Bangunan-bangunan rusak parah. Bahkan sebagian besar telah rata dengan tanah. Inilah pemandangan yang didapat dari sebuah kota modern, Konoha. Dimana dulunya sangat indah dan terkenal akan tempat terciptanya alat-alat canggih. Tapi sekarang? Suasana benar-benar mencekam. Udara yang terpolusi. Air keruh. Terkorak-tengkorak bekas binatang bahkan manusia yang tak bernyawa lagi bergelimpangan. Berserakan. Menggunung.
Bukan hanya Konoha. Bumi. Yah, 98% bagian bisa dibilang rusak. Samudera terluas telah sepenuhnya tercemar. Inikah yang dinamakan hari akhir? Tidak. Hari akhir jelas lebih mengerikan dari pada ini. Mungkinkah sebentar lagi umat manusia akan punah?
Seorang gadis mungil nampak berlarian tak tentu arah di kota tersebut. Rambut pink yang berantakan. Wajahnya kusut. Seperti kehilangan semangat hidup. Kemudian dia terjatuh setelah sempat menendang sebuah batu secara tak sengaja.
"Hiks.. Hiks.."
Dia menangis. Bukan karena terjatuh tadi tetapi ada suatu sebab lain yang membuatnya demikian. Tak lama seorang pria datang. Berwajah dingin. Terlihat sangat angkuh. Sang gadis menatap pria itu dengan sayu. Seperti kehilangan semangat hidup.
Tak lama kelopak mata lelaki tadi terbuka. Menampakkan dua bola mata yang berwarna merah. Lalu dengan angkuhnya pria itu berkata.
"Siap untuk mati?"
Suasana pun hening setelahnya. Hanya ada terpaan angin yang mengisi keheningan tersebut. Sang gadis menggenggam sedikit rambut panjangnya.
"Kita liat siapa yang akan mati," kata gadis itu mantap sambil berdiri. Lelaki bermata merah tadi menyeringai keji saat mengacungkan sebilah pedang katana panjang. Kemudian….
.
.
-Akuma Kiraa-
by
Yusei'Uzumaki'Fudo
.
.
Disclaimer:
Masashi Kishimoto
Genre:
Fantasy, Adventure, Spiritual, Supernatural
Warning:
OOC, OC, typo(s), Alternative Universe, dan kawan-kawan.
Don't like, don't read.
.
.
.
Seorang gadis sedang tertidur lelap di sebuah kamar dengan motif violet yang mendominasi. Kamar tersebut terlihat sangat sederhana. Eh, err.. mungkin tidak lelap. Gadis tersebut nampak gelisah dalam tidurnya. Keringat dingin membanjiri permukaan wajahnya. Bahkan ketiak -?-. Tak lama ia pun terbangun.
"Ah!" jeritnya keras dengan sedikit ngos-ngosan. Kemudian melihat kekanan kekiri, lalu menghela nafas lega. Sebenarnya apa gerangan?
"Mimpi itu lagi. Sekarang sudah keempat kalinya," batin gadis indigo itu berdiri dari kasur.
"Hinata! Kenapa kau berteriak?" teriak seorang wanita menggebrak pintu kamar milik gadis indigo yang dipanggil Hinata tadi. Sekarang kedua mata lavender itu bertemu. Yang satu nampak kaget dan yang satu nampak heran.
"T… tidak ada apa-apa kok, bu. T-tadi ada tikus. Iya iya ada tikus," cengir Hinata ringan membuat ibunya geleng-geleng kepala.
"Hedeh.. Memangnya rumah kita kebun binatang? Sudah berkali-kali Hina bilang hal semacam itu. Ada tikus, kelabang, cicak, bahkan ular."
Mendengar pernyataan dari ibunya Hinata hanya bisa memasang wajah kusut. Jelas saja, dia tidak terlalu pandai membuat alasan. Dan yang sekarang terlintas dipikirannya adalah apakah kebun binatang memelihara binatang-binatang seperti itu?
Ibu Hinata kemudian menghampiri anaknya, mencoba lebih dekat. "Sebenarnya ada apa nak? Jujur saja pada ibumu," kata wanita paruh baya itu tersenyum sambil membelai rambut panjang anaknya.
