Light on Me
Genre : Romance, and Tragedy
Pair : NamJin, and slight YoonMin
Rate : M
Warning : Explicit, Smut and Character Death
Disclaimer : The characters are not mine. I have not own anything except this story and idea.
Summary : Kepingan puzzle satu-persatu akan kembali terkumpul, kebenaran akan terungkap, dan hukum mereka yang menjawab. Tugas Namjoon lebih berat kali ini, saat ia kembali dipertemukan pada sosok masa lalu yang menghadapkannya kembali pada kehancuran.
Chapter 1 (Note)
Kaki tak beralas itu melangkah diantara hamparan salju yang mulai mencair, namun ia tak sedikit 'pun merasa kedinginan dan menggigil. Butiran-butiran es yang perlahan menjadi air jernih mengalir diantara langkahnya tidak membuat sepasang kaki itu gemetar. Meskipun kawanan Hakyeon telah tiada, Namjoon dan yang lainnya harus tetap waspada, masih ada bahaya yang mengancam di luar sana. Pasca kejadian kelam yang hampir membuat mereka kehilangan Seokjin, Namjoon memperketat penjagaan dan memperluas wilayah untuk mereka melacak keberadaan suatu ancaman, mencari-kalau ada musuh lain yang datang tanpa mereka duga.
Butuh waktu lama untuk meyakinkan masyarakat, yang merupakan manusia, agar mereka percaya bahwa Namjoon dan yang lain ada di pihak mereka, tetapi Seokjin dan Jimin yang dulunya memang seorang manusia, perlahan-lahan mencoba meyakinkan mereka dan berani bersaksi bahwa werewolf yang tinggal di sekitar mereka telah menolong Seokjin dan Jimin dengan mengorbankan nyawa, dan manusia yang menjadi masyarakat disekitar wilayah itu berhasil diyakinkan meskipun tidak semuanya, karena beberapa dari mereka memilih untuk pergi meninggalkan desa itu.
Dan sekarang, semua berjalan layaknya 14 tahun sebelum kejadian mengenaskan itu terjadi, werewolf dan manusia kembali hidup berdampingan, mereka menunjuk seorang pemuda bernama Yeonjun untuk menjadi perwakilan dari pihak manusia, karena sesuai dengan perjanjian yang tertera dalam adat-istiadat mereka, hanya satu orang manusia yang ditunjuk sebagai perantara untuk menyampaikan pesan atau 'pun meminta bantuan.
Dan disini 'lah Jimin, berjalan menyusuri tumpukan salu, menuju ke sebuah desa, tempat para manusia tinggal. Tidak banyak dari mereka yang berdomisili disana, hanya beberapa, karena sebagian besar orang telah merantau atau pindah ke kota-kota besar mencari peruntungan lain.
"Tuan Jimin, selamat datang." Jimin melihat seorang pemuda tinggi melambaikan tangannya dibawah lampu minyak yang berpijar terang, dan dirinya segera menghampiri Yeonjun, "Bisa 'kah kau tidak memanggilku dengan sebutan 'tuan'?" Jimin memandang risih padanya, mereka berdua berjalan beriringan ke sebuah bangunan khusus layaknya kuil yang terbengkalai, Yeonjun menanggapi, "Kata tetua aku harus memanggil kalian dengan sopan, dan harus bertinggkah dengan penuh rasa hormat." Yeonjun tersenyum padanya, Jimin mendengus seraya bergumam, "Ya, kau memang memanggil kami dengan sopan, tapi tingkahmu tidak menunjukkan rasa hormat sama sekali." Yeonjun mengabaikannya, ia mengeratkan jaket berbahan parasut yang ia kenakan lalu bicara, "Maafkan aku karena mendadak memintamu datang kemari."
