Diclaimer : MASASHI KISHIMOTO

My lovely pairing : Uzumaki Naruto with Hyuuga Hinata

Raiueon57 present to NHL

Rate : T dengan perpaduan genre : Romance, slice of life, fantasy, sedikit bumbu humor atau bahkan - entahlah silahkan menyatakannya jika ada yang kurang.

Jika anda tidak menyukainya silahkan tekan tombol back! Disini hanya tempat NaruHina.

P.S : OOC, typo, alur berantakan, ga nyambung, aneh dan membuat pusing disertai mual*bila berlanjut silahkan hubungi dokter setempat.

Happy Reading guys!

Hinata menyusuri malam festival matsuri bersama kedua orang tuanya dan juga sang adik. Yukata bercorak lily warna ungu pucat dengan dasar putih membuat Hinata tampak cantik malam, tak hanya itu yukata itu senada dengan kedua orang tuanya dan saudaranya.

"Tou-chan aku ingin ikan mas itu." tunjuk Hanabi dengan mata berbinar-binar menatap stand dengan kolam berukuran sedang dan di isi oleh banyak ikan mas.

Hiashi tersenyum mendengar permintaan putri kecilnya itu, tak ada salahnya memenuhi permintaan anaknya. "Baiklah, tapi janji pada tou-chan kau akan merawatnya dengan baik." ujar Hiashi merendahkan tubuhnya menyamakan tinggi dengan putri kecilnya yang berusia 6 tahun.

"Yakusoku." gadis kecil itu tersenyum lebar memamerkan giginya dan memberikan kelingking kecilnya pada sang ayah yang berada dihadapannya.

"Yosh, mari kita lakukan." ujar Hiashi langsung membawa Hanabi kedalam gendongannya dan membawanya kearah stand itu.

Hinata dan Hikari yang menyaksikan interaksi Hiashi dan Hanabi nampak tersenyum tipis. Ini bukan pertama kalinya mereka menghabiskan waktu bersama saat festival, mereka selalu meluangkan waktunya untuk menghabiskan waktu bersama bahkan apapun acara itu. Hyuuga Hiashi sudah mentradisikan hal itu, setelah ia mempersunting sang istri. Hiashi tak ingin seperti kedua orang tuanya yang tidak pernah sedikitpun meluangkan waktunya untuk dirinya saat remaja dulu, itulah mengapa sesibuk apapun ia akan meluangkan waktu untuk menghabiskan waktu bersama istri dan kedua putrinya.

Hinata mengganti senyum tipisnya dengan lekungan bibir kebawah saat ekor matanya menangkap gerombolan gadis mengenakan yukata cantik sedang membicarakan hal yang menyenangkan. Jujur saja ia sangat iri dengan interaksi sederhana nan mengembirakan itu, ia menyalah dirinya yang terlalu pendiam dan pemalu bahkan berbicara dengan pria atau gadis membuatnya sedikit gagap. Ia tak tahu apakah memang tipe gadis membosankan untuk di ajak berteman dan membicarakan hal menyenangkan usai pulang sekolah atau menceritakan tentang orang yang dia suka pada temannya.

Bisakah musim nanti ia mendapatkan teman, seorang teman untuk berbagi apa yang ingin ia katakan atau ceritakan.

"Hina-chan, kau mau apa?" tanya sang ibu dengan suara lembutnya menyadarkan Hinata memandang sang ayah dan adik yang asyik dengan sendirinya.

Gadis 16 tahun itu menoleh pada sang ibu, "Bagaimana kalau kita membeli permen apel sebelum Hanabi mengetahuinya." jawab Hinata tersenyum pada sang ibu. "Aku akan mengatakan pada tou-san agar tou-san tidak repot-repot mencari kita nanti." Hinata langsung pergi menghampiri sang ayah dan adiknya yang nampak tertawa.

Setelah mendapatkan persetujuan Hinata langsung mengandeng tangan ibunya untuk mencari permen apel. Banyak sekali stand yang dibuka saat festival matsuri, banyak juga yang berjualan jajanan dan beberapa barang yang menarik. Mata Hinata bergerak memandang sekelilingnya, ia mencoba mencari sesuatu yang menarik hatinya. Hirup pikuk pengunjung membuatnya terpisah dengan sang ibu, tanpa Hinata sadari seseorang menarik lengannya dan menjauh dari keramaian. Hinata mencari tahu siapa yang menarik lengannya dan membawanya menjauh dari keramaian. Amethsyt menatap seorang nenek tua yang memegang lengan Hinata.