"Sebena- ah! Hina mandi dulu ya bu, nanti telat sekolah!" kata gadis beriris putih itu berlarian ke kamar mandi setelah berhasil mengambil handuk yang tergantung di depan pintu. Mungkin lebih terlihat seperti kabur-dari-masalah.
"Dasar anak muda jaman sekarang."
Seorang gadis sedang menyisir rambut pink panjang sepinggangnya. Sekarang dia telah mengenakan baju seragam KHS 5 dengan rok cokelat selutut. Kemudian pandangannya jatuh kepada sebuah buku bersampul hitam yang berada di atas meja dekat dengan ia duduk sekarang.
"Buku ini. Aku merasa ada yang aneh dengan buku ini. Hmm.." Curhatnya dalam hati seraya mengambil buku tersebut dan memasukkannya ke dalam tas.
"Sakura! Saatnya sarapan pagi." Teriak seseorang. Memang harus keras karena tempat tidur anaknya-gadis bernama Sakura berada dilantai dua rumah tersebut.
"Iya bu. Tunggu sebentar. Huuh~."
Nama gadis tadi adalah Sakura Haruno. Berumur 16 tahun. Bersekolah di Konoha High School 5. Dia kini tinggal bersama ibunya. Ayahnya? Lebih tepatnya almarhum ayahnya. Sebab meninggalnya ayah Sakura sampai sekarang tidak jelas. Beliau tiba-tiba ditemukan tewas tak bernyawa di rumah yang di tinggali Sakura dan ibunya sekarang. Tidak ada setitik bukti pun yang mengungkapkan karena apa ayah Sakura meninggal.
Setelah merasa siap dan cantik (menurutnya), segeralah ia sarapan. Lalu berpamitan dengan ibunya dan berjalan menuju sekolah dengan jarak kurang lebih 200 meter dari rumahnya.
Tak terasa sampailah di tempat yang dituju. Masih sepi. Jelas saja, baru jam 6 pagi. Gadis itu berjalan menyusuri lorong-lorong sekolah. Mencari dimana kelasnya berada dan BINGO! Sekarang kelas yang dimaksud telah berada di depan mata. Bertuliskan XI E. Dan seperti biasa, dia datang paling awal daripada murid-murid yang lain. Terlalu rajin.
Hari ini Sakura mendapatkan tugas piket membersihkan kelas. Setelah selesai membersihkan sebagian ruangan kelas tersebut, gadis bubble gum itu segera duduk di kursi. Diliriknya sejenak jam dinding yang menunjukkan pukul 6 lewat 48 menit. Menunggu kehadiran teman-teman yang lain.
Sakura's P.O.V
Seperti biasa. Membosankan. Kupandangi papan tulis berwarna putih yang penuh dengan coretan-coretan gambar anime nan gaje. Oh iya, aku kan masih belum selesai membaca buku itu. Buku yang aku temukan di tempat sampah depan rumahku sekitar empat hari yang lalu. Memang sih perbuatanku seperti pemulung. Tapi daripada dibuang lebih baik untukku saja kan?
Aku mengambil buku yang kuceritakan tadi dari dalam tasku yang berwarna pink. Pink adalah warna kesukaanku. Itu sebabnya rambutku berwarna pink. Kupandangi sampul yang seluruhnya berwarna hitam. Tapi saat ingin mulai membaca seseorang membuka pintu kelas.
"Hn."
Ah, dia. Murid yang menyebalkan. Di kepalanya ada ayam tetangga yang nyangkut. Orang stoic sok keren. OMG, dia tidak keren sama sekali. Kuakui dia cukup tampan. Mungkin karena itulah ia disukai banyak gadis di sekolah ini. Tetapi sikapnya itu yang membuatku tak suka dengannya. Ya, dia bernama Sasuke Uchiha.
Aku acuhkan gumamnya dengan mengalihkan pandanganku ke buku yang sedari tadi ku pegang. Tiba-tiba…
"Kenapa buku ini ada padamu?"
"Kyaaaaa!" jeritku keras saking kagetnya. Cih! Ingin sekali kuomeli pria ayam itu. Tapi kuurungkan rencana tersebut setelah melihat ekpresinya yang begitu serius.
"Memang apa urusanmu," kataku ketus menanggapi pertanyaannya.
