Kim Seokjin. Kim Taehyung. Kim Namjoon.
Aku nggak tahu ini akan jadi Namjin atau Taejin.
Jadi jangan terlalu berharap pada salah satunya.
Tolong tinggalkan jejak.
Warisan.
Harta, uang, tahta. Seokjin muak dengan semua hal yang berkaitan dengan tiga aspek diatas.
Kalau boleh mencerca. Ia ingin sekali mencerca Tuhan. Tapi ia tahu Tuhan lebih berkuasa darinya. Berkat Tuhan pula lah dia dapat hidup.
Hidupnya. Ia tak bisa jelaskan bagaimana hidupnya. Seharusnya dalam hidup ada hitam dan putih, pahit dan manis, sedih dan bahagia. Tapi nyatanya didalam kehidupannya hanya ada hitam, pahit, dan sedih.
Dia diusir orangtuanya sekaligus dicoret dari kartu keluarganya pada umur 26 karena menolak dijodohkan dengan pemuda kaya raya dan justru memilih menikah dengan pemuda biasa yang tak terlalu mapan dan berpenghasilan pas-pas an.
Tapi dia memilih hal tersebut bukan karena bodoh atau tuli akan cinta. Dia sendiri bahkan tahu bahwa pemuda kaya raya yang akan orangtuanya jodohkan dengannya adalah seorang player. Seokjin punya hati. Dia tak bisa begitu saja diam ketika dia dalam keadaan seorang istri dan suaminya justru selingkuh. Jadilah dia memilih suaminya. Seorang yang tak terlalu mapan dengan gaji pas-pas an tapi dapat menjaga perasaannya. Katakanlah dia gila. Tapi yang dia butuhkan hanyalah kebahagiaan. Dan harta menghancurkan segalanya. Harta menghancurkan hubungannya dengan keluarganya.
Dipertengahan pernikahannya dia hamil. Kehamilan pertamanya. Dia senang bukan main. Rasanya hidupnya makin lengkap saja dengan kehadiran kehidupan baru didalam perutnya. Tapi lagi-lagi sepertinya cobaan tak henti-hentinya mampir di kehidupannya.
Anaknya meninggal didalam kandungan. Akibat dokter yang tak ingin menanganinya karena keterbatasan biaya. Akibatnya bayi kecilnya meninggal. Lagi-lagi karena harta.
Dia tak tahu apa yang salah dengan harta, uang, tahta dan hal-hal lain yang berhubungannya hingga semua hal tersebut mampu merebut kebahagiannya dalam sekali lahap.
Namanya Kim Seokjin. Dia tak tahu harus mengatakan dia ini janda atau duda. Karena pada kenyatannya dia laki-laki dan bisa hamil lalu ditinggal mati oleh suaminya. Mungkin duda lebih tepat untuknya. Karena dia seorang lelaki. Benar-benar seorang lelaki tulen. Hanya saja ia bisa hamil.
Dia duda beranak satu. Anak pertamanya dengan suaminya memang meninggal, tapi tidak dengan anak keduanya yang berhasil lahir dengan selamat ke dunia dan kembali memberi Seokjin secercah harapan untuk kembali mensyukuri hidupnya.
Dia hanya orang biasa. Pas-pas an, masih sama seperti dulu. Atau mungkin bisa dikatakan lebih parah dari dahulu?
Pagi hari, pukul 3 dini hari dia akan bangun dan menjahit beberapa boneka. Pukul 7 hingga pukul 10 dia akan ke TK, for your information dia adalah guru Taman Kanak-kanak. Setelahnya ia akan pulang kerumah hingga pukul 2 siang. Sekedar beristirahat dan mengurus makan siang Park Jimin, balita kecilnya. Pukul 2 hingga pukul 6 dia akan bekerja di sebuah kedai kecil di pinggiran jalan sebagai tukang masak.