"A-a-a-a-no…"

"Ojou-san, maukah kau membeli cermin ini?" tanya nenek tua itu memperlihatkan cermin kecil yang ada di tangannya.

Hinata melihat cermin di tangan nenek itu, cermin kecil dengan motif bunga lavender berwarna ungu kesukaan Hinata, "Suteki." puji Hinata saat melihat cermin yang kini sudah berada di tangannya.

"Aku membutuhkan uang untuk membeli obat cucuku, jadi maukan ojou-san membelinya?" tanya nenek itu kembali.

Ia merasa iba mendengar penjelasan sang nenek tua itu, ia mengeluarkan uang dari tas kecil yang ia bawa dari tadi. Seharusnya ia membawa uang tabungannya, tapi ia malah membawa uang sedikit. Hinata sedikit murung dan raut wajahnya terlihat menyesal sembari memandang uang di tangannya.

"Gomennasai, obaa-san. Aku hanya memiliki uang segini, aku rasa ini tidak cukup untuk membeli obat cucu baa-san." Hinata termemperlihatkan tiga lembar uang seribu yen dan beberapa uanga 500 yen.

"Tidak apa ojou-san nenek rasa ini cukup untuk membeli obat untuk cucu baa-san." ucap sang nenek tersenyum memandang Hinata.

Setelah memberikan uang, cermin itu sudah berada di tangan Hinata. Ia melambaikan tangannya pada nenek itu yang menghilang di keramaian orang, Hinata tersenyum bahagia menatap cermin kesukaannya itu.

"Hina-chan." panggil seseorang dengan lembut.

Hinata menoleh dan menemukan sang ibu yang tersenyum, Hinata menyimpan kaca itu didalam tas kecilnya dan berlari kearah sang ibu.

.

.

.

.

.

.

"Oi, Naruto mau sampai kapan kau akan makan ramen terus?" tanya Shikamaru terlihat dongkol menatap sahabatnya yang sudah menghabiskan 3 mangkok ramen di stand milik paman Teuchi.

"Seuwbwntaw Shwikwa [Sebentar Shika]" ujar Naruto yang masih menyeruput ramen kesukaannya itu.

"Ayolah, Sai, Gaara dan Sasuke sudah menunggu kita." seru Shika yang nampak frustasi menghadapi Naruto, ini sudah sekeian kali ia mendengar kata sebentar dari mulut penuh ramen Naruto tapi nyatanya pria berambut pirang itu masih menambah ramennya lagi, jadi siapa yang harus ia salahkan atas semua ini? Shika memijat keningnya.

"Gochisousama deshita." Naruto merapatkan kedua tangannya dan tersenyum puas. Tentu saja ia sangat puas, tiga mangkok ramen jumbo dengan extra naruto di tambah lagi paman Teuchi sedang mengadakan diskon sebesar 15% untuk pelanggan tetap dan 10% di festival matsuri ini.

Bagaimana Naruto tidak tertarik dengan itu, mendengar saja membuat Naruto serasa mengeluarkan api membara dari tubuhnya. Paman Teuchi memang akan memberikan diskon 10% saat stand ramen miliknya berada di festival, semua pengunjung tertarik untuk makan ramen yang terkenal dengan cita rasa dan nikmatnya (sampe ngiler author *lagilaper).

"Terima kasih Naruto sudah berkunjung jangan lupa datang lagi ya." seru Ayame yang berdiri di depan kasir usai Naruto membayar makanannya.

"Siap nee-san." Naruto memberi hormat pada Ayame sedangkan Ayame tertawa melihat tingkah Naruto.

"Hoah! Ramen memang yang terbaik." seru Naruto mengangkat kedua tangannya keatas saat keluar dari stand ramen paman Teuchi.

"Mendokusei." Shika terlihat bosan, merepotkan terjebak bersama orang seperti Naruto saat festival seperti ini.

"Huah, Naruto-senpai." seru gadis-gadis yang baru mendapati Naruto keluar dari stand ramen.