"Aku… ya kau jawab saja. Dimana kau menemukan buku ini?" tanyanya lagi lebih keras atau bisa dibilang lebih kasar.
"Di tempat sampah. Kenapa? Ini punyamu?" jawabku membuang muka dengan membaca buku yang sekarang dijadikan pokok permasalahan. Berharap dia menjawab tidak dan pergi dari hadapanku.
"Iya."
Mendengarnya aku kembali menatap pria Uchiha itu. Dengan sedikit menaikkan sebelah alis, kuberikan buku itu padanya.
"Kalau begitu, Ini."
"Eh.. hhh. Cih! Untukmu sajalah!" Sasuke keluar dari ruangan kelas. Hedeh, aku bingung dengan pria yang satu itu. Huuh~ daripada sakit kepala lebih baik lupakan dan kembali membaca buku aneh ini.
Bel pertanda istirahat pun berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar kelas mereka masing-masing. Seperti ada bom saja. Dan sekarang aku sedang berjalan ke kantin bersama sahabatku. Hinata Hyuuga. Gadis pemalu dan pendiam. Namun itulah yang membuatnya terlihat manis dan cantik, juga rambut indigo sepunggungnya. Karena diselingi perbincangan hangat nan akrab tak terasa sampailah kami di kantin. Membeli beberapa makanan dan membawa ke tempat yang layak untuk menyantapnya.
"Ng. Sakura-chan. Buku apa itu?" kata Hinata saat melihat aku mengeluarkan sebuah buku hitam. Tau kan buku apa yang kumaksud…
"Entahlah. Aku menemukan ini di tempat sampah," jelasku mulai membuka buku tersebut. Hinata sedikit menganga, kemudian menggumamkan sesuatu yang benar-benar tidak jelas.
"Ada yang salah?"
"E-eh. T-tidak ada apa-apa kok. Hanya saja."
Hinata mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah buku. Dengan sampul berwarna putih sepenuhnya.
Aku menaikkan sebelah alis, "memangnya ada apa dengan buku itu?"
"Ng. E-entahlah. Hanya saja. Aku merasa-"
"Waw, buku apa ini yah?"
Seseorang mengambil buku milik Hinata. Dia! Sudah kuduga. Gadis berkacamata. Sok cantik. Berambut merah panjang . Tak pernah bosan untuk melakukan hal buruk setiap harinya. Sangat menyebalkan! Karin namanya. Gadis berkacamata merah itu mulai membuka buku tersebut. Lembar demi lembar. Halaman per halaman. "Cih! Ternyata hanya sampah."
"Kembalikan buku itu!" geramku berdiri untuk menyamai tingginya. Karin menyeringai.
"Ambil saja sendiri."
Karin melempar buku itu sembarangan sehingga yang di lempar tepat menabrak segelas minuman milik salah seorang siswi. Alhasil buku milik Hinata basah dan gadis empunya minuman menjerit.
"Hahaha! Ayo kita pergi," perintah nenek sihir itu kepada kedua orang budaknya.
"Cih! Bajuku," geram gadis yang terkena cipratan minuman karena peristiwa tadi. Hoooo, dia Ino Yamanaka. Sahabatku yang berambut pirang panjang di kuncir kuda. Siswi disebelahnya, Tenten juga terlihat kesal. Mungkin karena dia yang membeli minuman itu.
Aku berjalan menuju mereka diikuti Hinata. Berniat ingin mengambil kembali milik temanku. Sebelum berhasil mengambil buku itu, seseorang lebih dulu mengambilnya. D-dia.
"Sakura? I-ini kan," katanya dengan ekspresi kaget melihat buku tersebut. Aneh. Benar-benar aneh.
"Bukan punyaku. Itu. Milik Hinata."
"Mmm," gumam Hinata pelan sambil mengambil buku itu dari tangan Sasori. Oh iya, Akasuna no Sasori. Pria dengan rambut merah dan mempunyai penyakit wajah awet muda. Kakak kelasku. Dia begitu perhatian. Lembut. Haha, karena itulah Sasori sudah kuanggap seperti kakakku sendiri.
"Sasori. Itu kan…"
Perkataan pria duren disebelahnya terputus. Disambung dengan acara bisik-berbisik. Cih! Aku paling benci kalau harus ada yang dirahasiakan. Nama cowok yang kupanggil pria duren tadi adalah Naruto Uzumaki. Cowok hiperaktif yang paling bodoh di kelasku.