"Kenapa tidak langsung bicara saja ditelpon tadi? Sekarang semua sudah praktis, berbeda dengan 14 tahun lalu." Rumah Seokjin kini berubah menjadi rumah mereka yang baru, jika dahulu perwakilan manusia dan werewolf bertemu disebuah tempat yang dirahasiakan, sekarang, jika mereka hendak hidup berdampingan dengan manusia, mereka harus mengikuti arus perkembangan dari hidup mereka, seperti memakai benda dengan teknologi yang selalu manusia pakai untuk memenuhi kebutuhan, layaknya telepon atau alat yang bisa membuat mereka 'tahu apa saja' seperti internet, setidaknya, itu 'lah yang Seokjin utarakan pada Namjoon dan yang lain.
"Tidak bisa begitu." Yeonjun menyilangkan kedua tangannya di dada, pipinya yang merah karena dingin menggembung tanda ia protes akan ucapan Jimin, "Teknologi memang sudah maju, tapi adat tetap 'lah adat." Jimin memutar kedua bola matanya, ia kembali bergumam, "Terserah~" Yeonjun menanggapinya dengan tersenyum riang. Mereka duduk bersila di teras kuil, dahulu, bangunan ini menjadi saksi bisu pertemuan antara manusia dan werewolf, dapat dikatakan ada sebuah keajaiban saat bangunan ini tidak ikut terbakar api dan masih berdiri kokoh hingga sekarang, manusia yang kini percaya pada mereka telah membersihkan tempat ini, hanya saja kesan tua dan terbengkalai tidak bisa hilang karena memang sudah termakan usia.
"Waktuku tidak banyak, sebentar lagi tengah malam, apa yang mau kau sampaikan?" Jimin melihat bulan yang mulai meninggi, ia menatap pemuda dihadapannya dengan tatapan yang serius, dan Yeonjun menatapnya dengan raut wajah yang berbeda, ia terlihat sedikit takut, "Kita tidak akan bisa bertemu lagi disini," Jimin menyeritkan dahinya, ia hendak memberi tanggapan, tetapi Yeonjun sudah lebih dahulu melanjutkan, "satu minggu lagi akan ada seorang pendeta yang datang." Jimin menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, ia tahu persis kemana arah pembicaraan ini, "Pendeta? Untuk apa?" Ia bertanya karena Jimin tahu persis, dalam ajaran Kristen, werewolf adalah mahluk setara iblis, dan kedatangan pendeta itu bisa saja mengancam mereka.
"Tugas misionaris." Meskipun kedatangan sang pendeta bukan untuk mereka, tapi tetap saja, jika pendeta itu tahu ada werewolf yang tinggal di desa ini, maka ia akan melakukan 'pengusiran'. "Untuk itu, kami tidak bisa berinteraksi dengan kalian selama pendeta itu tinggal disini." Yeonjun berkata, ada raut sedih dalam ekspresi wajahnya, wajar untuknya merasa sedikit kehilangan karena selama satu tahun terakhir, ia sudah ditugaskan menjadi seorang perantara, Jimin dan yang lain sudah seperti temannya, "Tinggal? Untuk berapa lama?" Nada bicara Jimin melembut, ia juga merasakan hal yang sama, pemuda di hadapannya ini juga sudah ia anggap teman, kebenciannya pada manusia berkurang saat ia bertemu Seokjin, dan rasa benci itu juga mulai menghilang saat ia bertemu Yeonjun.
"Satu tahun." Satu tahun adalah waktu yang cukup lama, lantas, Jimin meraih tangan Yeonjun dan menggengamnya, "Tenang saja, meskipun kita tidak bertemu selama satu tahun, setelah pendeta itu pergi, kita akan bertemu kembali." Terkadang, sikap Jimin memang dingin karena masa lalunya yang membuatnya seperti itu, tapi jauh di dalam dirinya, ia adalah sosok yang lembut hati dan penyayang, Yeonjun tahu akan hal itu.
"Bukan itu yang aku khawatirkan," tubuh Yeonjun gemetar, ia menggigit bibir bawahnya sebelum berkata, "bagaimana jika kami tidak mampu untuk menyembunyikan keberadaan kalian? Bagaimana jika pendeta itu tahu? Bagaimana jika warga disini mulai membenci kalian lagi?" Yeonjun hampir terisak, dan Jimin menggenggam tangannya makin erat.