"Eeh." Naruto langsung menoleh dan mendapati segerombalan fansgirlnya. "Kalian sangat cantik dengan yukata itu." puji Naruto menyengir.

"Tck! Mendokusei." decih Shika yang sudah nampak kesal, seharusnya ia tadi tak usah memejamkan matanya jadi dia tak terpisah dengan Gaara, Sai dan Sasuke kan. Tapi nyatanya, pria popular dengan sejuta pesona ini ikut berada di samping sambil menatap kagum pada lampu-lampu stand dan juga beberapa permainan.

"Huah! Naruto-senpai memujiku." lirih mereka secara bersamaan, hingga begitu kalimat itu berhenti terucap mereka saling memandang satu sama lain.

"Tidak Naruto-senpai sedang memujiku." ujar gadis dengan rambut yang digulung.

"Tidak, Naruto-senpai memujiku." gadis dengan yukata merah tak mau kalah.

"Bukan, itu aku." tambah gadis yang lain.

Oh tidak, bukankah Naruto tadi mengatakan "Kalian" kenapa mereka jadi bertengkar. Shika hanya menghela nafas berat melihat Naruto yang tak merasa bersalah karena membuat gadis-gadis itu bertengkar hal sepele.

"Naruto-senpai memujiku, iyakan senpai?" tanya gadis yang menggunakan yukata coklat, begitu gadis itu menoleh dan menatap kearah Naruto berdiri barusan, pria itu sudah tak ada dan hilang di telan bumi.

"Tidak, Naruto-senpai." teriak mereka sehingga menjadi tontonan pengunjung.

Shika berjalan dengan menarik kerah jinbei1 Naruto dan berjalan ketempat pertemuan mereka selanjutnya. Ia tak perduli Naruto marah padanya karena ia sudah muak melihat Naruto yang bila bertemu fansgirlnya mereka akan mengeluarkan kata-kata pujaan dan manis, bagi Shika itu memuakan. Bukan berarti dia iri karena Naruto memiliki fansgirl, Shikamaru Nara, siapa tak kenal ketua osis dengan wajah tampan dan rambut nanas dan selalu bermalas-malas serta tidur saat rapat osis. Shikamaru juga memiliki fansgirl hanya saja tak seheboh fansgirlnya Naruto yang menggumbar kata-kata palsu demi sang pujaannya dan bahkan mereka rela melakukan apapun.

Fansgirl Shikamaru terlalu pintar dan mereka tahu bagaimana caranya mengagumi Shikamaru, contohnya saat Shika sedang malas kekantin dan dia sedang lapar, tiba-tiba saja ada terdapat bento yang lengkap di meja ketua osis tak hanya itu saat dia tertidur di atap pun bahkan mereka memberikan Shika swetter milik mereka dan membiarkan Shikamaru tertidur.

Ah, cukup membahas Shikamaru dengan kepintarannya. Shika membalik tubuh Naruto dan melepaskan secara kasar tangannya pada kerah jinbei Naruto yang ia tarik tadi. Sasuke, Sai dan Gaara yang tak siap langsung terjatuh saat tubuh Naruto lunglai akibat kasarnya Shikamaru melepas pegangannya.

"Itta." rintih ketiga pria itu saat Naruto sudah bangkit.

"Shika, kau bisa melepaskan tanganmu dengan pelan kan. Kenapa melemparku?" ujar Naruto membersihkan jinbeinya yang kotor akibat debu.

"Mendokusei." seru Shika.

"Kalian lama sekali." Sasuke yang sudah berdiri bersama Gaara dan Sai.

"Salahkan si rubah ini, dia mampir ke stand paman Teuchi dan menghabiskan tiga mangkok ramen jumbo serta fansgirl bodohnya itu." jelas Shika.

"Naruto kau ini, kita saja belum makan kau malah makan lebih dulu." ujar Gaara.

"Habisnya perutku lapar sekali, apalagi stand ramen paman Teuchi sedang diskon ttebayo."

Sasuke menghela nafas berat melihat Naruto menmberikan cengiran khasnya dengan mengangkat lima jarinya sedangkan Sai mengeluarkan senyum palsunya melihat tingkah Naruto.

"Yasudah, ayo kita jalan lagi." ajak Sasuke.