Malamnya ia akan sepenuhnya meluangkan waktunya untuk anaknya walaupun terkadang harus ia bagi waktu bersama anak nya dengan bekerja memotong daging. Waktu itu yang ia lakukan adalah sekedar bercengkrama dengan Jimin atau mengajarinya hal-hal kecil seperti berhitung, menulis, dan membaca. Dia cukup bahagia dengan semua itu. Baginya, Jimin sekarang adalah hidupnya. Sekejam apapun hidupnya ia tetap harus bertahan demi Jimin dan kebahagiaan Jimin. Saat kau sudah punya anak nanti, rasanya tidaklah penting baginya kebahagiaannya, yang paling penting baginya adalah kebahagiaan balita kecilnya.
Warisan.
Seokjin sedang mengajar ketika seseorang tiba-tiba membuka pintu ruang kelasnya dengan tiba-tiba. Aksi orang tersebut membuat kegiatan belajar dan mengajar yang sedang Seokjin lakukan terhenti tiba-tiba. Atensi seluruh ruangan itu tertuju pada seorang pemuda di ujung pintu yang tengah sibuk mengatur nafasnya.
"Ah-anu- aku ingin menjemput Kim Seokjin."
"APA?!" Mata Seokjin terbelak lebar. Begitu tak percaya dengan apa yang pemuda diujung pintu itu katakan.
"Ah-maksudku Kim Mingyu. Aku ingin menjemput Kim Mingyu. Duh, maafkan mulut sialanku ini." Seokjin makin menggeleng tak mengerti. Setelah tiba-tiba membuka paksa ruang kelasnya yang mengakibatkan tersitanya waktu belajar mengajarnya pemuda di ujung pintu itu juga dengan kurang ajar bilang ingin menjemputnya lalu setelahnya dengan tak mempertimbangkan sekitarnya menyebut kata-kata yang amat tak pantas untuk ukuran anak-anak Tk.
"Maaf Tuan, kurasa kita perlu bicara dulu diluar." Katanya sambil menatap pemuda di hadapannya dengan tatapan bengis. "Oh ya anak-anak. Tolong lanjutkan sendiri dulu ya mewarnainya. Pak guru ada urusan sebentar." Lucu sekali memang guru di sebuah TK adalah laki-laki. Tapi well, Seokjin adalah salah satunya.
"Maaf tapi kau baru saja melanggar 2 tata krama disini dan aku tak bisa membiarkanmu begitu saja menjemput Mingyu." Bukannya panik, pemuda di hadapannya justru tersenyum bak orang kesetanan.
"Ya Kim Namjoon! Dasar picik sialan!" Oh rasanya pening di kepalanya akan bertambah dua kali lipat. Baru saja dia dipusingkan dengan pemuda tak sopan yang tiba-tiba menerobos ditengah kegiatan belajar mengajarnya, kini ia harus dipusingkan kembali dengan pemuda lain yang ketika datang sudah mengucapkan sumpah serapah yang sangat tidak baik didengarkan anak-anak TK.
"Apakah kau yang namanya Kim Seokjin? Aw, kau lebih mempesona dari apa yang aku bayangkan." Seseorang yang baru saja datang mengedipkan sebelah matanya kepada Seokjin, membuatnya memutar matanya pertanda jengah.
"Tuan-tuan yang saya hormati. Pertama-tama saya ingin berterimakasih atas pujian yang tuan-tuan berikan kepada saya. Tapi anda berdua benar-benar mengganggu kegiatan belajar mengajar di TK kami. Juga jangan lupakan perkataan anda berdua yang benar-benar tak pantas untuk didengarkan anak-anak. Jadi selaku guru disini. Saya mohon kepada Tuan dan tuan agar berperilau lebih sopan lagi ketika suatu saat kembali kemari." Ucapnya penuh penegasan.
"Oh, selain mempesona ternyata kau juga sangat sopan yah. Idaman sekali." Seokjin makin mengerutkan dahinya ketika pemuda yang baru saja datang berujar demkian padanya.