Walau pun sebagian besar warga disini adalah atheis, tapi kedatangan pendeta itu cukup menjadi ancaman, karena belum pasti tugas misionaris apa yang akan ia lakukan di tempat terpencil seperti ini. "Itu tidak akan terjadi Yeonjun-ah." Jimin cukup percaya diri, karena satu tahun belakangan, manusia dan werewolf hidup dengan damai dan saling menerima satu sama lain, terima kasih pada Seokjin-hyung yang telah bersusah payah untuk meyakinkan mereka. "Berdoa saja agar kedatangan pendeta itu tidak untuk menyebarkan ajarannya, tetapi untuk hal yang lain, seperti, meditasi atau semacamnya." Jimin merasa beruntung karena dirinya dibekali pengetahuan yang luas, kali ini ia berterima kasih pada Namjoon.
Yeonjun mengangguk, kini senyum cerianya telah kembali walau iris obsidiannya masih memancarkan kesenduan, "Ya, semogga." Ia menarik nafas dalam, dan kembali berkata, lebih tepatnya, bertanya, "Tuan Jimin, apa benar kalau ada manusia yang membocorkan keberadaan werewolf mereka akan dibunuh nantinya?" Bibir Jimin mengatup, ia membukanya untuk bicara, dan mengatup kembali sebelum akhirnya ia memutuskan untuk membalik pertanyaan Yeonjun, "Siapa yang bilang begitu?" Yeonjun berkedip berkali-kali, ia menjawab dengan bisikan pelan, "Temanku." Memang masih menjadi misteri, belum ada seorang manusia yang membeberkan keberadaan kawanan werewolf seperti mereka saat manusia itu bermigrasi atau merantau, Jimin menyendikkan bahunya. "Mungkin."
"Hah?"
"Kami punya hukum, dan hukum kami berlaku dengan sangat mutlak, jadi," Jimin tidak mau berspekulasi yang tidak-tidak, ia berusaha untuk berkata jujur, mengabaikan ekspresi shock dari wajah polos Yeonjun, "kurasa itu benar adanya, tapi bisa juga salah, karena seorang werewolf dilarang untuk membunuh manusia, tapi ada juga hukum yang mengatakan kalau kami boleh membunuh siapa atau apa saja jika memang sudah sangat mengancam nyawa kami, pasangan kami, atau anggota kawanan kami."
"Wow."
"Hah?"
"Apa?"
"Kenapa kau bilang 'wow'?"
"Itu keren."
"Apanya yang keren?"
"Hukum kalian keren."
"Hiii~"
"Tuan Jimin, kenapa bilang 'hiii~'?"
"Kau manusia terseram yang pernah kutemui."
Light on Me.
Namjoon mengangguk mengerti. Jimin baru saja memberitahunya apa-atau lebih tepatnya siapa yang akan datang sebentar lagi, ia memutuskan untuk mempersempit pengawasan dan merenggangkan hubungan mereka dengan para manusia. Hal ini bukan 'lah hal baru bagi kawanan mereka untuk menghadapi pengunjung yang tak diundang dari luar teritori mereka.
"Hyung, bagaimana dengan Seokjin hyung?" Namjoon kembali menoleh pada Jimin, yang baru saja selesai memanggil Yoongi dan Hoseok untuk segera pulang ke rumah, "Kemampuan bertarungnya meningkat, dia sudah bisa menghalau serangan Taehyung." Jimin mengangguk-anggukan kepalanya, selama setahun terakhir mereka telah membantu Seokjin untuk mengendalikan 'tubuh barunya', ia bahkan sudah bisa berburu sendiri, tapi ada kejanggalan yang kadang membuat mereka khawatir, Seokjin masih belum bisa menggendalikan kepekaannya pada bahaya, sehingga sulit untuknya bertarung atau melawan musuh yang datang mendekatinya, untungnya sampai saat ini, tidak ada yang mengancam kedamaian kawanan mereka, sehingga new born werewolf seperti Seokjin tidak terancam, karena jika musuh mereka tahu ada seorang new born dalam sebuah kawanan, ia akan menjadi sasaran terlebih dahulu.
