Disclaimer :

Naruto and all of its characters belongs to Masashi Kishimoto

This story is originally mine

.

.

"Gift or Curse?"

Main pair : SasuHina

Rated M

Warning : Miss-type, OOC, dan lain-lain

.

.

Don't like, don't read

.

Happy reading!

.

.

.


Prologue : It's a Curse, Absolutely

"Kau milikku."

Aku bangun terduduk. Dan tentu saja, itu tindakan bodoh. Seketika itu kepalaku seperti dihantam

palu kencang-kencang. "Urgh." Aku menekankan jari telunjuk dan jari tengahku di atas pelipisku.

Apa yang membuatku terbangun? Yang aku ingat hanyalah aku terbangun karena mimpiku.

Mimpi apa? Aku merasa hampir mengingatnya, tapi saat itu juga ingatan itu terasa meninggalkan

otakku.

Aku melirik jam digital di atas meja samping tempat tidurku. 8.45 a.m.. Aku termenung di sana,

di atas tempat tidurku. Lalu menguap. Lalu termenung lagi.

"8.45?!" Aku memelototi jam digital itu. Dan saat aku mengedip, angka 5 pada jam itu berubah

menjadi angka 6.

"Sial! Sial! Sial! Sial! Sial! Sial!" Aku mengulang satu kata itu terus menerus sambil berjalan ke

kamar mandi. Berharap kata itu bisa mengubah angka 8 di jam digital-ku menjadi angka 7 atau

kurang dari itu, seperti kedipanku yang bisa mengubah angka 5 menjadi angka 6.

.

.

.

"Hinata!"

Seorang gadis dengan rambut merah muda yang mencolok melambaikan tanggannya kepadaku.

Dia baru ada di depan gerbang, hanya beberapa langkah di depanku. Yang artinya dia juga

terlambat. Belum terlambat, sebenarnya. Bel tanda upacara penyambutan siswa baru dimulai baru

akan berbunyi beberapa menit lagi. Tapi bagiku ini sudah termasuk terlambat. Apalagi melihat

area gerbang sudah kosong. Murid-murid pasti sudah berkumpul di aula tempat upacara akan

berlangsung.

Aku mempercepat langkahku dan berjalan di samping Sakura, gadis berambut merah muda itu.

"Bagaimana kau bisa seceria itu padahal upacara akan dimulai beberapa menit lagi?" Aku menatap

Sakura. Pertanyaan bodoh, sebenarnya. Sakura memang tidak pernah datang lebih dari 10 menit

sebelum bel masuk berbunyi. Jadi kurasa dia sudah terbiasa.

Tapi dia juga tidak menjawab. Hanya membalas pertanyaanku dengan kekehan. Aku tidak bisa

menahan diriku untuk tidak memutar bola mataku.

"Sudahlah. Ayo, cepat. Kalau kita berjalan terlalu lama, kita akan benar-benar terlambat."

Dan benar saja, kami tiba di aula saat upacara baru dimulai.

Upacara ini tidak berbeda dengan upacara penerimaan murid baru saat aku SMP. Tentu saja aku

dan seluruh peserta upacara dipaksa mendengarkan pidato-pidato dari kepala sekolah, wakil-wakil

angkatan, dan ketua OSIS.

Pidato demi pidato selesai dibacakan. Hingga yang paling terakhir, pidato dari perwakilan murid

baru. Dan aku hampir tersedak oleh air liurku sendiri saat melihat orang yang akan menyampaikan

pidato itu melangkah ke depan. Sasuke?

"Uchiha Sasuke masuk sekolah ini juga?! Ya, ampun. Beruntungnya kita, Hinata!" Sakura berbisik

kepadaku. Tapi tiba-tiba saja kepalaku seakan-akan menjadi kosong. Terlalu kosong hingga aku

tidak bisa memaknai satu katapun dari kalimat-kalimat yang sedang dia ocehkan. Kecuali kata itu.

Nama itu. Sasuke. Yang dia sebut berkali-kali.

Sasuke?

Satu detik, tatapan kami terkunci. Dan detik itu mungkin adalah detik terpanjang selama yang ku

ingat. Tapi juga menjadi detik tersingkat, karena berlalu dalam sekejap. Dia memalingkan

pandangannya dan menutup pidatonya. Kemudian dia berjalan kembali ke barisan. Tanpa

melirikku sedikitpun.

.

.

.

