"Selamat tinggal!" bisik gadis itu ketika dia menyaksikan peti mati yang berisi tubuh pemuda yang dicintainya itu dikebumikan.
Andai saja dia bertemu dengannya di situasi yang lain, gadis itu tidak perlu membunuhnya. Andai saja mereka tidak pernah bertemu, gadis itu tidak akan pernah bermimpi seperti ini.
Wajah gadis itu tetap tanpa ekspresi ketika melihat peti mati itu mulai ditimbun. Tapi sebutir air mata bening tampak menuruni pipi kanannya.
"Selamat tinggal!" gadis itu kembali berbisik, kemudian membalikkan tubuhnya dan pergi.
Bullet for Prisoner
.
Based on a Vocaloid song, Bullet for Prisoner, sung by Luka Megurine
.
Pandora Hearts ©Jun Mochizuki
Vocaloid ©Yamaha corp.
Bullet for Prisoner ©I don't know who made the song, but credit for him/her.
This fic © Aoife the Shadow
.
Warning: AU, OOC, typos, death charas
Enjoy!
Waktu masih menunjukkan pukul 2 malam, kebanyakan orang masih berada di atas tempat tidur mereka, tapi lain halnya dengan seorang gadis yang berwajah tanpa ekspresi.
Gadis itu berjalan menelusuri gang-gang yang gelap. Dia sedang pergi menuju markasnya untuk melaporkan kalau dia telah berhasil melaksanakan misinya. Noise, itu kode nama gadis itu. Echo, itulah namanya yang sebenarnya.
Echo memakai baju berwarna biru putih selutut dengan lengan panjang yang melebar di bagian bawahnya, sempurna untuk menyembunyikan berbagai senjata. Dia juga memakai sepasang sepatu boot putih selutut. Tidak terlalu mencolok, tapi sangat bertolak belakang dengan orang-orang se-profesinya, yang biasanya berpakaian hitam-hitam. Pada saat ini, terlihat beberapa noda hitam di atas baju dan sepatu gadis itu. Bila diperhatikan lebih teliti, ternyata noda-noda itu adalah bercak-bercak darah yang mulai mengering.
Setelah berjalan beberapa lama, Echo akhirnya sampai di sebuah rumah yang tampak gelap. Dia mengeluarkan sebuah surat yang tersembunyi di lengan bajunya. Dia meletakkan surat itu di depan pintu rumah itu. Setelah selesai, dia berbalik dan pergi.
.
To: Master
From: Noise
Master, misi berhasil. Korban mudah disingkirkan. Tidak ada yang curiga. Semua beres.
.
"Sudah pagi, ya?" gumam Echo mengantuk. Dia melirik sebentar jam yang tergantung di dinding kamarnya. Waktu menunjukkan pukul 10 pagi.
Echo beranjak bangkit dari tempat tidurnya. "Euurrggh!" gumam Echo jijik ketika dia melihat keadaan pakaiannya. Karena terlalu lelah, Echo tertidur tanpa mengganti bajunya yang penuh dengan bercak-bercak darah.
"Echo bodoh! Bagaimana kalau ada yang datang?" Echo mengomeli dirinya sendiri sambil berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lima belas menit kemudian dia sudah keluar dengan menggunakan pakaian bersih. Dia melemparkan pakaian kotornya ke keranjang baju untuk dicuci.
Echo menyalakan televisinya, yang berhadapan langsung dengan dapur apartemennya. Jadi, Echo bisa menyiapkan sarapan sambil menonton. Echo memasukkan dua buah roti ke dalam pemanggang, kemudian dia melirik ke arah televisi. "Tidak ada yang menarik." pikirnya.
"Ting" roti Echo sudah selesai dipanggang. Echo meletakkan roti itu di atas sebuah piring biru dan mulai mengolesinya dengan mentega ketika telinganya yang peka menangkap cuplikan berita yang menarik perhatiannya. Dia menajamkan pendengarannya dan menangkap sebuah nama.
"Korban bernama Alice Baskerville, putri kedua dari keluarga Baskerville, 15 tahun. Alice ditemukan sudah tidak bernyawa oleh ibunya pada pukul 6 tadi pagi. Menurut tim forensik, penyebab kematian adalah sebuah tusukan benda tajam di lehernya. Motif pembunuhan diperkirakan adalah dendam pribadi. Karena tidak ada tanda-tanda kamar tempat Alice terbunuh didobrak, diperkirakan pelaku adalah orang dalam keluarga Baskerville. Saat ini keluarga dan orang-orang dekat Alice sedang diinterogasi."