"Ngomong-ngomong, apa yang mereka lakukan di kamar Jin hyung?" Di ruang tengah hanya ada Namjoon, biasanya dimana ada Namjoon disitu ada Seokjin, tapi kali ini, sisa dari kawanan mereka ada di kamar Seokjin dan Namjoon sendirian disini, "Seperti biasa, tapi aku juga tidak tahu pasti, coba kau lihat mereka Jimin-ah." Jimin sempat ragu, tapi ia memutuskan untuk melongok ke dalam kamar Seokjin, dan benar saja, Seokjin dalam wujud manusianya, sedang tertidur diatas wujud wolf Taehyung dan Jungkook yang ikut melingkar diantara tubuh hyung-nya yang tampak begitu lelah, dadanya naik turun dengan teratur, dan kelopaknya menutup rapat, Jimin melihat lebih ke dalam, dan Taehyung yang awalnya ikut berbaring mendongakan kepalanya untuk melihat Jimin dengan kedua iris keemasannya yang berkilat, "Tenang Taehyung-ah, aku tidak akan membangunkannya." Bisik Jimin, dan Taehyung kembali membaringkan kepalanya diatas kedua tangannya yang menyilang.
"Sudah berapa lama Seokjin hyung seperti itu?" Setelah kembali ke tempat Namjoon duduk dan menunggu Yoongi dan Hoseok kembali, Jimin bertanya pada alpha-nya, ada rasa khawatir hadir dalam benaknya. Seokjin belakangan ini cepat merasa lelah, setelah berlatih dengan Jungkook dan Taehyung, ia akan langsung tertidur, dan dia hanya mau tidur dalam rengkuhan Taehyung, untung saja alpha mereka adalah Namjoon, yang tidak mudah untuk merasa 'cemburu' saat mate-nya lebih memilih untuk tidur bersama dengan anggota kawanannya yang lain.
"Sebelas hari." Namjoon menutup jurnal yang tadi sempat ia baca, pada awalnya mereka menganggap wajar sikap Seokjin yang seperti itu, tapi belakangan ini makin parah, Hoseok bilang, ada bagian dari 'tubuh lama' Seokjin yang masih membuatnya sulit untuk menerima 'tubuh baru'nya, Namjoon khawatir bila kondisi jantung Seokjin memang belum pulih sempurna, "Kita membutuhkan buku catatan itu." Jimin duduk diseberangnya, ia dapat mencium aroma Yoongi dan Hoseok sudah dekat, "Kita sudah mencari hampir setahun belakangan ini, aku bahkan meminta bantuan Yeonjun, tapi buku itu tak dapat ditemukan dimana pun." Buku jurnal dari anatomi seorang werewolf.
Terdapat tiga buah jurnal yang ditulis oleh nenek moyang mereka, pertama, jurnal dalam genggaman Namjoon yang pernah dibaca oleh Seokjin juga adalah կյանք (kyank) yang berarti hidup dalam bahasa Armenia, jurnal tersebut membahas tentang siapa dan apa itu werewolf, apa yang menjadi bagian dari hidup mereka seperti budaya, adat, dan hukum mereka tertulis disana.
Jurnal kedua adalah մարմինը (marminy) yang memiliki arti tubuh dalam bahasa Armenia, dalam jurnal tersebut terdapat pembahasan disertai dengan penjelasan bagian tubuh werewolf mulai dari werewolf keturunan murni seperti Namjoon dan dan new born seperti Seokjin, ada juga penjelasan mengenai pembagian kasta khusus seperti alpha, beta, dan omega dalam sebuah kawanan dan peranan mereka.