"Taehyung astaga. Kau membuatnya kebingungan." Seokjin makin pening rasanya, kepalanya serasa berputar akibat kehadiran dua makhluk tak tahu tata krama dihadapannya ini.
"Jadi, urusan mendesak apa yang membuat tuan-tuan ingin menjemput Kim Mingyu?" Dia masih mencoba profesional setidaknya. "I - itu, menikah. Kakek kami akan menikah." Lagi. Seorang bernama Taehyung mulai kembali membuat Seokjin harus mengerutkan dahinya. Kakek-kakek macam apa yang akan menikah ketika cucu-nya bahkan sudah sebesar tiang listrik dijalanan menuju rumahnya. "Taehyung. Bisa tidak kau rasional sedikit? Yang akan menikah itu seharusnya paman dan bukan kakek." Dan seorang lagi yang bernama Kim Namjoon berusaha membenarkan seorang bernama Kim Taehyung.
Seokjin makin tak mengerti. Siapa sebenarnya orang-orang gila ini?
"Baik, jadi bisa beritahu aku siapa yang akan menikah?" Tangannya ia lipat didada, walaupun tidak sopan tapi ia benar-benar geram sekarang. "Bagaimana jika aku dan dirimu?" Seokjin rasa seorang bernama Kim Taehyung punya masalah dengan otaknya. Sungguh, dia tak pernah mengeluarkan kata-kata yang selazim-nya diucapkan saat berbicara.
"Bukan.
Paman kami yang akan menikah. Maafkan kelancangan mulut adikku. Dia memang produk gagal keluarga Kim." Dan setelahnya keduanya justru beradu argumen tentang siapa yang produk gagal dari keluarga Kim.
Cukup sudah. Seokjin rasanya benar-benar muak dengan perdebatan mereka.
"Tuan-tuan!" Keduanya terdiam beberapa saat.
"Akan aku panggilkan Kim Mingyu dan anda bisa pergi ke acara pernikahan paman kalian."
Dia memasuki ruang kelasnya, "Kim Mingyu, pamanmu menjemputmu. Bisa kau keluar dan kemasi barangmu?"
Mingyu menatap kebingungan pada gurunya. Sembari memeluk tas-nya didepan, bocah kecil itu menatap Seokjin penuh tanya. Seolah banyak sekali tanda tanya dalam otaknya. "Ada yang ingin kau tanyakan Mingyu?"
Mingyu hendak berucap beberapa saat sebelum akhirnya berhenti dan menggelengkan kepalanya dan mengucapkan kata 'tidak ada.'
Seokjin menghela napasnya beberapa saat hingga kemudian menghembuskannya perlahan-lahan dan melanjutkan langkahnya.
Dan setelahnya Seokjin benar-benar menyerahkan Mingyu kepada kedua pemuda setengah sinting dihadapannya.
"Kim Mingyu. Ini dia pamanmu, mereka menjemputmu karena mereka bilang pamanmu yang lain menikah. Jadi kau harus pulang dan meninggalkan sekolah." Seokjin menjelaskan dengan hati-hati, tak lupa sebuah senyuman yang senantiasa menghiasi bibirnya.
Sementara Mingyu justru mencebikan bibirnya dan menatap kedua orang dewasa dihadapannya dan Seokjin dengan tatapan seolah ingin membunuh. Oh, dan jangan lupakan tangan bocah kecil satu itu yang terlipat angkuh didada. Salah seorang yang dia ketahui bernama Namjoon membalas tatapan Mingyu dengan sebuah tatapan sengit, seperti pertanda memperingatkan.
"Baiklah, jadi pak guru terimakasih atas kebaikan anda. Anda benar-benar seperti malaikat. Atau jangan-jangan anda memang malaikat?" Ini Taehyung, lagi-lagi kata-kata yang keluar dari bibirnya benar-benar tak terkontrol.