"Dimana kau menemukan buku itu, Hinata?" tanya Sasori. Mengerutkan keningnya.
"Mmm.. k-kutemukan di depan rumahku. Se.. sebenarnya buku apa ini?" tanya Hinata balik.
"I- itu bukan buku khusus untuk para AKiraa kok!"
Hening kemudian. Semua murid yang ada di kantin memperhatikan Naruto. Cengo. Termasuk aku dan Hinata. A… apa yang barusan dia katakan?
"Adaaaww!"
"Dasar bodoh! E- Sakura. Hinata. Ada hal penting yang ingin kami bicarakan sebentar," kata Ino menjewer telinga Naruto.
Sasori, Naruto (masih dalam posisi dijewer), dan Ino pun pergi meninggalkan kami bertiga.
"Sebenarnya ada apa dengan mereka?" tanya Hinata penasaran kepada Tenten. Dan dibalas dengan angkatan kedua bahunya.
Buku itu. Dan buku ini. Menyimpan banyak misteri. Sama dengan cerita didalamnya.
End of Sakura's P.O.V
"Hmm.. buku itu aneh Hinata. Kau bilang ada cerita seru didalamnya. Tapi nyatanya hanya sebuah buku putih dengan ratusan kertas kosong."
Hinata kaget. Aneh. Entah Sakura serius mengatakannya atau tidak.
"Benarkah? Ta.. tapi aku lihat di dalamnya banyak tulisan."
Mendengar hal itu Sakura menaikkan sebelah alisnya. Kemudian mengambil buku putih milik Hinata dan membukanya. Kosong. Benar-benar hanya terlihat ratusan lembar kertas kosong yang dikumpulkan menjadi sebuah buku.
"Kau aneh Hinata."
Ting tong…
Ting tong…
Bel pertanda istirahat berakhir dibunyikan. Sakura dan Hinata terpaksa berpisah karena kelas mereka berbeda. Hinata terus memikirkan perkataan Sakura tadi. Sedikit menatap heran kepada sebuah buku.
"Apa artinya semua ini?" batinnya.
Kali ini bel pertanda sekolah berakhir untuk hari ini telah dibunyikan. Dan seperti biasa. Sebagian murid berlarian supaya dapat lebih cepat meninggalkan lingkungan sekolah. Ya, memang tidak semuanya. Kita contoh Sakura dan Hinata. Mereka berjalan santai, tentunya dengan perbicangan-perbincangan hangat yang kali ini masalah 'wanita'. Jadi adegan percakapannya kita sensor saja yah.
Kedua gadis tersebut telah keluar dari lingkungan sekolah, KHS 5. Tiba-tiba Hinata menghentikan langkahnya.
"Oh iya, a… aku baru ingat harus membantu Kaa-san beres-beres rumah hari ini. Gomen Sakura-chan," ungkap Hinata syok setelah mengingat sebuah janji yang hampir terlupakan.
"Iya iya. Tidak apa-apa kok. Sudah sana pulang. Hush! Hush! Hehe…"
Setelah diusir bagaikan ayam tetangga, Hinata berjalan setengah berlari kearah yang berlawanan dengan Sakura. Karena rumah mereka memang agak jauh satu sama lain.
"Hhhh."
Sakura mendengus kesal. Padahal dia ingin Hinata menemaninya untuk membeli 'sesuatu' di supermarket. Tapi, ya sudahlah. Gadis pink itu juga tak ingin ambil pusing. Setelah sukses membeli 'sesuatu' yang diinginkan, Sakura pun berencana untuk pulang. Namun ada satu hal yang kembali mengganggu pikirannya. Suatu hal yang menurutnya sangatlah mustahil untuk terjadi. Sakura memang tidak terlalu percaya masalah-masalah supernatural, apalagi yang menyangkut soal hantu. Tapi…
Masih dengan menggendong tas dan sebuah kantongan plastik, Sakura terus berjalan. Emeraldnya terus menerus memandang kebawah. Terkadang disembunyikan. Untuk lebih menghayati pikirannya kali ini. Tetapi dia tidak menyadari sebuah konsekuensi yang akan diterima karena perbuatannya. Yaitu… menabrak.