"Hinata!"

Aku terkesiap dan mengerjapkan mataku. Sakura membanting bukuku ke atas meja. Dia

menatapku dengan kesal. "Ah, ada apa?" Aku bertanya. Tidak begitu sadar kalau aku sedang

bertanya.

"'Ada apa'?" Sekarang dia menatapku tidak percaya. "Hinata, kau baik-baik saja, kan? Sakit? Apa

itu sebabnya kau terlambat pagi ini? Perlu ku antar ke UKS? Ayo, ke UKS! Aku tahu ada yang tidak

beres denganmu." Sakura mulai menarik tanganku agar aku berdiri. Dan itu cukup untuk

membuatku sadar sepenuhnya.

"Tidak, tidak, tidak! Aku baik-baik saja. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu."

Sakura menatapku tidak yakin, tapi lalu melepaskan tanganku dan kembali duduk. Sekarang dia

memasang ekspresinya yang paling berbahaya-penasaran.

"Apa yang kau pikirkan?"

Binggo! Urgh. Bagaimana aku menjawabnya?

"Tidak ada." Aku berusaha memasang senyum terbaikku. "Daripada itu, apa yang sedang kita

bicarakan tadi?"

"Apa maksudmu dengan 'tidak ada'? Pertama kau bilang kau sedang memikirkan sesuatu

kemudian sekarang kau bilang kau tidak sedang memikirkan apapun? Kau benar-benar

membuatku bingung." Ah. Pengalihan perhatian memang tidak pernah berhasil di saat-saat

seperti ini. Aku harusnya belajar dari pengalaman.

"Ya. Aku juga bingung. Itu yang kupikirkan daritadi."

"Jadi, setelah membuatku bingung, sekarang kau berusaha menjadi lucu?"

Wajah kesal. Yep. It's a good sign.

Sakura sudah membuka mulutnya untuk mengucapkan sesuatu lagi. Tapi tidak jadi dia lakukan

saat seseorang menyenggol meja terdepan dari baris yang paling dekat pintu kelas kami.

Aku membeku saat aku melihat siapa yang menyenggol meja itu. Tentu saja, kau pasti sudah

menebaknya. Sasuke. Seorang anak laki-laki di gerombolan murid di ujung belakang ruangan

memanggil namanya dan mengejeknya. Semua anak di gerombolan itu tertawa. Dan yang

ditertawakan ikut terkekeh. Aku masih menatap mereka diam-diam. Tidak percaya dengan

mataku sendiri.

Kemudian bel masuk berbunyi. Membuat Sakura mendesah kesal dan memaksanya kembali ke

tempat duduknya.

"Dia yang dari tadi kita bicarakan," dia berbisik padaku sambil menunjuk ke arah tempat duduk

Sasuke-beberapa meja di sampingku-sebelum bangkit dari duduknya.

Sakura kembali ke tempat duduknya tepat saat guru sastra kami memasuki ruangan.

Aku mengeluarkan bukuku dari dalam tas dan melirik ke arah Sasuke sekilas. Mengira dia sudah

tidak ada di sana dan dari tadi aku hanya berkhayal. Tetapi tidak. Dia masih di sana. Dan dia

membalas tatapanku. Dan tidak, kali ini tidak hanya satu detik. Beberapa detik. Dan tiap detiknya

menjadi detik terlama dalam hidupku-walaupun aku belum yakin yang ini lebih lama dari yang

tadi atau tidak. Dan kalau kali ini juga aku tidak berkhayal, aku melihat sesuatu seperti sebuah

senyum kecil di bibirnya sebelum dia mengalihkan pandangannya ke papan tulis.

Urgh. Tiga tahun di sekolah ini akan menjadi tahun-tahun yang berat, sepertinya.

.

.

.

Prologue end


Haloo...

Saya nekoneko, dan ini adalah fanfic pertama saya setelah sekian lama menjadi sider...

/weeeeee,gelo gelo geloo

Gimana, gimana? Garing, ya? Tapi saya emang sukanya yang garing-garing sih.../nah kan garing

Pokonya mohon bimbingan senpai-senpai yang udah nyempetin baca prolog ini, ya...

NP : ini diketik di HP dan dipost hanya 2 hari setelah mulai diketik karena keegoisan author sendiri.

Jadi kesalahan teknis apapun, mohon dimaklumi, ya... :*

Arigatou~~

Nekoneko04