"Kalau kau bingung kau bisa mengabaikannya. Oh ya, mungkin aku akan sering mengantar jemput Mingyu, jadi bisakah kau memberikan nomormu?" Namjoon tersenyum beberapa saat sembari menatap Seokjin yang juga tengah menatapnya, sebelum kemudian suara Taehyung menginterupsi
"Hei. Aku juga ingin nomormu." Seokjin memutuskan kontak matanya dengan Namjoon lalu berganti menatap Taehyung dalam-dalam.
Seokjin memalingkan wajahnya. Ia mengambil secarik kertas persegi dari sakunya hingga kemudian memberikan kertas itu pada Namjoon juga Taehyung. "Itu nomor sekolah. Alangkah lebih baiknya apabila anda menghubungi nomor sekolah ketimbang menghubungi saya. Nah, tuan-tuan kurasa paman anda tak bisa menunggu lebih lama, jadi anda bisa segera membawa Mingyu ke acara pernikahan paman kalian dan saya dapat melanjutkan kegiatan belajar dan mengajar saya." Dia mencoba profesional. Sebenci apapun dia terhadap dua pemuda dihadapannya dia tetaplah seorang guru yang harus memberi teladan yang baik bagi para muridnya. Jadi sebisa mungkin ia tengah mencoba mengikis perlahan-lahan emosi yang ada pada dirinya akibat ulah dua pemuda asing yang setengah sinting dihadapannya.
"Saya pamit. Permisi." Setelah membungkuk dan berpamitan dengan sopan, Seokjin berlalu pergi meninggalkan Mingyu yang masih mencebik dan Namjoon sekaligus Taehyung yang terlihat tak puas dengan jawaban Seokjin.
"Seokjin-ssi." Suara Taehyung bergema ditelinganya, membuatnya mau tidak mau harus berhenti dan menoleh untuk memeriksa dan sekedar menjawab dengan "Ya?"
"Aku hanya ingin bilang. Aku ini kakaknya Mingyu dan bukan pamannya."
Oh, apapun itu, tolong jauhkan kedua kakak Mingyu dari hidup Seokjin.
Warisan.
Seokjin tengah merapikan beberapa buku bahan ajarnya ketika semua muridnya satu persatu mulai berpergian hendak menuju kediaman masing-masing.
Tapi seorang bocah laki-laki tengah duduk dibangkunya. Bibir bawah bocah itu maju kedepan dan raut wajahnya terlihat amat sebal.
Seokjin menghampirinya dan menepuk pundak si bocah pelan. "Kim Mingyu. Ada masalah?" Wajahnya ia buat seramah mungkin. Tak mungkin bukan ia memghadapi bocah yang tengah merengut kesal dengan raut wajah mengerikan, bisa-bisa muridnya lari terbirit-birit karenanya. Dan itu bukan opsi yang bagus Seokjin rasa.
Mingyu membuang nafasnya kasar lalu mulai membuka bibirnya untuk berbicara.
"Iya, Pak. Dan ini masalah yang sangat besar." Tangannya ikut bergerak membuat lingkaran amat besar, berharap bahwa itu dapat menjelaskan perkatannya tentang masalah besar tersebut. "Oh ya, apa itu?" Matanya membola seolah penasaran dan ia mencoba meminta si bocah menceritakan sesuatu yang tengah mengganjal dihatinya.
"Pak guru tidak akan menyukai ini." Mingyu mencoba meyakinkan Seokjin untuk tidak bertanya lebih lanjut perihal masalahnya. "Benarkah? Tapi kau belum bercerita sama sekali. Bagaimana aku bisa tahu aku akan menyukainya atau tidak?"
Seokjin tentu tak kehabisan akal, dia terus mencoba memancing Mingyu untuk bercerita.
"Yah, pak guru benar." Mingyu mengangguk beberapa saat seperti mengiyakan pernyataan Seokjin.