Brak!
"Akh!" pekik gadis pink itu keras. Lalu terjatuh. Merasa dia telah menabrak seseorang.
Perlahan Sakura membuka matanya. Kaget. Emeraldnya menangkap kedua bola mata hitam. Kedua bola mata dari seseorang yang sangat dia kenal. Dia…. Sasuke!
Emerald bertemu onyx. Kedua masih bertatapan satu sama lain. Sakura terbelalak. Tubuhnya gemetaran. Tak lama, gadis itu mulai mengeluarkan cairan bening dari matanya. Digigitnya bagian bawah bibir. Kemudian mengalihkan pandangan kearah bawah.
Akhirnya acara tatap menatap itu selesai. Sasuke mulai sadar dan berdiri. Lalu berlari tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.
Sakura mengusap-ngusap matanya. Mencoba menghilangkan cairan hangat yang mengalir tadi.
"D-di… dia."
.
.
Jam dinding telah menunjukkan pukul 7 lewat 35 menit. Hinata berbaring di kamarnya sambil terus memandangi sebuah buku. Masih ia dipikirkan tentang kejadian di sekolah tadi. Rasa penasaran yang besar membuatnya pusing. Saat ditanya ke Ino, dijawab dengan kalimat 'tidak ada apa-apa'. Ditanya ke Sasori juga mendapatkan jawaban yang sama.
"Hhhh."
Hinata menghela nafas. Sampai akhirnya sebuah pencerahan muncul. "Naruto. Dia pasti tau buku apa ini sebenarnya." Hinata membatin kemudian mengambil telepon genggamnya. Mencoba menghubungi lelaki yang dimaksud.
Tuut..
Tuuut..
Tuuuut..
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.
"Aaa... Mungkin akan kutanyakan besok."
Gadis indigo itu menutupi kepalanya dengan bantal. Ingin beristirahat sejenak. Namun rasa penasaran ternyata lebih besar daripada rasa lelahnya.
"Hinata… mau kemana kau malam-malam begini?" tanya ibu Hinata saat melihat anaknya yang telah memakai jaket putih dengan rok biru panjang membuka pintu rumah.
"Ada urusan sebentar di rumah teman. Sebentar saja kok bu."
"Tapi-"
Cklek.
Hinata telah sukses keluar dari rumah.
"Hhhh. Dasar anak muda."
Hinata terus berjalan dengan buku putih yang ia pegang. Semilir angin dingin kencang membuat rambutnya berantakan. Menghasilkan bau parfum yang menyeruak. "Brrrr… d-dingin sekali. P-padahal aku ssst… sudah pakai jaket."
Suasana sangatlah sepi. Sekarang Hinata telah sampai di komplek kecil menuju rumah Naruto. Disini memang selalu sepi. Terlebih lagi sekarang sudah malam.
Tiba-tiba langkah gadis itu pun terhenti.
"Haa? Akhirnya aku melihatnya lagi."
Kini tatapan Hinata terpaku kepada sesosok ikan Pari-Pari besar berwarna merah menyala tengah terbang diatasnya.
"Sial!" gumam Hinata ketika melihat makhluk aneh itu ingin menyerangnya. Reaksi yang lambat. Monster itu sudah dekat dengan Hinata sambil mengacungkan suatu benda tajam di bagian kepalanya.
"Grrroo!"
Craas..
"Akh!"
Cairan berwarna hijau membanjiri jalanan termasuk Hinata sendiri. Tak lama cairan itu hilang. Hinata yang tadi menutup mata mulai mencoba membukanya. Terlihat ada sedikit sengatan listrik. Spontan Lavender itu terbelalak kaget akan sosok yang ada dihadapannya.
"S-sa-su-ke."
.
To Be Continued..
Sebenarnya saya masih ragu akan judul fic ini. Nah, jadi apakah boleh saya minta pendapat, kesan, kritik atau apanya kalian tentang fic abal ini? Alangkah senangnya seorang Author jika fic mereka ada yang mereview. Penasarankah? Sepertinya nggak. Klo nggak ya udah deh. Semuanya akan lebih jelas di chapter 2 nanti. *adayangnanya?*
.
.
.
Review?