Jurnal ketiga adalah մահ (mah) yang dalam bahasa Armenia berarti kematian, mah merupakan satu-satunya jurnal yang dibuat oleh manusia, di dalamnya membahas bagaimana caranya memburu, melumpuhkan, dan membunuh werewolf dengan senjata khusus seperti belati perak dengan cekungan tajam diujungnya yang mereka sebut դագեր (dager).
Jika kawanan Namjoon dapat menemukan dimana marminy berada, mungkin mereka dapat segera tahu apa yang terjadi pada Seokjin, satu-satunya orang yang dapat menguasai jurnal tersebut adalah seorang beta seperti Hoseok, oleh sebab itu, dahulu, jurnal tersebut dipegang oleh ayahnya, tapi sejak tragedi yang terjadi bertahun-tahun silam, banyak dari jurnal, catatan leluhur, dan lain sebagainya hilang tanpa jejak. Hoseok bilang ia belum pernah membacanya, tapi setiap beta memiliki intelejensi yang istimewa, mereka biasanya memegang posisi seperti seorang tabib dalam kawanan mereka. Sama hal-nya dengan Jimin, saat ada salah seorang anggota kawanan yang terluka, ia yang pertama kali tahu apa jenis cedera yang dialami dan di bagian tubuh sebelah mana, padahal semasa Jimin masih seorang manusia, ia tak dianugerahi kemampuan semacam itu.
Namjoon dan Yoongi adalah alpha, Hoseok dan Jimin adalah beta, Taehyung dan Jungkook masih belum diketahui begitu juga dengan Seokjin. Dalam kasus Taehyung, ia menunjukkan tanda-tanda bahwa dirinya adalah alpha, Namjoon dapat merasakannya, hanya menunggu waktu sampai wolf dalam tubuhnya merepresentasikan siapa diri Taehyung yang sebenarnya.
"Ah, kalian telah kembali." Tegunan Jimin berakhir saat Yoongi dan Hoseok masuk bersamaan, terlihat dari wajah tenang mereka bahwa malam ini teritori mereka aman. "Tidak ada tanda ancaman, semua aman terkendali." Namjoon mengangguk dan bibirnya menyunggingkan senyum puas, ia menggeser duduknya agar Hoseok dan Yoongi bisa bergabung dengan mereka, "Aku masih penasaran, kemana hilangnya dua jurnal yang lain." Hoseok bersandar pada sandaran sofa, setiap hari mereka terus mencari dan mencari, tapi menemukan titik terang 'pun tidak. "Kami baru membahasnya." Jimin menopang dagunya, pandangannya mengekori Yoongi yang mulai berbaring diatas karpet beludru di bawah mereka.
"Hyung, disitu dingin, kalau lelah ke kamar saja." Jimin hendak menarik tangab Yoongi agar pemuda itu bangun tapi yang lebih tua malah balik menariknya hingga tubuhnya jatuh diatas tubuh mate-nya itu sendiri, "Hei~ berhenti bermesraan di depanku dan Namjoon, pikirkan 'lah nasibku yang belum punya mate dan Namjoon yang... ah sudah lah." Gerutu Hoseok seraya memutar kedua bola matanya, Yoongi dan Jimin semakin dekat dan sudah tak canggung lagi memamerkan kemesraan mereka, pasangan itu membuat sisa dari kawanan yang lain teringat pada Namjoon dan Seokjin saat mereka baru pertama kali memadu kasih.
"Aku akan melihat Seokjin hyung, kalian istirahat 'lah." Namjoon bangkit berdiri, ia menepuk bahu Hoseok sebelum akhirnya beranjak dari sana, meninggalkan Yoongi yang tak mau melepas Jimin dalam pelukannya dan Hoseok yang mulai mendengkur diatas sofa.
Light on Me.
Jika itu menyangkut Seokjin, Taehyung dan Jungkook berani menggeram galak pada siapa saja termasuk Namjoon, ia menggeleng pelan dan berbisik pada mereka, "Aku tidak akan membuatnya bangun, tenang saja." Perlahan-lahan Namjoon mendekati Seokjin, setelah sepasang nata tajam milik Taehyung dan Jungkook kembali terpejam, ia membelai lembut pipi kekasihnya seraya menyikap pelan rambut depan Seokjin yang mulai memanjang.
