –

"PHEWRGI KALIAN DAWRI WAWRTEG SAYA! PHEWRGI! GO! ROT OP! ROT OP, INLANDER KOTHOR!"

"LHO MBAH KOK KITA SEMUA DIUSIR?!" Dazai mengangkat kucing dari lantai untuk dipakai sebagai perisai, "Yang alay 'kan cuma si Oda!"

"Rot op? Inlander?! Ternyata Mbah Fukuzawa wong Londo!" Hanya Atsushi yang tidak tahu bahwa pria itu memang punya gen asli Amsterdam, coba lihat mata biru khas antek aseng-nya.

"Bukan itu masalahnya, Atsushi… Mbah, jengkolnya dibungkus aje deh –aduh Mbah, aye jangan dipukul Mbah!"

Kacau deh, sesi makan siang Atsushi hari ini. Sudah mengotori meja, belum bayar lagi. Gara-gara Mang Dazai ngaco, sih! Asal saja dia menyuruh Atsushi seperti itu, belum lagi alarm Bang Odasaku yang sudah kelewat mainstream semakin memperburuk suasana. Pulang kantor nanti aku akan minta maaf ke Mbah Fukuzawa, batinnya.

Padahal, hari Jumat ini adalah hari yang sangat ia tunggu-tunggu. Setelah membagi-bagi gaji pertamanya dari Guildpedia untuk berbagai urusan, akhirnya ia bisa menggunakan sisanya untuk menonton film yang ia sangat tunggu-tunggu dan baru rilis tiga hari lalu. Judulnya The Incredibles and the Wasp : Ocean's Hades. Ya, ini memang lanjutan dari film sebelumnya (Jurassic Infinity Solo). Seharusnya, hari ini ia akan pulang lebih cepat, menonton film itu di bioskop, dan menikmati pasar seni malam-malam sambil makan street food di sepanjang Jalan Yoko Malioborohama.

Nah, berarti, tidak ada alasan untukku bersedih cuma gara-gara masalah pagi dan siang ini, batin Atsushi berusaha menyemangati dirinya sendiri di depan cermin toilet kantor.

Setelah berusaha untuk tidak melakukan kontak apa pun dengan Gin, dan menyelesaikan urusan dengan Mbah Fukuzawa, akhirnya Atsushi duduk manis di kursi tengah bioskop. Dia memang telah mengincar kursi terbaik untuknya menonton. Dia sengaja tidak membawa teman-temannya karena mereka sering berisik menggumamkan fan theories dan menumpahkan sop iler alias spoiler sepanjang film diputar.

Akan tetapi, ternyata bukan cuma dia yang berperang demi kursi tersebut. Seorang pria berjaket hitam dengan pop corn di tangan –

"AKUTAGAWA?!"

"AISHA?!"

Hah –tunggu dulu, itu 'kan pembantu dari film lain. Jangankan author, Atsushi pun mengernyit bingung, "Siapa yang kamu sebut –"

"Itu bukan aku yang bicara," geram Akutagawa sambil menunjuk laki-laki necis di belakangnya yang baru saja berteriak pada ponselnya, "ngapain kau di sini?! Adikku membatalkan rencana kami untuk nonton bersama dan –"

"Aku nonton sendiri, dan jangan asal menuduhku lagi!"

"Sendiri?! Hah! Kasihan! Sepatumu saja ke mana-mana berdua!"

"Kamu juga datang sendiri, 'kan?! Perlu kukasih cermin, hah?! Jangan samakan aku dengan sepatuku!"

"Seharusnya tidak! Kenapa kau membuat janji dengan Gin hari ini, sampai ia membatalkan janji denganku hah?! Dia sampai sekarang tidak bisa dihubungi!"

Kali ini, Atsushi menarik napas panjang. Sudah cukup ia membiarkan hal-hal negatif mengganggunya hari ini. Mood-nya baru saja berubah jadi baik. Ia tidak menghiraukan kata-kata Ryuunosuke dan akhirnya mengisyaratkan kepada pemuda itu untuk berhenti bicara.

"Dengar, Akutagawa," katanya pelan-pelan, "aku baru saja diusir dari warteg. Aku tidak mau diusir dari bioskop juga, terutama karena aku sangat ingin nonton film ini. Kamu juga, 'kan?"

