Sebagai seorang mahasiswa, kiriman dari orang tua adalah hal wajib dan kebutuhan pokok yang tidak bisa diganggu gugat.
Begitu pula dengan Yamanbagiri Kunihiro. Ia bersama kakak tercinta Horikawa sedang berada di atas motor tercinta, Kane-san (itu selera nama abangnya. Nama aneh itu bersikeras diberi ke motor karena katanya keren, macam nama gebetannya. Yamanbagiri mah iya saja) dan melaju pergi ke ATM.
ATM, iya. Yamanbagiri si bungsu perlu uang. Ia tidak punya ATM sendiri ("Manba masih kecil," kata Horikawa) dan harus pergi mengambil uang kiriman sang papa, Yamabushi bersama si abang. Horikawa tak keberatan, toh mereka satu kamar kos dan memang dia sendiri yang menawarkan kartu ATM mereka satu berdua saja.
Di kota besar, harusnya mesin ATM tersebar di mana-mana. Masalahnya, kampus sekaligus kos dua Kunihiro ini berada di sudut kota yang ramainya oleh mahasiswa bukannya warga. Mesin ATM terbilang langka dan biasanya bergabung dengan bank-nya sekaligus.
Horikawa parkir motor di depan bank yang kecil tapi adem-adem ber-AC itu. Yamanbagiri turun, menyampir hoodie jaket biru-putihnya ke wajah biar tidak dilihatin orang. Maunya sih pakai helm, tapi mereka tadi tidak bawa helm jadinya tidak bisa.
Horikawa berhasil masuk dengan mulus ke dalam pintu kaca bank yang bening sekinclong adiknya. Tanpa babibu langsung antri di belakang deretan mahasiswa yang juga mau ambil uang kiriman. Maklum, awal bulan, orang tua pada gajian.
Yamanbagiri berhenti sebab ada yang menghambatnya. Seorang satpam menghalangi jalannya.
Bungsu Kunihiro menengadah. Sarpam itu berbaju seragam putih, berkulit cokelat eksotis dan rambutnya agak panjang warna hitam. Di ujung ada merah-merah macam bekas terbakar.
"Itu..." si satpam bersuara. Yamanbagiri mengerjap.
"Jaketnya... Buka..."
Mahasiswa semester tiga yang butuh uang tadi terlonjak. Tidak sadar atau memang refleks membuka hoodie jaket sampai rambut pirang yang dicurigai buceri itu terlihat sempurna.
Satpam tadi minggir sedikit, memberi jalan. "Silakan masuk," bagai seorang pangeran membukakan pintu kereta kencana bagi tuan putri pirangnya. Yamanbagiri bahkan sampai diam dulu selama dua detik demi mencerna apa yang sedang terjadi.
Begitu mau masuk, seseorang keluar lagi. Oh, itu abangnya Horikawa. "Lho, Manba ngapain berdiri di situ? Kamu ngalangin orang jalan."
"Eh.. Iya..." si adik keluar gagapnya, mengikuti Horikawa yang bersiap pulang sambil merogoh kunci di dalam saku celana.
"Makasih, Kuri, Bang Mitsu!" ia dadah-dadah terima kasih sama dua satpam yang sedang menjaga sambil duduk-duduk. Satunya si satpam yang menegur Yamanbagiri tadi dan satunya pakai penutup mata sedang makan mie ayam.
Keduanya ikut dadah-dadah sama Horikawa. "Iya, Dek Hori. Hati-hati ya, awas uangnya jatuh. Itu adiknya jangan sampai diculik!" yang makan mie ayam menyahut.
"Abang kenal sama satpamnya?" tanya Yamanbagiri di atas motor, agak jauh dari bank. "Iya, itu satpam berdua sudah sejak awal aku kuliah kerja di situ. Tapi gitu-gitu mereka masih muda, lho. Bang Mitsu baru 27, si Kuri seumur kamu, beda setahun dua tahun lah."
Yamanbagiri merespon dengan gumaman tak jelas. Kalau begini mah enak mau pedekate sama satpamnya.
... Eh?
Touken Ranbu milik DMM dan Nitroplus
Catatan:
Jadi ini buat ultahnya si Dil. MET ULTAH DIL~
Maaf telat. Semoga dirimu makin terjerumus sama pair ini ya muehehehe
Dari tudungtrash yang cinta Manba dan Takiji-
ps: jangan pikirkan judul