"Jadi, apa masalah besar-mu itu?" Seokjin menaikkan sebelah alisnya.
"Pak guru ingat kedua kakakku yang kemari dua hari lalu?" Oh, tidak. Ini memang masalah besar. Dua kakak Mingyu yang sinting benar-benar masalah yang besar.
Seokjin membuang napasnya sebelum akhirnya tersenyum kepada bocah kecil dihadapannya. "Ya, ada apa memang dengan kakak-mu?"
"Mereka menyuruhku memberikan surat ini padamu." Seokjin mengernyit ketika netra-nya menangkap dua amplop surat dengan warna yang amat berbeda. Yang satu berwarna pink muda dan yang satu lagi berwarna hitam. Hell, apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sehingga ia dikelilingi dua pemuda sinting?
"Lantas, mengapa kau sebut ini sebagai masalah yang besar Mingyu?"
"Masalahnya kedua kakak-ku itu orang yang jahat dan sedikit gila. Aku tidak ingin pak guru di ganggu oleh mereka." Bahkan anak kecilpun dapat menilai.
"Tak apa, akan pak guru ambil. Nah, apakah dengan begini kau bisa pulang dengan lega tanpa satupun perasaan terbebani?" Tangannya mengambil dua amplop yang ada pada tangan Mingyu lantas lagi-lagi tersenyum.
"Iya, aku lega karena aku dapat pulang. Tapi aku tidak lega karena pak guru harus mendapat surat itu." Sebenarnya Seokjin tak terlalu paham mengapa Mingyu benar-benar tidak ingin memberikan surat itu padanya, tapi yang jelas dan yang ia tahu adalah bahwa Mingyu hanya tak ingin kakak-nya yang sedikit sinting itu menganggu Seokjin.
"Tak apa. Ini bukan masalah besar."
Dan setelahnya Mingyu pergi meninggalkannya yang tengah sibuk membuka kedua amplop surat dengan warna kontras.
Surat yang berwarna merah muda adalah milik Namjoon dan sudah dalat ditebak dengan pasti bahwa yang berwarna hitam adalah milik Taehyung.
Seokjin menggeleng pening karenanya.
Dia mulai membuka surat yang Namjoon berikan dan membacanya.
' Aku ingin mengajakmu berkencan. Malam nanti. Kutunggu di restauran italia didekat pusat kota. Aku menunggumu. Datanglah. Jangan buat aku kecewa.
Kim Namjoon'
Dan kemudian surat dari Taehyung.
'Jangan terima ajakan kencan Namjoon! Dia pria tua membosankan. Lebih baik kau ikut denganku. Aku mengajakmu berkencan. Di toko ikan hias 'Sirens' pukul 7 malam ini. Tak ada yang lebih kunantikan daripada kehadiranmu.
P.S : Aku rasa aku tertarik padamu.
Kim Taehyung'
Dua pemuda sinting. Seokjin melemparkan surat itu dan kemudian berjalan hendak meninggalkan kelasnya dan segera pulang ke rumah.
Tapi langkahnya berhenti beberapa saat dan kembali menatap onggokan surat yang tergeletak tak berdaya dilantai. Seokjin memutar matanya malas dan kemudian berlari untuk kembali memungut surat-surat yang tergeletak dilantai tersebut. Surat-surat yang hendak ia buang namun tiba-tiba saja ia urungkan.
Tangannya menepuk-nepuk surat tersebut karena beberapa sisinya kotor terkena debu.
"Dasar menyusahkan!"
Bersambung.
Hola! This is ma new project gys. Aku nggak tau ini akan berakhir Taejin atau Namjin. Mungkin cerita ini akan membosankan karena alurnya yang pasaran.
Tapi aku cuma pengen nulis. Itu aja.
Dan seenggaknya hargai dengan review, follow or comment.
Terimakasih.
Regards,
Gojex