"Diusir dari –"

"Sudah cukup, aku tidak mau membahasnya. Hari ini saja, tidak usah kamu bawa-bawa masalah Gin. Duduklah di kursimu. Kamu akan segera tahu kalau aku tidak membuat janji dengan adikmu."

Atsushi berharap pemuda itu akan melengos pergi ke kursinya sendiri. Benar saja, Ryuunosuke menghela napas, menatapnya sengit, dan –duduk di kursi kosong yang tepat di sebelah kirinya. Minuman bersoda diletakkan di sisi kursi –

"Akutagawa, kubilang duduklah di kursimu."

"Kursiku memang di sini."

"Ini tidak lucu."

"Author-nya berharap ini cukup lucu untuk pembaca."

"Tapi ini sangat klise dan tidak menyenangkan!" Sekali lagi, Atsushi berusaha memelankan suaranya, "Maksudku –Akutagawa, tolonglah! Duduk di kursimu!"

Jari-jari pucat Ryuunosuke melemparkan selembar tiket ke mulut Atsushi yang hampir tersedak dan muntah lagi. Nomor kursinya hanya beda satu dengan nomor kursi Atsushi. Sial, ternyata dia benar duduk di sini!

"Baik," sekali lagi, Atsushi menghela napas panjang seiring lampu teater mati satu per satu, "aku mohon, jangan spoiler apa pun."

Sepasang mata gelap itu hanya melirik sebagai respon.

Film dimulai dan Atsushi menggumamkan woooooow pelan. Sekali lagi, Ryuunosuke melirik sambil berjengit. Apa-apaan orang ini, seakan saat ini adalah saat yang paling dinanti-nanti olehnya seumur hidup. Dia sendiri lebih menunggu saat-saat mau gajian.

Di antara mereka cuma terdengar suara Ryuunosuke mengunyah pop corn dan Atsushi yang kerap ribut sendiri bereaksi dengan konten filmnya. Gelak tawanya ketika ada punch line, misalnya, juga menutup mulutnya yang terbuka lebar lantaran kaget, atau ekspresi oh-astaga-jadi-begitu-rupanya seakan ia memiliki banyak teka-teki sebelum menonton film itu dan akhirnya terjawab sudah.

Akan tetapi, Ryuunosuke lebih heran lagi ketika film berakhir. Atsushi tidak beranjak dari kursi dan menunggu post credit scene, katanya. Mungkin karena penasaran, akhirnya pemuda berambut hitam itu pun ikut menunggu.

"Hah, apa sih maksudnya ini," nada bicara Ryuunosuke terdengar bingung ketika adegan berakhir, "hei, Nakajima –"

Yang dipanggil ternyata sedang sibuk mengelap ingus. Oh –ternyata dia menangis, saudara-saudara. Ya, gara-gara nonton post credit scene yang mana hampir semua karakter hero di penjara berubah jadi buih lautan seperti The Little Mermaid.

"Nakajima –"

"Diam, aku lagi nangis."

"Iya, kenapa?"

Atsushi terisak, "...kamu ini payah..."

Lagi-lagi Ryuunosuke berjengit, "Gara-gara aku?"

"Ya! Kamu ini bagaimana, apakah kamu tidak menonton film-film sebelum yang ini?! Sudah jelas kalau itu adalah adegan paling menyedihkan di sepanjang –"

"Baik, maafkan aku, jangan menangis lagi."

Mendadak Atsushi berhenti terisak dan menatap pemuda pucat itu dengan heran, "Kamu bilang apa tadi, maaf? Aku salah dengar, 'kan?"

Benar juga, seumur-umur tidak pernah laki-laki itu menunjukkan rasa bersalah sama sekali setelah mengganggunya terus. Aneh rasanya mendengar seseorang seperti dia minta maaf, apalagi karena hal yang sebenarnya bukan salah dia juga, sih...

Baik, baik. Jadi sebenarnya, Ryuunosuke punya soft spot untuk orang-orang tertentu yang menangis karena ia jadi ingan masa kecilnya bersama Gin dulu. Ia tidak pernah bisa mendiamkan Gin yang menangis lantaran ditinggal orang tua mereka. Sampai sekarang, dia jadinya cuma bisa bilang maaf saja atau diam agar situasi tidak memburuk.