Echo menatap televisi di depannya. Selagi pembawa berita membacakan berita tadi, Echo sudah berpindah tempat dan sekarang sedang duduk di depan televisinya. Sementara itu layar televisi menampilkan foto seorang gadis cantik berambut brunette dan bermata ungu indah.
"Tak kusangka beritanya akan menyebar begitu cepat!" gumam Echo. "Wajar saja, dia keluarga kaya." gumamnya lagi. Kedua iris abu-abunya terus menatap layar televisi selagi dia menyantap sarapannya, memperhatikan berita-berita lain yang ditayangkan setelah itu.
Setelah menyelesaikan sarapannya, Echo kembali melangkah ke kamarnya, tepatnya ke meja kerjanya. Dari laci mejanya, Echo mengeluarkan beberapa lembar kertas dan sebuah map. Echo kembali meneliti kertas-kertas itu. Kertas pertama berisi biodata seseorang.
.
Target
Nama: Alice Baskerville
Umur: 15 tahun
Tanggal Lahir: 26 Maret 19xx
Alamat: Baskerville Manor,Leveiyu City
Ayah: Glen Baskerville
Ibu: Lacie Baskerville
Saudara: Alyss Baskerville (Saudara Kembar)
Status:
.
Echo menyeringai kecil ketika membaca biodata itu. Masih dari laci meja kerjanya, dia mengambil sebuah pena dan menulis sesuatu di sebelah kata status.
.
Status: Mati
.
Echo kembali menyeringai setelah dia menuliskan kata yang terdiri dari empat huruf itu. "Misi selesai!" bisiknya senang.
Echo menyisihkan kertas itu dan beralih ke tiga kertas selanjutnya. Kertas kedua adalah foto Alice ketika dia sedang berdiri di sebuah taman. Kertas ketiga adalah foto Alice dengan saudara kembarnya, Alyss.
Kertas terakhir juga berisi sebuah biodata, tapi lebih pendek daripada biodata pertama.
.
Klien
Nama: Alyss Baskerville
Alamat: Baskerville Manor, Leveiyu City
Target: Alice Baskerville (Saudara Kembar)
.
Setelah selesai meneliti keempat kertas tersebut, Echo men-klip kertas-kertas itu menjadi satu dan memasukkan kertas-kertas itu ke dalam map, bersama dengan data-data korban-korban lain Echo.
Setelah itu Echo memutuskan untuk melakukan pekerjaan rumah lainnya. Dia menyapu rumahnya, mencuci bajunya, menyiapkan makan siang, dan hal-hal lain.
Tepat ketika Echo selesai menyelesaikan pekerjaan rumahnya, telepon rumahnya berdering. Echo segera mengangkatnya dan berkata, "Halo?"
"Noise, kau menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Bayarannya sudah ditransfer ke rekeningmu. Temui aku malam ini ditempat biasa, jam 9!" bisik seseorang di seberang sana.
"Baik, Master Vincent."
.
.
Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Jalanan masih cukup ramai, tapi lain halnya dengan gang itu. Gang itu sunyi senyap, hanya kadang-kadang terdengar suara tikus yang berkeliaran.
Di dalam gang itu, seorang lelaki berusia sekitar dua puluhan sedang menunggu seseorang. Dia berpakaian serba hitam. Dia tidak mengenakan penutup kepala, menampakkan rambut pirang panjangnya.
"Maaf membuatmu menunggu, Master." pemuda itu menolehkan kepalanya ke arah seorang gadis berpakaian biru putih yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya.
"Tidak apa-apa, Noise." balas pemuda itu.
"Apa ada orang yang harus kubunuh lagi, Master?" tanpa basa-basi Echo langsung bertanya.
"Lama-lama kau jadi ketagihan membunuh, Noise!" pemuda itu tertawa pelan. Dia mengeluarkan sebuah amplop dari saku bajunya. "Ini." Echo menerima amplop itu dan membukanya. Dia segera menarik kertas-kertas dokumen yang berada di dalamnya.
.
Target
Nama: Oz Vesallius
Umur: 17 tahun
Tanggal lahir: 17 Januari 19xx
Alamat: Vesallius Mansion, Leveiyu City
Ayah: Zai Vesallius
Ibu: Rachel Vesallius
Saudara:
Jack Vesallius (Kakak laki-laki)
Ada Vesallius (Adik perempuan)
Status:
.