Mereka kembali berjalan menyusuri festival yang semakin ramai, terkadang mereka berhenti sejenak untuk bermain di stand. Naruto hanya menatap ketiga temannya yang heboh saat bermain lempar kaleng menggunakan bola kecil dan ringan, tak jarang ia menatap sekitarnya.

"Tou-chan aku ingin ikan mas itu." suara gadis itu masuk di pendengaran Naruto dan itu membuatnya berpaling menatap gadis berusia 6 tahun bersama keluarganya.

"Baiklah, tapi janji pada tou-chan kau akan merawatnya dengan baik." ujar ayah gadis itu menyamakan tinggi dengan putri kecilnya.

"Yakusoku." gadis kecil itu tersenyum lebar memamerkan giginya dan memberikan kelingking kecilnya pada sang ayah yang berada dihadapannya.

"Yosh, mari kita lakukan." ujar ayah gadis itu langsung membawa gadis kedalam gendongannya dan membawanya kearah stand ikan mas.

Sapphire itu tak lepas dari interaksi ayah dan anak sampai mereka melewati Naruto, akhirnya ia lebih memilih untuk memutuskan kontak sapphirenya dengan interaksi itu, wajah dengan tiga goresan menyerupai rubah itu sedikit murung dan menunduk. Shikamaru yang menyadari itu hanya terdiam, dia tahu apa yang sedang dirasakan Naruto. Kehilangan kedua orang tuanya saat ia berumur 6 tahun adalah kenang terburuknya.

"Sial, mengapa susah sekali." keluh Gaara memukul telapak tangannya dengan pelan.

"Mungkin kau terlalu lemah melemparnya." ujar Sai tersenyum.

"Aku tidak lemah Sai." sahut Gaara tak terima.

"Benarkah?"

"Aku akan menunjukkannya padamu." Gaara mengeluarkan selembar uang seribu yen dan kantongnya. "Ji-san, berikan aku lagi dua." Gaara mengangkat tangannya dan jemarinya membentuk huruf V.

"Lihat baik-baik, aku tidak lemah." kata Gaara yang sudah melakukan acang-acang pada posisinya.

Gaara terlihat bak pitcher professional yang akan melempar bola pada pemukul, ia menyipitkan matanya untuk fokus pada target. Gagal. lemparan pertama ia gagal dan hanya dapat mengenai satu kaleng.

"Bukankah su-"

"Itu hanya pemanasan." kesal Gaara memotong ucapan Sai.

Sai tersenyum sementara tiga orang itu hanya jadi penonton melihat Gaara. "Kau pasti bisa Gaara." seru Naruto memberi semangat.

Gaara sudah berbunga-bunga ketika mendapat semangat dari pitcher klub baseball sekolah, ia kembali memasang acang-acang dan ekor matanya menatap target, ia harus focus dan membuktikan ucapannya kalau dia bukanlah lemah seperti apa yang Sai katakan.

BRAK!

Tumpukan kaleng itu runtuh saat bola itu mengenai kaleng tepat di tengah yang menjadi titik tembakan Gaara. Gaara jangan dilihat, pria itu sudah senyum menyeringai dan memandang Sai yang masih tersenyum.

"Sai bisakah kau sedikit menunjukkan kefrustasianmu saat omonganmu hanya omong kosong." keluh Gaara yang menjadi kesal karena Sai masih tetap tersenyum, hanya itu ekspresinya sedari tadi tentu saja itu membuat Gaara jengkel.

"Ini hadiahnya anak muda." paman itu memberikan sebuah boneka panda dengan ukuran besar, Sasuke, Sai, Shikamaru dan Naruto hanya tertawa melihat hadiah itu dan Gaara malu melihat boneka panda yang mirip dengannya sebagai hadiah.

Keempat orang itu masih tertawa dan Gaara nampak menyembunyikan malunya, apakah ia harus menenteng boneka panda besar ini? Hello, dia pria tulen walaupun ia akui boneka ini mirip dengannya terutama pada bagiam mata.

Gaara menjadi bahan tertawaan saat ia menggendong boneka panda seukuran manusia di punggungnya. Pandangan Naruto terhenti ketika ia melihat stand yang berada jauh dari keramaian, itu terlihat sepi dan hanya ada seorang nenek yang duduk dengan lelah dihadapan barang dagangannya. "Shika, aku ke toilet sebentar ya." pamitnya segera menjauh dari sahabat-sahabatnya.