Hanya ke orang-orang tertentu, kok, dan dia terkejut kenapa Atsushi adalah salah satunya.

"Tidak."

"Akutagawa?"

"Diam kau."

"Hei, aku –"

Kruruyuuuuuuuk.

Kalau boleh jujur, sebenarnya dari tadi Atsushi menahan lapar sambil melirik pop corn si kakak sister complex, lho. Maklum, makan siang tadi cuma sedikit. Ia lupa membeli pop corn saking semangatnya ingin duduk di singgasananya. Akan tetapi, tidak mungkin dia mencolek bahu orang di sebelahnya untuk mengemis pop corn, mereka teman saja bukan.

"Jadi, dari tadi kau menahan lapar dan mau minta pop corn-ku tapi malu, ya?"

"BUKAN BEGITU!"

"Terus?"

Atsushi memilih untuk tidak melanjutkan pembicaraan dan meninggalkan teater. Pemuda itu mengikutinya. Ia menggumam kepada Ryuunosuke bahwa ia ingin pergi ke toilet. Syukurlah, ia tidak sampai diikuti ke dalam kubikalnya.

Buru-buru ia pergi dari toilet dengan harapan segera berpisah dengan pengganggu itu. Akan tetapi, ternyata Ryuunosuke sudah menunggunya di luar toilet.

"Mau ke mana?"

"Makan di Jalan Yoko Malioborohama –kamu tahu sendiri, aku lapar."

"Aku ikut."

Seandainya Ryuunosuke adalah seorang teman, mungkin Atsushi akan cepat setuju. Menarik juga, dia mau diajak makan di tempat seperti itu. Atsushi menyangka bahwa orang sekelas Ryuunosuke cuma mau makan di tempat yang menjual Eqwil dan bukan Aqwa sebagai air mineral botolan.

"Kamu juga ingin makan, Ryuu –Akutagawa?"

"Aku ingin memastikan bahwa kau tidak janjian dengan Gin di sana," jawabnya sambil mengecek ponsel, "ia tidak ada kabar nih. Apa ia menghubungimu barusan?"

"Demi Tuhan, Akugatawa! Apa-apaan sih ini?!" Jerit Atsushi sambil menggaruk tembok.

"Ayo cepat, kuantar naik mobilku."

"Tidak mau kalau tujuanmu mengantarku seperti itu!"

"Terus kau mau aku bagaimana, makan bersamamu? Kau terdengar seperti sedang mengajakku jalan, tau nggak."

"AKU TIDAK SEDANG MENGAJAKMU JALAN!"

"Terserah, pokoknya kita ke sana naik mobilku. Nanti Gin bisa pulang denganku, aku tidak mau kau yang mengantarnya ke rumah kami."

Kalau itu bukan tempat umum, mungkin Atsushi sudah menghajar Ryuunosuke dengan tinju suci tapak macan dari delapan penjuru mata angin. Berapa nomor telepon rumah sakit jiwa, ya? Kasus seperti ini belum bisa dilaporkan ke polisi sebagai kasus pencemaran nama baik, sih! Dengan menuruti pemuda itu, Atsushi berharap hari ini cepat berakhir saja.

Setidaknya ia tidak perlu jalan kaki atau keluar uang lagi untuk transportasi, bukan, batinnya terus menghibur diri. Mobilnya si Ryuunosuke juga tidak butut-butut amat, setidaknya AC-nya double blower dan bisa nonton TV atau video.

"Kenapa duduk di belakang, Nakajima? Aku bukan supirmu."

Bahkan, baru masuk mobil pun mereka bertengkar dulu. Heran deh, kenapa ada orang yang nge-ship mereka berdua.

"Aku bukan pacarmu atau adikmu jadi aku tidak perlu duduk di sampingmu!"

"Ah, jadi nanti adikku akan duduk di sini dan kita makan bertiga di sana? Aku suka idemu, daripada kau diam-diam makan berdua dengannya."

"AKUTAGAWA –WA –BA –BA –BANGSAT!"

"Astaga, bahasamu kasar sekali, apakah kamu berencana mau mencium adikku dengan mulut seperti itu?"

Atsushi mengeluarkan raungan khas macan biskwat sungguhan di bangku belakang sambil mulai mencakar-cakar jok mobil.