"Jinseok..." Bisiknya, Seokjin bereaksi pada bisikan mate-nya dengan menggeliat pelan diatas tubuh Taehyung, "aku merindukanmu." Sudah sebelas hari ini ia tidak tidur dengan Seokjin, sekarang Namjoon tidur tidak teratur dimana tempatnya, kadang di kamar Jungkook, ruang tamu, bahkan di teras depan. Masing-masing dari mereka telah memiliki kamar, tapi Namjoon selalu tidur berdua dengan Seokjin, memeluknya membuat Namjoon dapat tidur lebih cepat dan lebih nyenyak.
"Apa 'pun yang terjadi, kami akan terus melindungimu." Kecupan manis dan lembut Namjoon berikan pada pelipis halus Seokjin yang bernafas dengan teratur, nampaknya ia sudah jatuh dalam alam mimpi, "Aku berjanji Jinseok-ah, tidak akan ada yang menyakitimu lagi." Jauh dalam benak Namjoon, masih tersimpan memori saat mate-nya sekarat, saat ia diculik, dan saat orang-orang yang ia kasihi direnggut olehnya, Hakyeon dan kawanannya sudah tidak ada, tapi kenangan buruk yang tertinggal dalam pikiran Namjoon terkadang membuatnya merasa bersalah karena menurutnya, ia telah gagal melindungi Seokjin saat itu.
Pandangan Namjoon beralih pada leher mulus Seokjin, ia menatapnya dengan dalam, menerawang apakah dirinya bisa memiliki Seokjin seuntuhnya, dan hanya untuk dirinya? Namjoon menyentuh bagian itu, tempat dimana dirinya akan memberikan tanda bahwa Seokjin adalah miliknya suatu saat nanti, atau sebentar lagi. Pupil mata Namjoon membulat, bulu kuduknya meremang saat jemarinya menyentuh leher putih Seokjin. Tercium aroma yang tiba-tiba membuat tubuhnya panas, wolf dalam dirinya meraung untuk segera mengklaim sosok yang paling dicintainya itu, Seokjin memiliki aroma yang manis layaknya selai strawberry dan susu segar, tapi kali ini berbeda, ada aroma yang membuat Namjoon tak kuasa untuk bergerak lebih jauh, ia mendekatkan wajahnya untuk menghirup aroma itu.
'Omega'
Jantung Namjoon berdebar kencang, wolf dalam dirinya menginginkan lebih. Sampai ia merasakan kibasan ekor Jungkook yang menyadarkannya dari apa yang baru saja hendak ia lakukan. Taehyung dan Jungkook sudah jatuh tertidur, lama sebelum Namjoon menyentuh leher belahan jiwanya itu. Jungkook mengigau. Dan Namjoon baru saja tersadar dengan apa yang baru saja terjadi. Ia bergerak menjauh perlahan-lahan, bibir bawahnya ia gigit sekuat tenanga hingga memerah tapi untungnta tidak berdarah.
'Apa yang baru saja aku lakukan?'
'Bisikan apa itu tadi?'
Bulu kuduk di tengkuk leher Namjoon masih meremang, ia memilih untuk segera keluar, tadinya Namjoon hanya ingin melihat keadaan mate-nya dan memberi kecupan selamat tidur seperti biasanya. Tapi malam ini, adalah pengalaman pertamanya menerima sebuah bisikan dari dalam dirinya untuk segera memiliki Seokjin, tapi ada sesuatu yang tak ia mengerti. Omega? Apa Seokjin adalah seorang omega?
Namjoon merasa kalut, ia tak dapat berpikir dengan jernih. Malam itu, kedua matanya sama sekali tak terpejam. Ia sibuk dalam kekalutannya dan tenggalam disana.
Light on Me
"Namjoonie?"