"Baiklah, jangan tidur di toilet." ucap Shika, apakah dia sedang menyindir dirinya sendiri? entahlah.

Naruto berlari kecil dan menghampiri dagangan sang nenek itu. "Kenapa baa-san berjualan disini?" tanya Naruto yang sudah berjongkok dan memandang barang dagangan yang ditunjukkan dengan alas kain putih di tanah.

"Itu, karena aku tidak mendapatkan tempat anak muda, jadi aku berjualan disini." jelas nenek itu.

"Kenapa baa-san yang berjualan? Apakah baa-san tidak memiliki siapapun?" tanya Naruto kembali.

Sang nenek hanya terdiam dan menatap Naruto, "Gomennasai baa-san, aku terlalu lancang." Naruto sadar sudah terlalu ikut campur.

"Iie, biasanya yang berjualan cucuku, hanya saja cucu ku sedang sakit dan aku tidak memiliki uang untuk membeli obat." jelas nenek itu.

Naruto tentu saja tersentuh mendengar ucapan nenek itu, "Baiklah, aku akan membeli satu." ujar Naruto sambali memilih cermin itu.

"Apakah kau membelikan untuk ibumu?" tanya nenek itu.

Hening, Naruto tak mengeluarkan suara apapun serta menghentikan gerakannya. Kemudian ia tersenyum, "Aku membeli untuk diriku sendiri baa-san. Kedua orang tuaku sudah meninggal." jawab Naruto.

"Maafkan aku."

"Tidak perlu, lagipula baa-san kan tidak tahu." Naruto tersenyum pada nenek itu.

Tangannya meraih sebuah cermin seukuran tangannya, ia memandang cermin dengan motif rubah berwarna orange. Bukankah itu warna dan binatang kesukaannya. Ia mengeluarkan uang dan menyerahkan pada nenek itu. "Aku akan mengambil yang ini baa-san." ujar Naruto.

"Terima kasih anak muda."

.

.

.

.

.

.

.

"Nee-chan, hayaku. Sebentar lagi akan ada hanabi." seru gadis itu menarik yukata sang kakak.

Hinata tersenyum pada adiknya, bukankah itu terlihat aneh? Memanggil nama sendiri. "Nee-chan." kini gadis itu sudah berada di belakang tubuh Hinata dan mendorong tubuh maju.

"Ha'I." Hinata menggapai tangan mungil sang adik dan berjalan bergandengan menghampiri kedua orang tuanya.

.

.

.

.

Para pengunjung sudah siap mencari tempat untuk menikmati hanabi yang sebentar lagi akan dihidupkan, Sasuke menjewer telinga Naruto yang hampir saja di bawa kabur oleh fansgirlnya. Setidaknya Sasuke bersyukur fansgirlnya tak segila Naruto itu karena Sasuke bersikap acuh dan dengan santainya ia mengatakan bahwa ia sudah memiliki tunangan bukan hanya itu saja ia bahkan dengan relanya menyuruh Sai yang mengirimkan spam pada fansgirlnya yang berisikan foto Sasuke bersama sang tunangan.

"Teme, bisakah kau melepaskan tanganmu dari telingaku? Ini sangat sakit." rintih Naruto sambil memegang telinganya yang memerah.

"Tidak akan, sampai kita benar-benar menjauh dari fansgirl bodohmu itu." ujar Sasuke. Sai, Gaara dan Shikamaru hanya tertawa melihat itu.

"Aku tahu tempat tenang untuk melihat hanabi." ujar Sai membuka suara.

"Benarkah? Awas kau membohongi kami. Aku akan menghapuskan klub seni dan menggantinya dengan klub merangkai bunga." ancam Shikamaru.

"Tenang, Trust me." Sai tersenyum dan mendahului yang lainnya.

Tempat yang dipilih Sai memang tenang dan bahkan tak ada banyak orang hanya saja-

"Sai, aku akan membunuhmu." teriak Naruto ketakutan.

Tak hanya Naruto, ketakutan itu juga berlaku pada Sasuke yang sudah melepaskan tangannya pada telinga Naruto dan Gaara yang sudah gemetar.