"Baik, baik, aku pindah ke sana! Ini lihat, aku –" suara Atsushi hilang sedikit sementara ia membanting pintu belakang dan duduk di kursi depan, "–puas? Aku sudah duduk di sini! Cepat pergi, aku ingin makan dan pulang! Oh, benar! Aku ingin langsung pulang saja! Aku tidak jadi makan di sana, puas?!"

"Di mana rumahmu?" Tanya Ryuunosuke sambil mencari kunci mobil di sakunya.

"Oh, buat apa kamu bertanya itu," tenggorokan Atsushi mulai terasa serak lantaran ia banyak menjerit, "kamu berpikir aku menyembunyikan Gin di kolong tempat tidurku, begitu?"

"Lebih tepatnya di balik selimutmu."

"AKUTAGAWAAA!"

"Berisik, Nakajima, jadi kau mau makan atau pulang?!"

Tidak ada pekikan kesal terdengar lagi. Ryuunosuke telah menstarter mobilnya. Di bangku depan, kedua telapak tangan Atsushi menyatu menutup wajahnya. Ia menarik napas dalam-dalam, dalam sekali.

Hari ini seharusnya menjadi me-time yang menyenangkan, bukan melelahkan.

"Nakajima?"

Besok dan Minggu adalah waktu untuknya bersih-bersih dan merapikan tempat kos barunya karena semua kardus berisi barangnya akan sampai setelah diantar oleh jasa pindahan Fyo-Box besok pagi. Ia tahu bahwa ia dan Gin akan sangat sibuk mengurus aplikasi itu minggu depan, belum lagi ia mau memasang Wi-Fi, sehingga hari ini adalah satu-satunya pilihan.

"Nakajima, cepat jawab aku. Nanti ongkos parkirnya jadi mahal."

"Dengarkan aku, Akutagawa."

Suara yang tadinya mencak-mencak berteriak itu kini terdengar bergetar. Sepuluh jarinya tidak lagi menutup wajah itu –yang begitu memerah karena penuh amarah. Akan tetapi, sepasang mata heterokromia itu lebih banyak menguarkan rasa sedih dan muak dibandingkan kesal tidak main-main.

Ryuunosuke tahu itu –walau penerangan hanya sebatas lampu parkiran saja, pemuda di hadapannya siap menumpahkan tangis kembali seperti ketika di dalam teater.

"Aku mendengarmu."

"Kau tidak perlu mengkhawatirkan aku dan adikmu."

"Hmm –?"

Tanpa diduganya, kedua tangan Atsushi menarik kerah jaket hitamnya sementara ia memaksakan sebuah ciuman tepat di bibir Ryuunosuke.

Awalnya cuma menempel. Berikutnya jadi lebih dalam. Sepasang bibirnya menghisap kecil bibir bawah si rambut hitam yang terkejut setengah mati, sesekali menjilatnya pelan.

Perlawanan dari jari kurus Ryuunosuke yang mencengkeram pergelangannya adalah rambu-rambu berhenti bagi Atsushi. Sudah cukup. Maka ia menarik diri perlahan, melepaskan tarikan pada jaket itu, tetapi tidak dengan kontak matanya dengan pemuda itu, yang balas menatapnya penuh-penuh dengan rasa tidak percaya.

Tanpa ia menyadari, jari pucatnya menyentuh kulit tipis sensitif yang masih terasa panas sekali baginya. Debar aneh yang sangat asing mulai muncul di dalam dadanya, bahkan ia sampai tak mampu bicara. Apa yang terjadi tadi…?

"Karena… yah, kamu lihat sendiri," tawa getir Atsushi disusul dengan lelehan bulir bening dari sudut mata kirinya, "aku tidak suka perempuan."

Tanpa menunggu Ryuunosuke mengatakan sesuatu, Atsushi membuka pintu mobil, beranjak keluar, dan membanting pintu itu kembali sebelum berlari menjauh ke mana pun asalkan ia tak lagi berada di parkiran itu.


Dari Author

Terima kasih kepada Fyoyaran yang rela mem-proofread fanfiksi percobaan ini dan memberikan kritik serta saran yang membangun. Terima kasih kepada kamu yang sudah membaca sampai ke sini! Untuk fic ini, saya janji tidak galau-galau amat dan cepet update. Semoga fic ini bisa membuat soremu lebih cerah :D