"Kalau begitu, siapa yang ingin membunuhnya?" pikir Echo. Dia mengalihkan perhatiannya ke arah dokumen lain.
.
Klien
Nama: Zai Vesallius
Alamat: Vesallius Mansion, Leveiyu City
Target: Oz Vesallius (Putra Kedua)
.
Mereka berdua berdiri dalam diam selagi Echo meneliti kertas-kertas yang terdapat di dalam amplop itu. Akhirnya Echo memecahkan keheningan.
"Oz Vesallius, putra kedua pasangan Zai Vesallius dan Rachel Vesallius. Dan yang memerintahkan kita untuk membunuhnya adalah Zai Vesallius, ayahnya sendiri?" Tanya Echo setelah dia selesai meneliti kertas-kertas itu. Vincent, master Echo, mengangguk setuju.
"Ya, dan dia meminta agar kau membunuh anaknya di waktu yang sudah ditentukan." Echo menatap tuannya dan menaikkan sebelah alisnya, "Itu permintaan yang aneh. Kapan waktunya?"
"Satu minggu lagi keluarga Vesallius akan mengadakan pesta, klien kita memintamu membunuhnya pada saat itu." Vincent menatap Echo dengan kedua matanya yang tidak sesuai, "Kau bisa melakukannya Echo?"
"Tentu saja, Master."
.
.
Echo berjalan menuju rumahnya, tatapannya terpaku kepada foto-foto Oz Vesallius, pemuda berambut pirang dan ber -iris hijau terang. Di dalam foto-foto itu dia selalu tersenyum, senyum yang riang. Terdapat lima foto di dalam amplop itu. Didalam dua foto, dia berpose sendirian. Di foto lain, dia berpose dengan satu orang lelaki dan satu perempuan yang mirip dengannya, kakak laki-laki dan adik perempuannya, Jack dan Ada Vesallius. Foto yang lain adalah foto Oz dengan seorang anak perempuan, yang Echo sadari dengan miris, adalah Alice Baskerville. Foto yang lain adalah foto keluarga.
"Dia lumayan, dan sepertinya dia orang baik." pikir Echo. Dia memasukkan foto-foto itu ke dalam sakunya. "Kenapa ayahnya ingin dia mati? Ah, itu bukan urusanku!" Echo menyingkirkan pikiran itu dari otaknya dan memikirkan masalah lain.
"Bagaimana caranya aku bisa membunuhnya di waktu itu? Menyusup ke dalam pesta tidak semudah itu. Mungkin aku bisa menyamar sebagai tamu pesta. Tapi bagaimanapun juga aku tidak mempunyai undangannya. Apakah aku bisa masuk? Ah, itu ide buruk. Lebih baik kalau aku.." Echo terlalu sibuk dengan pikirannya sehingga dia tidak memperhatikan arah jalannya.
"GUBRAAKKK" Echo menabrak seseorang, membuat mereka berdua terjatuh.
"Aww!"
"Ma..maaf.."
Echo mengucapkan permintaan maafnya dengan terbata-bata. Dengan perlahan, dia mengangkat wajahnya, menatap orang, atau lebih tepatnya pemuda, yang ditabraknya.
"Ah, tidak apa-apa, nona. Ini juga salahku karena tidak memperhatikan jalan."
Mata Echo terbelalak ketika dia menatap pemuda di depannya. Rambut pirang pendek, iris hijau cemerlang, senyum itu…
"Kau tidak apa-apa, nona?"
"Tidak mungkin!" pikir Echo panik.
"Seharusnya gadis sepertimu tidak berjalan-jalan sendirian di malam hari!"
Oz Vesallius.
Apakah ini kebetulan?
Atau… takdir?
TBC
A/N
Halo penghuni fandom Pandora Hearts Indonesia! Jumpa lagi dengan saya, Aoife, dengan fic barunya^^
Fic ini terinspirasi dari lagu Bullet for Prisoner yang dinyanyikan oleh Luka Megurine. Aoife gak tau siapa yang menciptakannya, tapi lagunya bagus banget. You should listen to it!
Sebenernya ide buat bikin fic ini udah ada sebelum liburan. Tapi karena laptop rusak, Aoife yang harus ikut kemping dua minggu, dan godaan lain yang berbentuk photoshop dan facebook, akhirnya fic ini baru beres setelah Aoife masuk XD #dor
Dan seperti biasa, Aoife minta RnR-nya. Yang R juga gapapa. Silahkan mau ngasih kritik, saran, bahkan flame Aoife terima^^
See ya in the next chapter
Aoife the Shadow