"Mendokusei."

"Bukankah ini tempat yang tenang dan bahkan jauh dari keramaian juga bagus untuk melihat hanabi." ucap Sai terdengar polos.

"Baka Sai." Sasuke memberikan deathglernya pada Sai yang masih tersenyum polos. "Kuburan bukanlah tempat yang bagus." teriak ketiga orang itu secara bersamaan lalu berlari menjauh dari kuburan itu.

.

.

.

.

.

.

Hiashi, Hikari, Hinata dan Hanabi sudah berada di dekat jembatan, mereka tak sabar untuk melihat hanabi yang akan menghiasi langit dan mengakhiri festival matsuri.

"Tou-chan, aku mau digendong." pinta manja sang putri bungsu Hiashi.

Hiashi menatap wajah Hanabi yang terlihat imut dan tentu saja Hiashi menyukai wajah manja putrinya itu, dan mengangkat Hanabi kegendongannya.

.

.

.

.

.

"Sudah disini saja, ini lebih baik daripada kuburan." ucap Gaara yang ngos-ngosan karena lari ketakutan.

"Kurasa itu benar." tambah Sai dengan wajah innocentnya.

Ketiga pria itu menatap Sai dengan memberikan deathgler sedangkan Sai tak menghiraukan ketiga sahabatnya itu marah, jangan lupakan Shikamaru yang memilih duduk bersadar dengan tembok yang berada dipinggir jembatan lalu memejamkan mata. Apakah dia tertidur? Ya tuhan, bisa-bisanya disaat seperti ini ia tertidur.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Duar!

Duar!

Bunyi kembang api terbang ke angkasa dan memperlihatkan percikan warna-warninya, itu sangat indah ditambah bentuk yang berbagai macam. Langit malam kini terasa terang dengan cahaya bunga api.

.

.

Hinata tersenyum dan kemudian memejamkan matanya, ia nampak seperti merampalkan doa. 'Pejamkanlah matamu dan katakan keinginanmu, pasti akan terkabul.' Ia menuruti bisikan halus itu dan mengatakan keinginannya saat hamparan bunga api menghiasi langit malam.

.

.

.

.

.

Duar!

Duar!

"Suteki." lirih Sai yang menatap percikan bunga api berwarna-warni di langit, jangan lupakan bahwa tangannya sudah terdapat kanvas dan buku gambarnya.

Sasuke, Gaara, Shikamaru dan Naruto hanya menggelengkan kepalanya melihat Sai yang sudah siap sedia. Pandangan mereka tak hentinya menatap hamburan bunga api di langit, lalu tersenyum. Tunggu! Bukankah Shikamaru tadi sedang tertidur disana? Jadi bagaimana bisa pria itu sudah berdiri diantara Naruto dan Gaara? Sambil menatap kembang api. Ah, lupakan itu.

'Pejamkanlah matamu dan katakan keinginanmu, pasti akan terkabul.' entah suara darimana yang menuntun Naruto menutup sapphirenya dan melakukan apa yang diperintah oleh suara lembut itu.

.

.

.

.

"Aku ingin memiliki teman dan berbagi dengan temanku."

"Aku ingin memiliki orang tua dan merasakan kasih sayang."

.

.

.

.

.

T to the B to the C

1. Jinbei : memiliki dua potongan pakaian dengan bagian atasnya kimono dan bagian bawahnya celana pendek dan biasanya terbuat dari bahan katun atau rami (Source : /jinbei-pakaian-rumahan-tradisional-jepang-untuk-musim-panas/)

Aku newbie disini dan ini karya aku yang pertama, awalnya aku menulis hanya ingin mendapatkan komentar, follow, favorit banyak tapi setelah aku pikir ulang, bukan itu aneh dan membuat otakku tidak jalan. Jadi akhirnya aku menulis untuk kebahagian dan keinginan, idenya lancar.

sebenarnya aku bingung menentukan genre, bahkan judul itu agak sulit buatku jadi entahlah judul ini nyambung ga dengan isi ceritanya. Oleh sebab itu para Reader dan author serta senpai-senpai mohon berikan komentar, nasehat, ide, saran dan apapun itu jika ini salah dan tidak benar.

.

.

.

.

.

Raiueon57