Pagi seperti biasa, mereka berkumpul di ruang tengah, berbagi tentang rencana hari ini. Sekarang giliran Jimin, Taehyung dan Jungkook yang berkeliling sambil berburu, Hoseok tetap pada kegiatannya membaca buku dan menambah ilmu, sedangkan Yoongi memilih untuk tidur lebih lama.
"Kemarin kau janji mau mengajariku menghilangkan insting werewolf-ku." Seokjin sudah mandi, kebiasaan manusianya tidak hilang, tak peduli musim panas atau dingin ia tak akan melewatkan 'ritual' mandi pagi, padahal biasanya, seorang werewolf akan malas melakukan hal seperti itu, mereka akan menjilati tubuh saat dalan wujud wolf-nya. "Ah? Ya, maaf aku lupa." Setelah berpamitan dengan Hoseok dan Yoongi (yang tentu saja tidak menanggapi karena ia sedang tidur), Namjoon dan Seokjin pergi ke dalam hutan. Dedaunan hijau mulai terlihat kembali, tanda bahwa musim semi sudah mulai tiba.
"Fokus hyung." Namjoon tersenyum geli saat Seokjin yang berusaha fokus teralihkan perhatiannya karena seekor lebah yang terbang diatas kepalanya. Setelah lebah itu pergi, Seokjin mulai kembali, kedua matanya terpejam, nafasnya teratur dan pikirannya kosong, auranya perlahan memudar dan aromanya menyatu dengan aroma dedaunan basah dan tanah lembab disana, Namjoon tersenyum bangga dibuatnya, "Kau berhasil pada tahapan pertama, mahluk lain seperti manusia tidak akan menyadari keberadaanmu tapi werewolf masih bisa merasakannya." Lengkungan riang dalam bibir Seokjin terpatri pada wajah tampannya, ia merasa senang, berbeda dengan bertarung dan menyerang, Seokjin lebih cepat belajar dalam hal berlindung dan mempertahankan diri semacam ini.
"Sudah lelah?" Namjoon membelai lembut rambut hitam legam milik kekasihnya, Seokjin menggeleng sebagai jawaban kalau dirinya belum merasa lelah sedikit 'pun, "Ayo lakukan lagi." Mereka berlatih sampai siang hari, kali ini Seokjin berhasil menyamarkan dirinya dengan aura seorang manusia, teknik ini mengingatkan mereka pada Ken, karena ia melakukannya agar bisa dekat dengan Seokjin. Meskipun belum sempurna, tapi kemampuan Seokjin dalam mempertahankan diri sudah hampir sempurna.
"Aku mencintaimu." Namjoon memeluknya, dan memberi kecupan di kening Seokjin yang tertawa geli. Mereka berjalan menyusuri sungai dengan bergandengan tangan dan sesekali Seokjin menujuk dan bersorak kegirangan saat ia melihat satu atau dua ekor ikan yang melompat di dekat mereka, "Hyung," Namjoon memanggilnya, dan Seokjin mengalihkan pandangannya dari ikan kecil yang berenang melawan arus sungai, "Hm?"
"Sebentar lagi rut-ku akan tiba." Kini Seokjin menatap lurus kepadanya, Namjoon menggenggam kedua tangan kekasihnya saat pandangan mereka bertemu, "Aku harap saat itu... aku sudah bisa mengklaim dirimu." Seokjin mecoba menyelami binaran dalam kedua bola mata Namjoon, terlihat bahwa alpha-nya itu telah bersungguh-sungguh, "Baiklah," Seokjin membalas genggaman tangan Namjoon saat ia akhirnya menanggapi pertanyaan kekasihnya.
"Aku siap untuk kau milikki."
to be continued
Selamat datang di sequel dari 'But, I Still Want You'.Konflik baru, intrik baru dan musuh baru.
Sudah ada 'kah yang bisa menebak arah dari jalan cerita ff ini?
Silahkan kirim komentar, kritik dan saran kalian di kolom review, apa yang kalian tulis disana akan sangat membantu saya dalam melajutkan ff ini.
Terima kasih sudah membaca. i purple you guys so much.
Salam hangat, Fuma Tan.
